Dia Lagi?

The Understudy

Seminggu telah berlalu, Luhan masih menyimpan rasa kesal pada pelayan yang ketus itu. Yang ketus, sok keren, lebih tinggi darinya, tapi tampan juga kalau diperhatikan..

Tunggu dulu. Ini mulai kelewat batas.

Luhan tetap rutin latihan di sela-sela sibuknya pekerjaan, meski ia baru pulang dari kantor sekitar jam 7 malam, sampai di Moonlight jam 8, harus latihan sekitar 2 jam lalu pulang ke rumah dan baru bisa tidur jam 11(itupun kalau tidak ada tugas dari kantor), untuk keesokannya bangun lagi jam 6 pagi. Luhan tidak terlalu keberatan. Mungkin sedikit keberatan tiap paginya ia harus tetap bekerja, dengan mata berkantung tanpa istirahat yang cukup dan otak yang sudah entah apa isinya(walaupun didominasi naskah super gombal karya Kang Hyunjae), itu tidak bisa ia pungkiri. Tapi masih ada satu hal lagi, justru saat malam tibalah, dia akan merasa hidup.

Saat dia berdiri di panggung Moonlight, bersama rekan-rekan pemain dan kru, melatih dialog demi dialog, scene demi scene. Luhan tetap semangat menari dan menyanyi(karena ini pentas musikal) sampai letih. Sampai suaranya rasanya ingin protes, sampai kaki-kakinya rasanya sudah terlalu banyak dipakai sampai lemas, sampai ia sendiri kehilangan waktu bersenang-senang. Luhan tidak peduli. Dia pria yang berkomitmen, dan saat ini, komitmennya adalah menyempurnakan diri sebagaimana Lou, dewa yang sempurna itu.

Sedikit banyak, Luhan sekarang merasa memiliki kesamaan dengan Lou. Luhan, bisa dibilang cukup sempurna. Tampangnya jelas lebih dari rata-rata, kantor ayahnyapun sangat mementingkan kesejahteraan pegawai jadi meski gajinya tak besar, ia tak hidup dalam kemelaratan pula, ia bisa kapan saja main ke Moonlight dan dia punya teman-teman baik seperti Minseok.

Tapi rasanya, masih ada yang kurang.

Tidak, tidak. Ini bukan berarti Luhan tidak mensyukuri apa yang ia punya. Ia merasa cukup, namun tak lengkap.

Satu, namun tak sempurna.

Dan ia butuh menjadi sesempurna Lou untuk menghayati perannya.

Apakah ia akan mencari sosok seperti Shia, dia tidak tahu. Luhan tidak yakin pada cinta. Lihat saja kedua orang tuanya. Luhan sudah tahu cukup banyak(mungkin peribahasanya dia sudah makan asam garam) dan nampaknya cinta bukan salah satu tujuan hidup Luhan. Luhan sendiri tidak yakin apa suatu hari nanti akan datang seseorang yang bisa melengkapinya.

Seperti Lou dan Shia, yang cintanya terukir di bulan purnama.

Astaga, dialog-dialog itu mulai mempengaruhi Luhan. Bahkan teman sekantornya merasa ia kini lebih puitis. Ah, masa bodoh dengan teman kantornya. Masa bodoh dengan dialog-dialoh bodoh Kang Hyunjae. Masa bodoh dengan kehidupan Luhan yang jadi (lebih) berantakan.

_

Lou sudah tidak mengerti lagi. Sebenarnya apa sih yang ia cari? Ia sendiri sudah kehilangan makna dari perjalanan jauh ini. Lou lelah tidak terkira. Ke seluruh penjuru jagat raya, ia mencari sesuatu yang bisa menutup lubang di hatinya. Batu, kayu, air, angin tidak ada yang bekerja. Lou mulai paham, mungkin ia bukan mencari benda, tetapi ia mencari wujud nyata(seperti manusia, atau dewa lain yang sedang jalan-jalan juga, atau apalah).

