Our Heart

Our Memory
Luhan POV Guangzhou Belum ada percakapan yang berarti antara luhan dan Jiayi sejak kepulangan mereka dari Florence. Luhan masih belum menanyakan siapa Yifan dan sudah sejauh apa hubungan Yifan dengan Jiayi. Sedangkan Jiayi sendiri masih enggan berbicara dengan kakaknya yang menurutnya semakin tak peduli padanya. “Kau sudah makan?” Tanya Luhan ketika Jiayi sudah duduk manis di mobilnya. Ia menatap adiknya lekat. Ada yang berbeda dari Jiayi. Sejak kapan Jiayi menggunakan lipgloss ke kampusnya? Setahu Luhan Jiayi hanya memoleskan liptint tipis2. Ia juga mengenakan eyeliner dengan warna terang. “ sejak kapan kau rajin berdandan, Jia?” tanyanya lagi “aku belum makan dan sudah lebih dari seminggu aku mengenakan make up seperti ini” jawab Jiayi enggan. “oh” Luhan hanya ber –oh ria kemudian dengan segera membelokkan mobilnya ke restoran Italia favorit Jiayi. Mereka duduk berhadapan namun tak ada satupun dari mereka yang saling menatap. Mereka ingin bicara tapi tak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Mereka saling merindu tapi tak ada satupun yang melepas ego. Hingga sang kakak yang menurunkan harga dirinya dengan mencoba memulai percakapan “kau semakin sibuk dengan kuliahmu, Jia?” Tanya Luhan “menurutmu, ge?” Jiayi yang memang ‘sedikit’ jutek balik bertanya pada kakaknya “aku seperti tidak mengenalmu Xi Jiayi. Aku bahkan tidak mendengar kabarmu padahal kita tinggal bersama” ujar Luhan lagi “menurutmu? Kau juga tidak seperti kakakku yang kukenal. Kau kenapa sih ge?” Jiayi mulai tidak sabaran dengan sikap Luhan yang dingin terhadapnya. Ia bahkan tidak tau apa kesalahannya. “aku yang seharunya bertanya kenapa disini!” nada bicara luhan mulai meninggi, membuat Jiayi bergidik mendengarnya. “apa yang kau dan Wu Yifan lakukan saat malam terakhir kita di Florence? Apa kau masih sering menghubunginya begitu tiba di Guangzhou? Apa kau berdandan secantik ini demi dia?” luhan mulai kehilangan kendalinya. Ia benar2 tidak bisa menahannya lagi. Hari ini ia akan menyelesaikannya semua dengan Jiayi. Jiayi terperangah dengan perkataan Luhan. Ia tidak menyangka jika kakaknya akan begitu terluka dengan kehadiran lelaki bernama Wu Yifan di hidupnya. Namun ia tidak menyalahkan siapa2 disini. Ia merasa nyaman dengan perlakuan Wu Yifan terhadapnya, namun Jiayi juga masih sangat mencintai Luhan. Ia masih tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Luhan.
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet