4/8

[Dramafiction] Z A T E M N A Episode 01

Seseorang terlihat sedang duduk dibalkon kamarnya yang berada di Lantai tiga, sambil menyeruput secangkir White Coffee Latte. Lee Sung Yeol menatap Kota Seoul dari balkon lantai tiga. “Tidak begitu indah” pikirnya. Kota Seoul memang kota yang besar, indah tetapi karena banyak sekali gedung-gedung tinggi sehingga terlihat sangat mengganggu pemandangannya. Itu yang ada dalam pemikiran Lee Sung Yeol, Putra tunggal keluarga Lee, salah satu pemilik perusahaan besar di Korea Selatan, tapi dirinya begitu senang dengan pemandangan taman dihalaman rumahnya yang hijau dan dipenuhi dengan perpohonan. Tamannya didesain ala Prancis, karena Ibunya adalah orang Prancis, karena itu Rumah, beserta halaman dan isi rumah ditata dengan suasana Prancis.

Kopi dalam cangkirnya habis, ia berdiri dari duduknya dan masuk kedalam kamarnya yang Elegan dengan suasana Putih. Kamar yang begitu luas, dipenuhi dengan karya lukisan mahal dari Negara Prancis yang memang terkenal dengan seni lukis. Sung Yeol merasa bosan, dengan langkah ringan ia keluar dari kamarnya dan menuruni Tangga yang bentuknya semakin kebawah semakin membesar. Dengan perlahan Sung Yeol menuruni tangga menuju lantai dua. Begitu besar, terdapat Ruang keluarga dengan Lampu gantung besar tergantung ditenganh Ruangan. Ada tangga lagi menuju lantai satu, yang berada di sisi kanan Ruangan Lantai dua. Tangga yang terbuat dari kayu dan dicat cokelat tua.

Tuan Lee menyeruput teh lalu menaruh kembali ke meja. “Aku tak bisa datang ke pemakaman Tuan Kim beberapa hari yang lalu karena aku baru saja pulang dari Canada. Apa yang membuat Tuan Kim meninggal? Aku sangat terkejut mendengar berita itu.”

“Aku juga kaget mendengar kabar seperti itu. Padahal Tuan Kim itu bugar, mengapa ia bisa terkena serangan jantung?” Tanya Tuan Jang balik.

“Mungkin itu memang takdirnya.”

“Iya. Padahal Beliau adalah orang yang baik.”

“Banyak yang merasa kehilangan sosok Tuan Kim yang baik hati itu.”

“Iya..”

“Oh iya. Katanya Putrimu akan kembali ke Seoul karena Kuliahnya sudah selesai.”

“Kuliahnya sudah selesai tahun lalu, tapi ia masih ingin disana selama setahun.”

“Rupanya ia betah di Kota kecil daripada tinggal di Kota besar.” Kata Tuan Lee seraya tertawa.

Tuan Jang pun ikut tertawa. “’Sepertinya begitu.” Katanya.

Lee Sung Yeol baru saja sampai kelantai satu, ia melihat Ayahnya di Ruang Tamu bersama dengan Tuan Jang. Ia tersenyum pada Tuan Jang lalu berjalan mendekati kedua pria itu.

“Ini dia Jagoanku!” Seru Tuan Lee tersenyum lebar kearah Tuan Jang.

Tuan Jang membalasnya dengan senyuman yang tak kalah lebarnya.

“Apa kabar Tuan Jang?” Tanya Lee Sung Yeol sambil tersenyum.

“Baik-baik saja Tuan Lee muda. Lama tak berjumpa denganmu, kau sudah besar, ya?”

“Tentu saja, tak mungkin ia betah menjadi anak kecil terus.” Sahut Tuan Lee tertawa.

“Apakah kau baru pulang dari Prancis, Seongyeol?” Tanya Tuan Jang.

“Tidak Tuan Jang.” Jawab Sung Yeol masih dengan senyuman. “Saya sudah berada di Korea sejak lulus kuliah 3 Tahun yang lalu.”

“Benarkah? Mengapa aku baru melihatmu?” Tanya Tuan Jang tak percaya.

“Dia memang suka mengurung dirinya.” Sahut Tuan Lee. “Kalau tidak di rumah, dia pergi ke Cafénya. Haya itu kegiatannya sehari-hari.” Tambahnya.

Tuan Jang tertawa, dan perlahan menghilang terganti dengan wajah sedih dan kehilangan. “Kalau masih ada anak itu pasti kau akan selalu bersamanya.”

Lee Sung Yeol tersenyum, walaupun hatinya juga sama seperti yang dirasakan Tuan Jang, kehilangan. “Tak terasa waktu semakin berlalu, membuat dirinya menjadi sebuah masa lalu, saya jadi tak berani mengungkitnya. Saya juga sudah terbiasa, karena itu sudah lama berlalu.”

Tuan Jang tertawa kecil berusaha menutupi perasaan sedihnya, “Malah aku yang sudah sangat terbiasa.”

“Kau mau ke Café?” Tanya Tuan Lee pada putranya, sebenarnya untuk mengalihkan pembicaraan yang ia tahu bahwa pembicaraan itu hanya membuat keduanya kembali sedih.

Lee Sung Yeol mengangguk. “Iya, Ayah.”

“Oh, Silahkan. Sekali-sekali cobalah berjalan keliling Kota atau berlibur bersama teman-temanmu.” Kata Tuan Lee.

“Pulau Jeju juga termasuk tempat liburan bagus.” Tambah Tuan Jang.

Sung Yeol kembali tersenyum. “Untuk sekarang aku masih belum butuh berlibur, Ayah dan Tuan Jang.  Aku senang dengan kehidupan seperti ini.”

Lee Sung Yeol berjalan pelan menuju pintu rumahnya. Wajahnya berubah. Tanpa ekspresi dan memancarkan aura kesepian yang mendalam. Ia menuju Garasi dan mengambil mobilnya yang terpoles mengkilat. Tiba-tiba saja ia teringat sebuah memori yang selama ini tak pernah mau diingatnya kembali. Gara-gara Tuan Jang mengungkitnya, kenangan itu kembali kedalam otaknya. Senyuman juga tatapan Tuan Jang saat mengatakan itu juga terlihat pilu, ia juga tau bahwa bukan hanya dia yang kehilangan tapi juga Tuan Jang.

Mobilnya berhenti saat lampu merah di lampu lalu lintas menyala. Ia menyenderkan kepalanya di kursi. Sambil menarik nafas dalam perlahan dan mengeluarkannya, ia melakukannya beberapa kali sampai lampu kembali berwarna hijau.

Benarkah kau sudah tiada? Aku tau kau hanya bersembunyi sobat, keluarlah sekarang! Aku sudah menyerah bermain petak umpet selama bertahun-tahun. Aku tak lagi sanggup menghitung. Aku juga sudah lupa sekarang dihitungan yang keberapa.”

Tiit! Tiit! Suara Klakson yang berasal dari mobil jazz berwarna biru dengan atap terbuka yang berada di belakang mobil Sung Yeol, ia membuka jalan untuk mobil Jazz tersebut. Mobil itu mendekati mobil Seong Yeol dan berjalan berdempetan dengan mobil hitam milik Sung Yeol. Kaca mobil itu turun dan terlihatlah wajah seorang pangeran dari balik kaca, ia tersenyum angkuh. “Permisi Tuan Muda Lee!” Sapa laki-laki bermata sipit itu.

Sung Yeol menoleh kearah Pangeran tampan bernama Kim Sung Gyu itu tanpa komentar, tatapannya datar.

“Ini jalanan, banyak yang mau lewat. Tolong jangan melamut dijalan.” Kata Sung Gyu.

Mobil Jazz itu langsung melaju meninggalkan Sung Yeol. Sung yeol hanya menatap kepergian mobil itu dengan ekspresi datar.

Cih!”

Tiba-tiba saja ringtone ponselnya berbunyi, ia memasang Headphone ditelinganya dan menjawab telpon. “Ya? Baiklah, aku mengerti.”

****

 

Seorang laki-laki keluar mobil jazz yang berwarna Biru. Laki-laki dengan wajah yang keren, kulit putih dan mata yang sipit. Mata sipitnya terlihat licik membuat ia terkesan sombong dan angkuh. Ia memasuki rumahnya, terlihat Ruang Tamu yang besar seperti rumah para orang kaya pada dasarnya. Ada lampu ditengah tergantung diatasnya. Di sisi kanan ada sebuah tangga yang melingkar.

Sung Gyu menaiki tangga dan memasuki wilayah kekuasaannya yaitu lantai dua. Di lantai dua tak seluas di lantai satu, hanya ada tempat untuk Sung Gyu melakukan segala hal seperti menonton tv atau santai-santai membaca buku. Ada Alat Olahraga berupa sepeda didepan TV tepat disebelah Sofa, biasa ia pakai jika sedang ingin berolah raga. Ada 3 ruang kamar dilantai dua, tapi karena ia Anak Tunggal Lantai dua beserta 3 kamar itu adalah miliknya.

Lantai satu adalah kekuasaan Ayahnya. Ada Ruang Tamu, tempat itu adalah tempat Ayahnya beserta teman pengusaha atau klien yang datang berkunjung untuk bercerita basa-basi atau melakukan kesepakatan atau hal lainnya. Ada Kamar Ayahnya dan juga Ruang Kerjanya dan Ada dapur juga, tapi tempat itu selalu tak pernah dipakai bersama. Sung Gyu selalu makan di lantai dua, ia memang selalu menghabiskan waktunya di lantai dua. Dia jarang keluar Rumah, hanya jika ia sedang bosan saja ia berkeliaran.

Ia merebahkan diri ke Kursi. Tiba-tiba ringtone dari ponselnya berbunyi, ia mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelponnya. “Halo?” jawabnya santai.

“Sung Gyu! Kau kemana? Kau bilang akan menungguku, tapi mengapa kau menghilang?” Kata seorang perempuan diujung telpon.

“Aku tidak enak badan, maaf.” Kata Sung Gyu memberi alasan.

“Alasan!” Seru perempuan itu.

“Memang itu Alasan agar aku terlepas darimu!” Sung Gyu membalas membentak perempuan itu. “Aku bosan menunggumu selesai mempercantik dirimu, sedangkan aku menjadi jelek karena menunggumu.”

“Jadi kau bosan?” Tanya perempuan itu dengan kasar tapi hanya main-main.

“Iya!” Seru Sung Gyu membalas kasar. “Aku bosan padamu! Juga pada Hubungan kita!”

“Ah, Sung Gyu jangan marah. Aku tak bermaksud membuatmu bosan.” Suara perempuan berubah manis.

“Aku tau, Karena Uang kau mau bersamaku, benarkan?” Tanya Sung Gyu, lalu ia tertawa kecil. “dan… Selamat tinggal!”

Sambungan terputus.

Ia melihat layar Ponselnya sambil tersenyum angkuh, jari-jarinya mengutak-atik ponselnya. Terdengar suara Ringtone tanda pesan masuk. Sung Gyu membuka pesan itu dan membaca pesan penuh penyesalan dan harapan meminta kembali. Jari-jarinya mengetikkan kalimat-kalimat untuk membalas pesan Gadis yang baru saja pensiun menjadi pacarnya.

Tak ada Kata kembali buat gadis yang hanya mempermainkanku. Terkirim!

Sung Gyu tersenyum angkuh menatap layar ponselnya. “Masih ada dua gadis, jadi buat apa aku sedih karena kehilanganmu? Gadis zaman sekarang melihat harta, enak sekali dipermainkan.” Ia tertawa.

Ia menyalakan tv, diperiksanya semua channel tv sampai mendapatkan yang terbaik. “Cih! Banyak sekali Drama Cinta yang konyol dan cengeng! Mengapa bisa ada yang suka cerita cengeng seperti itu?!”

Ia membuka channel lain dan melihat acara tv yang berhubungan dan Musik dan Idol. Dan saat itu acara itu menyetel sebuah Music Video dari Boygroup terkenal yang baru saja menjadi Rookie. “Sebenarnya aku bisa mendapatkan posisi itu. Aku juga tampan!” Katanya memuji dirinya sendiri. Tiba-tiba ia memegangi perutnya, “Aku lapar!”

Sung Gyu meraih Ponselnya dan mengetikkan angka-angka dan terbentuklah sebuah nomor telepon untuk memesan makanan cepat saji. Memang enak jika menjadi orang kaya, bisa melakukan dan memesan apa saja yang diinginkan.

****

 

“Kenapa perpisahan itu harus ada?” Terbesit sebuah pertanyaan didalam benak Hyo Ra. Saat itu Hyo Ra sedang menyimpuni barang-barangnya yang ada di dalam kamarnya. Tak banyak barang yang ada dikamarnya, tapi entah ia merasa barang-barang yang ada dikamarnya begitu banyak sehingga menghabiskan banyak waktu untuk menyimpunnya.

Faktanya, Hyo Ra merasa malas untuk pindah kembali ke Rumahnya yang super besar itu, sehingga ia tak begitu semangat untuk membereskan barang-barangnya. Ia mendekati sebuah lemari kecil disebelah tempat tidurnya, dibukanya pintu lemari itu dan mengambil sebuah Album yang berada didalamnya. Hyo Ra duduk menyender dipinggiran tempat tidur, ditaruhnya Album besar itu dipangkuannya. Hyo Ra membuka satu per satu lembar-lembar Album foto itu, ia ingin mengenang apa saja yang ia lakukan Selama tinggal dirumah Pamannya. Selama 12 tahun berada di rumah Pamannya, ia sudah menganggap rumah ini adalah rumahnya sendiri.

“Aku ingin latihan.” Kata Hyo Ra akhirnya. Ditaruhnya Album foto itu diatas Tempat tidurnya dan segera berdiri lalu pergi keluar ke halaman belakang.

 Siang ini, Paman dan Bibi sedang pergi karena ada acara di rumah kerabatnya sehingga mereka akan pulang malam. Di ambilnya Busur dan anak panah yang berada disebelah pintu halaman belakang, Hyo Ra berjalan di halaman belakang. Badannya yang tinggi dan besar, kulitnya cokelat karena ia selalu latihan siang hari. Tetapi wajahnya tetap terlihat cantik, matanya selalu memancarkan kesungguhan yang besar.

Di ambilnya salah satu anak busur dan dipasangkannya ke busur, ia mengapit tali busur dan anak panah dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Dengan perlahan ia menarik tali busur beserta dengan anak panah sambil mengeker sasaran yang terbuat dari kayu berbentuk bulat yang digantungnya di bawah rumah pohon. Dengan cepat anak panah itu melesat dan tertancap tepat di tengah lingkaran yang tergambar silang berwarna merah. Ia terus memanah sampai anak panah yang ia punya habis. Ditaruhnya Busur ketanah, Hyo Ra berjalan masuk ke rumah. Ia masuk kedalam sebuah ruangan yang berada di dekat pintu belakang. Ruangan itu adalah ruang untuk Pamannya menyimpan senjata, diambilnya dua pistol lengkap dengan pelurunya.

Hyo Ra kembali ke halaman belakang. Ia menatap sebuah papan bidik yang berada 10 meter didepannya. Ia melihat sekitarnya, ia mencari beberapa papan bidik yang tak jauh darinya dan  yang menghadap ke dirinya. Ada sekitar 6 papan bidik yang ia incar. Hyo Ra menutup matanya lalu menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Dibuka matanya yang memancarkan kepercayaan diri, Hyo Ra merentangkan kedua tangannya yang masing-masing memegang pistol.

Dor! Tepat sasaran.

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!

Sambil berbutar ditengah 6 papan bidik incarannya ia menembakkan semua peluru yang ada pada pistolnya.