Di depan bumi, Lou mematung sebentar. Bumi. Planet biru kehijauan yang paling hidup di seluruh Galaksi Bima Sakti. Planet yang juga dikagumi Lou, dari tempatnya tinggal di angkasapun ia sering mengamati bumi. Ini bukan pertama kalinya Lou mengunjungi planet ini, tapi rasanya ia seperti punya firasat untuk mengecek planet ini sebentar. Lou turun di salah satu bagian daratan Asia, tepatnya di Korea. Lou berjalan-jalan di dekat Sungai Han. Lou kembali mengamati manusia yang berlalu-lalang di hadapannya, yang tidak satupun memerhatikannya. Kecuali seorang gadis cantik bernama Shia.

Shia adalah gadis paling cantik di desanya. Rambutnya hitam, lurus, panjang dan lebat menjuntai sampai ke punggungnya. Kulitnya putih berseri, wajahnya kecil, senyumnya manis dan memikat, matanya selalu berbinar-binar. Ia percaya bahwa energi positif yang ia berikan pasti akan kembali lagi padanya dengan berbagai cara. Shia rajin, tekun, suka menolong dan ramah. Ia juga pintar dan lucu. Shia juga sedang melewati Sungai Han, lalu ia melihat seorang pemuda tampan berdiri di tengah-tengah pemandangan di hadapannya, dengan wajah kosong dan bingung. Maka ia menghampiri pemuda itu.

“Permisi, apa kau tersesat?” tanyanya sopan, kepalanya mendongak mencari wajah pemuda itu. Ternyata ia sangat tampan dilihat dari dekat.

Lou yang tidak memerhatikan Shia sebelumnya tertegun untuk beberapa detik, saat sebuah wajah cantik tiba-tiba berada di hadapannya, dengan kedua mata yang berkilauan menatap lurus ke arahnya penuh tanda tanya. Astaga, apakah ini yang Lou rasakan dalam hatinya? Kenapa ia mendadak sangat grogi? Kenapa ia tidak bisa menjawab gadis itu, kenapa..

“Bolehkah.. aku tahu namamu, wahai gadis yang cantik?” dan itulah yang akhirnya keluar dari mulutnya. Bagus sekali, Lou. Lou sedikit mengutuk dirinya sendiri karena dengan begitu bodohnya menakuti gadis itu, kenapa tidak dia jawab dulu pertanyaannya? Dewa bodoh. Padahal katanya cerdas dan bijaksana termasuk kelebihannya.

“Namaku, namamu. Apa sih artinya?” sang gadis balas bertanya.

“Eh? Hm, tidak apa-apa. Aku.. tidak tersesat, kok.” Lou beralasan, sedikit terbata-bata.

“Kenalkan, aku Shia.” Sang gadis menjulurkan tangannya yang putih dan halus. Lou sampai gemetar menjabatnya.

“Aku L-lou.. aku, sedang jalan-jalan mencari..” apa yang harusnya Lou bilang? Bahwa ia mencari seseorang untuk menghapus hampanya dan bahwa gadis cantik itu tiba-tiba menyinari seluruh ruang di hatinya? Astaga astaga astaga. Dewa tertinggi, apa yang terjadi?

“Mencari apa? Bisa kubantu?” tanya Shia lagi. Ya, kau bisa membantu menemaniku, Shia. Lou ingin sekali berandai-andai.

“Ehem, aku.. aku mencari.. anu.. itu loh..”

“...”

“Bunga!” astaga Lou, kenapa dengan otakmu? Kenapa pula kau bilang bunga. Citramu sebagai laki-laki benar-benar sudah hancur.

“Untuk siapa?”

Shia penasaran juga. Atau ingin ikut campur? Hm, tapi Lou tak keberatan. Justru ia sangat senang Shia tidak langsung pergi meninggalkannya(mungkin saja Shia lebih normal sedikit dan menyadari keanehan cara bicara Lou).

“Ibuku.” Jawab Lou mantap. Well, ia tak mungkin bilang untuk kekasihnya(astaga, bahkan sekarang Lou memakai istilah-istilah manusia). Apa ada yang salah dengan atmosfer bumi hari ini? Atau ini karena Lou belum sarapan?

“Err.. kau mencari bunga.. di sekitar sungai?”

“Eh, tentu tidak. Aku, sedang lewat saja lalu berhenti sebentar, aku lupa di mana tokonya.”

“Mau kuantar?”

“BOLEH!” kata Lou semangat, mungkin terlalu semangat, “..maksudku boleh, kalau kau tidak masalah..”

“Tentu tidak, ayo Lou.” Shia segera berjalan lebih dulu, menuntun Lou yang masih keheranan melihat manusia secantik Shia. Lou diam tak bersuara mengikuti langkah ceria kedua kaki Shia, yang lama kelamaan membawanya ke sebuah toko bunga. Hati Lou terasa merekah, memerah semerah mawar. Seharum jutaan jenis bunga. Secerah bunga matahari, secantik bunga baby’s breath, krisan, tulip dan lili yang tersusun rapi di pot-pot besi untuk dilihat pembeli. Lou tidak terlalu fokus pada bunga-bunga itu karena di matanya sekarang, Shia yang paling cantik. Suara manisnya hanya masuk dan keluar kedua telinganya sementara Lou terus memerhatikan manusia itu. Manusia yang sangat cantik, baik, peduli pada orang lain. Rasanya ini hari keberuntungannya. Rasanya inilah yang Lou cari. Sedikit cinta di kesehariannya yang hampa dan merana. Lou bahkan tidak mau memikirkan lagi apa kata orang saat dewa sepertinya bisa jatuh cinta. Shia, Shia, Shia.. nama itu berdengung di telinganya.

_

“Luhan!” Park Hyemi, pemeran Shia berteriak memanggil Luhan saat Luhan terjatuh lagi di sebuah koreografi di salah satu scene. “Astaga Minjoo, koreomu itu sangat tidak mungkin dilakukan manusia.” Keluh Hyemi, yang seluruh badannya juga pegal-pegal dan bayangkan, koreografi tadi baru scene kedua, belum klimaksnya.

“Lalu kau pikir aku ini apa?” sang koreografer mendengus kesal, sibuk membenarkan posisi para penari latar.

“Mana aku tahu, bisa saja kau dewa tari! Kau tidak kasihan sama Luhan?” bentak Hyemi, usianya yang lebih tua 2 tahun dari Luhan membuatnya sangat protektif pada cowok yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri itu.

“Hyemi sayang, Hyunjae yang perfeksionis tidak sedang mabuk saat menunjukku menjadi koreografer utama, tentu saja aku ingin pentas ini sempurna.” Ujar Minjoo sombong.

“Bukankah kadang kesederhanaan itu justru lebih sempurna?” cerocos Hyemi, tak mau kalah.

“Aku nggak apa-apa kok, Hyemi noona. Ini semua demi peranku, ini semua demi pentas ini, semua pemain dan semua kru, terutama Kang Hyunjae dan Minseok.” Jawab Luhan sambil terseok-seok mengangkat dirinya sendiri, lalu duduk di salah satu sudut panggung.

“Astaga, Luhan. Istirahatlah, pentas masih sebulan lagi. Mungkin kau butuh sedikit istirahat.” Saran Hyemi, namun Luhan cepat menggeleng.

“Justru karena tinggal sebulan itu, aku memaksakan diri sekeras mungkin.” Jawabnya, Hyemi hanya bisa menghela napas, benar-benar kasihan pada anak ini, sementara Minjoo yang sedikit tak berperasaan itu meminta mereka untuk mengulang scene itu lagi. Luhan masih menari dengan sepenuh  hati.

_

Baiklah, mungkin harusnya Luhan lebih mendengarkan Hyemi. Tubuhnya, meski di otaknya ia berkata ia masih kuat dan masih bisa menari, tidak bisa berbohong. Kini ia terkena flu karena kemarin ia lupa memakai jaket dan latihan sampai malam, pulang dengan tubuh lengket berkeringat dan tenggorokan yang sudah serak.

Harusnya Luhan latihan malam ini, tapi ia kini terbaring lemah di atas tempat tidurnya, bersembunyi di balik selimut, membentuk posisi bayi dengan hidung meler dan segelas teh hangat yang tinggal setengah di atas meja di sampingnya. Luhan sudah minum obat, tapi ia benar-benar butuh istirahat. Maka ia menelepon Minseok dengan cemas.

“Ada apa, Lu?”

“Minseok, aku.. uhuk uhuk.. aku..”

“ASTAGA LUHAN KAU SAKIT YA?”

“Kurasa, uhuk, begitu.. Minseok aku minta maaf tapi nampaknya aku tidak bisa latihan malam ini.. aku mungkin akan kembali besok saat aku sudah merasa baikan.” Terserah Minseok sekarang. Luhan pasrah. Perannya sebagai Lou ia pasrahkan.

“Erm, baiklah. Aku tak ingin kau mati saat pentas nanti-”

“MINSEOK!”

“Astaga Lu, tenanglah!-maksudku, aku ingin kau cepat sembuh.. jadi, istirahatlah dulu barang dua hari ini.. semoga kau akan lebih baik.”

“Terima kasih, Minseok.”

“Sana tidur.” Lalu telepon dimatikan. Yah, memang begitulah sahabat Luhan yang satu itu. Tidak banyak bicara, kecuali seperlunya.

_

Malam itu Luhan tidur dengan niat untuk kembali ke Moonlight keesokannya tapi kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Flu kali ini cukup parah menyerang seluruh sistem pertahanan tubuh Luhan, hingga membuatnya bahkan tak masuk kerja selama 3 hari. Jadi, sudah 4 malam ia tidak keluar. Sudah 4 malam ia tidak pergi ke Moonlight. Sudah 4 malam, pikirnya, peran Lou kosong. Bagus sekali Luhan, padahal kau peran utama.

Jadi hari ini saat tubuhnya mulai terasa lebih baik, Luhan tidak lupa mampir ke apotek untuk membeli sebotol vitamin C lalu menenggak satu pil. Itu untuk jaga-jaga.

Waktu menunjukkan pukul 7.30 saat Luhan tiba di Moonlight.

Setelah memarkir motornya, ia mulai berjalan ke arah pintu masuk. Sayup-sayup ia mendengar suara musik pengiring scene 3 sedang berkumandang, ia juga bisa mendengar ocehan Minjoo dan Hyemi. Semakin dekat, suara-suara itu makin jelas.

“Shia.. jujur kau lebih cantik dari bunga ini.”

Tunggu dulu, itu kan dialognya. Suara siapa tadi yang mengucapkan dialognya?

“A-apa?”

Dan itu pasti suara Hyemi! Tak sabar, Luhan membuka pintu masuk Moonlight. Matanya langsung jatuh kepada seorang laki-laki di hadapan Hyemi, laki-laki yang tidak asing buatnya, mengenakan kostumnya(yang sudah dijahit beberapa waktu lalu) dan memegang fotokopi dari dialognya. Forever In My Heart tercetak jelas di halaman depan sebundel kertas di tangan dia.

“Apa-apaan ini?” sembur Luhan. Rasa kaget dan kecewa di hatinya membuncah. Apakah Minseok sengaja menggantikannya?

_

Luhan menatap lantai yang dilapisi karpet merah di bawahnya dengan tatapan kosong, otaknya masih mencerna apa yang dikatakan sahabatnya sendiri, Minseok.

“Kau menggantikanku? Apa maksudmu, hah?”

