satu

What Are We?
Please Subscribe to read the full chapter

 

“…hingga sekarang kondisi masih terpantau aman dan massa demonstran tertib menyuarakan aspirasinya di luar pagar gedung DPR, hingga batas waktu yang ditentukan atau pukul enam petang nanti. Kembali kepada Anda di studio, Sophie.”

 

Suara live report di televisi semakin mengisi keramaian suasana newsroom sore hari itu. Hana menyeruput es kopi susunya dengan tersenyum bangga. Pandangannya masih melekat pada layar datar televisi yang tergantung di atas deretan meja kerjanya. Mood-nya sedang baik hari itu, dan melihat laporan dari orang yang ia kagum pun tidak lepas untuk mengisi bagian dari kebahagiaannya.

 

“Kak Hana, ini udah betul belum?” Gelembung pikiran Hana terpecah tatkala suara manis itu menyeruak di telinganya. Membuatnya langsung menoleh ke arah sumber suara.

 

Yolanda, atau yang akrab disapa Yola, adalah anak magang yang baru saja bekerja di bawah tanggung jawab Hana selama seminggu. Ia menunjukkan hasil kerjanya pada layar komputer di samping kiri Hana.

 

Salah satu hal yang membuat Hana menyukai pekerjaannya, ketika ia bisa bertemu dengan anak-anak muda yang memiliki passion dan semangat untuk belajar dan menekuni bidang yang mereka sukai. Apalagi dalam hal ini adalah seputar pemberitaan.

 

Dirinya jadi teringat ketika masih menjalani kehidupan sebagai mahasiswa jurnalistik. Ketekunannya untuk selalu ingin belajar dan menyerap banyak hal, menelisik sebab dan akibat, mencari latar belakang dan pendapat dari berbagai sudut pandang yang berbeda, mengasah rasa ingin tahu, hingga menajamkan rasa empati. Dan semuanya itu bisa ia lihat dalam diri Yola. Tentu Hana berharap kelak anak ini bisa menjadi seorang jurnalis yang membanggakan dan berguna bagi masyarakat.

 

“Kita kodenya v450, sayang, bukan v405 ya. Harus diinget ini, kalo ga ntar yang muncul CG program lain,” bebernya sambil mengganti angka yang dimaksud. Yola pun meminta maaf dan mencatat arahan itu agar tidak salah lagi.

 

*CG: Character Generator

 

“Oke, yang lain udah sip. Habis ini koreksi naskah dari News Sore ya, kalo menurut kamu ada yang kurang efektif kalimatnya, ganti aja. Sama tolong tanyain yang tugas live dong, Yol,” lanjut Hana.

 

Bukan sebuah rahasia lagi jika suatu produk berita dari program sebelumnya bisa dimuat ulang di program selanjutnya. Apalagi jika beritanya dirasa masih relevan.

 

“Siap, kak!” Jawab Yola penuh dengan senyum dan semangat, membuat Hana berharap agar kelak Yola tidak kehilangan senyum dan semangatnya ketika mendapat tekanan dari pekerjaan yang menuntut kecepatan dan ketepatan ini.

 

Selang beberapa menit, Yola kembali ke meja supervisor-nya dan menyerahkan secarik kertas berisi tulisan tangannya.

 

“Sore ini yang standby di Pademangan Barat ada kak Bagus, terus yang di gedung DPR ada kak Hanggini,” ucapnya sambil menunjuk tulisan yang dimaksud. Setelah mendapat terima kasih, Yola pun kembali ke meja kerjanya.

 

“Anggi masih gue suruh stay di DPR ya, Han,” tegas teh Ayung, koordinator liputan atau korlip, dari meja kerjanya yang melintang di sudut ruangan itu.

 

“Thank you, teh!” seru Hana sambil mengacungkan jempol ke arah gadis yang dimaksud.

 

Teh Ayung — Lembayung, adalah senior Hana ketika dirinya masih menjadi seorang reporter yang setiap harinya terjun ke lapangan untuk menggali dan melaporkan peristiwa.

 

Meski kemonotonan budaya kerja di newsroom terkadang membuat Hana jenuh, tetapi kehadiran orang-orang seperti Yola dan Ayung setidaknya cukup untuk membuat harinya menjadi berwarna. Apalagi dengan gadis berambut light brown yang baru saja mendudukkan pantatnya di kursi sebelah kanan Hana.

 

“Dari mana, lo?” tanya Hana kepada rekan kerjanya itu.

 

“Nyebat. Anabul gue baru aja lahiran, tapi emaknya ga bisa nemenin demi cari cuan buat biaya persalinan dan gedein lima bayi anabul. Edan ga tuh, gue udah punya cucu, anjir. Lima lagi.”

 

Hana menepuk-nepuk bahu Cindy, “Selamat banting tulang untuk majikan yang baru, eyang.”

 

Gadis itu — Cindy, adalah rekan kerja Hana sejak mereka tergabung dalam batch reporter yang sama, enam tahun yang lalu. Kini keduanya sudah pindah medan pertempuran, bukan lagi di lapangan tetapi di newsroom. Mengubah titel mereka dari reporter menjadi produser.

 

Sebagai seorang news produser, adalah tugas mereka untuk menentukan berita apa saja yang akan dimuat pada waktu siaran di hari itu. Dan kali ini, Hana bertanggung jawab untuk segmen awal, yang biasanya berisi berita-berita utama. Pun ketika dirinya ditunjuk sebagai penanggung jawab live report, yang berarti tugasnya akan sangat padat petang itu.

 

Ini adalah tahun kedua Hana menjalani profesi barunya. Semua shift program news sudah ia jajal. Mulai dari News Pagi, News Siang, News Sore, hingga sekarang, News Malam. Yang berarti dirinya akan bekerja mulai pukul empat sore hingga sebelas malam. Mungkin jam kerjanya terasa aneh bagi sebagian orang, tetapi begitulah dunia pertelevisian. Lebih aneh lagi jika ia berada di shift pagi, yan

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
fearlessnim
thank you semuanya yang sudah mau baca sampai akhir! respons darimu sangat ku nantikan yaa ;)
bisa juga ke tellonym.me/kebanyakanbias

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet