Chapter two
Apollo & Icarus2. Dear father, this one is mine;
Ask me if I love him,
the golden son who left silver scars on my back
- incompleteicarus
Perjalanan di mobil mereka habiskan dengan lebih sunyi dari biasanya. Jisoo hanya memandang jalanan Seoul yang padat menjelang senja dari balik jendela mobil, sementara Seungcheol sedari tadi bungkam dan fokus menyetir. Tidak sulit untuk menebak bahwa kekasihnya sedang dongkol saat ini. Beberapa malam lalu praktisnya Jisoo habiskan dengan menginap di apartemen Seungcheol, bergelung di atas ranjang dan saling berbagi kehangatan, ia bisa mengerti kenapa sekarang pemuda itu sangat enggan harus melepasnya sebelum malam bahkan tiba.
Seungcheol bisa saja memintanya untuk tidak pergi, mereka berdua sama-sama tahu Jisoo tidak punya kuasa untuk menolak pada apa pun yang diminta oleh sang kekasih, tapi Seungcheol tidak melakukannya.
Orang-orang mungkin tidak akan percaya jika mendengar ini, Choi Seungcheol—yang memiliki imej di publik sebagai pemuda kaya raya yang egois, problematik, narsisistik, individualis, egosentris—mau mengalah untuk Hong Jisoo.
Hanya untuknya, ia senang dengan gagasan itu.
“Terima kasih sudah mengantarku pulang.” Jisoo membuka suara ketika Audi hitam Seungcheol berhenti tepat di depan kontrakan sederhana yang sudah ia huni bersama-sama dengan Jeonghan, Mingyu, dan Junhui selama setahun terakhir di distrik Gwanak.
“Yeah, bersenang-senanglah tanpaku.”
Jisoo tidak tahan untuk tidak tertawa mendengar nada menggerutu Seungcheol, tangannya meraih tengkuk kekasihnya yang masih menolak melakukan kontak mata dengannya. “Jangan marah, aku akan meneleponmu nanti malam setelah selesai.”
“Hm.”
Masih ngambek, jelas sekali. “Kau tidak mau menciumku sebelum aku turun?”
Seungcheol berdecak, seakan Jisoo baru saja menyentuh lutut Achilles-nya. Ia langsung memangkas jarak di antara mereka dan menekan bibirnya pada milik Jisoo. Mereka berciuman dengan tempo lambat untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Seungcheol menarik diri dan menatap lurus mata sang kekasih.
“Jika aku memintamu untuk tinggal, kau akan melakukannya?”
“Ya.”
Jawaban itu keluar begitu cepat tanpa Jisoo sendiri sadari. Itu menakutinya terkadang, betapa mudahnya ia tunduk di hadapan Choi Seungcheol seakan ia tidak punya kontrol atas dirinya sendiri. Mungkin itu salah satu alasan teman-temannya selalu berpikir bahwa hubungannya dengan Seungcheol sama sekali tidak sehat, karena ia memberi terlalu banyak. Karena ia mencintai terlalu banyak.
Dan pepatah bilang, ketika kau mencintai seseorang, kau memberikannya akses untuk menyakitimu.
Tapi hanya karena Jisoo memberikan segala akses pada Seungcheol untuk menyakitinya bukan berarti Seungcheol akan benar-benar melakukannya, kan? Ia memberikan pistol pada Seungcheol dan percaya bahwa pemuda itu tidak akan menarik pelatuk ke arahnya. Sebesar itu rasa percayanya pada sang kekasih. Karena faktanya, tidak seperti yang teman-temannya pikir, Seungcheol belum pernah—tidak pernah—menyakitinya selama ini. Baik secara fisik maupun emosi.
Entah bagaimana, Seungcheol kelihatan puas mendengar jawaban itu. “Oke,” gumamnya, menyunggingkan senyuman timpang sambil mengelus pipi Jisoo. “pergilah. Telepon aku secepatnya.”
Ketika Jisoo turun dari mobil setelah Seungcheol menciumnya untuk yang terakhir kali, ia merenungkan sesuatu sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah.
Seungcheol belum pernah menyakitinya.
Pernyataan itu perlu diubah:
Pada satu titik, suatu saat nanti di masa depan, Seungcheol mungkin akan menjadi alasan dari kejatuhannya,
dan Jisoo tidak akan keberatan.
Jika itu untuk Choi Seungcheol, maka itu semua layak, bukan?
*
Makan malam itu berlangsung dengan baik, Wonwoo sangat terkesan dan berulang kali memuji samgyetang yang menjadi menu utama. Jeonghan mengambil semua kredit untuk itu, tentu saja, tiga orang lainnya hanya dianggap sebagai cameo belaka. Jisoo tidak ada masalah dengan itu, ia sudah cukup senang melihat wajah cerah Jeonghan tiap kali memandang Wonwoo yang sedang makan dengan lahap. Mingyu terlalu pengertian untuk mengganggu proses pendekatan hyung kesayangannya, sementara Junhui lebih sibuk menyantap makanan yang ada dan tidak ambil pusing.
“Choi Seungcheol yang tadi mengantarmu pulang, Hyung?” Mingyu bertanya ketika mereka berdua sedang mencuci piring di dapur. Jeonghan sedang mengobrol dengan Wonwoo di ruang tengah, dan Junhui sudah balik ke kamar untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Hanya ada mereka berdua saat ini yang membereskan sisa-sisa dari makan malam barusan.
“Yeah.” Kim Mingyu sudah ia anggap seperti adik lelaki yang tidak pernah ia miliki, terlebih sudah satu tahun mereka tinggal di atap yang sama dan berbagi suka duka, tapi Jisoo mengira-ira ke mana arah percakapan ini.
“Bagaimana hubungan kalian?”
“Err, baik-baik saja, kurasa.”
“Oh, um, baguslah.”
“Mingyu,” Jisoo menyerahkan gelas yang sudah selesai ia cuci pada mahasiswa Hukum itu sambil menatapnya dengan pandangan bertanya, “jika ada yang ingin kaukatakan, katakan saja.”
Mingyu kelihatan tidak nyaman, pemuda jangkung itu meletakkan gelas yang sudah bersih kembali ke rak dengan agak canggung. “Hyung, aku tidak ingin terdengar menghakimi seperti Jeonghan-hyung, tapi aku sangat peduli padamu dan tidak ingin kau terluka. Aku mungkin lebih muda darimu dan belum banyak pengalaman, tapi kupikir—“
“Mingyu, langsung saja ke intinya.”
“Hyung, kautahu kalau Choi Seungcheol itu tidak sepenuhnya baik, kan?” Mingyu mengucapkan pertanyaan barusan dalam satu tarikan napas.
Tentu saja percakapan seperti ini yang akan terjadi, Jisoo tidak heran lagi. “Dia jahat, begitu maksudmu?”
“Yeah, jahat kurasa juga kata yang tepat jika mengingat reputasinya selama ini.” Ujarnya menyetujui. “Dia pernah membuat mahasiswa dikeluarkan dari kampus hanya karena terlibat pertengkaran kecil dengannya. Dan kasus itu bukan hanya sekali atau dua kali.”
Sudah sering terjadi, itu kalimat yang tidak terucapkan dan sudah sama-sama mereka berdua ketahui.
“Aku dengar kabar itu—“
Mingyu menyela dengan cepat, “Skandal mengemudi dalam keadaan mabuknya sudah kelewat banyak, dan dia selalu lolos dari hukuman apa pun.”
“Yeah, itu juga—“
“Koleksi mantan pacarnya terlalu banyak untuk disebutkan.”
“Aku tidak akan menyebut itu koleksi—“
“Kebanyakan dari mereka berakhir dengan kondisi... buruk setelah dicampakkan dengan begitu keji.”
Jisoo pun juga tahu rumor itu. Seluruh orang yang mengaku pernah terlibat dalam hubungan romansa dengan Choi Seungcheol akan seperti terkena depresi berkepanjangan tiap kali hubungan itu diakhiri secara sepihak. Jisoo mengenal satu, seniornya di fakultas, yang seperti tid
Comments