3 – IT START WITH MISSUNDERSTANDING HEART

LET RAIN REMOVES MY TEARS

Jesse’s POV

Hari ini adalah hari ke 30 aku mengenalnya secara langsung. Hari ke 16 kalau menghitung aku mengiriminya email untuknya. Siapa yang peduli? Tentu saja otakku yang matematis ini mengitungnya tanpa aku minta. Dan aku semakin akrab dengan sosoknya yang selalu melamun. Dia, seperti tidak bernyawa disaat-saat tertentu. Membuatku ingin melindunginya sekuat yang aku bisa, entah trauma apa yang dimilikinya. “Senpai, hari ini aku tak ikut kerumahmu ya..” ujarku pada Yuto dan Keito. Mereka yang kini merupakan saudara tiri menoleh padaku, “Eh, tapi kami ingin mengenalkan saudara tiri kami. Dia kan seangkatan denganmu di kampus.”

Aku menoleh ogah-ogahan, “Tidak perlu senpai. Nanti pasti kami akan berkenalan sendiri.” Ujarku. Lalu sebuah lengan menyampir di bahu kiriku, “Hontou? Benar kau tak mau? Dia mahasiswi kelasku yang paling cantik loh, Jesse. Kau pasti mengenalinya.” Ujar Inoo Kei ditelingaku, aku hanya tertawa. “Ah, senpai begitu ya. Aku tidak berminat pada gadis manapun saat ini. Aku sudah memiliki satu orang yang ingin aku jaga.” Ujarku. “Benarkah? Siapa?” tanya Taiga yang muncul disampingku. “Adaaa… saja…. Baiklah, aku duluan ya. Aku akan menemuinya hari ini.” Ujarku sambil secepat mungkin menghindar dari pertanyaan senpai dan temanku.

Aku melangkahkan kakiku menuju sebuah stasiun. Aku menghafal kebiasaan gadis itu. Setiap hari rabu, dia akan duduk ditaman membaca buku, buku apa saja. Dan menatap langit hingga warna jingganya menghampiri. Dia akan mengunyah 2 sampai 3 buah biscuit coklat dan meneguk ocha dingin yang dibelinya di kantin kampus. Lalu saat waktu menujukkan pukul 7 sore, dia akan beranjak dan meninggalkan kampus. Mengambil bus warna hijau nomor 22 menuju kerumahnya. Aku tak tahu dia tinggal dimana, tapi aku menghafalnya. Sudah 4 minggu aku memergokinya melakukan rutinitas itu.

Pintu kereta terbuka tepat didepanku. Aku bergegas masuk namun mataku tercekat saat melihat pemandangan didepanku. Dia berdiri disudut kereta bersama beberapa pria yang mengelilinginya. Wajahnya berseri-seri saat mereka berbincang. Berbeda jika dia bersamaku.

Ya, Xiumin oppa, kau makin tembam.”

“Gurae? Benarkah aku makin tembam? Coba aku cek. Ya, Luhan mana cerminku.”
“Hei, jangan ngomong gitu, nanti dia diet mati-matian lagi.”

“Iya nuna, kau harus tanggung jawab kalau dia mendadak kurus lagi.”

“Tapi nuna, kau kurus sekali. Dua saudara tirimu pasti menyebalkan.”

“Hei Tao, lebih menyebalkan dirimu dari dua saudara tiriku.”

“Apa kabar bibi? Ah, tidak sabar bertemu dengan beliau.”

“Luhan oppa, kau makin jelek dengan rambut putih begitu. Ibu juga tidak sabar bertemu denganmu. hari ini semuanya berkemupul. Dua saudara tiriku juga akan membawa teman-temannya.”

“Kau baik-baik saja kan ya?”

“Tenang Chen, aku baik saja. Member K akan menyusul besok? Aku tak perlu menjemput mereka juga kan? Kalian menyusahkanku saja.”

 

Mereka bersenda gurau, dan untunglah mereka menggunakan bahasa yang sedang kupelajari, Mandarin dan Korea. Terima kasih Yamada senpai yang memaksaku belajar bahasa korea, terima kasih juga Inoo Senpai yang menyeretku ke tempat les bahasa mandarin setiap jumat untuk menemaninya. Aku memperhatikan senyumannya yang sama sekali baru. Aku tak mengenali wajah ceria itu bisa muncul dari parasnya yang selalu melamun. Kau lebih bahagia saat bersama mereka? Siapa mereka?

Mereka turun distasiun berikutnya dan aku mengikuti mereka. Mereka berenam berjalan beriringan dan masih bersenda gurau. Kali ini aku tak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Namun yang aku tahu dengan pasti mereka masuk kedalam rumah berhalam luas. Lalu dengan bodohnya aku nekat masuk kedalamnya. “Jesse!!!” tidak, aku dalam masalah. Bianca memanggilku. Dia mengenaliku, cepat cari alasan Jesse!

……

 

Author’s POV

“Jesse!!!” Jesse membalikkan badannya dan menghadapi tubuh mungil Bianca. Wajah Bianca kaget dan tak percaya didepannya ada Jesse, dirumahnya. Sedangkan Jesse memandang Bianca takut-takut. “Jesse, katanya kau tak mau ikut?” Yuto yang sedang makan sosis sapi sudah berdiri disebelah Bianca. Jesse menatap kearah Yuto, lalu kemudian Keito dan JUMP member yang lain sudah mengelilinginya. Masing-masing ditangan mereka kalau tidak memegang makan mereka pasti memegang gelas berisi orange juice. “Senpai? Aku.. aku…”

“Kau mengikuti kami kan, Jesse?” tanya Bianca menyelidik. Wajah Jesse seketika memucat sedangkan 9 JUMP memandang penuh tanda tanya dan rasa penasaran. “Bianca.. aku… aku…” Bianca bergerak maju dan menampar Jesse, “Bicara yang jelas, Jesse! Aku bertanya padamu! Kau mengikutiku kan? Sepupuku melihatmu mengikuti kami.” Jesse mengusap pipinya yang seketika memerah. Rautnya kembali bingung namun Bianca yang sudah hampir mengamuk ditahan oleh seorang pria yang tadi berjalan bersama Bianca. “Xiumin Hyung, bawa Bianca ke kamarnya.” Ujarnya dingin.

“Lepaskan aku Zhang Yixing! Jangan berani membawaku pergi Kim Minseok! Jangan menyentuhku Luhan!” Bianca berteriak dan dibantu dua orang lain yang dipanggil Minseok dan Luhan Bianca menghilang dari pandangan Jesse. Lelaki didepan Jesse tersenyum dingin dan mengangguk sekilas tanda hormatnya. “Perkenalkan. Namaku Zhang Yixing. Aku sepupu Bianca.” