Chap II

Humming

Kyungsoo wants something that belongs to him.

He must pursue those thing immediately

 

Because

He has a limited time.

 

*

 

 

 

 

Terkadang pasangan memilih untuk tidak merencanakan kapan mereka bisa mempunyai anak, mereka lebih menyukai saat dimana buah cinta mereka hadir dengan sendirinya, beberapa bayi yang hadir dalam keluarga yang biasanya disebut bahagia adalah sebuah ketidak sengajaan, hanya pasangan yang sulit memiliki anaklah yang merencanakan kehamilan. Dan di jaman buram seperti ini, bayi lebih banyak hadir karena mabuk, pergaulan bebas, atau sesuatu yang sering di sebut insiden. Tapi untuk Kyungsoo, ia kebalikan dari semua kasus di dunia, ia memang sengaja direncanakan untuk berada di dunia ini. Orangtuanya membutuhkannya untuk suatu tujuan. Kyungsoo lahir karena alasan.

 

========================================================================

 

Sebuah pasangan yang merencanakan hidup mereka harus seperti apa, mulai menggambar bagaimana kehidupan anak-anaknya nanti, merencanakan hal apa yang akan di berikan kepada buah hatinya, menemani anaknya tumbuh dewasa, bertemu dengan pasangan hidupnya, menyaksikannya mendapatkan gelar kehormatan yang biasanya dijadikan sebagai pengukur status sosial mereka dalam masyarakat, hingga menantikan kehadiran seorang cucu.

 

Tapi mungkin pasangan itu lupa bahwa terkadang realita berbanding terbalik dengan takdir yang memang sudah dari awal di gariskan untuk mereka. Setelah satu tahun menikah, keluarga kecil itu di karuniai seorang anak laki-laki, mereka memberikannya nama Chanyeol, selang beberapa tahun kemudian, seorang bayi yang mempunyai jenis kelamin yang sama kembali hadir di dunia. Dia adalah Jongin. Seperti anak bungsu kebanyakan, tentu saja Jongin mendapatkan perhatian yang lebih dari kedua orang tuanya. Bahkan di saat keadaan begitu jahat kepada Jongin yang belum tahu apa-apa, orang tuanya tidak akan menyerah untuk menyelamatkan bayinya. Jongin harus mendapatkan transplantasi tulang sumsum untuk penyakit kanker darahnya. Orangtuanya tidak bisa berbuat apa-apa sampai takdir mengatakan sesuatu.

 

Melalu teknik yang biasanya di sebut dengan In Vitro, sel telur di buahi di luar tubuh wanita, dan dengan kombinasi yang sempurna serta pengecekan genetik yang akurat, secara di sengaja atau tidak lahirlah seorang bayi laki-laki bernama Kyungsoo. Tentu saja Kyungsoo lahir untuk menyelamatkan saudaranya Jongin. Kyungsoo lahir karena perencanaan yang berbeda dengan bayi-bayi lainnya, dan untuk kedua orang tuanya, yang lebih dulu telah menggambarkan bagaimana kehidupan keluarga mereka nanti, Kyungsoo belum termasuk ke dalamnya.

 

Kyungsoo tentu pantas bahagia, tentu pantas mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan di dunia, tapi keegoisan kedua orang tuanya membuat pria itu harus hidup di tempat yang tidak seharusnya. Orang tuanya seakan lupa dengan kehidupannya semuanya bagaikan tidak terlihat, tertutupi oleh kepentingan anak bungsunya Jongin.

Chanyeol, anak sulung mereka bahkan kesulitan untuk berbaur dengan anak-anak seumurnya di tahun pertamanya sekolah. Entah karena kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya yang sudah lebih dulu fokus kepada Jongin, Chanyeol menderita kesulitan dengan lingkungan sosialnya.

'Ayo sayang, ini tidak sulit, kau hanya akan duduk di meja, mendengarkan hal-hal yang menyenangkan dan kau nanti bisa bermain dengan teman-temanmu' pria itu menatap anak sulungnya yang hanya menundukkan kepalanya. Chanyeol kecil menggelengkan kepalanya pelan, sambil menggenggam pensil yang berada di tangannya.

'aku yakin kau bisa, ayo, anak laki-laki tidak boleh gampang menangis' Chanyeol terisak tangan mungilnya mengusap matanya, menghapus air yang meluncur di pipinya. Pria itu mengusap kepala anaknya pelan. Ia lalu menggendong Chanyeol.

'oke, akan aku temani kau seharian ini' pria itu menatap anaknya, mengerti bahwa Chanyeol juga membutuhkan dirinya, ia tahu bukan hanya Jongin yang membutuhkan orangtuanya untuk berada di samping mereka.

 

Kyungsoo sering bermain bersama Jongin dan Chanyeol, mungkin karena Chanyeol sulit berkomunikasi dengan orang lain, anak itu lebih sering terlihat mengamati saudaranya bermain di halaman belakang rumahnya. Orangtua mereka juga sering membacakan dongeng sebelum mereka akan berangkat tidur, Kyungsoo selalu mendengar kalimat yang sama di setiap awalan mimpinya.

'Appa dan Eomma sangat menyayangi kalian, karena itulah kalian ada disini' ibunya lalu mencium satu-satu kening anak mereka. Sesuatu yang terlihat klise, tapi membekas untuk selamanya di pemikiran setiap anak, menentukan bagaimana nanti, dan apa tujuan mereka mempunyai keturunan di masa depan.

 

Tapi Kyungsoo tidak pernah tahu mengapa ia harus di bawa ke dalam sebuah ruangan dingin, tanpa busana, dengan selang oksigen yang hampir menyelimuti seluruh wajahnya, meminta ayahnya untuk tetap tinggal, berteriak dan menangis, hingga beberapa orang dengan pakaian putih di lapisi plastik bercahaya mengambil dirinya, dan setelah itu, Kyungsoo tidak mengingat apa-apa lagi.

 

Kyungsoo mempunyai harapan, ia mempunyai mimpi, dan ia masih percaya bahwa ada sesuatu yang akan terjadi kepada Pria biasa seperti dirinya. Kyungsoo dipaksa untuk memanggil seorang wanita bernama Saeron dengan sebutan Eomma, wanita yang bekerja sebagai pemilik toko yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti beras, ikan, daging, juga sayuran. Yang selama ini ia ketahui, ibunya adalah seorang wanita yang selalu menemaninya dengan cerita dan senandung sebelum tidur. Walaupun Kyungsoo tetap mendapatkan perlakuan yang sama atau bahkan lebih. Tapi Kyungsoo tahu bahwa wanita itu bukanlah ibunya,

Kyungsoo tidak mengerti mengapa ayahnya membawa dirinya kepada orang lain, ia merasa telah menjadi anak yang baik selama setahun terakhir, ia tidak pernah menangis walaupun dirinya di suntik dengan jarum besar. Tapi Kyungsoo memang tidak pernah mengerti, sikap pengecut dan mencoba bersembunyi dengan membuang dirinya, tidak akan pernah merubah apa-apa. Mereka tetap keluarga, dan tidak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini. Mereka akan tetap bersama. Sebelumnya, sekarang atau di kehidupan yang selanjutnya.

 

========================================================================

 

Kyungsoo menggenggam tangannya erat, kemeja kotak-kotak flanel berwarna warna hijau yang ia kenakan kini sudah berubah warna, bercak-bercak darah secara asal menyebar di bajunya. Kejadian yang baru saja di saksikannya beberapa menit yang lalu masih terekam jelas, mobil pengangkut buah yang besar telah menabrak ibu angkatnya. Dan dia tidak tahu harus berbuat apa.

 

'ibu anda membutuhkan transfusi' seorang wanita dengan rambut digulung ke atas menghampiri Kyungsoo.

'aku bisa memberikannya' tapi sedetik kemudian ia ragu dengan kesediannya, bukan karena dia tidak mau menolong ibunya, atau takut dengan jarum suntik, bahkan hal yang lebih buruk pernah terjadi padanya waktu ia berumur empat tahun. Hanya saja Kyunsoo tahu bahwa ia bukanlah darah daging wanita itu. Tapi kemungkinan akan selalu ada, mungkin Tuhan akan mengasihani dirinya yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Setidaknya yang mau mengakuinya sebagai keluarga.

 

'Kemungkinan memang selalu ada'. Tentu saja, selesai melakukan beberapa langkah untuk menentukan apakah pria itu bisa mendonorkan darahnya, Kyungsoo hanya bisa pasrah. mungkin kemungkinan tidak akan berlaku untuk hal yang memang kita ketahui kepastiannya, Kyungsoo tentu saja tidak dapat mendonorkan darahnya, mereka bukan darah daging, lagipula Ibunya mungkin sudah lelah dan sudah saatnya ia tidak membebankan dirinya lagi pada orang yang pada dasarnya bukan siapa-siapa untuknya. Kemungkinan itu membawa Kyungsoo pada kenyataan yang memang sudah di gariskan untuknya.

 

Pagi-pagi sekali, setelah hari pemakaman wanita itu, Kyungsoo masih bergelut di dalam selimut tipis dan kasur lembeknya, matanya yang masih bengkak harus dipaksa dibuka walaupun air yang mengering di sudut-sudut matanya, membuatnya sedikit sakit saat dikedipkan.

'ini dari rumah sakit di pusat kota, hasil seluruh pemeriksaanmu kemarin'

Kyungsoo meraih map coklat dari seseorang yang berdiri di depan pagarnya.

 

Pria itu tertawa, ia mulai membaca penjelasan tentang apa yang di tulis di atas lembar tipis dari rumah sakit pusat kota itu. Hypertrophic Cardiomyopathy tercetak di bagian hasil diagnosis itu. Walaupun terdengar seperti bahasa latin hewan atau tumbuh-tumbuhan yang pernah ia pelajari di waktu sekolah menengah pertamanya, Kyungsoo tahu bahwa ini adalah hal yang serius. Kardiomiopathi adalah cara dokter mengatakan bahwa otot jantung kita semakin lemah, hal ini bisa terjadi karena penyempitan pembuluh arteri atau katup jantung.

Ia lalu melihat lembar selanjutnya yang di buat oleh dokter yang menanganinya kemarin. Ia mulai membaca pesan yang dokter itu tuliskan.

 

'Penyakit anda bisa disebabkan oleh beberapa faktor, kita harus melakukan pemeriksaan yang lebih lanjut bersamaan dengan orang tua anda agar kita bisa mengetahui apakah ini suatu kelainan bawaan.'

 

Kyungsoo melempar berkas itu ke atas tumpukan-tumpukan surat Lusuh. Untuk apa ia membawa orang tua kandungnya, ia sudah tahu bagaimana nasibnya nanti, ia tahu takdir sudah di tuliskan untuknya dari lahir, jadi untuk apa ia bersusah payah untuk menyelamatkan hidupnya sendiri.

Pria itu hanya ingin melewati sisa harinya dengan hal yang selama ini terlewatkan dan sengaja diabaikan atau dihindari dari kedua orangtuanya.

Dan ia berharap Tuhan memberinya Cukup waktu. Kali ini saja.

 

========================================================================

 

 

Jongin tersadar, angin yang berasal dari jendela kamar nya yang terbuka membelai wajahnya bersamaan dengan nada indah yang langsung menyambut telinganya. Ia memutar tubuhnya, menatap sosok pria dengan perawakan mungil di depan lemari, menyusun pakaian-pakaiannya dengan rapi.

Entah mengapa Jongin menyukai setiap senandung yang selalu di gumamkan oleh Kyungsoo, ia merasa bahwa dirinya dan Kyungsoo telah mengenal jauh sebelumnya, bahkan sebelum pria itu datang dan membuat keluarganya sedikit berubah, ibunya menjadi lebih pendiam dari biasanya, ayahnya selalu pulang larut. Dan Chanyeol menjadi lebih sering berkutat di dalam kamarnya, walaupun hal itu biasa terjadi, tapi Jongin merasa keluarganya seperti menghindari sesuatu. Memang pantas kalau keluarganya menghindari Kyungsoo, ibunya mengatakan bahwa Kyungsoo adalah anak dari seorang wanita yang pernah menjalin hubungan dengan ayahnya. Tapi Jongin merasa hal ini lebih dari sekedar yang ia pikirkan. Tidak mudah membenci pria dengan mata bulat itu. Jauh dari yang ia ketahui, mereka memang terikat satu dengan yang lainnya.

 

*

 

'jangan menyentuh barang-barangku!' Jongin melemparkan handuk ke atas ranjangnya, ia baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di kamarnya. Kyungsoo yang sedari tadi sibuk merapihkan kamarnya dan juga Jongin kini berdiri dan tersenyum.

