4 – I WANT TO BECOME YOUR ONLY RAIN

LET RAIN REMOVES MY TEARS

Bianca’s POV

Aku terbangun dengan kepala yang terasa sangat berat dan rasa ingin muntah, tapi aku sadar aku belum makan apa-apa, jadi aku pasti masuk angin. Aku segera keluar kamarku dan menemukan 7 orang pria bergeletakan diruang televisi lantai dua rumahku. Disana dua saudara tiriku tampak tidur berbaur dengan 5 member EXO-M. wajah mereka yang masih pulas menyiratkan kalau mereka kelelahan. Aku menoleh kearah televisi yang masih menyala dan buram karena sudah tidak ada acara yang disiarkan. Berati ini masih dini hari bukan? Aku mencoba memberikan bantal-bantal pada mereka yang tidak menggunakan bantal.  Terutama memberikan selimut pada Keito dan Yuto serta Xiumin, mereka bertiga nampak kedinginan.

Langkahku berhenti saat mencapai sofa panjang dimana Yixing, sepupuku tengah tidur pulas. Aku tersenyum memandang wajahnya. Wajahnya selalu lucu saat tidur seperti itu, perlahan tangaku terulur menyentuh kepalanya. Sejak dulu Yixing menjadi sahabat sekaligus saudaraku, usia kami yang seumuran membuat kami jadi dekat satu sama lain. Berbagi dalam banyak hal. Tapi soal cinta kami lebih suka menyembunyikan semuanya sendirian. Itulah kenapa sejak kepergian Yifan, Yixing menjadi sangat khawatir padaku. Dia takut aku menjadi semakin rapuh karena tak punya tempat berbagi.

Aku tak mudah mempercayai orang, aku selalu berhasil tidak meletakkan ‘telur’ yang aku punya dalam satu keranjang dan selama ini aku selalu bisa mengendalikan diri. Mungkin karena itu jugalah Yixing menjadi sangat khawatir padaku. Srekk srekk! Terdengar gesekan kulit kaki dan karpet serta selimut, aku menoleh menemukan Keito sudah bangun dan menatapku, “Aku membangunkanmu, Keito?” tanyaku. Dia menatapku dengan mata menyipitnya, benar juga kata Chinen-kun, dia mirip dengan gorilla kalau seperti itu. “Kau sudah bangun, Bianca?” tanyanya. Aku mengangguk.

“Daijobu?” tanyanya. Aku mengangguk, “Kalian begadang?” tanyaku, gantian dia yang mengangguk. Kemudian dia berdiri dan mengambil segelas air mineral yang diletakkan dimeja kecil. Dia minum sambil memandangiku. Aku mulai merasa tidak nyaman kemudian meninggalkannya. Tapi dia menahanku, aku menoleh tepat setelah tangannya menggenggam erat pergelangan tanganku. “Nani?” tanyaku. Dia nampak tersenyum, “Kau, masihkah kau membenciku dan Yuto?” tanyanya. Aku terpengarah dengan pertanyaannya. Bagaimana dia tahu? Aku selalu membenci pernikahan ibu dengan ayah mereka. Aku benci keluarga ini. Sejujurnya aku…

“Aku dan Yuto tak pernah membencimu. Kami senang memilikimu sebagai keluarga kami. Kami selalu ingin punya adik perempuan, karena itulah kami menjahilimu, dan itu menyenangkan membuatmu marah. Sebenarnya kami menyayangimu.” Belum selesai aku menyelesaikan keluhan dalam hatiku Keito sudah lebih dulu berbicara. Kalimatnya indah dan menenangkan. Aku menatap sepasang matanya yang teduh, berbeda dengan mata milik Yuto yang cerah dan ceria, mata Keito menenangkanku. Mirip dengan….

“Tadi Jesse mengakui kalau dia menyukaimu. Dia bercerita kepada kami kalau belakangan ini dia memperhatikanmu. Apakah kau marah padanya karena kau juga punya perasaan padanya?” lagi-lagi Keito menyela suara hatiku. Salahku juga sih, aku terlalu banyak diam. Aku menggeleng lemah, “Aku tak punya tempat untuk menyukai seseorang. Seluruh hatiku sudah dibawa seseorang.” Jawabku. Keito bergerak maju dan memelukku, “Hey Sister. Lain kali ceritakan pada kami tentang hatimu, tentang perasaanmu, bagaimana kau jadi kehilangan seseorang dan bagaimana kau menhagapinya. Jangan lagi disimpan sendirian karena kalau tidak kami akan menjahilimu lagi. Mengerti?” bisiknya ditelingaku. Mau tidak mau senyumku mengembang dan aku mengangguk pelan, “Emm… arigatou Keiti niisan.” Balasku.

Dia melepaskan pelukannya dan memegang bahuku mantap, “Keiti?” tanyanya penuh selidik. Aku mengangguk, “Aku baca artikel kalau Yuto niisan dipanggil Yutti oleh senpainya. Jadi aku pikir akan lebih bagus kalau kau juga dipanggil Keiti. Jadi Yutti-Keiti. Keren kan?” jawabku sambil tersenyum. Matanya yang kecil membulat seketika dan menggelitiku, “Nani?? Coba bilang sekali lagi.” Uajrnya. “Ahhahahahahaaa gomen naaaa niisannnnn… gomen naaaaaaa… ahahahahahaha” aku tak bisa berhenti karena dia terus menggelitiku. Sepertinya ini tawaku yang pertama.

……

 

Author’s POV

Lay terbangun karena mendengar suara tawa Bianca sepagi itu. Tak hanya Lay yang bangun tapi semua member EXO-M juga terbangun termasuk Yuto. Mereka saling melirik dan tersenyum kemudian sama-sama bergerak bangun. “Apa yang kau lakukan, keito?” tanya Yuto. Keito menghentikan aksi menggelitik Bianca, sedangkan Bianca masih tertawa dan terengah-engah, Bianca berlari kebelakang Yuto yang tak jauh darinya, “Niisaaaannnnn…. Keito niisan jahat padaku. Dia menggelitikiku.” Adu Bianca sambil memegangi kaos Yuto. Mata Yuto membulat karena ini kali pertama Bianaca bertingkah begini kekanakan. Yuto melirik pada Keito yang hanya dibalas Keito dengan senyuman singkat.

Dan seperti paham maksud Keito. Seketika Yuto membalik badannya dan langsung menyerang Bianca dengan menggelitikinya. “Niisaannnnnnn ahahahhahahahahahaha stopppppp…” Bianca kembali tertawa-tawa karena gelitikan Yuto, lalu keiti bergabung termasuk Lay, Luhan, dan Chen. Xiumin hanya menggelengkan kepalanya sementara Tao hanya memandangi kejadian ajaib itu, “Hyung, ini pertama kalinya Bianca tertawa sepuas itu.” Bisik Tao apad Xiumin. Xiumin mengangguk singkat tapi ikut tersenyum.

Aksi menggelitik Bianca hanya berjalan 2 menit saja karena mereka sipelaku merasa kelelahan dan terlebih Lay yang kasian melihat Bianca terlihat mengeluarkan air mata. Bianca memegangi perutnya, “Kalian jahattttt….” Ujar Bianca manja. Aku kan lebih tua darimu Yutti dan keiti! Yixing, aku jahat sekali! Chen aku tak menduga kau ikut campur. Ihhh dan kau Luhan, kau menyebalkan.” Seloroh Bianca. Mereka kembali tertawa, kemudian Lay mengulurkan tangannya pada Bianca, membantunya bangun karena tadi dia terguling diatas sofa.

“Terima aksih sudah kembali, Bianca.” Ujar Lay. Bianca menatap uluran tangan Lay lalu menyambutnya, “Senangnya sudah kembali.” Jawab Bianca singkat. 7 lelaki itu mengerubungi Bianca dan memeluknya. “Terima kasih semuanya” ujar Bianca.

……

 

Ini adalah hari ketiga sejak kejadian dirumah Yuto, Keito dan Bianca tempo hari. Tapi sekalipun Jesse tidak pernah melihat Bianca. Bianca seperti menghilang. Dalam hati kecil Jesse, dia merasa bersalah kalau memang benar hubungan ketidakmunculan Bianca itu karenanya. Kemudian Jesse mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan.

 

To : [email protected]

From : [email protected]

Subject : Sorry

Bianca… I am sorry about yesterday. Apakah kau sakit? Aku membutuhkanmu untuk menyelesaikan tugas kita. Inoo sensei meminta kita satu kelompok tugas hari ini.

 

Jesse mengirimkan pesan itu. Menunggu dan menunggu. Tapi ketika benar-benar dia tak menerima balasannya. Akhirnya dia meninggalkan bangku yang biasanya ditempati Bianca. Jesse menghela nafasnya kuat. Kakinya beranjak melangkah dan makin jauh. Yang tidak diketahui Jesse adalah sepasang mata Bianca mengawasinya dari kejauhan. Sengaja Bianca membiarkan Jesse sendirian duduk dibangku yang biasa dia duduki. Karena Bianca merasa bukan kapasitas Jesse untuk menyukainya. Karena Bianca tidak punya rasa yang tepat untuk membalas rasa suka Jesse padanya.

Hati Bianca kelu setiap teringat kalimat Keito, "Jesse menyukaimu." kalimat itu berdesing otaknya. Menolak dihapus. Saat semua hubungan dengan keluarga barunya menjadi baik dan sejajar dengan itu, hubungannya dengan EXO juga makin baik maka hati Bianca yang harusnya makin ikhlas melepas Yifan malah semakin merasa bersalah. Dia takut mengkhianati Yifan meskipun dalam hati. Sementara jika dia menerima ajakan Jesse bertemu apalagi menerima perasaan suka malah membuatnya merasa memgkhianati total kepercayaan Yifan yang diberikan padanya. Karena itulah dia perlu menghindar. Sejak kejadian 3 hari lalu, Bianca datang ke kelas lebih awal dan memilih kursi belakang yang didepannya ada mahasiswa tinggi menutupinya. Baru keluar kelas saat Jesse benar-benar jauh darinya Bianca akan keluar kelas dan mengikuti kelas berikutnya. Selalu ritme yang sama.

Puk. Seseorang menepuk bahu Bianca pelan. Bianca menoleh, “Kau??” Bianca terpekik kaget. Sebuah senyum lebar merekah didepannya. “Aku melihatmu berdiri disini. Makanya aku berjalan pergi dan kembali lagi. Kau menghindariku kan?” tanya Jesse. Seseorang itu adalah jesse. Bianca mundur beberapa langkah dan hampir terjatuh kalau saja Jesse tidak sigap menangkapnya, “Jangan menghindariku lagi. Kumohon.” Ujar Jesse pelan, lalu Jesse membantu Bianca berdiri tegak. Mata Bianca memanas seketika, dia ingin menangis karena hatinya yang bingung, “Jesse-kun.. aku…” kalimat Bianca berhenti saat tiba-tiba Jesse mencium bibirnya.

……

 

Bianca’s POV

Aku memukul bantalku berkali-kali karena aku masih saja tidak bisa tidur saat mengingat kejadian tadi siang. Aku menyentuh bibirku, benarkah dia menyukaiku? Kalau tidak kenapa dia menciumku? Apakah aku menyukainya? Ahhh aku merasa bodoh berbicara dengan diriku seperti ini. Aku bangkit dan keluar kamar, perutku terasa melilit karena lapar. Aku berjalan menuju dapur, disana sudah ada Keito yang sedang menggoreng hamburger. Dia menoleh padaku, “Konbanwa sister… kau lapar? Mau aku masakkan hambuger?” tanyanya.

Aku tersenyum dan mengangguk, “Emm…. Arigatou Keiti niisan.” Dia mendelik, “Jangan panggil begitu sihhh.” Tapi dia tetap tersenyum dan melanjutkan kegiatannya. Aku meraih sebotol jus jeruk dan mencoba meminumnya. “Tadi Jesse kemari, dia bertanya kau sudah pulang atau belum. Saat akan kupanggil dirimu Jesse menolak mentah-mentah. Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?” tanyanya. Aku sedikit tersedak karena kalimat Keito, lalu dengan cepat aku menghampirinya, “Tidak ada apa-apa kok. Dia saja yang aneh. Kenapa coba menciumku.” Oppssss… aku kelepasan mengatakannya.

Aku melirik Keito yang tersenyum, “Jadi kalian berciuman hum?? Bukan pacar tapi berciuman. Ckckck. My sister is very naughty.” Aku memukulnya berkali-kali, “Awww… Itte!!! Nanti kecipratan minyak nihhh.” Protesnya. Lalu aku mencubit perutnya yang six pack. “Jangan bilang pada siapapun huh. Mengerti tidak niisan.” Ujarku dan dia hanya terkekeh. “Merahasiakan soal ciuman itu dariku juga tidak, sister?” aku menoleh dan menatap horror pada Yuto.

“Kau mendengarnya niisan?” tanyaku. Dia tersenyum lebar. Tangannya menggenggam ponsel putih dengan lambang apel digigit, “Aku bahkan sempat merekamnya. Hihihi.” Ujarnya. Aku langsung menghampirinya dan berusaha merebut ponselnya. Tapi akunya yang terlalu bodoh. Tinggi saudara tiriku ini sudah lebih tinggi dari Sehun. Berrati sudah 188cm. mirip dengan Kris!

……

 

Author’s POV

Keito mengawasi Bianca yang tiba-tiba pergi dari hadapan Yuto saat tak bisa menggapai ponsel ditangan Yuto. “Eh, dia marah?” tanya Yuto bingung. Keito meletakkan penggorengan dan spatula yang dipegangnya. Setelah meniriskan dua buah hamburger di dua buah piring, Keito melepaskan celemek warna biru dengan motif kotak-kotak. Lalu pergi keluar mengejar Bianca. Tapi langkah kakinya berhenti saat melihat Bianca kini tidak lagi sendiri. Ada Jesse disana, dihadapan Bianca dengan senyum yang dipaksakan, dengan sorot mata yang bingung dan merasa bersalah. Keito mundur dan berbalik masuk. “Sudah, biarkan dia. Kau benar merekam suaranya?” ujar Keito pada Yuto yang hendak mengekor menyusul Bianca. Yuto sempat mengintip dan raut wajahnya lega ketika melihat Bianca disana bersama Jesse. Yuto menggeleng, “Bodoh aku, kalau benar-benar merekamnya. Tentu saja tidak. Aku hanya menggodanya. Tapi dia beneran marah?” tanya Yuto. Keito mengangkat bahu, “Wakaranai. Lebih baik kita makan dulu. Biar nanti Bianca kumasakkan sesuatu yang lain.” Ajak Keito. Yuto mengangguk dan mengekori Keito.

Sementara Bianca kini menatap dua mata Jesse. Bianca dapat membaca rasa bersalah dan perasaan suka yang tergambar sangat gamblang di wajah dan sorot mata Jesse. Bianca menghela nafasnya, “Kau mau apa?” nada suara Bianca sangat lemah. Dia sudah lelah untuk berdebat, lelah untuk berlari. Karena bohong namanya kalau dia tidak menikmati saat bersama Jesse. Saat bersama Jesse, meskipun memori mereka sangat sedikit tapi semua meninggalkan jejak di hati Bianca. Dia berbohong pada hatinya karena tidak mau dianggap mudah berubah hatinya.

