Sky

WonKyu Day 1013 One Shot Series - Season 2
Please Subscribe to read the full chapter

Title : Sky

Pairing : Wonkyu, YunJae, KangTeuk, GTop, and more

Genre : Romance, Family, Angst

Disclaimer : All casts are belong to their self and God

Inspired : Just based on my bad mood

Warning : Un-betaed a.k.a. Typos, GS, AU, OOC, several OCs

( 。・_・。)人(。・_・。 )

Sinar matahari pagi yang menembus tirai kamar berukuran kecil tersebut membuka sepasang mata hitam seorang pemuda. Pemuda dengan rambut hitam yang sedikit menyentuh lehernya itu mengerjapkan matanya beberapa kali sampai akhirnya mata itu terbuka sepenuhnya. Tatapan kosong dia arahkan ke tirai putih yang menjadi pembatas dirinya dengan sinar matahari yang begitu terang.

Pagi masih baru memulai kegiatannya kala pemuda itu justru menghela nafas panjang, seolah dia berharap tidak bertemu lagi dengan indahnya suasana pagi. Pemuda itu menghela nafas seolah-olah sinar yang menyapanya hanya suatu hal buruk yang ingin dia singkirkan.

“Pagi umma.” Gumamnya seorang diri, memanggil wanita yang melahirkan dirinya meski kenyataannya pemuda itu hanya seorang diri di kamar tersebut.

Pemuda itu kemudian bangkit dari peraduannya, duduk sesaat di kasur tipis tersebut sebelum berdiri dan beranjak menuju kamar mandi yang tak jauh dari ranjangnya. Pemuda itu hanya mengenakan celana olahraga kusam tanpa atasan sama sekali, menunjukkan tubuhnya yang kurus walau bisa terlihat otot-otot perutnya karena pekerjaan kasar yang dia lakukan untuk bertahan hidup.

Pemuda itu memasuki kamar mandi dan melakukan rutinitas paginya. Setelah selesai, pemuda itu langsung keluar dan berjalan menuju sebuah lemari kecil. Dia mengeluarkan sebuah kaos oblong abu-abu dan sebuah celana panjang dengan warna senada lalu bersiap untuk pergi dari kamarnya yang sempit itu, kamar yang hanya cukup untuk sebuah kasur, lemari dan beberapa benda yang menurutnya penting. Kamar yang hanya terdiri dari dapur kecil, kamar mandi satu ruangan itu sudah menjadi tempat tinggalnya selama tujuh tahun ini.

Sesudah bersiap diri, pemuda itu lalu mengambil tas punggungnya dan topinya lalu memakai sepatu bututnya. Pelan namun pasti, pemuda itu meninggalkan kamar tersebut dan sekali lagi memulai hari yang tidak berarti untuknya.

.

.

.

“Siwon-ah! Angkat karung-karung ini! Kita harus segera pergi ke tempat lain!” teriak seseorang keras kepada pemuda bernama Siwon sementara dia kembali menghitung semua barang yang telah dikeluarkan dari truk pembawa barang itu.

Siwon, tanpa banyak bicara segera mengerjakan perintah bosnya tersebut. Dengan sigap dan cepat, Siwon mengangkat semua karung berisi beras dan kebutuhan lainnya. Tubuhnya yang walau kurus itu, cukup kuat untuk mengangkat semua beban tersebut. Siwon sudah terbiasa karena memang inilah pekerjaannya, menjadi kuli pembawa barang dari toko penyedia barang kebutuhan ke restoran yang menjadi langganan tempatnya bekerja.

Brugh!

Karung terakhir telah Siwon angkat dan letakan di tempat yang seharusnya. Siwon mengusap peluh di sekitar dahinya sebelum berjalan ke arah sahabatnya, sesama kuli pembawa barang, Seunghyun.

“Hyung.” Panggil Siwon pelan. Akan tetapi panggilannya itu cukup membuat Seunghyun menoleh.

“Apa?”

“Sudah selesai. Bos menyuruh kita untuk segera pergi.” Ucap Siwon datar. Seunghyun melihat ke belakang Siwon dan benar adanya bahwa semua barang telah dipindahkan oleh pemuda tinggi itu. Seunghyun menautkan kedua alisnya, heran kenapa Siwon bisa begitu cepat menyelesaikannya? Padahal Seunghyun tidak membantunya sama sekali.

“Kau melakukannya sendiri?” tanya Seunghyun memastikan dugaannya.

“Ya hyung.” Jawab Siwon singkat. Seunghyun terdiam sesaat menatap Siwon sebelum mengangguk beberapa kali.

“Kau mengangkat dua karung sekaligus lagi ya.” Ujar Seunghyun lebih kepada penyataan daripada pertanyaan. Kali ini Siwon hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Siwon-ah. Aku tahu kau kuat dan mampu untuk melakukan semua ini sendiri tapi kau harus memperhatikan dirimu. Bahumu baru sembuh dari kecelakaan waktu itu, jika kau langsung bekerja seperti sekarang, aku khawatir lukamu bisa terbuka lagi.” Ucap Seunghyun cemas dengan keadaan Siwon.

Siwon sendiri hanya tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Seunghyun sebelum masuk ke dalam truk, tak berniat menanggapi lebih jauh omelan sahabat sekaligus orang yang dia anggap sebagai kakak itu. Sementara Seunghyun, pemuda yang sama tingginya dengan Siwon hanya mampu menatap sendu sosok pemuda yang dia anggap adik tersebut. Seunghyun tidak habis pikir dan tidak akan pernah mengerti mengapa Siwon tidak lagi memiliki hasrat untuk hidup untuk dirinya sendiri meski dia tahu apa alasan dibalik sikap Siwon tersebut.

Alasan yang menurut Seunghyun sangatlah tidak masuk akal. Seunghyun hanya bisa berharap bahwa suatu saat Siwon bisa melihat bahwa selama ini dia telah salah mengambil keputusan dan mau menjalani hidup untuk dirinya sendiri, untuk kebahagiaannya sendiri.

.

.

.

Pernahkah kau merasakan bahwa kau tidak seharusnya ada di dunia ini?

Pernahkah kau merasakan bahwa kau tidak seharusnya dilahirkan di dunia ini?

Pernahkah kau merasakan merasakan kebencian yang sangat dalam dari orang yang justru begitu kau cintai?

Pernahkah kau merasakan kesepian yang membuatmu sesak padahal kau berada di antara begitu banyak orang?

Pernahkah kau merasakannya?

Aku pernah.

Aku pernah dan tetap merasakannya sampai detik ini.

Aku ini anak yang tidak diinginkan semenjak aku berada dalam rahim ibuku.

Aku ini anak yang dibenci oleh ibuku sendiri karena dosa yang tidak pernah aku perbuat.

Aku adalah anak yang dianggap sebagai pembawa petaka bagi kehidupan ibuku.

Aku adalah anak yang harus menelan pahitnya hidup sebatang kara disaat kau memiliki orang tua yang seharusnya ada untukmu.

Aku adalah anak yang harus hidup sendiri, tanpa bisa merasakan kasih sayang ibuku, tanpa bisa merasakan cinta.

.

.

.

Usiaku lima tahun ketika tamparan ibuku mendarat di pipiku. Kala itu aku tak mendapatkan lima bintang dalam lukisanku di taman kanak-kanak. Saat itu aku hanya mendapatkan empat bintang dan hal itu membuat ibuku yang prefeksionis marah besar.

Aku masih merasakan perihnya kulit telapak tangan ibuku ketika menamparku dengan seluruh tenaganya. Dan aku tidak menyukai rasa itu. Karenanya, aku selalu berusaha agar mendapat hasil terbaik dalam segala hal agar aku bisa merasakan belaian tangan ibu.

Walau…

Walau tampaknya semua itu percuma.

Usiaku sepuluh tahun ketika ibu memukulku di kepala dengan sebuah blender. Saat itu aku tidak sengaja memanggilnya ibu di depan semua rekan kerjanya dan hal itu menyebabkan ibuku dibicarakan oleh mereka.

Oh, aku lupa mengatakan bahwa ibuku tidak pernah mengakui aku sebagai anaknya. Dia selalu membuatku memanggilnya noona dan mengatakan bahwa aku adalah anak yang dititipkan oleh sepupunya.

Aku masih ingat dan merasakan bagaimana nyeri dan dengung akibat pukulan itu di telingaku.

Mengapa telinga kau bertanya?

Bukankah aku dipukul di kepala?

Jawabannya karena pukulan ibuku membuat salah satu telingaku rusak. Gendang telingaku pecah dan aku menjadi tuli di telinga kananku secara permanen.

Tapi aku tak menyalahkan ibuku, karena jelas akulah yang bersalah. Aku sudah berjanji kepadanya untuk tidak memanggilnya ‘umma’ namun terkadang aku melupakan janji itu jika aku melihat senyum manisnya. Lesung pipi itu membuatku selalu merasa bahagia sehingga aku lupa diri.

Senyum itu membuatku menderita cacat ini seumur hidupku. Namun aku baik-baik saja. Aku tidak mendendam karena dengan peristiwa itu, pertama kali dalam hidupku, aku mendengar ibu mengatakan,

“Cepat sembuh.”

Usiaku lima belas tahun kala seluruh duniaku hancur.

Ibuku mengatakan bahwa aku tidak boleh bersamanya lagi.

Ibuku mengatakan bahwa aku adalah beban dan memori buruk yang ingin dia hilangkan dalam kehidupannya.

Ibuku mengatakan bahwa aku adalah anak yang tak sekali pun dia inginkan.

Ibuku mengatakan bahwa dia tidak pernah mencintaiku.

Aku masih mengingat jelas malam ketika aku diusir dari apartemen tempat tinggalku bersama dengannya. Aku ditendang keluar bersama dengan satu tas punggungku yang sudah diisi dengan barang-barang pribadiku. Ibu meneriakan semua yang ada dalam benaknya dan aku tidak akan mengulang kata-kata itu.

Aku hanya bisa bergeming di tempatku, menatapnya sendu, memohon dengan mataku agar dia tidak membuangku, agar dia tetap bersamaku karena hanya dia satu-satunya keluarga yang aku miliki. Hanya dia satu-satunya yang membuatku bertahan dengan semua kesengsaraan yang hadir dalam hidupku. Hanya dia cahaya dalam kegelapanku.

Namun…

Ibuku merampasnya karena baginya aku adalah pengganggu. Aku adalah penghalang kebahagiaannya.

Aku ingin marah, aku ingin berteriak; bagaimana dengan kabahagiaanku sendiri? Akan tetapi semuanya tercekat di tenggorokanku. Begitu pemikiran itu datang, dengan segera pemikiran itu lenyap tak berbekas karena dia ibuku. Apapun yang membuatnya bahagia adalah kebahagiaanku.

Biarlah aku menjadi sebatang kara jika dengan hal itu ibuku bisa bersama dengan orang yang dia cintai.

Biarlah aku bertahan seorang diri dalam kejamnya hidup ini jika dengan hal itu ibu bisa selalu memasang senyum indah diwajahnya yang cantik.

Biarlah aku kehilangan cahayaku jika dengan hal itu ibu mampu mendapatkan tujuan hidupnya lagi.

Biarlah aku mengalah dan menjadi anak baik agar ibu bisa bahagia.

Seorang anak harus membuat orang tuanya bahagia bukan?

Meski taruhannya adalah hidupnya sendiri.

.

.

.

“Apa yang kau lihat sayang?” tanya Jung Kangin membuyarkan perhatian Jung Leeteuk. Pria berusia 45 tahun itu bingung melihat istrinya tersebut sejak tadi hanya menatap ke satu arah. Leeteuk terhenyak mendengar pertanyaan Kangin tadi. Dia segera menoleh dan tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala.

“Tidak ada apa-apa yeobo.” Jawab Leeteuk yang tidak menyurutkan rasa ingin tahu Kangin. Pria itu justru mencoba melihat ke arah yang dilihat Leeteuk tadi. Kangin sempat melihat sosok dua orang pemuda tinggi seusia putranya, Jung Yunho. Dahi Kangin berkerut, curiga dengan sikap Leeteuk yang seperti tidak ingin dia mengetahui apa yang sedang Leeteuk lihat.

“Kau yakin sayang? Sepertinya kau sedang melihat kedua pemuda yang ada disana?” tebak Kangin yang lagi-lagi hanya ditanggapi dengan senyum oleh Leeteuk.

“Kau cemburu?” tanya Leeteuk balik untuk menghindari menjawab pertanyaan Kangin.

“Untuk apa? Mereka bukan tandinganku. Mereka bahkan bukan tandingan Yunho.” Jawab Kangin arogan dengan senyum penuh kebanggaan atas putranya.

“Aku tahu. Maka itu aku bilang tidak ada apa-apa bukan? Sudahlah, kita pulang. Bukankah kita akan merayakan kelulusan Yunho.” Ajak Leeteuk. Kangin mengangguk dan menggandeng tangan Leeteuk memasuki mobil mewah mereka.

Ketika Leeteuk yakin Kangin tidak memperhatikannya lagi, Leeteuk kembali memanglingkan wajahnya ke arah dua pemuda, Siwon dan Seunghyun. Tatapannya terarah langsung hanya kepada satu pemuda.

“Siwon-ah…”

.

.

.

“Ini yang terakhir bos.” Sahut Siwon setelah meletakan karung terakhir di gudang restoran terakhir mereka untuk hari itu. Bos Siwon tadi mengangguk dan tersenyum puas dengan hasil kerja anak buahnya yang satu ini. Bos Siwon menepuk bahu Siwon sebelum mengambil beberapa lembar uang dari kantung celananya dan menyerahkannya kepada Siwon.

“Ini tip untukmu Siwon-ah. Kau sudah bekerja dengan baik.” puji bos Siwon tersebut.

“Tapi bos, aku…”

“Sudah terima saja.” Tegas bos Siwon tidak menerima kata penolakan dari Siwon. Siwon sendiri hanya tersenyum dengan kebaikan hati bosnya tersebut. Sangat jarang Siwon menerima kebaikan hati seperti ini dari orang lain. Namun bos dan Seunghyun adalah pengecualian. Kedua orang itu adalah orang-orang yang berarti untuk Siwon. Tanpa mereka Siwon benar-benar seorang diri.

Siwon menerima uang itu kemudian membungkuk dalam kepada bosnya. Dia lalu beranjak menuju Seunghyun yang sudah menunggunya di dalam truk untuk kembali ke toko mereka. Bos Siwon tidak ikut karena akan langsung pergi ke restoran lain untuk rapat mengenai kerjasama dengan tokonya.

“Bos memberimu uang lagi?” tanya Seunghyun langsung ketika Siwon memasuki truk. Siwon mengangguk pelan sebagai jawaban.

“Apa akan kau berikan lagi ke orang itu?” tanya Seunghyun lagi sembari menyalakan mesin truk tersebut dan memasukan gigi persenelingnya sebelum membawa truk itu ke jalan raya.

Siwon hanya terdiam tidak menjawab sama sekali. Dia hanya memandangi jalan dari kaca truknya dan Seunghyun membiarkan sahabatnya seperti itu. Tanpa menjawab pun, Seunghyun sudah tahu jawabannya.

.

.

.

“Terima kasih. Apa ada lagi yang bisa saya bantu?”

“Tidak, terima kasih.”

“Baik. Selamat siang.” Perkataan yang selalu diucapkan berulang oleh teller bank itu kepada setiap nasabahnya ditanggapi dengan anggukan oleh Siwon. Setelah menyetorkan uang yang tadi diberikan oleh bosnya, Siwon meninggalkan counter teller bank tersebut. Seunghyun yang menunggunya tak jauh dari counter tersebut, segera berdiri dan mendekati Siwon.

“Sudah kau setorkan?”

“Sudah hyung. Kali ini bos kita memberikan cukup banyak.”

“Kau ini. Kenapa kau buang uangmu untuk dia? Aku yakin dia tidak akan menyadari kalau kau memberikan uang kepadanya. Uangnya sudah lebih banyak daripada kau Siwon.”

“Meski begitu hyung, aku tetaplah anaknya. Aku harus tetap berbakti kepadanya. Aku hanya membalas segelintir dari apa yang sudah dia berikan kepadaku.”

“Memangnya apa yang sudah dia berikan kepadamu selain penderitaan? Memangnya apa yang sudah dia berikan kepadamu sampai kau terus menyayanginya seperti ini? !”

Dengan makian itu, Seunghyun pergi begitu saja meninggalkan Siwon. Dengan amarahnya, dia masuk ke dalam truk dan pergi tanpa menunggu Siwon.

Siwon menghela nafas panjang sambil menatap truk yang pergi dari hadapannya. Dia sudah terbiasa dengan amarah Seunghyun yang meluap jika sudah berurusan dengan Siwon dan ibunya. Seunghyun tidak mengerti dan tidak akan pernah mau mengerti, mengapa Siwon sampai sekarang masih menyayangi ibunya yang telah membuangnya. Bagi Seunghyun, Siwon hanya membuang waktunya, membuang masa depannya hanya untuk wanita yang bahkan tidak mengharapkan Siwon ada.

Seunghyun marah kepada Siwon, marah sekali. Namun Seunghyun lebih marah kepada dirinya sendiri karena dia tidak bisa demikian kepada mendiang ibunya sendiri semasa beliau masih hidup. Seunghyun yang dulunya adalah anak yang bermasalah, tidak pernah punya kesempatan untuk membalas semua kebaikan ibunya. Dia justru menjadi penyebab kematian ibunya secara tidak langsung ketika ibunya tersebut berusaha menghalangi ayah Seunghyun yang hendak menusuk Seunghyun ketika mereka berkelahi.

Peristiwa itu terjadi ketika Seunghyun dan ayah Seunghyun sama-sama mabuk dan memulai pertengkaran. Ibu Seunghyun yang melihat suaminya hendak menusuk Seunghyun, langsung berdiri di depan Seunghyun dan menerima tusukan di perutnya. Perempuan paruh baya itu sempat dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tak tertolong karena pendarahan yang cukup parah.

Seunghyun ingat bagaimana hancurnya dia saat itu. Usianya baru lima belas tahun ketika dia kehilangan ibunya. Perasaan bersalah selalu menghantui Seunghyun. Sesal tak berujung adalah teman Seunghyun. Sakit dan rasa kehilangan akan selalu menyertai langkah Seunghyun seumur hidupnya. Semua itu adalah hukuman untuk Seunghyun karena telah menyiakan kasih sayang ibunya selama ini.

Karena itu batin Seunghyun bergejolak ketika bertemu dengan Siwon. Siwon adalah kebalikan dari dirinya. Seunghyun anak durhaka sedangkan Siwon anak berbakti. Ibu Seunghyun adalah malaikat yang tak pernah dianggap sedangkan ibu Siwon adalah iblis berwajah malaikat. Seunghyun tidak bisa menerima kenyataan bahwa takdir begitu senang mempermainkan manusia.

Siwon melangkah kakinya selangkah demi selangkah. Toko tempatnya bekerja tidak jauh dari bank tersebut. Hanya membutuhkan waktu selama sepuluh menit untuk sampai ke toko jadi bukan masalah jika Seunghyun meninggalkannya. Hanya saja, langkah Siwon selalu berat jika Seunghyun berbuat demikian. Bagi Siwon, membuat Seunghyun marah adalah kesalahan besar. Dia tidak ingin sahabatnya marah, dia tidak ingin kakaknya marah, akan tetapi Siwon tak bisa menuruti perkataan Seunghyun yang menginginkannya untuk membenci ibunya sendiri. Siwon tak bisa melakukannya karena,

“Dia sudah memberikan lebih dari apa yang aku inginkan hyung. Dia memberikan aku kehidupan.”

.

.

.

“Kami pergi dulu sayang. Ingat, kau harus menuruti apa perkataan Choi ahjumma ya. Kami akan kembali dua bulan lagi. Kami mencintaimu.”

Cinta.

Kata itu tak berarti apapun untuk kalian, umma, appa.

Kata itu hanya kata biasa yang sering terlontar dari bibir kalian berdua jika diucapkan kepadaku.

Kalian tidak mencintaiku.

Kalian membenciku.

Tapi karena aku anak yang dihasilkan dari pernikahan resmi kalian, mau tidak mau kalian harus menjadi orang tua yang paling sempurna di mata masyarakat. Walau kenyataannya, aku hanyalah boneka pajangan demi menjaga nama baik kalian berdua, agar kalian terlihat seperti pasangan yang sempurna, terlihat sebagai orang tua yang baik.

Cinta.

Kata itu akan bermakna untuk kalian jika diucapkan kepada selingkuhan kalian berdua. Kata itu berarti yang sesungguhnya jika terucap untuk buah hati kalian masing-masing, untuk saudara-saudariku.

Aku anak tunggal, tapi aku memiliki saudara.

Aku bergelimpang harta, tapi aku tak memiliki kasih sayang sama sekali.

Aku dikelilingi oleh banyak orang, teman, tapi aku sebatang kara.

Aku benci orang tuaku.

Aku benci hidupku.

