Lied
Carmen FantasyHari ini adalah hari untuk mempresentasikan penelitian Biologi mereka. Gara-gara mendapat urutan pertama, Jongin dan Soojung jadi gugup berat. Sekarang mereka berdua duduk dengan jantung berdentum-dentum di meja paling belakang sambil menunggu Mr. Park yang baru saja keluar kelas lima menit yang lalu.
“Jongin,” panggil Soojung, memecah keheningan yang melingkupi mereka.
“Huh?”
“Aku mau menjadi juru bicara,” kata Soojung. Jongin menatapnya dengan alis bertaut. Selama ini gadis itu selalu malas-malasan mengerjakan, kenapa sekarang dia mau menjadi juru bicara?
Menyadari pandangan bingung Jongin, Soojung melanjutkan. “Selama ini kan kamu sudah banyak bekerja, sementara pekerjaanku sedikit sekali, jadi aku mau menjadi juru bicara agar kita impas.”
“Kamu yakin?” Jongin masih belum percaya.
Soojung mengangguk mantap. “Seratus persen. Aku sudah berlatih berbicara tadi malam, jadi kamu tidak usah khawatir.”
Mr. Park masuk berbarengan dengan Jongin yang mengangguk menyetujui permintaan Soojung. Sang guru memanggil mereka berdua untuk maju ke depan. Belasan mata yang terpaku padanya membuat Soojung tambah gugup, tapi dia segera menepis perasaan itu jauh-jauh. Dia tidak boleh mengecewakan partnernya.
“Tujuan dari percobaan kami kali ini adalah untuk membuktikan bahwa pernapasan pada serangga membutuhkan oksigen dan juga untuk menghitung rata-rata pernapasan pada serangga ml per menit, untuk melakukannya kami menyiapkan bahan-bahan seperti…”
Jongin mencuri pandang pada gadis disampingnya sambil menunjukkan bahan-bahan yang disebutkan Soojung pada penonton. Diluar dugaannya, Soojung mempresentasikan seluruhnya dengan sangat baik. Diam-diam, Jongin berterima kasih pada Mr. Park karena sudah memasangkan mereka berdua.
--
“Berita baru.”
Soojung yang sedang mengobrol dengan Seulgi menoleh, mendapati Jongin sudah berdiri bersandar pada piano Seulgi.
“Apa?”
“Kakak pertamaku sampai dari Amerika hari ini dan keluargaku akan merayakannya dengan acara makan malam di rumah,” jawab Jongin. “Kamu lembur, ya.”
“Aku tidak bisa sampai malam sekali. Chanwoo perlu diurus.”
“Aku akan mengurusnya,” Kata Seulgi, membuat Soojung segera memandangnya penuh terima kasih. “Asal Jongin menambah gaji Soojung.”
Jongin tertawa pelan. “Tenang saja. Aku membayarnya per jam, kok.”
“Wah, wah, ada apa ini?” Sehun segera bergabung dengan forum itu. “Kalian sedang merencanakan sesuatu tanpaku? Curang!”
Soojung mendelik. “Kamu mau ikut jadi asisten rumah tangganya Jongin?”
“Boleh saja,” ucap Sehun, membuat Soojung melongo. “Hanya beres-beres, kan? Piece of cake.”
“Masak, lebih tepatnya,” kata Jongin. “Dan kami memerlukan banyak sekali makanan. Bagus kalau kau mau membantu.”
“Tentu aku mau. Kebetulan nanti shift ku akan diganti barista lain.”
Seulgi mengangkat alis. “Memangnya kamu bisa masak?”
“Wah, Kang Seulgi, jangan sekali-sekali meremehkanku,” Sehun mengangkat kerah. “Begini-begini, aku sering masak kalau orang tuaku tidak ada dirumah.”
“Ya, masak air.” Kata Soojung, mengundang tawa kedua temannya, sementara Sehun misuh-misuh.
“Kalau begitu, aku mau ikut bantu juga, deh,” kata Seulgi. “Chanwoo dibawa saja ke rumahnya Jongin.”
Jongin mengangguk. Soojung melotot, lalu segera menariknya menuju pojok ruang orkestra, jauh dari Sehun dan Seulgi.
“Kenapa?” tanya Jongin. “Bukannya bagus kalau banyak yang membantu?”
“Bagaimana sih kamu? Katanya mau merahasiakan soal keluargamu.”
Jongin kelihatannya baru menyadarinya, tapi dia langsung menggeleng. “Nggak apa-apa. Kan hanya mereka berdua. Diberi tip sedikit pasti mau untuk menjaga rahasia.”
Soojung mendengus. “Dasar orang kaya.”
--
Mereka memang mau menjaga rahasia, tapi mereka tidak mau menerima tip dari Jongin.
“Kenapa kau merahasiakannya? Ini kan suatu kebanggaan.” Kata Sehun sambil memotong sayuran. Dia dan Seulgi tidak terlalu bisa masak. Daripada menghancurkan dapur Jongin, lebih baik mereka memotong-motong saja. Sementara itu, Chanwoo sedang main dengan ketiga anjing Jongin di ruang tengah.
Jongin menggeleng. “Nggak, ah. Nanti aku jadi terkenal lagi.”
“Hah?” Sehun dan Seulgi merespon berbarengan.
“Sudahlah, kita tidak akan pernah bisa mengerti jalan pikiran Kim Jongin,” ucap Soojung, menyendok kuah sup brokoli keju dan mencicipinya. “Hmm…”
“Bagaimana?” Jongin mendekati Soojung. Dia merebut sendok dan ikut mencicipi sup brokoli keju tersebut. Tampangnya berubah masam. “Jung, terlalu asin!”
Soojung melotot. “Lidahmu bermasalah kali!”
“Enak saja,” Jongin menyentil keningnya. “Perbaiki ini. Joonmyun hyung tidak akan senang.”
“Tapi—“
“Kamu mau dipecat keluargaku hanya karena kesalahan sekecil ini?”
Walaupun masih sebal, Soojung melakukannya juga.
Setelah berjam-jam, kegiatan memasak selesai. Berbagai makanan menggugah selera dihidangkan di atas meja makan. Yang utama adalah beef casserole kesukaan Tn. Kim, pasta kesukaan Ny. Kim, sup brokoli keju kesukaan Joonmyun, wiener schnitzel kesukaan Jongdae, dan steik ayam kesukaan Jongin yang dimasaknya sendiri. Wangi makanan-makanan tersebut tercium sampai ke ruang tengah sampai Chanwoo datang dan merengek meminta pasta. Jongin yang tertawa melihat tampang melasnya mengabulkan permintaan Chanwoo. Dia mengambil sedikit porsi ibunya untuk Chanwoo.
“Nggak apa-apa?” tanya Soojung, tampak sungkan.
“Nggak apa-apa,” Jongin mengangguk. “Lagipula, Ibuku lagi diet.”
Telepon rumah berbunyi. Jongin segera melesat untuk mengangkatnya.
“Halo, kediaman Kim Jinhyuk, Kim Dahae, Kim Joonmyun, Kim Jongdae dan Kim Jongin. Ada yang bisa saya bantu?”
“Duh, Jongin,” kata seorang wanita di seberang sana. “Bagaimana
Comments