Jesse melangkah maju dan makin memperkecil jarak antara dirinya dengan Bianca. Dia sudah memperhitungkan semuanya. Tak peduli dia mau dianggap apa, tapi satu tujuannya hari ini adalah, perasaannya tersampaikan. “Aku menyukaimu. Apakah kau bisa mengatakan kalau kau juga menyukaiku?” tanya Jesse. Mata Bianca membulat, dia menggeleng lemah. “Katakan kau tak pernah menikmati saat bersamaku! Katakan kau tak pernah sedikitpun menungguku!” pinta Jesse. Tapi Bianca hanya bergeming dan menatap lemah pada Jesse. Detik-detik berlalu, berganti menit. Dan Jesse menunggu. “Katakan kau juga menyukaiku, huh? Aku melihatnya dari matamu.”

Bianca hanya bergeming. Bingung sendiri harus berkata apa pada laki-laki didepannya. Dia mengigiti bibir bawahnya. Tapi matanya masih mengawasi mata Jesse. Dan Jesse menunggu. Detik demi detik kemudian berganti menjadi menit. Saat menit itu menginjak ke puluhan Jesse mulai lelah dengan gadis keras kepala itu. Dia hanya perlu kepastian akan perasaannya yang tak satu arah. Jesse hanya perlu Bianca jujur. Tapi Bianca masih bergeming. Perlahan Jesse bergerak mundur, dia merasa kalah total dari perang melawan kejujuran hatinya.

Buk!  Bianca tiba-tiba saja sudah mengulurkan sepasang lengannya dan memeluk leher jenjang Jesse. Jesse terpengarah mendapati aksi Bianca yang tiba-tiba. Dia tak pernah melihat gadis ini bisa bersikap seperti ini. Senyum Jesse mengembang, sekali lagi dia menunggu Bianca berkata untuknya, dibiarkannya Bianca berada dalam pelukannya. “Suki desu. Watashi wa anata o aie.” Bisik Bianca lirih. Jesse makin melebarkan senyumannya, kemudian dia balas memeluk Bianca dan membelai punggung gadis itu lembut. Menit demi menit mereka habiskan dalam diam. Lalu Jesse melepaskan pelukan itu.

“Bianca… biarkan aku menjadi hujanmu. Jangan sedih lagi. Aku mendengar semua ceritanya dari Keito dan Yixing. Jangan menanggung semuanya sendirian lagi. Bagilah bersamaku.” Ujar Jesse. Wajah Bianca bersemu kemudian air matanya menetes jatuh ke pipinya. Jesse menghapus air mata itu dengan jemarinya. Bianca menangkap tangan Jesse, “Jangan buat aku seperti ini, Jesse. Aku tak mau dibilang sebagai perempuan yang mudah berubah hatinya. Aku tak mau nengkhianati cintanya.”

Jesse menggelang dan menangkup kedua pipi Bianca yang basah, wajah Bianca yang bersemu merah menghangat. “Kau bukan mengkhianatinya. Tapi kau mencari kebahagiaan lainnya. Membiarkan dia tenang disana. Tentunya dia sedih melihat kau seperti ini. Bagilah bersamaku.” Pinta Jesse, perlahan Jesse berlutut didepan Bianca seolah-olah sedang melamarnya. Bianca terkikik, “Hei, aku lebih tua darimu tau, Jesse.” Ujar Bianca sambil meraih jemari Jesse.

Jesse bangkit kemudian memeluk Bianca, “Arigatou. Dannn aku tahu kau lebih tua dariku. Karena itulah aku menyukaimu, baka.” Bisiknya. Bianca mengangguk dan tersenyum kemudian membalas  pelukan Jesse. Dia hanya ingin berada disana sekarang. Bersama Lewis Jesse.

 

(END)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet