Akhir?

Wedding?
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

The Last from me. Thank you so much for everything that you gave in here. Buat ka Afinda, ini udah lunas kan ya??? *maksa*

 

 

 

 

 

 

 

 

  Udara di penghujung bulan Desember terasa semakin beku. Berita di televisi mengumumkan bahwa hari ini, tanggal 20 Desember adalah titik terendah suhu selama setahun di Vancouver. Kris bukan orang yang sering menyalahkan cuaca ekstrim jika saja seseorang yang baru resmi menjadi suaminya seminggu lalu tidak demam tinggi sejak tadi pagi. Harusnya pengantin baru seperti mereka kan sedang hangat-hangatnya mengumbar kemesraan, sentuhan dimana-mana, ciuman mesra tiap menitnya, tapi sekarang setiap Kris ingin mencium Yixing suaminya itu malah bersin dan lagi wajahnya yang pucat itu membuat Kris tidak tega menyentuh Yixing lebih jauh. Untung saja first night mereka berjalan sangat lancar, omong-omong.

"Sayang, kamu yakin ga ingin menunda kepulangan kita? Kamu masih sakit loh."

  Yixing yang mengenakan celana training panjang berwarna putih serta sweater abu-abu yang sebenarnya milik Kris, sedang bolak-balik dengan aktifnya dari lemari ke arah koper besar yang ia letakkan di ranjang, melipat baju-baju mereka dengan telaten diselingi suara batuk kecil. Kris yang baru keluar dari kamar mandi menatap suaminya heran karena Yixing masih saja bolak balik padahal tubuhnya terlihat akan tumbang kapan saja.

"Yakin, Kris. Kita kan janji pada yang lain acaranya besok malam."

  Dengan langkah tegas Kris mengambil langkah mendekat, menyampirkan asal handuk pada tempatnya.

"Yang lain pasti mengerti jika kita membatalkannya dengan alasan kesehatanmu."

"Tapi aku yang ga mau acara ini batal."

  Yixing memang kepalanya seolah terbuat dari batu, sekali ia membuat keputusan maka sampai akhirpun tak akan ada yang berubah, jadi protes dari Kris hanya berakhir dengan hembusan nafas penuh kesabaran. Sementara Yixing masih sibuk mondar-mandir dengan tumpukan baju yang akan ia kemas di koper, Kris menyeringai karena satu pemikiran yang muncul. Dalam hitungan detik tubuh kurus Yixing sudah terangkat oleh kedua tangan Kris yang menyelip di leher dan lipatan lututnya, membawa Yixing ke arah ranjang besar mereka untuk ia baringkan disana.

"Kris!"

  Namanya yang di teriakan Yixing, ia abaikan, memilih sibuk dengan selimut ungu yang ia gunakan untuk menutupi tubuh suaminya yang tengah berbaring itu.

"Kris, aku masih harus berkemas!"

  Setelah selimut membungkus seluruh tubuh si makhluk nyaris sempurna, Kris dengan kecepatan gerakannya lagi segera menyambar bibir yang terus menggumamkan protes itu, mengecup dan memberinya sedikit lumatan kecil.

"Kalau keinginanmu mau dituruti, kamu juga harus nurut apa kata aku, okay? Itu masuk peraturan rumah tangga kita."

"Apa-apaan.."

"Diam dan berisitirahatlah, biar aku yang mengemasi barang-barang kita agar bisa pulang besok pagi."

  Sorot mata Kris seolah bicara 'menurut atau kamu kuhabisi malam ini' yang langsung membuat Yixing ciut di balik selimutnya. Entah bagaimana ia akan benar-benar 'dihabisi' oleh suaminya jika masih ingin membantah. Jadi Yixing kembali menutup mulutnya dan menelan lagi kalimat protesnya. Dalam diam memperhatikan Kris yang menggantikan posisinya mondar-mandir dari lemari ke salah satu sisi ranjang yang kosong dimana koper coklat besar di letakkan.

"Kenapa aku merasa kamu berubah ya? Ada yang aneh, lebih manis gimana gitu sikapnya."

  Pertanyaan konyol Yixing di sambut tawa kecil dari suaminya yang sedang mengambil baju lainnya di lemari, Yixing ikut tersenyum di balik selimut ungu yang menutupi separuh wajahnya.

"Suami idaman tuh kaya gini, Xing."

