Chapter one
Apollo & Icarus1. you are loved by a god, icarus;
They know you walk like you’re a god,
they can’t believe I made you weak
- Halsey
Yoon Jeonghan sudah menantinya di depan pintu dengan tangan terlipat di depan dada dan wajah ditekuk.
Tentu saja itu akan menjadi pemandangan pertama yang dilihat Jisoo ketika pulang ke kontrakannya pagi hari ini.
Jika ini situasi yang berbeda, Jisoo pasti akan berkomentar ‘kau mirip dengan pajangan boneka kucing di toko’, tapi ia tahu ini bukan momen yang tepat untuk mengeluarkan candaan jika melihat tanduk imajiner yang ada di kepala pemuda berambut panjang itu.
“Oh, akhirnya pulang juga, lover boy. Ini sudah yang keberapa kalinya dalam seminggu, hm?” Belum apa-apa Jeonghan sudah menyalak sebelum Jisoo bahkan sempat memberikan sapaan.
Karena Jisoo sedang tidak ingin dihakimi saat ini, jadi ia hanya mengibaskan tangan dan berjalan melewati Jeonghan begitu saja.
“Ya, Hong Jisoo, jangan berani-beraninya kau mengabaikanku!” Jeonghan dapat mencegat langkah Jisoo dengan mudah, tangannya menahan lengan pemuda itu. “Alasan apa lagi kali ini? ‘Seungcheollie takut tidur sendirian dan minta ditemani’?”
Yoon Jeonghan dan sarkasme bukan barang baru di telinga Jisoo, ia sudah terbiasa dengan mulut tak difilter sahabatnya satu itu sejak mereka sama-sama masih mahasiswa baru di Pledis. Ia tidak pernah tersinggung sama sekali sebelumnya. Tapi tidak kali ini, tidak ketika lagi-lagi harus masalah ini yang menjadi bahan perdebatan. “Aku sungguh perlu alasan untuk menginap di apartemen pacarku sendiri?”
“Tsk, jika kau begitu senang menghabiskan waktu di sana, kenapa tidak sekalian saja kau pindah dari kontrakan sempit ini untuk tinggal di apartemen mewah pacarmu?”
“Aku benar-benar akan mempertimbangkan itu jika kau masih bersikap seperti ini.”
Ia dapat melihat mata Jeonghan yang membulat begitu mendengar balasannya. Jeonghan membuka mulut, tapi lalu mengatupkannya lagi. Jisoo tahu itu pertanda sahabatnya baru saja kehabisan kata sebagai pembelaan, maka ia melepaskan diri dengan lembut dari pegangan itu. Ia tahu Jeonghan hanya sedang bersikap sebagai sahabat yang peduli, sungguh, ia bisa mengerti kenapa Jeonghan begitu protektif padanya jika menyangkut sang kekasih. Tapi ia sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan seorang diri tanpa perlu didikte oleh siapa pun.
“Hei,” lirihnya, menyentuh bahu Jeonghan dan meremasnya pelan. “aku tidak akan pindah dari rumah ini.” I’m not gonna leave you, you idiot. “Tapi kau juga tidak bisa melarangku jika aku menginap di tempat Seungcheol suatu waktu.”
“Choi Seungcheol adalah sumber masalah, dan kautahu itu.”
“Jeonghan,” Jisoo bergumam dengan nada lelah. Jeonghan mungkin bermaksud baik, hanya saja—“jangan...” Jangan.
“Aku sudah memperingatkanmu berulang kali. Jangan terlalu dekat dengan api, kau bisa terbakar.” Jeonghan mengeluarkan decakan keras. “Dammit, Jisoo, aku hanya ingin melindungimu dari kejatuhanmu sendiri.”
Jisoo hanya bisa terdiam. Ia ingin mengatakan:
Tapi, Jeonghan, jika itu untuk Choi Seungcheol, bukankah itu layak untuk dicoba?
Terbakar sekalipun sebagai hasil akhirnya.
Mulutnya masih tetap terkatup ketika Jeonghan berlalu meninggalkannya.
*
Jisoo mendatangi gedung fakultas Bisnis setelah kelasnya berakhir sore itu untuk mencari Seungcheol. Berhubung jurusan mereka berbeda—Jisoo sebagai mahasiswa Sastra Inggris, sementara Seungcheol mengambil jurusan Bisnis—mereka tidak berkuliah di gedung yang sama dan biasanya baru bisa bertemu jika salah satu dari mereka berkunjung ke gedung fakultas masing-masing. Tapi pemuda itu tidak kelihatan batang hidungnya di tempat tongkrongannya yang biasa. Jisoo tahu kelas Seungcheol juga harusnya sudah berakhir, tapi ia tetap ingin memastikan untuk mendatangi ruang kelas sang kekasih.
Di tangga, sebelum mencapai ruang kelas Seungcheol di lantai 2, ia berpapasan dengan Jeon Wonwoo—adik tingkat Seungcheol dari jurusan yang sama, sekaligus, cough, gebetan baru Yoon Jeonghan. Jisoo menghela napas lega ketika akhirnya berpapasan dengan orang yang ia kenali di gedung ini.
“Wonwoo.”
“Oh, Jisoo-hyung.” Wonwoo kelihatan terkejut dengan sapaan barusan, di tangannya ada empat buah buku teks tebal yang membuat kening Jisoo berkerut hanya dengan melihatnya. “Ada apa ke sini? Mencari Seungcheol-sunbae?”
“Yeah, kau lihat dia?”
“Seharian ini aku belum bertemu dengannya. Di kelas tadi juga dia tidak masuk.”
Alis Jisoo bertaut. Seungcheol bolos dari kelas bukan hal yang aneh, tapi kekasihnya harusnya menemuinya setelah kuliahnya berakhir, kan? Itu yang mereka sepakati tadi pagi. Ia baru ingin membuka mulut dan menanyakan pertanyaan lanjutan, tapi Wonwoo terlihat sekali sedang buru-buru dan harus berada di tempat lain saat ini. Jisoo akhirnya hanya bisa menyunggingkan senyuman lemah. “Oke, kalau begitu. Sampai ketemu besok, Wonwoo.”
“Sampai ketemu nanti malam, Hyung.” Wonwoo mengoreksi sambil nyengir kecil, satu kakinya menuruni anak tangga yang ada. “Jeonghan-hyung mengundangku untuk makan malam di kontrakan kalian malam ini. Katanya kalian mau masak.”
“Makan malam?” Tunggu, apa yang ia lewatkan? “Oh, benar, tentu saja.”
Tentu saja Yoon Jeonghan akan mengundang gebetannya untuk makan malam di kontrakan mereka tanpa mengabarkan dulu pada penghuni yang lain sebelumnya. Dan mereka mau masak, Wonwoo bilang, mungkin lebih tepatnya Jisoo dan yang lain yang memasak sementara Jeonghan bertugas layaknya mandor. Ia penasaran apa kira-kira reaksi Mingyu dan Junhui jika tahu.
Jisoo mengeluarkan ponselnya setelah meninggalkan gedung fakultas Bisnis dan mengirimkan pesan singkat untuk Seungcheol.
<
Comments