Starting Point

Second Third [Discontinued]
Please Subscribe to read the full chapter

Hari setelahnya, tidak semakin baik. Aku terus menghindari Luhan meski sebenarnya aku tak ingin. Ketika Luhan meminjam pena, aku memberinya tanpa memandang wajahnya. Ketika ia mengajak ke kantin, aku berdalih ada perlu di perpustakaan. Ketika ia mencoba duduk bersamaku di kelas, aku pura-pura mengobrol dengan Yubin atau Kyungsoo, hanya untuk mengabaikannya. Atau mengabaikan perasaanku.

Berdasarkan saran dari Yixing dan mengingat kembali apa yang Luhan katakan beberapa waktu lalu, aku hanya punya dua pilihan. Yaitu maju sekalian sampai akhir atau mundur dan mengakhiri semua perasaan ini. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku ingin memiliki Taehyun tapi dalam waktu bersamaan aku juga menginginkan Luhan, dan itu adalah hal termustahil yang pernah terpikir olehku.

Aku keluar kelas, kabur dari rasa ketidaknyamanan yang kubuat sendiri. “Haru!” Ku dengar seseorang berteriak memanggilku di tangga.

“Oi, Yixing!” Ia melambai padaku dan menghampiriku. Sejak bel istirahat berdering aku tidak melihat Yixing dan itu juga yang membuatku mati gaya, ia tidak bisa kujadikan alasan untuk menghindari Luhan. Baru saja aku ingin bertanya dari mana ia pergi, Yixing langsung menjawabnya secara tidak langsung.

“Jam pelajaran terakhir nanti bantu aku mengerjakan soal bahasa Inggris ya, tugas kemarin saat aku tak berangkat. Aku tak bisa mengerjakannya.” Kulirik kertas yang ia tenteng dan mengerti kalau dia baru saja menemui Mrs. Ahn untuk membereskan urusannya saat membolos sekolah.

Aku mengernyit bingung. “Kan ada pelajaran.”

“Aku dapat bocoran kalau nanti Mr. Jung hanya memberi tugas saja, ada urusan untuk tur akhir pekan ini.”

Mulutku membulat, “Boleh saja. Aku dapat apa?” aku berkedip genit.

Yixing berkacak pinggang. “Kau mau apa? Luhan?”

Serta merta aku langsung menabok lengan dan menendang kakinya saat Yixing menghindar dengan cepat. “Jaga mulutmu, brengsek! Jangan sinting.”

“Oke, oke maaf. Aku traktir es krim ya.” Yixing terbahak selagi menghentikan serbuanku karena ia berucap demikian. Lalu aku berhenti dan mengacungkan kedua jempol mengiyakan, membuntutinya masuk ke dalam ruangan. Untuk sesaat, pikiranku bisa teralihkan dari Luhan, dan sepanjang pelajaran selanjutnya, kegelisahan masih tetap melandaku karena ternyata Luhan begitu susah untuk disingkirkan.

Dan aku begitu susah menolak godaan tentangnya.

“Melamun lagi?” Luhan menyenggol lenganku saat kami sedang berjalan bersama menuju perpustakaan pada istirahat kedua. Sebelumnya Luhan pergi ke kantin dengan Yubin dan Yixing, maka dari itu aku menolak ajakan Yubin karena ingin menghindari Luhan, tapi itu justru bumerang bagiku karena Luhan tiba-tiba kembali ke kelas dan memintaku untuk menemaninya ke perpustakaan mengembalikan buku yang ia pinjam. Sial. 

“Hah? Oh…” Aku hanya menyunggingkan senyum dan menggeleng selagi kami masuk ke dalam perpustakaan, ia langsung berdiri di konter menyerahkan buku dan kartu identitas kepada si petugas wanita. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri melihat beberapa gerombol siswa tingkat akhir yang sedang berdiskusi lirih, lalu berakhir di Luhan yang sedang tersenyum pada si petugas.

Ia menoleh padaku dan menyipitkan kedua matanya, kemudian mencondongkan tubuhnya padaku, “Kenapa? Daritadi kau memandangi bibirku terus, ingin menciumnya ya?” ia berbisik. Seketika aku langsung meninjunya karena berkata begitu dan membuatku kaget. “AW!” Luhan berteriak cukup keras sampai petugas lainnya yang ada di konter menyuruh Luhan untuk diam. Aku mendelik, ia membekap mulutnya sendiri. “Haru, aku boleh tanya sesuatu?” Lanjutnya saat menerima kartu identitas dari si petugas, melangkah pergi.

“Apa?” Sahutku judes.

“Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu, dengan kejadian peppero saat itu.”

Oke, pada akhirnya aku tak bisa terus menghindar dari hal ini. Ujung-ujungnya toh dibahas juga. “Kenapa kau menanyakan itu?”

 “Tidak apa-apa. Hanya ingin tahu saja. Kan bibirmu akhirnya ternodai lagi setelah dua tahun kering kerontang tanpa sentuhan.” Kukira Luhan sedang  bicara serius, ternyata tidak sama sekali. Tapi aku beryukur karena itu, percakapan kami jadi terbebas dari kecanggungan.

Aku memanyunkan bibir. “Sialan, entahlah…”

“Kenapa entahlah? Kan kau yang merasakan.”

Kupandangi ia sekilas, Luhan ini hanya sekadar ingin tahu atau sedang menginterogasi tersangka pencurian, sih?

“Rasanya entah saja…”

“Aneh…” ia bergumam.

“Yang jelas tidak baik-baik saja.” Aku ikut bergumam.

“Hah?”

“Ya rasanya pasti aneh, kan. Aku kan tidak siap.”

Giliran Luhan yang memanyunkan bibir, “Siap tidak siap kau harus selalu siap, Haru. Namanya juga hidup, penuh dengan kejutan. Padahal saat itu sebenarnya bibir kita tidak begitu menempel, hanya bersentuhan saja.”

Aku tidak menanggapi lagi apa yang Luhan katakan, kurasa itu cukup tabu untuk dibicarakan, karena aku tahu ke mana arah pembicaraan ini akan berujung. Dan itu jelas membuatku khawatir kalau-kalau perasaan ini semakin membesar secara sepihak.

Dari sudut mata, aku tahu ia sedang memandangiku dan aku tak ingin melakukan hal yang sama. “Terkadang aku sungguhan ingin berciuman denganmu.”

Tapi gagal diam. “Aku tahu aku begitu menggoda.” Sahutku dengan gurauan canggung yang berhasil diabaikan oleh Luhan. Ternyata Luhan sedang menginterogasi.

“Kau bagaimana? Setelah dua tahun tidak berciuman memangnya tidak ingin?”

Menginterogasi korban kecelakaan. Kecelakaan bibir.

 “Ya ingin.. tapi, kan.. ya begitulah.” Dan aku juga tahu dia sedang memancingku keluar dari tempat persembunyian.

“Aku bosan dengan Jia yang hanya begitu-begitu terus.”

“Cari perempuan lain saja, kau kan punya banyak teman perempuan.”

“Mana mungkin. Seharusnya kan hanya dengan pacar kalau mau berciuman. Kecuali aku laki-laki brengsek yang sengaja mencari perempuan lain untuk pelampiasan. Tapi karena terlalu sering berpikiran mesum denganmu terkadang aku jadi tergoda.”

Luhan sepertinya kehilangan akal.

“Dasar payah! Lemah!”

“Dan aku serius dengan yang kukatakan waktu itu.” Ia menghentikan langkahku dengan berdiri di depanku, aku celingukan melihat ke siswa di sekitar sana, khawatir kalau Jia memergoki kami atau apapun.

“Tentang ingin berciuman denganku?” Jawabku saat tahu area tempat kami berdiri di sudut gedung cukup lengang. Rasanya ada api yang berkobar di dalam perutku, membuatku terheran-heran kenapa aku masih bisa bicara dengan lancar, tidak kesakitan. Justru merasa… tertantang.

“Iya.”

“Kita lihat saja nanti saat tur.”

“Kau ingin kita melakukannya saat tur?”

“Kenapa? Tidak berani? Katanya ingin…”

“Aku tidak bilang aku tidak berani. Tapi aku takut ada jarak di antara kita nantinya, Haru.”

“Tidak lah. Kau kan tahu aku seperti apa, pokerface terbaik sepanjang masa. Kita pasti akan tetap berteman. Aku hanya ingin membuktikannya saja padamu kalau aku juga bisa seberani itu.” Pada akhirnya Luhan berhasil memancingku dari tempat persembunyian.

“Yakin sekali. Memangnya kau tahu apa yang akan terjadi ke depannya? Kita kan tidak tahu. Bisa saja kita sekarang berteman tapi nanti berubah menjadi orang asing. Masih mending kalau jadi musuh, setidaknya masih dianggap ada.”

Aku sinting. Aku gila. “Aku janji, Luhan. Aku pasti akan bersikap biasa saja. Ini demi Yixing dan Yubin.” Kataku mengakhiri, bukan demi Luhan, tapi demi Yixing dan Yubin aku harus menjaga pertemananku dengan Luhan agar baik-baik saja. Dan akulah satu-satunya yang kehilangan akal karena meladeni keinginan Luhan.

“Huuuu…”

-

Bel pergantian jam pelajaran terakhir berdering dan Yixing langsung menggiringku mengikutinya ke perpustakaan. Saat Yubin bertanya aku hendak ke mana, Yixing yang menjawabnya dan kulihat Luhan sudah keluar kelas lebih dulu sehingga ia tak tahu kalau aku pergi bersama Yixing. Yubin bertahan di kelas dengan teman yang lain.

Sesampainya di perpustakaan yang sepi, Yixing langsung menuju ke rak di pojok ruangan untuk mengambil kamus dan buku bahasa Inggris. Aku mengambil tempat duduk di pojok ruangan juga, area paling sejuk di perpustakaan sekolahku. Yixing bergabung denganku di meja dan mulai mengeluarkan soal-soal yang Mrs. Ahn berikan. Isinya berupa narrative text yang terdapat beberapa soal di bawah bacaan. Aku memberitahu Yixing untuk menerjemahkan teks itu terlebih dulu.

Sementara Yixing menerjemahkan teksnya, mataku berkeliling di dalam ruangan, mendapati sekelompok siswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan soal bersama-sama dan seorang siswa perempuan dengan buku dan kacamata minus yang tidak kalah tebal seperti buku di tangannya sedang duduk sendiri di sebelah rak majalah dan koran. Petugas wanita muda yang baru kuketahui namanya tadi siang, Miss Kim, sedang duduk di balik konter mengutak-atik komputer entah sedang menjalankan pekerjaan atau sekadar browsing internet.

Lalu aku teringat hukuman yang kudapat bersama Luhan untuk merapikan buku-buku di perpustakaan, yang lokasinya tak kelihatan dari tempatku duduk saat ini. Benar-benar tempat paling cocok untuk mesum, tepat seperti yang Luhan katakan saat itu.

Pikiran tentang kesepakatanku dengan Luhan siang tadi masih bercokol di kepalaku dan membuatku gelisah.

“Otakku pasti mulai gila!” Tanganku meremas rambut di sisi kepala. Rasanya pening, juga menyebalkan.

“Kau memang gila sejak lama.” Yixing menyahutiku singkat tanpa mengalihkan tatapannya dari kertas.

Aku mencondongkan tubuh ke arah Yixing, kemudian berbisik, “Kau tahu, aku baru saja mengiyakan keinginan Luhan. Dan itu keinginan super sinting!”

“Apa memangnya?”

“Berciuman dengannya.” Bisikku makin lirih.

Yixing mendongak dan langsung duduk tegak di kursinya, “Kapan? Di mana? Kau gila ya, Haru!”

“Kau sendiri yang bilang aku sudah gila sejak lama.” Aku mundur dan menyandarkan tubuhku di kursi.

“Luhan tidak memikirkan perasaanmu? Nanti kalau kalian kena masalah, bagaimana?”

Wajah Yixing benar-benar terlihat khawatir, sementara api di dalam perutku kembali berkobar, seolah menyulutku dengan tantangan seperti saat aku mengiyakan keinginan Luhan, “Sudahlah, Yixing. Toh aku sudah mengiyakannya. Sepertinya juga bukan masalah besar, selama aku mengesampingkan perasaanku. Aku akan menganggapnya tidak serius.”

“Terserah saja. Aku tidak ingin ikut campur, yang penting aku sudah memberitahumu. Kau harus hati-hati.” Yixing terlihat menyerah dengan sikapku yang keras kepala, ia kembali berkonsentrasi dengan bacaannya.

Kurengkuh salah satu buku yang diambil olehnya dari rak, membukanya secara acak tanpa tujuan, “Aku juga tidak yakin bagaimana perasaanku sebenarnya pada Luhan karena yah, kau kan tau sendiri bagaimana posisinya.”

“Hati-hati juga dengan Jia, kau punya riwayat masa lalu yang buruk kan dengannya.”

“Iya…” Kututup buku itu lalu kujadikan bantal untuk kepalaku di atas meja.

“Luhan memang tidak waras.”

“Dia juga membuatku tidak waras. Perasaanku kacau akhir-akhir ini…” suaraku terdengar pasrah. Karena aku tidak tahu apa yang sebenarnya kuinginkan. Aku tidak tahu harus bagaimana.

“Ehem…”

Kalau sebelumnya perutku bagaikan tersulut api, kali ini seluruh tubuhku rasanya tersetrum sengatan listrik tegangan tinggi begitu mengetahui siapa yang berdeham. Aku bertukar tatap dengan Yixing, matanya membulat sambil terbata, “Lu-Luhan…”

Sial! Betul itu suaranya.

Aku menegakkan kepala, menoleh padanya yang sedang berdiri saling tatap dengan Yixing seolah bertukar kata bisu. Jantungku berdegup kencang, membuat napasku berlomba. Aku menatap Yixing lagi. “Eh… terima kasih, Haru, atas bantuannya. Aku pergi dulu.” Ia berkemas dengan cepat dan secepat kilat telah menghilang dari hadapan kami. Matilah aku!

Kusingkirkan beberapa helai rambut yang berantakan ke belakang telinga, mengumpulkan keberanian untuk berhadapan dengan Luhan. Apa kali ini aku benar-benar tak bisa kabur? Apa sekarang adalah akhir untukku? Aku tak bisa membayangkan apa yang bisa terjadi setelah kejadian ini. Akan seperti apa kejadian yang akan kualami.

“Hei…

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
After more than a year, new chapter is up! Please check it out :)

Comments

You must be logged in to comment
shima3588 #1
Chapter 6: maaf kak baru komen padahal udah baca dari part awal :((
next kak ceritanya keren ^^
aku sampe baper banget sama luhan xD
AinunJariyaaah #2
Chapter 5: Udh nyium bau2 konflik deh kkkkk
Luhan ih kok imut banget sih!?!?! Tapi mesum juga sialan,tapi sukaaaa ;A;
Haru sm jia ada hubungan apa dimasa lalu? Dan nanti gimana hubungan kedepannya luhanxharu? Mereka bakal jadi ciuman kah? im curious tbh wkwk anyway happy new year ka! Lol telat udh lama lewat haha
Keep writing jangan sampe wb menyerang mu kaa ditunggu chapter selanjutnyaaa :))))
Fighting author-nim!
AinunJariyaaah #3
Chapter 4: Ditunggu kelanjutan ceritanya kaaaa ><
AinunJariyaaah #4
Chapter 3: Bakalan terjebak cinta segitiga kah? wkwk lol
AinunJariyaaah #5
Chapter 2: Luhan ert asdfghjkl ><
AinunJariyaaah #6
Chapter 1: Ijin baca ya kak :)))
choco_honey #7
Chapter 4: aaahhh.....koq kya pendek ya chapter nya, apa karena saya terlalu menikmati?? hahaaa
unni_fanna #8
kak..cepetan dilanjutnya hehehe... gue yakin bakal keren
jijipark16 #9
Chapter 2: Chap 2 udah mulai kerasa deg degan
jijipark16 #10
Chapter 1: aku fans nya author marumero. Semangar thor. chap 1 masih manis2 dan belum ada yg menegangkan. Jangan lama2 diupdate ya