Bloodymoon

Crown of Legilimency

Tangan pucat itu... Masih terbayang jelas bahkan dalam mimpi Sehun...

            “Kau akan menyesal karena menolak tawaranku....”

Makhluk itu terus berbisik dan membuat Sehun memegangi kepalanya. Kehilangan keseimbangan pada iris matanya.

Wajahnya ia tekuk ke bawah. Dan perlahan pria itu melihat darah mengotori tangannya.

“Apa ini?” Sehun berbisik.

Darah itu terlihat masih segar. Ini pertama kalinya Sehun melihat kengerian seperti ini.

Sebelumnya, bahkan dalam mimpinya, Sehun selalu menutup mata saat akhirnya dia harus dengan terpaksa membunuh orang- orang yang menghalangi jalannya.

Pekerjaan yang penuh rahasia yang harus ditanggungnya, cukup membuat Sehun lelah. Dia dan Luhan bahkan tidak diperbolehkan untuk melihat satu sama lain selama beberapa tahun... Untuk menjaga rahasia... Agar mereka tetap hidup.

Bagi tuan Oh, membiarkan mereka hidup lebih penting dari pada memberi mereka kebahagiaan sekejap yang bisa membunuh mereka dalam beberapa detik yang sia- sia.

            “Tidak...”

            Sehun melihat sesuatu di depannya.

            Cahaya bulan.

            Dan siluet seorang gadis yang sangat ia kenali.

            “Joo Hee...”

            Tidak ada jawaban.

            “Alice?”

            Gadis muda itu berbalik dan jatuh. Darah sudah mengotori seluruh tubuhnya.

            Sehun membulatkan matanya dan duduk terjatuh. Dalam lingkaran bola matanya, ada secercah cahaya bulan yang terpantul.

            Sangat indah...

            Tapi menyakitkan...

            Tidak ada yang bisa memahami hal itu... Kecuali Sehun bisa mengungkapkannya dengan hatinya. Dan bicara dengan lebih arogan melalui hati yang selama ini ia siram dengan batu yang dingin.

            “Kau yang membunuhnya...” Sosok pucat itu berbisik.

            “Tidak! Tidak”

Tangannya gemetaran, tubuhnya sudah lemah sejak tadi. Sehun tidak bisa merasakan kedua kakinya.

Entah bagaimana... Saat sebuah tangan meraihnya... Membangunkannya...

“Bangun nak! Kau berkeringat begini... Pasti mimpi buruk ya?”

Entah darimana asalnya suara itu... Belaian tangan itu. Lembut dan penuh kasih sayang. Sehun membuka matanya dan samar- samar melihat kejelasan objek di depan matanya. Seorang wanita cantik bernamakan Kim Sung Ryung. Wanita cantik yang rela berkorban demi hidup kekal kedua putranya. Wanita yang selalu dia rindukan dalam setiap detik hidupnya... Ibunya... Kim Sung Ryung.

Sehun meraih tangan ibunya... Dan tersenyum.

            “Ibu kemana saja?” Tanyanya hampir menangis.

Ibu Sehun balas tersenyum. Senyum yang sangat cantik. Melebihi cantiknya gadis- gadis yang selama ini selalu Sehun lihat dalam dunianya.

Dia membelai kepala Sehun dan mengelap keringat yang membasahi wajah tampan putranya itu.

            “Jangan khawatir... Sekarang ibu di sini...”

Sehun tersenyum... Dia meletakkan tangan ibunya untuk menyentuh pipinya.

 

 

            “Sehun... Hei... Sehun... !”

            Suara seorang gadis membuat Sehun kembali ke alam sadarnya.

            “Joo Hee?” Sehun bangkit dan melihat kesekitar. “Tapi dimana...”

            “Apa kau mimpi buruk? Demammu sangat tinggi... Jangan bergerak.... Istirahatlah dulu...”

           

            ++

Jadi itu mimpi ya?

Sehun kembali berbaring dan menatap ke langit- langit. Wajahnya ia tangkup lagi. Dan air mata mengalir dari sudut mata lelaki dingin itu.

Hanya setetes.

Tapi itu sudah cukup untuk mengungkapkan kepedihan dan kerinduannya terhadap sang Ibu.

Sehun tau... Secara nyata, dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan beliau dalam keadaan hidup.

Sehun ingat dengan benar... Saat baru menginjak usia 18... Dia juga kehilangan sosok wanita yang sangat di cintainya, sehari setelah ibunya terkunci di dalam rumah itu dan mati.

Wanita cantik bernama Jung Soo Jung yang meninggal karena terjebak dalam kerumunan para pemegang pistol.

Sehun tidak mengerti kenapa pistol, benda sekecil itu bisa menjadi hal yang sangat mengerikan dalam kalangannya.

Dia dan manusia buatan lainnya memang tidak mudah mati.

Tapi... Manusia biasa yang ada di sekitar mereka... Termasuk Soo Jung dan mr. Callaghan... Tidak mungkin bisa menahan sakitnya pistol yang menembus kulit mereka. Menembus tubuh dan organ penting yang hanya ada satu... Dan akan rusak kalau itu rusak. Akan membunuh mereka kalau itu rusak.

            “Sehun? Kau... Baik- baik saja? Apa tubuhmu rasanya sakit sekali?” Alice mengingit jarinya. Dia terus mengelap keringat yang daritadi membasahi wajah tampan Sehun.

            Sehun hanya menatap Alice dengan wajah setengah tidurnya. Dia tidak ingat sejak kapan gadis ini ada di sini. Dia tidak ingat untuk apa gadis itu ada disini dan alasan apa yang membuat Sehun begitu ingin memecahkan teka- teki dan mati- matian melindungi gadis ini.

            “Aku akan mengambil es lagi...” Alice beranjak dari ujung tempat tidur Sehun.

Belum selangkah, Sehun sudah memegang tangan gadis itu. Dan menjatuhkannya ke samping tubuhnya.

            “Hei...” Alice protes saat Sehun meletakkan tangannya di pinggang gadis itu dan memejamkan mata.

            “Se...”

            “Diamlah...”

            “Tapi...”

            “Aku kedinginan.”

            Sehun mengeratkan pelukannya. Dia masih menutup matanya tanpa menyadari bahwa Alice merasa tidak nyaman dengan posisi itu.

            Tidak... Maksudku... Gadis itu malu.

            Mungkin...

            Mungkin Dia memang polos. Tapi seorang gadis dan seorang pria yang berada di satu tempat tidur. Tentu saja Alice punya pikiran lain yang sedikit nakal di luar hal itu.

            Wajahnya memerah saat merasakan kulit Sehun yang sangat panas menyentuh pakaian dan menembus kulitnya.

            Ini memalukan...

            Bagaimanapun Alice dan Sehun adalah lawan jenis yang baru bertemu beberapa hari yang lalu. Bagaimana bisa?

            Dengan mudahnya pria ini selalu melakukan hal- hal yang dia inginkan?

            “Kau berpikiran macam- macamnya?” Sehun bergumam. Mengeratkan pelukannya.

            “T-tidak...” Wajahnya semakin memerah dan Alice menutupinya dengan kedua tangannya.

            “Tidurlah... Anggap saja ini adalah cara instan untuk menyembuhkanku.”

            Sehun menaikkan selimutnya sampai di pundak Alice. Dan gadis mungil itu berusaha keras memejamkan matanya dan berusaha keras untuk tidak memperlihatkan wajahnya yang mungkin sudah hampir sama merahnya dengan kepiting rebus.

++

            “Siapa?” Tao dengan malas melihat seseorang yang memencet bel apartemennya.

            “Superstarmu.. Tao-ya...” Bo Mi tersenyum sambil memperlihatkan tangannya yang penuh dengan barang belanjaan.

            Tao segera membuka pintu dengan tubuh lunglai. Dia juga demam. Semua manusia buatan akan mengalami hal itu walaupun hanya masuk di halaman rumah itu—marquee...