"Kamu jadi Wu Yifan yang dulu juga sudah menjadi suami idamanku kok."

  Beberapa potong baju di dapat dan Kris kembali melangkah mendekati Yixing dimana koper juga ada di dekat sana. Ia berhenti sebentar untuk bicara sebelum mulai menyusun lagi lipatan pakaian ke dalam koper.

"Jangan merayuku, Wu, kamu lagi sakit dan aku ga bisa langsung menyergapmu."

"Kadang aku bersyukur saat sedang sakit, seseorang jadi bisa mengontrol dirinya."

"Itu tentangku kan?"

"Bukan, tentang suamiku."

  Kris memutar bola matanya lalu kembali bergerak mengambil baju di lemari, "Well, I'm your one and only husband, darl."

"Who knows if I have another husband in the outside."

"Don't try to give me a , honey."

  Gantian Yixing yang tertawa cukup keras, ada kepuasan tersendiri saat berhasil mengerjai suami tampannya itu. Tapi tawanya berakhir dengan batuk-batuk lumayan lama hingga Kris menaruh kembali baju ke lemari untuk memberikan air putih di meja nakas pada Yixing.

"Sekarang berhenti menggodaku dan tidur! Jangan sampai aku marah beneran deh, Xing."

"Aku tidak sedang menggodamu tadi."

  Kris meringis mendengar suara Yixing yang jadi serak dan kurang seksi lagi. Ia menyuruh suaminya menghabiskan isi gelas air putih itu, dan Yixing langsung menurut karena ia merasa tenggorokannya kering sekali.

"Serius, Xing, tidur sekarang sebelum aku marah dan sungguh membatalkan kepulangan kita besok."

  Aura tegasnya menguar kemana-mana, kalau sudah begini Yixing tidak akan berkutik lagi, ia hanya mengangguk agar Kris berhenti memberinya tatapan intimidasi. Melihat Yixing-nya menurut, senyum lembut Kris muncul, sedikit merasa bersalah karena kalimatnya tadi, tapi toh itu demi kebaikan Yixing. Semua yang Kris lakukan selama ini kan demi seorang Zhang  eh Wu Yixing.

  Sebuah kecupan lembut di dahi, Yixing dapatkan. "Hadiahmu karena jadi anak penurut. Night, darl." Juga senyum manis laki-laki yang kini sudah resmi jadi suaminya.

  Kris menjauhkan diri dan mulai kembali sibuk dengan aktifitas berkemasnya tadi, meninggalkan Yixing dengan mata berkedip-kedip di atas ranjang.

  Mereka memang memutuskan menghabiskan satu minggu pertama pernikahan mereka di salah satu hotel mewah di Vancouver. Itu permintaan Yixing yang tidak ingin repot soal bulan madu dan semacamnya pasca pernikahan usai. Yixing berencana akan memikirkannya saat mereka tiba di rumah nanti. Atau mungkin bulan madunya di rumah mereka saja karena Yixing sudah tidak sabar menempati rumah itu.

"Wu?" Yixing bergumam di balik selimutnya, masih cukup jelas untuk di dengar sang suami yang kini berdiri dekat ranjang dengan tumpukan baju di tangan.

"Not again, Wu."

  Larangan dari Kris sudah jelas lewat nada bicaranya. Tapi Yixing masih belum mengantuk, juga ada satu pertanyaan yang tiba-tiba saja ia ingin tanyakan pada suaminya. Jadi pilihan terakhir hanya dengan menaikan selimut sampai ke pangkal hidung dan memperlihatkan matanya yang melebar dengan kilauan penuh harap. Yeah, the deadly puppy eyes.

"Oke, jangan mata itu. Katakan apa yang ingin kamu katakan setelah itu pejamkan mata dan tidur." Yixing memekik senang dengan suara seraknya dan satu batuk kecil. Ia tahu selamanya Wu Yifan tidak akan pernah menang darinya, "Jangan terlalu bersemangat, sayang." Susah bagi Kris menahan tawanya melihat tingkah menggemaskan Yixing yang jadi sepuluh kali lipat lebih imut saat sedang sakit seperti ini.

"Kamu ingin kita mengurus anak perempuan atau laki-laki nanti?"

  Giliran Kris yang mendadak batuk-batuk karena terkejut. Seminggu ke belakang pikirannya hanya di penuhi soal pernikahannya dengan Yixing, sama sekali lupa soal rencana mereka mengadopsi seorang anak setelah menikah nanti. Kris menutup satu koper yang sudah penuh oleh baju dan barang-barang lainnya, lalu berjalan ke sudut ruangan lain untuk mengambil koper lainnya, sembari memikirkan jawaban yang akan ia berikan. Karena jika boleh jujur, Kris masih belum sepenuhnya setuju dengan keinginan Yixing, dalam benaknya selama ini ikatan pernikahan mereka hanya akan diisi oleh dirinya dan Yixing seorang. Lalu saat bayangan akan adanya kehadiran seorang anak di tengah mereka, Kris memiliki banyak keraguan untuk itu.

"Kris?"

  Nada bicara Yixing yang berubah lirih menjadi sinyal buat Kris agar segera memberi jawaban agar suaminya tidak mulai berpikir negatif yang bisa membuatnya sedih. Akhir-akhir ini Yixing memang berubah menjadi lebih sensitif, mudah marah, kecewa, sedih, menangis, Kris tidak tahu itu salah satu jenis syndrom menjelang pernikahan atau apa. Tapi sekarang setelah resmi menikah pun, kesensitifan seorang Zhang Yixing tidak terlihat berkurang.

  Benar saja, saat Kris mendekati ranjang lagi dengan menggeret koper lainnya ia melihat sang suami yang tengah bersandar di kepala ranjang tengah menatapnya penuh tuntutan. Kris menghela nafasnya untuk yang kesekian kali.

"Aku lebih suka anak laki-laki sepertinya." Jawaban sudah di berikan tapi arti tatapan Yixing masih belum berubah untuknya, "Kenapa?"

"Pertanyaannya kuubah." Yixing terlihat memejamkan mata sebentar, lalu membukanya lagi diiringi dengan tarikan nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mencoba mengontrol emosinya yang sering meledak, "Kamu belum sepenuhnya setuju soal rencana mengadopsi anak ini kan?"

  Yap. Binggo. Zhang Yixing memang ahlinya membaca situasi, telepati yang sering disebut Yixing sepertinya bukan hal yang main-main.

"Aku pernah bilang sama kamu akan mencoba setuju kan? Saat ini aku sedang berusaha, sayang."

"Okay, aku akan menunggu keputusanmu."

  Setelah bicara seperti itu, Yixing kembali berbaring di ranjangnya kali ini dengan posisi memunggungi Kris yang berdiri di salah satu sisi ranjang. Kris paham Yixing-nya pasti kecewa. Ia janji akan segera menemukan alasan yang tepat untuk menyetujui rencana keluarga kecil mereka nanti.

  Kris memilih meninggalkan sejenak kegiatan berkemasnya, ia menaiki ranjang dengan perlahan dan segera membungkus punggung kecil suaminya dengan pelukan hangat. Menaiki selimut yang entah kenapa sudah turun sampai batas kaki Yixing, menyelipkan tubuh mereka ke dalam balutan selimut. Kris meletakkan dagunya dengan nyaman di bahu Yixing, hawa panas dari suhu tubuh Yixing masih bisa ia rasakan juga wangi khas kesukaannya yang menguar lembut dari suaminya.

"Kamu tau seberapa besar aku menyukaimu?"

"..."

"Ya, aku juga tidak tau. Tapi sepertinya di dalam tubuhku penuh sesak oleh rasa suka terhadapmu." Kris tersenyum karena decakan kecil dari Yixing sebagai respon kalimatnya, "Kalau seberapa besar aku mencintaimu, kamu tau?"

"Let me hear your cheesy answer, Wu."

  Jawaban Yixing merubah senyum Kris menjadi tawa. Ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Yixing.

"Seperti angka nol yang di bagi dengan angka nol juga, hasilnya tidak terhingga, sayang."

  Yixing mengenal Kris belasan tahun ini sebagai penggombal sialan, tapi ia juga yakin alasannya bertahan sejauh ini dengan Kris salah satunya karena kata-kata manis yang selalu keluar dalam situasi yang tidak terduga.

"I'm going to sleep. Jangan sampai kamu ketiduran dan tidak melanjutkan berkemas."

  Kris mengangguk kecil di bahu Yixing, salah satu tangannya bergerak mengusap lembut telapak tangan Yixing yang ia genggam.

"Aku tahu, aku akan memelukmu sampai benar-benar pulas, setelah itu aku kembali berkemas."