'tenang saja, ini sangat berdebu, tidak sehat jika tidur di ruangan seperti ini' Kyungsoo lalu mulai menyapukan kemoceng di atas nakas yang berada di ujung ruangan. Jongin memutar matanya mendengarkan ucapan pria itu.

'memangnya selama ini tempat seperti apa yang kau tiduri? Kamar hotel bintang lima?' Kyungsoo tidak bergeming, masih dengan kesibukannya, mencoba mengabaikan intimidasi dari Jongin.

'kalau iya untuk apa kau kesini? Tujuanmu sudah jelas terlihat olehku. Uang!' Kyungsoo memutar badannya, Jongin terkejut dengan sikap pria itu. Ia pikir Kyungsoo tidak akan pernah menyerang dirinya.

'kalau kau berani menyentuhku aku akan teriak!' Jongin memundurkan langkahnya. Tapi Kyungsoo malah tersenyum, membuat rasa takut Jongin agak berkurang sekaligus bingung.

'pernahkah kau melihat bagaimana masa kecilku?' Jongin menahan napasnya, pertanyaan macam apa itu pikirnya, ia bahkan baru mengenal pria ini. Kyungsoo menatap Jongin lalu kembali tersenyum.

'aku juga mencari dari dunia seperti apa aku hadir' pria itu lalu membalikkan tubuhnya, kembali dengan aktifitasnya membersihkan kamarnya dan Jongin. Jongin sendiri masih terpaku di tempatnya. Tatapan menyedihkan yang diberikan Kyungsoo, tatapan itu seakan pernah ia lihat sebelumnya, tatapan memohon pertolongan, putus asa dan tidak bisa berbuat apa-apa.

'sebelum kau menilaiku, cobalah dengan keras mencintaiku lihatlah dan rasakan di hatimu yang paling dalam. Pernahkah kau melihat masa kecilku?' Jongin meneteskan air matanya, entahlah, ia tidak tahu apa yang ia tangisi, tapi dia merasakan di dadanya ada sesuatu yang memaksa keluar, ada sesuatu yang di ketahui hatinya tapi tidak pikirannya.

 

========================================================================

 

Jongin melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar Chanyeol, biasanya baru beberapa langkah Jongin masuk, kakaknya langsung berteriak dan menyuruhnya keluar, seperti kamar rahasia, dulu Jongin ingin sekali mengobservasi isi kamar ini, seakan bisa menemukan harta karun, bagaimana tidak. Pengamanannya lebih dari Bank Dunia.

Jongin berencana untuk meminjam beberapa kaset game player yang di punyai Chanyeol, mungkin karena pagi ini cukup sepi, dan kakaknya pun tidak terlihat dari tadi Jongin memutuskan mengambilnya sendiri. Lagipula ia begitu penasaran kenapa semua orang tidak boleh menyentuh kamarnya itu. Jongin menarik kenop pintu kamar Chanyeol pelan-pelan, dan dengan sekali putar pintunya bisa terbuka. Mata Jongin membulat juga senang, bagaimana bisa kakaknya tidak mengunci pintu. Tapi mungkin hari ini adalah hari keberuntungan Jongin untuk menjelajahi kamar Chanyeol.

Jongin melangkahkan kakinya pelan, ia melihat sebuah komputer dengan mode standby di atas meja yang berada di ujung ruangan. Ia lalu memutuskan untuk mencari kaset itu di nakas samping tempat tidur Chanyeol. Pria itu duduk di ujung ranjang kakaknya. Menarik laci pertama. Hanya tumpukan alat-alat tulis, lalu laci kedua masih tidak ia temukan, tapi mata Jongin tertarik dengan satu kotak berwarna biru dengan gambar kucing di sekelilingnya. Ia lalu meraih kotak itu. Membukanya, terdapat beberapa Amplop surat dan selembar kertas putih lusuh. Jongin meraih kertas putih itu, terdapat gambar yang terlihat seperti coret-coretan. Kepala Jongin terasa sakit, begitu pula jantungnya, ia seakan ingat gambar yang ada di tangannya.

 

'ini kau, ini hyung, lalu ada Appa, dan Eomma'

'lalu kau yang mana?'

'ini belum selesai Jongin'

 

Potongan-potongan kenangan yang muncul di kepalanya, seperti sebuah film. Ia seakan bisa melihat masa kecilnya disitu, tapi ia tidak pernah ingat tentang hal itu. Dan memori itu membuat kepala Jongin seakan ditusuk-tusuk

 

'Appa!! aku ikut, Jongin ikut appa, aku ingin pergi dengan Kyungsoo'

'nanti kita akan sering menjenguk Kyungsoo, sekarang Jongin jangan sedih, kau masih bisa bertemu Kyungsoo, arra?'

'Sirheo! Jongin ikut. Kyungsoo tidak boleh pergi, dia belum menyelesaikan gambarnya appa, jangan bawa dia pergi'

 

Jongin berteriak, melemparkan kertas itu, air matanya mengalir, potongan-potongan kejadian itu memaksa hadir di pikirannya, dan itu menyiksanya. Kepalanya sakit seakan mau meledak. Pria itu terus mengerang menarik rambutnya sendiri.

'Kyungsoo' nama itu keluar dari bibir Jongin.

'Kyungsoo memang saudaraku'

Chanyeol tergesa-gesa memasuki kamarnya, mendengar ada suara aneh yang berasal dari ruangan itu, ia lalu melihat pintu yang sudah terbuka setengah. Dan ia melihat Jongin mengerang di atas kasurnya, pria itu lalu masuk dan memeluk tubuh Jongin

'aku bilang jangan pernah masuk kamarku sembarangan' Chanyeol mengusap kepala Jongin, sedangkan pria itu mendekap lengan kakaknya.

'Kyungsoo, aku bahkan tidak menyadarinya' Chanyeol menahan air mata yang hampir keluar disudut matanya, menatap langit-langit kamar.

'maafkan aku. Aku begitu jahat padanya' Chanyeol tidak menjawab apa-apa. Jongin memang tidak membutuhkan itu, jadi Chanyeol hanya mendekap adiknya erat. Ia tahu Jongin sudah mengingat semuanya, mengingat potongan kenangan yang menyedihkan disaat mereka berdua dipisahkan.