            Bo Mi masuk dan menaruh belanjaannya di atas lantai. “Apa ini? Ku dengar kau demam tinggi?” Katanya sambil memegang dahi Tao dengan jari lentiknya.

            Tao hanya pasrah dan memandang Bo Mi dengan wajah malas. Kalau saja tidak demam, pria itu pasti sudah mengusir Bo Mi sejak beberapa detik yang lalu. Entah ada angin apa yang membawa gadis sombong itu datang kemari. Yang pasti, Tao tidak suka melihat Bo Mi terus berada di sekitarnya karena ia dan Bo Mi sudah saling tidak menyukai satu sama lain sejak awal. Tapi seiring berjalannya waktu... Mungkin keduanya berubah sehingga akhirnya bisa memahami satu sama lain seperti yang seharusnya terjadi.

            Tao kehilangan keseimbangan dan jatuh dalam pelukan Bo Mi yang dengan sekuat tenaga menopang tubuh pria itu.

            “Kau sakit parah... Berbaring dulu saja...”

            “Aku lapar...” Tao berbisik di pundak Bo Mi.

            Bo Mi tertawa dan menepuk- nepuk pundak Tao.

            “Aku membelikan banyak makanan untukmu. Hari ini aku sedang malas syuting. Jadi aku mencari alasan dengan mengambil cuti untuk mengunjungi manajerku yang sedang sakit ini”

            “Sudah ku duga...” Tao memejamkan matanya dan terjatuh. Membuat Bo Mi juga kehilangan keseimbangannya. Mereka berdua jatuh di lantai dengan kepala Tao masih berada di pundak Bo Mi.

            “Ya!Ya!Ya! Bisakah kau jangan pingsan di depan pintu seperti ini? Tao-ya?” Bo Mi berteriak dan tidak mendapat respon. “Aaaah... sial... Dia sudah pingsan.”

 

++

 

            “Tuan... Misuzhasi Akira?” Seorang pramugari mendekati seorang pria cantik di kursi VIPnya.

            “Ya?” Pria cantik itu tersenyum. Membuat sang pramugari memerah wajahnya.

            “Ada... Pesan untuk anda...” Sang Pramugari memberikan sebuah catatan kecil lalu membungkuk dan menutupi wajahnya yang memerah. Pria cantik itu belum sempat mengucapkan terimakasih. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya lalu mulai membaca catatan di notebook kecil itu.

Tidak sabar ingin bertemu dengamu...

Quentin Callaghan...

Misuzhasi Akira...

Atau biasa di panggil...

 

 

Xi Luhan...

            Itu peringatan dari musuh. Tapi Luhan hanya tersenyum miring dan tidak ada niat sama sekali untuk mencari tau si pengirim surat yang sudah menyambutnya bahkan sebelum ia sampai di Bandara Incheon.

            Luhan menaruh catatan itu ke dalam sakunya lalu mulai bermain game dengan i-padnya.

            “Aku tiga kali mengalahkanmu dalam pertandingan besar....

Kim Jong In....”

            Luhan tersenyum miring dan dengan sigap memainkan jari- jarinya di atas layar i-padnya. Bermain seolah- olah dia tidak ragu lagi untuk menang hari ini.

Di bangku paling belakang di ruang VIP. Kai tersenyum dan menggelengkan kepala sebelum dia melanjutkan memainkan gamenya kembali.

            “Aku tidak akan kalah...” Bisiknya

 

Anyeong.... Author is back... Lagi seneng- senengnya nih baca dan bikin FF sambil dengerin lagu EXO-M Moonlight dan Thunder... Ya ampun suaranya Chen... Luhan.... :3 Bikin meleleh :3

Tunggu chapter selanjutnya yaaa fast update deh :3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
asahi-asa #1
Chapter 9: Cool! It's so cool! Cool!

Kyak'y yg jdi dementor kris dehh #ngarang abis!
Gmana nasib alice?
D tnggu next part'y!
nabilLaLu #2
Chapter 7: Misteri banget! Lanjut, thor *-*