BONUS CHAPTER!

The Understudy

Luhan, seumur hidupnya tidak pernah benar-benar mengerti bagaimana cara mencintai yang benar. Mungkin itu cukup jelas dilihat dari sejarah keluarganya yang tidak tergolong harmonis dan keseluruhan masa remajanya yang penuh diisi dengan sepak bola, pelajaran dan akting hingga tak ada waktu untuk sekedar menjadi manusia. Tidak ada waktu untuk sekedar jatuh cinta pandangan pertama, atau kedua, atau ke berapa, Luhan belum pernah.

Dan kini, saat cinta memasuki hidupnya dengan tiba-tiba, cinta berbentuk laki-laki yang lebih muda namun lebih tinggi darinya bernama Sehun, Luhan merasa clueless.

Luhan merasa tidak pantas menerima cinta Sehun.

Luhan iri pada Sehun yang dengan beraninya bisa menyatakan cinta. Dengan santainya menggenggam tangan Luhan kapan saja ia suka, dengan hangatnya memeluk Luhan saat ia membutuhkan, dan mengecup keningnya –meyakinkan Luhan ini semua bukanlah mimpi.

Luhan juga ingin sebebas itu dalam mengungkapkan perasaannya.

Aneh, memang. Karena jelas-jelas hobinya akting. Mengutarakan I love you ke Sehun saja jadi tantangan buatnya. Kenapa ini begitu sulit?

Kenapa cinta begitu sulit?

Kenapa cinta tidak bisa semudah mengetahui langit berwarna biru dan awan berwarna putih?

Kenapa cinta harus sebegini rumit? Membuat Luhan terkadang merasa gila.

Suatu saat, Luhan harus bisa. Ia sudah bertekad.

_

“Lu?” panggil Sehun. Kedua tangannya masih memeluk Luhan dari belakang.

“Ya?” jawab Luhan.

“Kau belum tidur.” Sehun mengubur kepalanya di tengkuk Luhan, membuatnya sedikit merinding.

“Aku tidak apa-apa, kau tidur saja lagi.”

“Oke. Good night, jangan tidur kemalaman. I love you.” ucap Sehun. Luhan tersentak. Lagi-lagi, Sehun dengan mudahnya bilang cinta. Tak ingin kehilangan kesempatan, dikumpulkannya segala kekuatan dan ia jawab, “I love you too..” yang dibalas dengan dengkuran lembut Sehun. Luhan mendesah kecewa. Masih ada besok, harapnya.

_

“Minseok, aneh nggak kalau aku tanya-tanya soal Sehun?” tanya Luhan suatu siang saat mereka sedang makan siang bersama di sebuah kafe.

“Kalau kamu mau bahas ‘itu’ aku bakal pergi karena aku nggak mau dengar cara kalian-”

“Dasar mesum! Kami bahkan belum ciuman!”

Ups.

Minseok ternganga, kaget.

Luhan berusaha menutupi wajahnya yang merah merona, malu. Minseok masih syok.

“Tunggu dulu, aku nggak salah dengar kan tadi?”

“Umm..”

“Luhan!”

“Apa?”

“Kalian-”

“Hey, setiap orang kan berbeda!” bela Luhan.

“Tapi.. tapi..”

“Ayolah, Minseok, bantu aku. Bukannya menilaiku begini.” Gerutu Luhan tak sabar.

“Maksudku, aku bahkan sudah tak ingat ciuman pertamaku. Mungkin dari pacar pertamaku waktu umurku 13 tahun dan kau, sudah berapa umurmu Luhan? Seingatku kau belum pernah cerita tentang seseorang sebelumnya.”

“Apa salahnya sedikit konservatif?”

“Yap, konservatif. Se-konservatif tinggal serumah dengan pacarmu.”

“Kami belum-”

“Tuh kan.” Minseok geleng-geleng kepala.

“Ugh, Minseok. Aku nggak punya harapan. Aku benar-benar nggak romantis.”

“Aku sejujurnya kasihan sama Sehun.”

“Hey!”

“Haha, maksudku.. astaga, baiklah. Kau mau tahu apa?”

“Bagaimana, ehem, menurutmu, ehem..” Luhan berdehem terus, “kapan waktu yang tepat untuk menciumnya agar tidak terkesan aneh atau terburu-buru?”

“Hmm, bagaimana ya? Menurutku, tidak ada penjelasan tentang ini karena ciuman itu bisa kapan saja dan tergantung keadaannya. Kau tahulah, di suasana-suasana tertentu yang whoa, dan hatimu seperti terketuk untuk-” Luhan memberi tatapan apa-kamu-serius ke Minseok, “oh iya, maksudku. Ah, hanya kalian berdua yang akan tahu pasti.”

“Haruskah aku mengatakan sesuatu sebelum, ehem, menciumnya?”

“Itu juga tergantung suasana.”

“Lalu harus berapa lama aku-”

“Luhan, hal-hal seperti ini benar-benar tak bisa dijelaskan. Kau harus mengalaminya sendiri untuk tahu pasti.” Minseok angkat tangan, menyerah. Luhan hanya bisa kembali tertunduk lesu, tidak mendapat pencerahan apapun selain menyadari betapa hambar hidupnya selama ini.

_

“Hai, Lu? Aku sepertinya akan pulang cepat, mau kujemput?” tanya Sehun di seberang telepon.

“Tentu saja. Aku di Moonlight.” Jawab Luhan singkat.

_

“Hai!” sapa Sehun riang, lalu mengecup pelipis Luhan. Kembali hati Luhan bergetar tak menentu.

“H-hai. Bagaimana pekerjaanmu?” astaga, ia pasti terdengar bodoh.

“Cukup baik.” Jawab Sehun, untungnya tak menyadari kegelisahan Luhan.

“Aku, umm, mau nggak kamu.. singgah ke taman kita sebentar?”

Taman kita. Tempat mereka bertemu. Tempat mereka berkencan sebagai pasangan. Tempat yang penuh kenangan.

“Tapi apa ini nggak kemalaman?” saran Sehun. Astaga Luhan, kau memang bodoh!

“Umm, please?” Luhan tidak tahu apa-apa lagi dan mulai mengeluarkan jurus aegyo-nya dan Sehun hanya bisa menurut, takluk pada keimutan laki-laki di depannya itu.

_

Sesampainya di sana, mereka tidak langsung duduk. Luhan hanya bisa mengetuk-ngetuk kakinya ke tanah tak jelas, sementara Sehun mencoba membaca tingkah lakunya.

“Ada apa?”

Dua kata itu meluncur dengan mudah. Tak seperti Luhan yang sudah berkeringat dingin dan gemetaran.

“Umm, anu.. aku..” di tengah-tengah kegalauannya, Sehun melepas jasnya, lalu memakaikannya ke Luhan.

“Sudah. Sekarang apa?”

Sehun memang tak banyak bicara. Luhan juga tidak, dan sejujurnya dia nyaman dengan hubungan mereka yang diam dan tenang tapi hangat ini. Tapi kini berjuta kalimat menghujani otak Luhan namun tak ada satupun yang keluar dari mulutnya.

“Sehun.. sebenarnya aku..”

Sehun menunggu Luhan dengan sabar. Sinar rembulan terpantul indah di kedua bola matanya saat Luhan mendongak ke atas. Sial baginya, Sehun justru mendekat dan memegang kedua lengannya yang bagaikan seberat seratus ton, hanya terkulai lemah di sisinya.

“Aku.. tidak pernah bagus dalam merangkai kata tapi aku..”

Masa bodoh dengan segala ragu yang menyengatnya, Luhan, dituntun insting dan entah berapa jam mempelajari adegan kissing di film-film, menarik kepala Sehun ke bawah dan segera mencium bibirnya.

Sehun kaget namun tetap memaku.

Luhan, masih saja ragu namun kini dialiri keberanian entah darimana mulai memejamkan matanya, mencoba memfokuskan pada perasaannya sekarang.

Dan rasanya, antara terbayangkan olehnya dan tidak.

Yap, Luhan seperti merasakan ada kembang api di perutnya yang meletus dengan bahagia.

Yap, Luhan mulai speechless.

Yap, bibir Sehun selembut yang ia kira dan -oh astaga, Sehun menggerakkan kepalanya sedikit dan ciuman mereka semakin dalam.

Sudah berapa detik ya? Luhan berusaha menghitung di otaknya.

Haruskah aku berhenti sekarang? Luhan bertanya-tanya saat bibir Sehun terlepas darinya, lalu kembali lagi setelah Sehun menarik napas.

Oke, aku benar-benar bingung..

Dan, hiccup!

Luhan cegukan dengan kepolosannya.

“Astaga, Sehun, maaf aku tadi kebanyakan minum cola!” jerit Luhan saat Sehun berhenti dan mengernyitkan dahinya.

“Kau ini kenapa, sih?” tanya Sehun, berusaha menahan tawa.

“A-aku? Aku hanya ingin.. kau tahulah..”

“Tahu apa, hmm?” tanya Sehun dan Luhan makin grogi saat perhatiannya justru tertuju pada setiap gerakan bibir Sehun yang merah dan-

“Aku cuma ingin kau tahu-”

I love you too, Luhan.” ujar Sehun, sebelum ganti mencium Luhan.

_

A/N :

Bonus karena 400 views, like really? I'm gonna consider writing in Indonesian more now..

Kenapa kissing scene? Aku baca satu komen dan ya, hatikupun menyuarakan yang sama, kenapa gaada kiss? Dan jadilah chapter ini dalam waktu 1 jam.

Maaf kalau absurd.

Tunggu kehadiran epilognya ya.

Siapa tau mereka punya anak(?)

Okeh bai

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
erunna #1
Chapter 6: ini apa? inniii appaaa??? why? whyyy??? the kiss!! at least let me see the real kiss, omg! 5 chapter dan hanya ciuman di dahi?? astaga, kau kejam T-T
dragonmafia #2
Chapter 5: Kesel banget kurang pangjaaaaaang aaaaaaaaaah
callaghan
#3
aku suka gaya nulisnya. Jangan di kasih tag .plis *apa.ini?*-*