The House-- Marquee

Crown of Legilimency

“Rumahku ada di dekat Hongdae. Aku tau tempat- tempat enak di sini!” Aku mengarahkan telunjukku ke jalan utama. Kalau belok kiri, satu kilometer lagi adalah rumahku.

Rumah itu—Marquee—Sejak putri pemiliknya lahir tidak pernah sepi.

Setiap minggu, pemiliknya selalu mengadakan pameran berkelas

yang menampilkan karyanya dan seniman- seniman ternama.

Mulai dari anak sekolah dasar sampai mahasiswa pasti penasaran dengan rumah bergaya Barat itu.

Tapi karena sebuah insiden di tahun 2012, rumah itu di sita dan pemiliknya menghilang.

Sebenarnya tidak ada penjagaan sama sekali.

Tapi orang awam merasa, kalau rumah itu—menimbulkan aroma mistis yang berlebihan, bahkan dari luar.

“Sayang sekali, padahal rumah yang seperti castil itu adalah salah satu potensi wisata yang sangat digemari selain Museum Seni Daejon.”

           

“Bubble tea!” Sehun menunjuk kedai Cofioca, aku menatapnya.

“Kau sering kesini?”

Sehun menggeleng. Tepat saat itu, angin menyisihkan sebagian rambutnya dan terbang. Dia tersenyum.

“Hanya sekali bersama hyungku.”

Hei—Kalau dipikir- pikir— Aku belum pernah mendengar Sehun bicara dengan nada semanis ini sebelumnya. Biasanya dia dingin.

            Sehun

            Aku melirik jam tanganku, 12 menit lagi, batinku.

            “Bagaimana kalau membeli Bubble tea dan jalan- jalan sebentar?” Alice tersenyum cerah.

            Tidak—Aku tidak boleh membuat mereka menunggu—Ini sudah waktunya. Kami harus melakukan rencana seperti semula. Kalau semakin membuang waktu. Maka Luhan hyung akan—

            “Apa—Kau tidak ingin melihat rumah lamamu?”

            Alice tertegun mendengar pertanyaanku.

            “Ingin kesana?” Tanyaku lagi.

            Dia tidak percaya—tatapannya meragukanku. Aku tidak cukup pintar dalam menghadapi seorang bocah. Kalau saja ibuku ada—dia pasti membantuku.

            “Aku ingin kesana—Kita pergi membeli bubble tea lalu kesana.”

+++

            Bo Mi melempar mantelnya. Dia tertegun melihat Tao yang memakai jas dan setelan yang saaaangat rapi.

            “Kau—Mau kondangan?”

            Tao menggeleng. “Cepatlah! Aku ada urusan!”

            “Aku harus menyelesaikan satu take lagi. Tenang—paling cuma satu jam.”

            Tao mendelik. “Bo Mi—ya... Syutingmu sudah selesai tiga menit yang lalu. Kau tidak bisa membodohiku!”

            Bo Mi terlihat kesal. Ah ya— dia hanya ingin bermalas- malasan sebentar. Dan sepertinya pengawal pribadinya ini tidak mendukungnya.

            “Aku tidak ingin pulang—Dari tadi pagi perasaanku tidak enak. Bahkan sandalku putus. Tao-ya—Apa ada yang akan terjadi padaku?”

            Tao menggelengkan kepala. Dia jenuh. Tentu saja jenuh. Selain galak dan cerewet, Bo Mi juga sangat kolot.

+++

            “Haruskah kita naik taksi?” Tanya Sehun.

            Aku menyeruput bubble tea dan tersenyum.

            “Jalan saja. Kalau lewat sini bisa lebih cepat.” Aku berbelok dan Sehun mengikutiku. Dia diam terus. Ah—Aku bosan. Baru sepuluh hari kami bersama dan sekarang aku sudah sangat bosan. Dia lelaki pendiam yang membosankan. Kalau dengannya—alur hidupku hanya begitu- begitu saja. Dataaar—seperti ekspresi yang sering ia tunjukkan selama ini.

            “Ayahku— Apa kau tau sekarang dia di mana?”

            Sehun menatapku. Tak menjawab. Beberapa detik kemudian wajahnya ia tangkup. Matanya menunjukkan tatapan penuh rahasia,  yang mungkin, duniapun tidak ia ijinkan untuk mengetahuinya.

            “Kau sudah memberitahuku— Aku menuruti untuk tunduk di bawah tanganmu. Tapi—kau dan ayahmu tidak bisa selamanya menyembunyikan rahasia itu dariku—Hei—Aku tau kalau ayahku tidak dipenjara—“ aku menatapnya. Tajam. “Aku tau... Dia—menghilang—”

            Sehun menyesal. Ya, tidak apa- apa baginya. Tapi bagaimana denganku? Aku dibohongi, dan mereka membuatku semakin terlihat lemah.

            “Itu—”

+++

            “Sudah datang rupanya—”

“Joo Hee—Kau tau kan... Aku tidak- benar- benar mengajakmu keluar.

Tolong—tetap di sisiku.”

            Segerombolan pria—yang lagi- lagi menggunakan pakaian serba hitam menghampiri kami. Tidak—aku tidak tau mereka siapa— tapi mereka membuat tubuh Sehun menegang dan membuatku mencengkeram lengan baju Sehun untuk beberapa saat.