Jongin yang waktu itu berumur empat tahun mengalami shock yang dalam, hingga dia harus di bawa ke rumah sakit. Selalu memanggil nama saudaranya Kyungsoo. Tapi beberapa hari kemudian Jongin seakan lupa segalanya. Dan orang tuanya memutuskan untuk tidak memberitahunya. Menyimpan semua barang yang berhubungan dengan Kyungsoo. Dan mungkin sekaranglah jawabannya.

 

*

Chanyeol menatap kertas lusuh itu. Kertas dimana dirinya tergambar dengan jelas, potongan tubuhnya yang tinggi sudah bisa digambarkan dengan sempurna oleh Kyungsoo yang saat itu masih berusia empat tahun. Ia menarik napasnya dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Ia selalu mengingat adiknya itu. Ia tidak pernah melupakan Kyungsoo. Adiknya yang selalu terlihat lucu dengan bibir tebal dan mata bulatnya. Adiknya yang sealu menarik tangannya untuk mengajaknya bermain, adiknya yang selalu membersihkan baju Jongin yang jatuh akibat berlari terlalu kencang. Kyungsoo sebenarnya tidak pernah hilang dalam pikiran mereka. Ayah dan ibunya, Chanyeol yakin mereka semua mengingat pria itu. Dirinya menyesal tidak bisa melakukan apapun untuk Kyungsoo disaat ayahnya membawa adiknya untuk pergi meninggalkan rumah, pergi dari keluarganya. Ia menyesal membiarkan Kyungsoo harus tinggal di dunia yang tidak seharusnya.

Sekarang Chanyeol yakin, bahwa keadaan tidak akan lebih kejam lagi kepada Kyungsoo, takdir pasti akan datang walalupun kita besembunyi di bawah tanah sekalipun. Kyungsoo memang keluarga mereka, bagaimanapun keadaannya.

 

*

 

Jongin menggeser tubuhnya hingga ke sudut kasur, menatap tubuh kecil yang meringkuk di bawah tempat tidurnya, Jongin sadar bahwa dirinya sangat merindukan sosok itu. Ia tidak pernah mengerti mengapa ibunya harus menutupi kehadiran kyungsoo, harus memisahkan mereka berdua. Jongin beranjak dari kasurnya, menapakkan kakinya di lantai, seketika pria itu terkejut. Ia baru sadar betapa dinginnya lantai kamar ini. Dan dia dengan tega menyuruh Kyungsoo untuk tidur di bawah, membiarkan tubuh kecil itu merasakan dinginnya udara di akhir musim gugur ini. Jongin merebahkan tubuhnya di samping Kyungsoo, mencium aroma rambutnya yang khas, dan melingkarkan lengannya ke tubuh pria itu, mendekap tubuh Kyungsoo erat.

'maafkan aku, aku menyerah terhadap gambar yang belum kau selesaikan' Jongin berucap tepat di punggung Kyungsoo hingga pria itu bisa merasakan hembusan napas yang keluar dari bibir Jongin.

Jongin tidak sadar bahwa Kyungsoo masih terjaga. Ia menahan napasnya yang semakin berat, air mata mengalir dari ujung matanya, semua perasaannya ini, ia ingin membalikkan tubuhnya, menatap Jongin dan juga berkata bahwa ia juga sangat merindukan saudaranya. Tapi Kyungsoo memutuskan untuk tetap pada posisinya.

'aku bahkan lupa dengan hal itu. Kau adalah saudaraku' dada Kyungsoo sesak, air matanya menggambarkan perasaan hatinya. Ia berterimakasih kepada Tuhan yang sudah mengasihani dirinya. Dan ia meminta Tuhan tidak mengambilnya secara tiba-tiba, setidaknya ia ingin mengucapkan salam perpisahan untuk yang terakhir kalinya.

 

========================================================================

 

Kyungsoo meremas dada nya, memukul-mukul nya pelan, mencoba membantu sistem kerja jantungnya, tapi itu tidak berhasil tentu saja. Bibirnya pucat, matanya sayu. Ia berjongkok di bawah wastafel. Menahan rasa sakit yang ia derita. Napasnya semakin berat, ia tidak tahu apakah ia bisa menang melawan keadaan ini.

'Kyungsoo, ayo kita pergi, nanti kita terlambat' Jongin mengetuk pintu kamar mandi. Baru kali ini Jongin terlihat bersemangat pergi ke sekolah bersama Kyungsoo, biasanya pria itu akan bersungut dan berjalan cepat meninggalkan saudaranya.

'Kyungsoo..' Jongin kembali mengetuk pintu kamar mandinya. Tapi tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara air yang mengalir di bak mandi. Tapi sesaat kemudian pintu itu terbuka. Jongin memundurkan langkahnya. Ia menatap Kyungsoo yang berkeringat, wajahnya pucat.

'aku sepertinya tidak bisa pergi sekolah hari ini' Jongin mengamati Kyungsoo, pria itu tampak tidak sehat

'kau kenapa? Sakit?' Jongin meletakkan tangannya di jidat Kyungsoo, mencoba merasakan suhu badan pria itu. Kyungsoo tersenyum

'hanya demam biasa, mungkin penyesuaian diri terhadap musim dingin yang akan datang' Jongin menggigit bibirnya. Mungkin karena ia menyuruh Kyungsoo untuk tidur di lantai yang dingin setiap hari. Pria itu kini sungguh merasa bersalah.

'kalau begitu kau harus beristirahat yang benar, aku akan meminta Eomma membuatkan mu bubur' Kyungsoo tersenyum dan menepuk bahu Jongin

'cepat pergi, nanti terlambat' Jongin lalu mengangguk dan pergi meninggalkan Kyungsoo.

Kyungsoo memijat jidatnya pelan lalu kembali mengusap dadanya.

'sedikit lagi. Baik-baiklah ara' pria itu menatap dadanya, seakan mencoba berkomunikasi dengan organ tubuhnya. Dan ia berharap semoga itu berhasil.

 

========================================================================

 

Kyungsoo merasakan sinar matahari membelai wajahnya bersamaan dengan angin yang sejuk, membuat hatinya merasakan ketenangan. Ia berterimakasih masih diberi kesempatan untuk menikmati hal ini. Kyungsoo menatap bunga-bunga mawar yang di tanam oleh ibunya. Sudah merekah, bahkan hampir layu karena musim dingin yang sebentar lagi akan datang.

'Jongin memintaku untuk membuatkan mu bubur, bagaimana kau bisa membuat semua orang berpihak padamu' wanita itu kini berada di hadapan Kyungsoo, meletakan nampan yang berisikan mangkuk di atas meja halaman belakangnya.

'kapan kau akan pergi? Suami ku, mencari uang dengan tangan dan keringatnya untuk membiayai keluarga ini, tidak cukupkah kau menikmatinya di sana?' Kyungsoo menatap ibunya yang gusar, tapi jauh di dalam matanya terlihat rasa bersalah yang jelas. Kyungsoo menahan air matanya, tidak kuat menerima setiap ucapan yang dilontarkan wanita itu. Matanya merah, ia pikir kalau bukan sekarang mungkin Tuhan tidak akan memberikan tambahan waktu kepadanya untuk menyampaikan semua ini, menyampaikan bahwa ia merindukan sosok ibunya, memberitahu ibunya untuk berhenti bersembunyi di balik sikap itu.

'tidakkah kau sadar kita mempunyai mata yang sama? Hidung yang sama?' Kyungsoo menarik napasnya. Mencoba memberikan ketenangan kepada dirinya, wanita itu terdiam mendengar ucapan Kyungsoo. Saling bertatapan, melihat jauh ke dalam satu sama lain.

'aku selama lima belas tahun tidak bertemu tapi masih bisa mengenalimu, masih bisa merasakan bahwa kau adalah ibuku' kini air mata Kyungsoo jatuh karena pelupuknya sudah tidak bisa menahan genangan itu lagi.

'aku sangat membencimu, hidup tanpa diriku aku pikir dapat membuatmu membayar semuanya' wanita itu menahan tubuhnya yang lemas, mendekap mulutnya untuk menahan isakannya. Bahunya terlihat naik turun akibat napasnya yang berat. Setiap kalimat yang di ucapkan oleh Kyungsoo bagaikan serangan untuknya

'aku pikir dapat membuatmu menyesal telah membuangku' Kyungsoo menghapus air matanya dengan lengan baju panjang yang ia kenakan sambil memaksakan senyumannya

'tapi pada akhirnya aku menyakiti diriku sendiri' Kyungsoo semakin terisak, dadanya panas. Wanita itu berhambur menghampiri Kyungsoo, ia menyerah dengan kebohongannya, ia merindukan anaknya. Wanita itu merindukan Kyungsoo

'bayiku- maafkan aku' dia mendekap anaknya dengan erat, mengelus kepalanya berkali-kali

Kyungsoo membenamkan wajahnya di dada ibunya, mengisi paru-parunya dengan aroma yang selama ini dia rindukan. Ia mau terus begini, ia mau terus berada di dekapan ibunya.

'maafkan aku karena membencimu. Eomma'

kali ini kalimat itu keluar tanpa penyangkalan dari bibir Kyungsoo, kali ini Kyungsoo bisa memanggil wanita itu dengan sebutan Eomma setulus-tulusnya.

 

 

========================================================================

 

Minjung mengusap surat lusuh yang berada di pangkuannya. Kertas lama yang serat-seratnya sudah terlihat jelas, warnanya pun sudah berubah menjadi kuning kecoklatan. Tinta yang tercetak di atasnya sudah hampir pudar. Tapi wanita itu masih bisa membacanya dengan jelas, ia bisa mengingat dengan pasti setiap kalimat yang dituliskan oleh wanita bernama Saeron. Wanita yang ia percayai selama ini untuk menjaga anaknya Kyungsoo.

Ia menyandarkan tubuhnya di sofa yang berada di hadapan televisi ruang tamunya, membiarkan benda itu menyala hanya untuk menemani dirinya hanyut dalam cerita-cerita lama yang wanita itu tuliskan untuknya. Ada penyesalan yang dalam setiap kali ia selesai membaca lembaran-lembaran itu.

 

'Kyungsoo akan masuk sekolah dasar tahun ini. Dia bersekolah di daerah pinggir Daebu. Sepertinya ia menyukai teman-teman barunya'

 

'Kyungsoo selalu menanyakan kapan Chanyeol dan Jongin datang menjemputnya. Minjung ah, bisakah kau mengunjunginya sekali saja?'

 

Minjung menahan napasnya, ia bahkan tidak pernah membalas satupun surat yang dikirimkan Saeron untuk dirinya, ia terlalu pengecut. Ia mencoba bersembunyi sebisanya dari nama Kyungsoo. Entah apa yang membuatnya begitu ketakutan setiap mendengar nama itu. Kyungsoo anaknya sendiri. Tapi sekarang anaknya sudah kembali, dan ia sadar betapa ia begitu merindukan sosok mungil itu.

 

Wanita itu terkejut dengan suara langkah yang mendekatinya, ia memutar kepalanya dan mendapati Kyungsoo datang dengan selimut membalut tubuh mungilnya.

'kenapa kau belum tidur?' Kyungsoo kembali mendekat ke arah sofa tempat wanita itu merebahkan tubuhnya, cahaya televisi berpendar menghiasi seluruh ruangan.

'aku kedinginan' wanita itu tersenyum lalu membuka celah di antara dirinya, agar anaknya bisa berada dalam dekapannya, ia menyingkirkan surat-surat yang berserakan di sekitar pangkuannya

'sini' Kyungsoo masuk kedalam pelukan ibunya, wanita itu melingkarkan tangannya di tubuh Kyungsoo dan mendekapnya dari belakang erat-erat. Tentu saja sekarang Kyungsoo bukan bayi lagi hingga membuatnya sedikit susah untuk memeluk tubuh anaknya. Minjung sadar bahwa sekarang anaknya sudah kembali. Bayi kecilnya sudah kembali kedalam pelukannya, dan ia tidak akan menyia-nyiakan Kyungsoo seperti waktu dulu.

'bisakah kau bersenandung seperti waktu dulu?' suara Kyungsoo terdengar parau, tapi wanita itu mengira anaknya hanya mengantuk, ia lalu tersenyum dan mulai bergumam, melantunkan nada-nada yang indah di kuping Kyungsoo. Sedangkan pria itu semakin tenggelam dalam dunianya, hanyut bersama nada-nada yang di senandungkan oleh ibunya, merasakan bahwa mungkin inilah yang di sebut surga, melodi indah yang selalu ia senandungkan setiap hari, tidak dapat dibandingkan dengan nada yang diciptakan oleh ibunya. Kyungsoo merasakan tubuhnya sangat ringan. Sangat ringan hingga ia merasa bahwa dirinya bisa terbang sekarang.

 

 

Tuhan, jangan ambil aku tiba-tiba. Ijinkan aku mengucapkan selamat tinggal

 

*

 

Wanita itu berlari, mengikuti ranjang beroda yang terus membawa tubuh anaknya entah ke ruangan apa, lorong-lorong rumah sakit yang sudah lama tidak pernah ia kunjungi, aroma dingin yang sama sekali tidak membawa kesejukan, suara dentingan pintu lift yang terbuka, semuanya kembali mengingatkannya bagaimana ia berusaha untuk menyelamatkan nyawa Jongin waktu kecil, dan ia tidak pernah menyangka untuk kembali ketempat ini.

Disaat ia menidurkan Kyungsoo, ia merasa tubuh anaknya semakin berat, dan Kyungsoo tidak memberikan reaksi apapun saat ia memanggil namanya. Kyungsoo bukan lagi tertidur, setidaknya orang akan bangun dengan beberapa kali sentuhan dan itu membuatnya takut, wajah Kyungsoo pucat, napasnya juga berat. Dan sekarang ada selang oksigen menutupi wajahnya. Wanita itu pernah menyia-nyiakan Kyungsoo, tapi kali ini, ia akan mempertahankan anaknya dengan jiwa dan tenaganya, dengan semua hal yang dapat ia lakukan.

 

*

 

'bagaimana dengan transplantasi jantung?' wanita itu memajukan tubuhnya ke depan meja yang membatasinya dengan seorang pria yang merupakan Dokter di rumah sakit ini

'sudah terlambat, saya bahkan tidak menyangka penebalannya secepat ini' wanita itu merasakan waktu seakan berhenti untuk sesaat. Hal ini kembali terjadi kepada dirinya. Tapi untuk Jongin, anaknya itu masih mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Sedangkan Kyungsoo, bahkan dokter sudah tidak memberikan beberapa pilihan lagi.

'aku mohon dokter, dia anakku' Dokter itu hanya menghembuskan napasnya, memberikan ekspresi permohonan maaf untuk wanita itu.

Beberapa orang bilang, bahwa penyesalan akan selalu datang di akhir cerita, tapi mungkin sebenarnya kita melupakan sesuatu. Penyesalan tentu saja akan selalu hadir. Tidakkah mereka menyadari bahwa setiap penyesalan akan selalu datang bersamaan dengan beberapa pilihan, penyesalan adalah konsekuensi yang harus kita terima dalam setiap keputusan. Apapun itu.

Wanita itu pernah membuang anaknya, dan penyesalannya adalah terlambat menyadari bahwa anaknya membutuhkan dirinya, bahwa ia telah menyia-nyiakan Kyungsoo. Tapi mungkin jika waktu dapat diputar, wanita itu pasti akan tetap mendapatkan penyesalan. Penyesalan melahirkan Kyungsoo dengan cara yang salah.

 

*

Jongin berlari mengejar seorang pria yang berjalan dihadapannya, ia hampir menabrak beberapa kursi roda yang melintasi lorong itu. Setelah cukup dekat Jongin menarik tangan pria itu.

'dokter, aku mohon selamatkan saudaraku' dokter itu terkejut dengan sikap tiba-tiba Jongin. Ia hanya menatap pria itu, sedangkan Jongin masih mencoba mengatur napasnya

'dia- dia baru sembilan belas tahun, dia bahkan belum menyelesaikan gambarnya untukku' Jongin tergagap, bahkan permohonannya saat ia meminta ayahnya untuk tidak membawa Kyungsoo pergi kembali terulang. Pria itu memohon seseorang untuk menyelamatkan saudaranya, untuk tidak membawa saudaranya pergi

'berdoalah, hanya itu yang kita bisa sekarang. Kalian sudah terlambat' dokter itu kembali melanjutkan langkahnya.

'Kau dokter kan!!' Jongin berteriak hingga suaranya menggema di seluruh lorong rumah sakit itu

'ayahku akan memberikan apa saja agar Kyungsoo sembuh. Yya!! Dokter!' pria itu frustasi, ia menendang tembok yang berada di sampingnya. Tapi dokter itu telah hilang dari pandangannya.

'Terlambat' mereka memang terlambat menyadari Kyungsoo selama ini. Terlambat menyadari Kyungsoo membutuhkan keluarganya, terlambat mengetahui takdir yang mereka punya. Terlambat menyadari bahwa mereka seharusnya bersama.

Jongin sadar bagaimana sosok kecil itu menyelamatkan nyawanya dulu, bagaimana Kyungsoo datang untuk menolongnya. Dan saat ini, bahkan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa untuk pria itu. Berteriak sekencang-kencangnya seperti ini, Jongin yakin hal itu tidak akan merubah apa-apa. Jongin memohon kepada Tuhan untuk mengasihani pria itu. Untuk memberinya waktu yang lebih lama.

 

========================================================================

 

Kyungsoo tersenyum saat ibunya datang dari balik pintu. Terlihat jelas wanita itu mencoba menyembunyikan ekpresi putus asanya. Wanita itu berjalan dan duduk di samping ranjangnya, mencoba membalas senyuman anaknya. Senyuman Kyungsoo membuat wanita itu semakin merasa bersalah. Lima belas tahun yang terlewati, dan sekarang ia harus melihat senyuman anaknya dalam keadaan seperti ini.

'apa kata dokter?' Minkyung mengedipkan matanya berapa kali untuk kembali fokus terhadap dunianya sekarang, setelah beberapa menit yang lalu ia tenggelam dalam pikiran-pikiran sempitnya

'dokter bilang kau harus beristirahat, kau hanya terlalu letih' Kyungsoo tersenyum, ia tahu ibunya berbohong, bagaimana mungkin pria itu tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya sendiri. Bahkan penyakit itulah yang membuatnya kembali dalam keluarganya. Kyungsoo kembali menatap ibunya

'boleh aku meminta sesuatu?' wanita itu membulatkan matanya, kali ini, ia berjanji akan memberikan apapun yang anaknya inginkan.

'aku ingin berfoto, foto keluarga yang besar seperti yang ada dirumah' wanita itu merasakan tenggorokannya sakit, menahan air mata terlalu lama membuat hampir seluruh tubuhnya nyeri. Ia lalu menganggukan kepalanya yakin.

