Turning Point

Color
Please Subscribe to read the full chapter

You make my heart feel like it’s summer
When the rain is pouring down.
You make my whole world feel so right when it’s wrong.
That’s how I know you are the one.
That’s why I know you are the one

"Cit?" Jordan manggil gue beberapa kali sampai akhirnya membuyarkan lamunan gue.

"Yah? Kenapa?" Dengan bodohnya gue menjawab dengan bertanya balik.

"Lo kenapa deh, akhir-akhir ini ilang fokus terus." Jordan melirik ke arah Febi dan di jawab Febi dengan mengangkat bahunya.

"Sorry, sorry, gak kenapa-kenapa kok. Dari sini kita mau kemana lagi emang?" gue bertanya kepada Febi yang sibuk dengan kemudinya.

"Gak tau," Sebuah jawaban singkat, padat dan jelas dari Febi. Membuat gue teringat kembali seseorang yang pernah mengatakan hal sama dengan Febi.

Maret 2015

"Gak tau," Jawabnya.

Cowok di sebelah gue agak nyeremin juga sih awalnya. Tapi setelah gue pikir-pikir kalau dia jahat pasti daritadi gue udah kenapa-kenapa deh, tapi gue masih di sini, di dalam kereta menuju Cheongdam, bersama dia yang baru aja gue kenal di stasiun Hongdae. Agak risih juga sama tatapan matanya, pake masker sih jadi fokus gue ke mata, bukan ke muka.

"Tapi kan saya bisa tanya teman saya, kebetulan dia di daerah situ." Masih melanjutkan jawabannya yang tadi.

"Kalau merepotkan lebih baik saya ke sana sendi..." Deg! Jantung gue berhenti sepersekian detik. Dia buka maskernya, gue nelen ludah. "rian..."

"Ini temen saya udah jawab, katanya kita transit di Universitas Hongik. Beberapa stasiun lagi dari stasiun ini." Dia nunjukkin chat dari temennya, which is gue belum sempet baca udah dia ambil lagi dan taro di kantong.

Gue sama dia akhirnya ngobrolin soal kegiatan gue selama di Korea. Tepatnya menceritakan segala kegiatan AISIEC yang gue khawatir dia akan bosen dengernya walau kenyataannya dia terlihat antusias mendengarkan segala celotehan tentang AISIEC. Baru kali ini sih, gue nemu cowok yang kalau gue ceritain AISIEC gak terlihat bosen, malah kebalikannya, antusias. Setibanya di Hongik, ternyata subway jam setengah dua belas udah tutup.

"Yah, gimana nih," Gue menatap dia dengan khawatir, berharap dia paham harus ke mana dan kita ada di mana.

"Jujur saya juga gak tau kita di mana. Gimana kalau kita cari minimarket, tanya sekalian beli minum?" Dia senyum sambil pakai maskernya lagi. Cih, macam idol aja mas, sok pake masker di tempat umum.

"Okay." Saya kemudian mengikuti dia dari belakang. Dia berjalan perlahan dan sampai akhirnya kita nemu sevel, gue beli minum dan cowok tadi terlihat enggan masuk ke dalam sevel. Akhirnya gue gue juga yang nanya ke kasir, dengan gobloknya, "Kita ada di mana ya?" Dan dengan polosnya tuh kasir jawab gak tau juga since dia pegawai baru di situ. Oh, well, abis deh gue, mana si cowok di depan gak bantu.

Gue keluar dari sevel, dia terlihat sibuk dengan hpnya.

"Kasirnya juga gak tau kita di mana," Gue bicara udah lemes banget, bingung harus gimana lagi.

"Kita ke cafe depan aja yuk, saya belikan kamu green tea latte." Dia berdiri dan mendekat ke arah gue yang cuma bisa ngangguk.

Mbak-mbak waitress di cafe itu kasih berbagai macam cara sih ke Cheongdam, but all of them useless, LOL, karena udah tengah malem juga sih.

Akhirnya gue sama dia jalan lagi entah kemana, gue ngikutin cowok ini. Bodoh emang. Parahnya, di trotoar banyak orang mabok sampe ada yang muntah-muntah, turns out itu dekat dengan club.

Tiba-tiba cowok di depan gue berhenti jalan, dia melihat ke arah gue lalu ke arah orang-orang mabok tadi dan ke arah gue lagi, "Sini." Dia nyuruh gue ke sebelahnya yang langsung gue lakuin karena gue jiper juga sebenernya.

Pas gue di sebelahnya, dia langsung narik dan genggam tangan gue kenceng banget. Gue melotot, apa-apaan nih, anjir, gue deg-degan asli. Tapi sebelum gue protes dia langsung narik gue buat terus berjalan jauh banget sampai akhirnya kita ketemu couple yang udah agak tipsy dan mereka nyaranin kita untuk naik taksi. Setelah ucapin terima kasih gue balik ke sebelah cowok rese yang sama sekali gak membantu ini.

"Mereka nyaranin kita naik taksi," Nada bicara gue agak bete, dia berhentiin taksi dan bilang arah tujuan kita ke salah satu apartemen di Cheongdam. 

Sepanjang jalan gue menyibukkan diri melihat pemandangan di luar jendela, padahal gue liat pantulan dia yang lagi sibuk mainin hp, entah lagi bales chat siapa. Gue mikir, ni cowok ganteng sih gue akuin, tapi masa iya sebaik ini mau nemenin gue yang baru ditemuinnya, apa ceweknya gak cemburu. Terus main genggam tangan gue segala lagi, tadi. Duh, deg-degan gue kalau inget lagi kejadian itu. Ngantuk juga gue lama-lama, pegel semua badan dan kaki, semua pandangan di jendela mulai keliatan ngeblur... hoam... mata gue p

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
yojinsoo #1
Chapter 2: Lemah gak sih hidup ini kalau beegini terus, thanks kaaak :')