Aku benci diriku.

.

.

.

“Siwon-ah, mungkin sebaiknya kau membeli baju baru. Bajumu terlihat kusam dan lusuh.” Usulan itu keluar dari mulut Seunghyun setelah dia mengamati penampilan Siwon yang seadanya.

“Aku yakin jika kau mau merapikan rambutmu dan mengganti pakaianmu, kau bisa menjadi model Siwon-ah.”

“Tidak mungkin hyung. Aku terlalu kurus untuk itu dan aku tidak tampan. Semua model itu tampan hyung.”

“Kau boleh tuli di sebelah telingamu Wonnie, tapi aku yakin kau tidak buta. Apa kau tak pernah melihat dirimu sendiri di kaca?”

“Setiap hari saat aku mandi hyung.”

“Bukan itu maksudku! Apa kau tidak sadar bahwa kau tampan Wonnie? Dan apa tadi? Kurus? Yah, sedikit tapi kau berotot kawan. Kau seksi.”

“Hentikan hyung. Aku merinding mendengarnya.”

Plak!

“Bocah sial. Aku sedang memujimu! Sudah! Kau diam saja. Kalau kau tidak mau mengeluarkan uangmu untuk membeli baju, aku yang akan bayar.”

“Tidak usah hyung. Aku tidak perlu baju baru. Yang sekarang masih bisa aku pakai. Lagipula sayang uangmu dipergunakan untuk kebutuhanku hyung. Kau sendiri sedang menabung untuk uang jaminan demi ayahmu bukan hyung? Kau lebih memerlukan uang itu daripada aku.” Ujar Siwon panjang lebar untuk menolak tawaran Seunghyun. Pemuda itu tahu bahwa Seunghyun juga tidak seberuntung dirinya dalam masalah keuangan.

Mereka berdua harus berjuang keras hanya untuk hidup dan memenuhi kebutuhan lain. Itulah sebab Siwon selalu berhemat dan dia juga tak ingin Seunghyun menghamburkan uangnya hanya untuk dirinya padahal Seunghyun masih membutuhkan uang tersebut.

Mendengar penuturan Siwon tentang ayahnya, wajah Seunghyun menjadi muram. Benar yang dikatakan Siwon tadi, Seunghyun sedang menabung untuk uang jaminan kebebasan ayahnya. Pengadilan memutuskan bahwa ayahnya mendapat keringanan hukuman penjara karena tidak sengaja membunuh ibu Seunghyun. Namun Seunghyun ingin segera bersama dengan ayahnya karena hanya tinggal dia satu-satunya keluarga Seunghyun. Dan untuk bisa bersama, Seunghyun har

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chookyuu
#1
Chapter 10: Wonteuk sudah bersatu ..
Sekarang tinggal kangteuk yang harus di satu kan heheh
pingpongkio #2
Anotherrr wonkyus ff
BabyBugsy
#3
Chapter 10: seneng denger siwon udah sembuh~ meskpun masih harus check up rutin. Tp semangat siwon.. Hihiihihi
wonkyu makin lengket tak terpisahkan hehe tunggu mrka nikah ajah :D
semoga suatu saat leeteuk dpt maafin kangin, mungkn butuh waktu lgi untuk menyembuhkan hatinya :)
BabyBugsy
#4
Chapter 10: seneng denger siwon udah sembuh~ meskpun masih harus check up rutin. Tp semangat siwon.. Hihiihihi
wonkyu makin lengket tak terpisahkan hehe tunggu mrka nikah ajah :D
semoga suatu saat leeteuk dpt maafin kangin, mungkn butuh waktu lgi untuk menyembuhkan hatinya :)
chookyuu
#5
Chapter 9: Ah! Gantung kak
chookyuu
#6
Chapter 8: Ah ! Dunia memang kejam .. kkkkk
chookyuu
#7
Chapter 7: Seperti bukan fanfic wonkyu
chookyuu
#8
Chapter 5: Hampir aja salah paham
chookyuu
#9
Chapter 4: HahahahahaxD kenapa siwon jadi babo begitu?
BabyBugsy
#10
Chapter 9: ciyusan ini end? Cuman gini ajah? Ga ada kelanjutan hidup siwon sampai menikah atau kalau ga gitu sampai dia sembuh dri sakit deh. Kasihan kalau cuman disni doang :(((