'tentu saja, kita akan membuat foto yang lebih besar dari itu' Kyungsoo tersenyum, sudut-sudut matanya ikut berkerut. Senyumannya terlihat begitu lemah, bibirnya kering. Bahkan rambutnya sudah tidak berkilau lagi. Wanita itu hanya bisa memberikan kebahagiaan yang pernah terlewati dulu.

 

Kyungsoo duduk di antara ibu dan ayahnya, ia mengenakan tuksedo hitam yang hampir kebesaran, sehingga para penata gaya yang ada di studio itu harus menambahkan beberapa pin di belakang bajunya. Chanyeol dan Jongin tidak pernah melepaskan rangkulannya kepada Kyungsoo, selama perjalan bahkan mereka habiskan dengan bercanda, membuat mobil itu terasa sangat ramai.

Jongin sering merapikan rambut Kyungsoo yang tidak tersisir sempurna, menambahkan pelembab pada bibirnya agar tidak terlihat kering dan pucat. Sedangkan Chanyeol walaupun terlihat sedikit kaku tapi ia selalu menanyakan bagaimana kondisi adiknya itu, apakah pusing, lelah atau ingin duduk?

Butuh hampir satu jam untuk menentukan foto mana yang akan di cetak, karena beberapa foto ada yang terlihat tidak sempurna, banyak pose-pose yang menurut mereka tidak bagus, tentu saja anak muda seperti Jongin dan Chanyeol menginginkan dirinya selalu terlihat tampan bahkan di foto, jadi di saat mereka bertengkar menentukan foto, Kyungsoo hanya bisa menikmati suara ramai itu, melihat saudaranya yang masih seperti anak kecil. Dan hal itu tidak akan pernah ia lupakan.

 

Setelah memakan waktu yang cukup lama, sekarang foto dengan ukuran besar itu sudah terpajang dengan gagah di dinding ruangan Kyungsoo di rawat. Tepat di depan ranjangnya. Mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang sempurna.

Biasanya orang-orang tidak akan percaya terhadap Family Potrait. Terlihat sempurna, terlihat bahagia, bahkan bisa membuat orang lain iri dengan keluarga ini. Tidak akan ada yang tau apa yang terjadi di balik cerita foto itu.

Dan bagi Kyungsoo, itu tidaklah lagi penting, karena kesempurnaan terletak dari bagaimana kita bisa menutupi kekurangannya. Kyungsoo menutup matanya, malam ini ia tertidur sambil tersenyum menatap foto itu

 

*

Kyungsoo terkejut, lampu kamarnya yang mati tiba-tiba menyala, ia menutup sebelah matanya dengan tangan, menghindari sinar yang tiba-tiba menyambut pemandangannya, ia lalu melihat ke ujung pintu ruangan. Keluarga nya datang dengan senyum dan tawa yang terdengar jelas mengisi ruangan itu. Jongin membawa satu kue tart besar yang di atasnya terdapat lilin, sedangkan Chanyeol membawa beberapa kantung belanja. Ayah dan ibunya langsung berjalan ke arah Kyungsoo, memeluk anaknya, wajah mereka terlihat sangat lelah. Tapi mereka berusaha menutupinya dengan make up yang sempurna, senyuman dan tawa. Kyungsoo sering mendengar lagu ulang tahun, siapa yang tidak tahu lagu itu. Lahir di dunia mana mereka sampai tidak hafal dengan lagu gembira itu. Tapi bagi Kyungsoo, inilah pertama kalinya, ada beberapa orang yang datang dan menyanyikan lagu itu untuknya. Untuk merayakan ulang tahunnya.

'ini bukan hari ulang tahunku' Kyungsoo tertawa, ia lalu melihat Jongin yang sudah memutar langkahnya duduk di sudut ranjang saudaranya itu.

'apakah itu penting?' Jongin tersenyum lalu memukul kaki Kyungsoo pelan. Tentu saja bagi Kyungsoo itu tidak penting, hal klasik yang sering dirasakan orang, seperti memberi kejutan di saat ulang tahun, atau membuat sebuah drama dalam perayaannya, memang terdengar sedikit ketinggalan jaman, tapi untuk sebuah kebahagiaan tentu hal itu tetap terasa menyenangkan, mereka akan tetap terkejut dengan kedatangan teman-teman mereka di tengah malam, tetap tertipu atau membiarkan dirinya masuk ke dalam drama yang di rancang oleh keluarganya. Mereka dan Kyungsoo akan tetap merasa bahagia walaupun orang yang merayakan ulang tahunnya datang hanya dengan sepotong roti. Karena yang di butuhkan Kyungsoo adalah hal ini, orang yang menyanyikan lagu untuknya.

Chanyeol membagikan kantong belanja yang ia pegang sedari tadi. Ibunya yang pertama kali menerima lalu membuka tas belanja itu. Kyungsoo mengerutkan jidatnya saat melihat beberapa baju bayi dan juga sepatu kecil yang ada di dalam kantung itu.

'ini kado untukmu, aku belum pernah memberikan mu baju yang lucu sejak kau lahir-' wanita itu menelan ludahnya, dan tenggorokannya masih terasa sakit karena ia berusaha menyembunyikan tangisan itu.

'dulu aku hanya memberikan mu baju yang pernah Jongin pakai, aku tidak pernah membelikan dan membayangkan bagaimana bayiku akan lahir di dunia, membelikan dia baju yang lucu, membelikan sepatu yang bagus. Aku hanya memikirkan kepentingan ku saja, aku terlalu egois' air muka mereka yang berada di ruangan itu tidak lagi tersenyum, masing-masing berkutat dengan pikirannya, dengan penyesalan-penysalannya.

'maafkan aku' wanita itu lalu memeluk anaknya, menangis tanpa suara di potongan leher Kyungsoo. Kyungsoo lalu tersenyum dan menatap Chanyeol

'aku membelikanmu ini' ia lalu melempar benda bundar yang berada di tangannya, Kyungsoo lalu menangkap bola itu

'kita harusnya sering bermain bola sewaktu kecil.. jadi aku akan memberikan mu ini' Kyungsoo memutar-mutar benda itu di tangannya, ia tahu harusnya masa kecilnya dulu dihabiskan dengan bermain dengan saudara-saudaranya, bukan diasingkan seperti itu. Tapi Kyungsoo yakin dengan takdir, mereka tetap bersama, tetap keluarga bagaimana pun keadaannya.

Jongin membetulkan suaranya lalu merogoh saku celana yang ia kenakan. Pria itu lalu mengeluarkan secarik kertas putih dan melebarkannya di hadapan Kyungsoo

'masih ingat ini?' Kyungsoo memperhatikan gambar kaku yang berada di hadapannya, warna-warna pastel yang hampir pudar, kertas yang bisa robek dengan sekali tarikan. Pria itu kini tercekat, ia lalu menatap Jongin yang matanya sudah memerah. Pria itu tersenyum

'dulu kau belum sempat menyelesaikannya, jadi aku yang akan menyempurnakannya' Jongin menunjuk satu gambar yang terlihat masih basah, masih tercetak jelas bahwa itu adalah gambar baru

'ini kau.. sekarang gambar keluarga ini sempurna' Jongin meraih tas belanja yang di berikan oleh Chanyeol, mengeluarkan satu bingkai foto yang terbuat dari kayu, ia lalu memasang gambar itu di dalamnya.

'sekarang gambaran keluarga kita lengkap' Kyungsoo masih tidak bisa berkata apa-apa, keadaan ini sangat membahagiakan, sangat sempurna hingga membuat ia takut untuk mengingat kepergiannya. Tuhan telah memberinya cukup waktu untuk merasakan apa itu keluarga. Dan ia tidak ingin terlalu serakah untuk meminta Tuhan menambah waktunya walau hanya satu menit.

Pria itu menundukkan kepalanya, menghapus semua air mata yang mengalir. Chanyeol, Jongin dan juga kedua orangtuanya hanya bisa menahan air mata mereka. Malam ini mereka berusaha memberikan keadaan yang bahagia, tidak ada tangisan. Kyungsoo lalu mengangkat kepalanya kembali. Menampilkan senyum cerianya seperti biasa. Keluarga itu lalu kembali bersenang-senang sepanjang malam. Menghabiskan waktu dengan semua kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama. Hal yang biasanya di lakukan bersama keluarga.

 

*

 

'Sudah mengantuk?' wanita itu menarik selimut Kyungsoo hingga menutupi dadanya. Pria itu lalu mengangguk.

'kau bisa tidur denganku malam ini? Sepertinya ranjang ini muat untuk berdua' wanita itu tersenyum mendengarkan permintaan anaknya, ia lalu mengangguk

'baiklah' Kyungsoo tersenyum membuka selimut lalu menggeser tubuhnya, membiarkan ibunya masuk dan tidur bersamanya. Mereka lalu masuk kedalam selimut bersama. Wanita itu membiarkan lengannya menjadi bantal bagi Kyungsoo, mengusap rambutnya yang pendek, mendekapnya erat. Kyungsoo tersenyum, menurutnya inilah tempat ternyaman baginya.

Kyungsoo menatap Jongin dan Chanyeol yang tidur di sofa sudut ruangan, sedangkan ayahnya tidur di bawah dengan selimut yang cuku tebal, ia lalu menatap foto keluarga mereka yang besar lalu tersenyum. Mereka telah melewati malam yang cukup melelahkan dan juga menyenangkan, berkaraoke, bermain bersama, makan bersama. Kenangan itu semuanya terekam jelas di kepala Kyungsoo. Tidak ada satupun yang terlewat.

Ia menatap wanita yang berada di hadapannya.

'Eomma, aku mulai menangantuk, bersenandunglah untukku' wanita itu membelai rambut anaknya lalu tersenyum. Kyungsoo mulai menutup matanya, merasakan alunan indah itu mengisi pendengaran dan hatinya. Kali ini tidak ada hal lain yang dia inginkan, tubuhnya ringan tanpa beban apapun. Semua yang dicarinya telah berkumpul menjadi satu. Chanyeol, Jongin juga kedua orang tuanya telah bersamanya lagi. Kyungsoo berterimakasih kepada Tuhan yang telah berbaik hati memberikan ia kesempatan merasakan semua ini.

'Eomma' Kyungsoo memanggil wanita itu lembut, ia lalu mengangkat kepalanya melihat wajah anaknya

'hmm?'

'kita akan bertemu dimanapun itu tempatnya, kita akan bersatu bagaimanapun keadaannya' wanita itu menteskan air matanya sambil tersenyum, anaknya sudah tenggelam dalam dunianya, tertidur mendengarkan senandung yang di lantunkan olehnya.

 

========================================================================

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ndreeanny #1
Chapter 1: Bikin nangis tengah malem nih.. baru nemu nih ff, begitu baca langsung dibuat down. Good job authornim!
Ddt_Deriza #2
Chapter 3: gila thor, sumpah ni FF bagus banget.
sampai netesin air mata bacanya.
nggak bisa bayangin tampang D.O nya.
jadi ngerasain apa yang dirasain D.O bacanya.
Banyakin terus FF yang kaya gini ya thor...
Fighting!!!!!!
squishygirl #3
Chapter 3: gila bangus banget thor.
baca ni FF sambil kebayang wajahnya D.O yang melas kyak di drama IOIL, malah bikin aku nangis sesengukkan
banyakin FF kyak gini ya. good luck buat kedepannya
raul_sungsoo12 #4
Chapter 3: sumpah bikin nangis, angst bgt ㅠㅠ
baguss authorr ;))
cabaekhyun #5
Chapter 3: Daebak thorrr.....pertamany agak mirip sama film 'my sister keeper' tapi gile nihh ff
CheRis_couple #6
Chapter 3: Aduh,, ff ini bikin aku nangis sesenggukkan sampe gak bisa napas
Pokoknya suka banget, suka banget :)
aku terhura T_T
nice story, good job!!!
KNaRaXo #7
Chapter 3: Beneran deh, FF ini bagus banget!! Sampek nangis saking sedihnya. Aku suka sama FF ini, author daebak!
Dyanka #8
Chapter 3: maaf, cuma comment di epilog karena aku baru nemu nih FF..
menjadi orang yang nggak dianggap itu emang gak enak, apalagi ini keluarga sendiri..
kehilangan orang yang sudah mengasuh sejak kecil pasti rasanya menyakitkan, apalagi saat kembali ke keluarga malah dapat sambutan buruk...
kamu sukses banget deh, bikin orang nangis..
rainysummer #9
Chapter 3: Daebak!! I like it :"3
12alienaddict #10
Chapter 2: Oh please! Author harus tanggung jawab! Aku nangis ampe sesenggukan masa._. Ini angst yg bener* angst/? Angst kelas kakap/? Kyaa pokoknya DAEBAAAK! \O/~~~