  Kondisi tubuh yang memang kurang sehat serta sentuhan lembut dari Kris di beberapa bagian tubuhnya, menjadikan rasa kantuk Yixing datang dengan cepat. Ia larut dalam kenyamanan berlebih yang ia dapat dari sosok suami tampannya.

"Yifan?"

  Kris terkejut karena ia pikir Yixing sudah jatuh dalam tidurnya, tapi justru malah menyebut nama aslinya dengan nada yang sulit diartikan. Saat Kris melirik ke depan, Yixing juga sudah memejamkan mata dengan natural.

"Ya, sayang?"

"Aku juga suka anak laki-laki."

  Bisikan lirih yang terdengar membuat waktu di sekitar Kris berhenti. Ia seperti di tampar sesuatu agar sadar seberapa besar suaminya menginginkan sosok anak dalam keluarga kecil mereka. Kris tahu ia egois dengan segala keraguannya. Juga terlalu lama mencari alasan tepat untuk menyetujui. Padahal alasan terkuatnya sudah ia dapatkan dari Yixing, jadi mungkin Kris akan menyetujui rencana mereka dengan alasan 'Yixing menginginkannya dan apapun yang Yixing inginkan akan selalu berusaha Kris wujudkan'.

"Kita akan segera mencarinya, sayang, anak kita."

.

.

.

.

.

  Vancouver International Airport tampak ramai karena hari jumat sudah mulai memasuki weekend. Meski suhu yang nyaris bisa membekukan apapun, orang-orang tetap tidak berniat membatalkan rencana mereka berpergian. Seperti Yixing yang juga keras kepala.

"Kenapa ga di tunda aja sih pulangnya? Kamu seperti orang yang sudah tidak sanggup jalan, Yixing."

  Yang di ajak bicara terlihat memejamkan mata, mommy Wu terus mengocehinya hal yang sama di perjalanan menuju bandara tadi dan sepertinya masih belum akan menyerah sampai titik terakhir. Keadaan Yixing memang terlihat sangat pantas untuk di ocehi seperti itu, Kris memaksanya mengenakan empat lapis pakaian, kaos putih, kemeja biru muda, sweater putih tebal, serta coats berwarna cream yang menjuntai sampai menutupi pahanya, masa bodo dengan yang namanya fashion. Ia bahkan terlalu lemas untuk berdiri tegak sampai harus bersandar pada tubuh tinggi suaminya yang merangkul erat area bahunya karena Yixing benar-benar terlihat akan ambruk kapan saja.

"Aku tidak apa-apa, mom. Lagipula acara besok malam tidak bisa di batalkan begitu saja."

"Mommy tidak menyuruh kalian membatalkan acara, hanya menunda sepertinya bukan masalah."

  Ketiga orang lainnya disekitar mereka hanya mampu menghela nafas. Ibu mertua keras kepala di pertemukan dengan menantu manis yang sama keras kepalanya, membuat yang lain tidak yakin akan ada akhir yang baik.

  Mengetahui Yixing yang tidak bisa menjawab lagi, Kris mengambil alih jawaban, "Aku akan menjaganya, mom, jangan khawatir. Melarang Yixing adalah hal yang mustahil untuk sekarang."

  Mommy Wu menatap tajam anaknya yang barusan bicara, merasa sedikit dikhianati karena Kris tidak membantunya membujuk sang menantu lebih jauh.

"Awas kalau sampai Yixing kenapa-kenapa, kamu yang mommy hukum, Yifan."

  Tatapan tajam itu masih mengarah pada Kris meski tangan-tangan lembutnya sibuk merapatkan coat di tubuh Yixing yang sedang menunjukan senyum kecil di bibir pucatnya. Biar bagaimanapun, Yixing tahu mommy-nya hanya terlalu khawatir. Hal-hal seperti itulah yang membuatnya semakin menyayangi ibu mertuanya seperti ia menyayangi mamanya sendiri.

"Sebenarnya anak mommy itu Yifan ge atau Yixing ge sih?" kini adik laki-laki Kris yang sejak tadi diam memperhatikan, tidak tahan untuk ikut dalam percakapan. Menghadirkan tawa daddy-nya yang tadi juga hanya diam.

  Masih dengan menyibukkan diri merapatkan coat Yixing, mommy Wu menjawab dengan nada sinisnya yang khas. "Kalau bisa milih ya mommy akan pilih Yixing yang jadi anak."

"Mom!"

  Gerutuan protes dari Kris menambah tawa yang hadir disana, mommy-nya tertawa keras sambil menepuk-nepuk lembut pundak tinggi anaknya. Yixing yang masih di rangkul oleh Kris pun tak bisa lagi menahan tawa melihat wajah cemberut suaminya. Membully Kris itu memang akan selalu menjadi hal yang menyenangkan.

"Astaga, mommy bercanda, Yifan sayang. Kamu tetap anakku yang tampan."

  Pujian dari mommy-nya serta satu kecupan kecil yang di berikan Yixing di pipinya membuat cemberut Kris berubah menjadi senyum konyol seperti biasa.

"Aku juga tampan loh, mom."

  Pandangan beralih pada pemuda lain disana. Kris mencibir dengan gerakan bibirnya karena sikap sang adik yang memang tidak pernah mau kalah darinya.

"Kamu tampannya kalau habis wisuda nanti!" sindiran itu membuatnya menutup mulut dan menghentikan tawa. Skak mat kalau sudah urusan wisuda. Hanya tinggal beberapa hari saja tanggal wisudanya tapi mommy-nya tetap saja menyindir, "Ya sudah, hati-hati. Kami akan secepatnya menyusul setelah si kecil Wu selesai wisuda." lengkap dengan satu cubitan pada lengan anak bungsunya karena terdengar protes 'aku bukan anak kecil'.

"Langsung kabari jika sudah sampai Korea." tuan Wu ikut menambahkan.

  Ocehan lain yang terus di suarakan wanita cerewet di keluarga Wu adalah karena tidak bisa membantu pasangan pengantin baru itu pindah rumah. Padahal mommy Wu ingin sekali membantu mendekorasi rumah baru anaknya. Tapi jadwal wisuda anak bungsu mereka yang hanya beda beberapa hari dengan kepulangan Kris dan Yixing, mau tidak mau harus membuatnya membatalkan rencana. Baik Kris maupun Yixing sangat memaklumi hal tersebut, lagipula disana juga akan banyak yang membantu. Orangtua Yixing yang memang sengaja pulang lebih dulu, Luhan, dan teman-teman mereka yang lain contohnya.

"Kami mengerti. Jangan terlalu memikirkannya, mom, banyak yang akan membantu juga kok disana." Kris yang menjawab karena sepertinya Yixing terlalu lemas hanya untuk bersuara. Demamnya masih tinggi, juga kebisingan suasana bandara dan keributan ibu mertuanya membuat kepala Yixing semakin berputar-putar.

  Merasa ini saatnya berpisah, mommy Wu memeluk erat Yixing yang masih di rangkul Kris. "Jaga diri baik-baik. Tanyakan padaku apapun yang ingin kamu ketahui." pelukan terlepas. Yixing tersenyum menyambut tatapan hangat khas seorang ibu yang di berikan wanita di hadapannya. Lalu sebuah bisikan kecil terdengar semakin membuat Yixing merasa udara sekitar mulai menghangat perlahan. "Mommy menunggu pilihan kalian. Laki-laki atau perempuan, tidak masalah."

  Beralih pada anaknya yang tinggi, mommy Wu juga membagi pelukan nyamannya disertai bisikan lembut yang hampir sama. "Tekan egomu. Sekarang kamu memiliki seseorang yang harus kamu jaga seumur hidup. Tapi bertambah seorang lagi juga sepertinya bukan masalah untukmu." Kris kesulitan menelan ludah, ia menyadari kearah mana kalimat terakhir yang dibisikan mommy-nya. Arah yang sama dengan apa yang ia dan Yixing bicarakan semalam.

  Saat pelukan mommy-nya terlepas, Kris melihat Yixing yang juga sudah gantian di peluk daddy dan sekarang giliran si bungsu Wu yang memeluk kakak iparnya.

"Yixing ge janji akan memberiku hadiah saat aku wisuda."

"Ck kamu bahkan tidak memberiku hadiah pernikahan."

"Akan aku berikan kalau gege sudah memberiku hadiah juga."

"Mana bisa seperti itu."

  Kris segera menarik lagi Yixing dalam rangkulannya karena bicara dengan adiknya itu terdengar terlalu memusingkan untuk orang yang sedang demam.

"Jangan mengganggu suamiku, bocah!"

"Aku laki-laki berusia dua puluh empat tahun yang beberapa hari lagi akan mendapat gelar sarjana hukum, bukan bocah!"

"Laki-laki berusia dua puluh empat tahun yang beberapa hari lagi akan bergelar sarjana hukum tapi belum menikah, tetap saja bocah!"

"Hah! Bilang saja gege sedang pamer karena sudah menikah!"

"Itu kamu tah.."

"Yifan, cepat pergi karena keberangkatan pesawat kalian sudah diumumkan beberapa kali."

  Pertengkaran tidak penting dua saudara itu terpotong dengan perintah ayah mereka. Tidak ada yang membantah lagi. Kris melepas sebentar rangkulannya pada Yixing untuk memeluk adiknya yang masih sibuk menggerutu, "Selamat atas kelulusanmu dan segeralah menikah, bocah!"

  Pelukan pada adiknya terlepas, Kris kembali merangkul pundak Yixing untuk mulai menapaki langkah menjauh dari keluarga kecilnya. Sesekali berbalik dan melambaikan tangan pada mommy dan daddy Wu yang juga sedang melakukan hal yang sama.

"Jangan khawatir, ge! Aku akan menikahi laki-laki yang lebih cantik dari Yixing ge! Akh."

  Kris tertawa karena teriakan sang adik yang masih bisa ia dengar. Ringisan di akhir, Kris tebak karena pukulan lumayan keras dari mommy-nya. Karena setelah itu sebuah bentakan juga terdengar, "Kenapa harus laki-laki juga?! Cari wanita sana!"

  Yixing menggelengkan kepala menyadari tingkah keluarga suaminya yang selalu heboh. Berbeda sekali dengan lingkungan keluarganya selama ini di Changsa. Mama dan papanya adalah tipe tenang seperti aliran air, begitupun dengan nenek dan kakeknya dulu. Tidak heran jika Zhang Yixing tumbuh menjadi pribadi yang lembut. Tapi itu bukan berarti keluarga Kris buruk di mata Yixing, justru Yixing merasa sangat bersyukur mendapat keluarga baru yang membawanya pada lingkungan yang lebih menyenangkan ke depannya. Juga bersyukur akan semakin banyaknya cinta yang ia dapat.

"Wu, terimakasih banyak."

  Yixing semakin menenggelamkan diri dalam hangatnya rangkulan sang suami. Membuat Kris harus sedikit menunduk untuk mempertemukan pandangan dengannya.

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
llalallala
ada kemungkinan ini akan aku buat subscriber only. kenapa? pengen aja *digampar*

Comments

You must be logged in to comment
xingiefan #1
Chapter 6: Udah end ya? Padahal keren nih ff
famiexol #2
Chapter 6: Keren bangettt....
Aku sampe lupa belajar gegara nih ff ..
So keep writing
churaphica #3
ya ampun lu gege cerewet banget ya..
hahaa
qwertyxing #4
Chapter 6: Huaaaaa T^T
Thanks for making this..
Keep writing krayy♡
emiEmii #5
Chapter 1: aaaaaa~
akhirnya bisa baca juga ff ini setelah coba bwat akunnya tapii malah gk bisa2
aku suka jalan ceritanya yg tetap keliatan real, tapi juga masih banyak taan bwat yifan hahaha dann luhan sama yixing ugh kalo udah bareng itu yaaaa emang kocaknya gk abis2
ini baru bisa baca chap 1.nya
XiahKy #6
Chapter 6: gue kok masih blum rela soal kailu
tp ya udahlah yg penting fanxing kekekee

ff kamu selalu manissss kayak icing doh xD
LovelyMeyMey #7
Chapter 6: udah baca dari awal chap sampe akhir maaf baru bisa komen sekarang soalnya gk bisa lewat hp
suka bangen ama ff ini tapi udah end ya(?)
Clovexo
#8
Chapter 6: oh.. i just wanna say i love you deh.. ini bener2 aku suka banget.. tapi kamu gk bener2 buat ini last chap kan? trus ntar pas mereka ngadopsi anak gimana?
xokrayxo
#9
Chapter 6: End? Beneran? Serius? Trus yg mereka mau ngadopsi anak gimana ceritanyaaaㅠㅠ
lay9095 #10
Chapter 6: Eh udah end?? Sedih banget harus end