            Salah satu dari mereka tersenyum. Senyuman yang bahkan lebih mematikan dari senyuman Hansol di MV Open The Door. Hanya satu detik—tapi aku yakin senyuman itu mampu membekukan siapapun yang melihatnya.

            “Siapa om- om ini?” Aku menatap Sehun. Dia terlihat waspada sambil membackingku dengan satu tangannya.

            “Lucu—sekali—seorang bocah yang melindungi seorang bocah lainnya.” Ejek salah satu dari mereka, yang sepertinya adalah pemimpin kelompok.

            “Cuma mr. Kim yang suka nge-troll”

            Terdengar suara seseorang. Yah—siapa lagi kalau bukan tuan oh. Dia datang tanpa pengawalan. Tanpa? Bagaimana bisa? Dia bukan tipe orang yang akan mengambil resiko seperti ini.

            “Dipenjara—? Cuma tuan Oh yang sanggup nyebar berita murahan seperti itu.”

            Mereka berdua tertawa.

            Sehun kagok. Aku speechless.

Mereka ngapain? Batinku.

            “Kami yang akan mengambilnya. Karena kami punya kunci.” Tuan Oh menunjuk ke arahku.

            Lelaki tinggi yang mempunyai perawakan lebih baik dari tuan Oh itu tertawa. Dia meninggikan suara tawanya, mengancam ke arah kami, yang sepertinya memang musuh dari kelompoknya, “Kita buktikan—Aku juga membawa sesuatu yang tidak kalah menarik— ” Tuan Kim terkekeh. Aku hanya memperhatikannya. Tuan Oh memiringkan kepalanya. Sehun diam.

            Kami tidak mendengarkan kebisingan apapun sebelumnya. Tapi samar- samar... Ada suara rem mobil dan suara omelan seorang wanita—

            “Tao- ya... Ngapain kau membawaku ke lokasi syuting film laga?”

            Seorang perempuan berpakain high class sedang berjalan beriringan dengan seorang pria berpakaian serba hitam.

            “Omo—Omo—Omo” perempuan itu takjub. “Ini rumah—Ya! Kenapa kau membawaku ke sini?” Si perempuan mengomel sambil memukul bahu si pria.

            Kami semua memperhatikan mereka untuk beberapa saat. Lalu... Suasana kembali tegang.

            “Apa- apaan ini?” Tanyaku pada Sehun.

            “Nanti kujelaskan—” selalu... Sehun ini—apa tidak bisa ya—kalau dia menjelaskan secara rinci dari awal. Aku nggak suka acara decode. Dan dia selalu mengarahkanku untuk bermain decode. Duuh susah sekali berhadapan dengan orang sepertinya.

            “Tao-ya!” Si perempuan memanggil si pria. Si pria tidak menjawab dan malah menggiring si perempuan ke arah mr. Kim.

            “Yoon Bo Mi. Selamat datang.” Teriak Mr. Kim penuh semangat. “Selamat datang—Putri mr. Callaghan, yang selama ini di sembunyikan—”

“Joo Hee—Di penjara itu memang benar. Bangkrut itu rekayasa dan 17 istri itu adalah kenyataan. Ayahmu— sebelum menikah dengan ibumu, dia pernah menikah secara tidak resmi dengan seorang wanita yang lebih tua darinya. Dan menghasilkan satu orang putri. Dia—6 tahun lebih tua darimu.”

            Aku mengingat penjelasan Sehun tadi—Jadi inikah? Eonniku? Tunggu—Aku familiar sekali dengan namanya. Yoon Bo Mi? Maksudnya Yoon Bo Mi yang aktris terkenal itu?

            Tuhan—tampar aku sekarang juga.

“Joo Hee, jangan kaget kalau kau mendengar hal- hal diluar dugaanmu!

Semua orang yang akan kau temui nanti—mereka bukan orang biasa— dan beberapa orang yang mempunyai kemampuan sepertiku—mereka dikendalikan— Jadi jangan memberi jarak denganku lagi— ”

 

            Pemuda bernama Tao itu melangkah maju. Dia terlihat dingin—

“Kalau tuan Kim memasuki area ini—walaupun hanya berada di halamannya, kekuatannya akan melemah—Jadi dia menggunakan ‘pistol’ nya dan membuat mereka bergerak dibawah kendalinya. Tanpa merasakan naluri atau apa—Mereka bergerak seperti robot dan bicara seperti robot juga. Tuan Kim membuat ‘pistol’nya seperti itu. Agar tidak bisa dikalahkan—”

            “Tao- ya...” Bo Mi memanggil. Tao masih melangkah, berbalikpun tidak. Tangannya ia masukkan ke dalam jasnya. Mengambil sebuah pistol. Lalu terdengar beberapa suara tembakan. Aku tidak bisa mendengarnya lebih jelas—tiba- tiba—kepalaku terasa pusing—

            “Joo Hee!” Sehun menangkapku yang terjatuh.

            Tidak. Bukan hanya aku yang jatuh. Tapi semua orang di sini. Kecuali Sehun dan—Siapa pria yang berada di depan Tao?

            Dia mirip—

            Kai?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
asahi-asa #1
Chapter 9: Cool! It's so cool! Cool!

Kyak'y yg jdi dementor kris dehh #ngarang abis!
Gmana nasib alice?
D tnggu next part'y!
nabilLaLu #2
Chapter 7: Misteri banget! Lanjut, thor *-*