“Astaga Luhan, tenanglah. Dia hanya pemeran penggantimu, semua aktor terkenal pasti punya, semacam stuntman saja, sobat.”

“Kenapa kau bisa dengan sebegitu santainya menggantikanku hanya karena aku tidak hadir selama 4 hari?”

“Luhan! Sadarlah, pentas ini berjudul Forever In My Heart bukan Luhan Sang Penguasa! Aku harus apakan pemain dan kru yang lain? Mereka juga harus tetap latihan. Bocah itu hanya latihan bagianmu sedikit, kau tahu. Jika saja nanti kau kelelahan dia bisa membantu, ini juga saran dari Hyemi. Katanya koreografi Minjoo gila-gilaan..” Minseok menjelaskan panjang lebar.

“Tapi, kenapa harus dia?”

“Memang kau kenal dengannya?”

“Aku nggak butuh pemeran pengganti, sumpah!”

Kenal? Mungkin Luhan belum(mungkin lebih tepat tidak sama sekali) mengenal si pelayan jutek itu. Yang Luhan tahu, pelayan itu sangat jutek dan hal terakhir yang Luhan inginkan adalah bekerja sama dengan orang seperti dia. Dia, yang akhirnya Luhan ketahui bernama Oh Sehun. Luhan ingin segera kembali menari tapi sayangnya Minseok, Minjoo dan Hyemi berkoordinasi dan sepakat bahwa Luhan masih harus istirahat. Tentu saja Luhan marah. Lou adalah perannya. PERANNYA. Tidak boleh ada orang lain yang mengambilnya. Mereka bilang Luhan boleh duduk di kursi penonton, mungkin bisa memberi masukan juga untuk Sehun, tapi untuk naik ke panggung, Luhan dilarang. Tanpa pikir panjang, ia meninggalkan lamunannya, segera angkat kaki dari ruangan itu. Ia tidak segera meninggalkan Moonlight. Selama sejam ia berkeliaran di parkiran, mengeluh dan mengutuk dirinya sendiri, mengapa pula ia harus jatuh sakit?

Setelah itu, Luhan merasa tidak ada lagi kepentingan untuknya tetap tinggal di sana malam itu. Dan dengan keyakinan si pelayan jutek akan masih sangat sibuk berlatih, ia segera melesat ke kafe tempat Sehun bekerja. Seperti dugaannya, senyum hangat Jongdae menyapa kehadirannya. Ia memesan segelas capuccino lagi dan duduk di tempat yang sama.

Astaga, Sehun. Ada apa denganmu? Kenapa cowok ini baru kembali lagi sekarang? Dasar bodoh, ketik Jongdae sembari menunggu mesin penggiling kopinya selesai. Setelah menambahkan air dan bahan-bahan lain, ia mengantarkan kopi pesanan Luhan ke mejanya dengan senyuman ekstra manis. Luhan yang masih kesal membalas sekenanya, dan segera saja rasa kecewanya berkurang setelah meneguk kopi buatan Jongdae yang lezat dan harum.

_

ASTAGAH. HALO :)

Maaf Jongdae ikut campur melulu, but that's how I imagine him in real life, no?

I can't express how much I miss writing this fanfic the whole week! huhu. aku skrg kls 11 dan harus rajin belajar gitu. hari senin aku ulangan biologi dan selasanya ulangan mtk dan bahasa indonesia, oke mungkin itu nggak penting hehe.

tapi, ya.. yaudah ya aku ngantuk banget abis seharian seminar OSIS lol bay. love you all

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
erunna #1
Chapter 6: ini apa? inniii appaaa??? why? whyyy??? the kiss!! at least let me see the real kiss, omg! 5 chapter dan hanya ciuman di dahi?? astaga, kau kejam T-T
dragonmafia #2
Chapter 5: Kesel banget kurang pangjaaaaaang aaaaaaaaaah
callaghan
#3
aku suka gaya nulisnya. Jangan di kasih tag .plis *apa.ini?*-*