Ia kembali menembak Dor! Dor! Dor!

Peluru habis, dengan sigap ia mengganti peluru yang kosong dengan peluru baru. Adegan kembali dimulai. Hyo Ra kembali menembak ke 6 papan bidik, semua tembakkan tak ada yang meleset dari lingkaran tengah. Hyo Ra terlihat seperti pemeran wanita pada film Laga yang sering Ia tonton di Tv atau Bioskop, begitu keren.

Adegan berakhir, Hyo Ra menjatuhkan kedua pistolnya ke tanah. Ia terduduk. Ia mulai menangis sejadi-jadinya. Karena merasa tak ada orang dirumah, ia menangis sekencang-kencanganya.

“Kau bilang, kau ingin menjadi seorang pahlawan.” Sebuah suara megagetkan Hyo Ra.

Karena terkejut ia segera menoleh kearah asal suara. Dan ia melihat Pamannya berdiri dibelakangnya. “Paman?!” Ia menghapus airmatanya dengan telapak tangannya lalu berdiri dihadapan Paman Do Kwang. Gadis tinggi berkulit cokelat itu tersenyum. “Kapan paman pulang?” Tanyanya lugu.

“Baru saja.” Jawab Paman Do Kwang dengan wajah tegasnya.

Hyo Ra merasa lemah seketika, ia merasa malu menangisi hal-hal yang sepele. Ia diam dan diam, ia tak berani bersuara satu huruf pun.

Paman Do Kwang perlahan tersenyum lembut. “Seorang pahlawan tak pernah menangis didepan senjatanya. Sekalipun ia gagal dalam pertempuran. Seorang pahlawan juga tak boleh menangis, sekalipun ia sedang mengorbankan perasaannya dan cintanya untuk melindungi.” Di tatapnya wajah Hyo Ra yang menunduk menatap tanah. “Ini termasuk pengorbanan Jang Hyo Ra. Kau mengorbankan perasaanmu terhadap rumah ini dan semua yang berhubungan dengannya, demi melindungi keluargamu.”

“Tapi, Paman dan Bibi juga termasuk keluargaku.” Kata Hyo Ra lirih.

“Kau kesini agar kau bisa belajar melindungi dirimu sendiri dan keluargamu. Disini masih ada aku, aku masih sanggup untuk melindungi rumah ini dan juga Bibi. Kehidupan diluar sana sangat jauh dari apa yang selama ini kau bayangkan. Dunia luar begitu liar. Banyak yang haus kemewahan, haus harta, haus kekuasaan. Kau tak tau siapa yang ada dibelakangmu, didepanmu, ataupun disampingmu. Semua wajah yang kau lihat tidak semuanya adalah wajah asli.” Kata Paman Do Kwang. “Kau dititipkan disini sebenarnya memang bukan untuk berlatih senjata, itu adalah pilihanmu untuk melindungi keluargamu. Tapi, jika kau menangis dan bersikap lemah hati kau takkan bisa melindungi.”

Hyo Ra masih terdiam.

“Mereka semua memakai topeng. Susah untuk mencari tau siapa lawan dan siapa kawan? Siapa yang hianat dan siapa yang setia. Karena itu kau disini, agar kau bisa melihat dengan matamu sendiri, siapa mereka? Dan jangan sekali-sekali menggunakan perasaanmu, karena perasaanmu hanya bisa melihat apa yang matamu lihat. Gunakan insting pemburumu. Seorang pemburu akan tau yang mana Rusa dan dan yang mana Singa.” Paman Do Kwang mencoba membangkitkan semangat Hyo Ra, ia berusaha meyakinkan keponakannya yang sudah ia anggap anak itu.

“Takkan pernah menangis, walaupun aku mengorbankan segala perasaanku untuk melindungi orang-orang yang ku cintai! Tak akan!!”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
evilod
Hello, aku punya cerita Dramafiction dengan cast semua member INFINITE.. Bahasa Indonesia sub here---> https://www.asianfanfics.com/story/view/703013/

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet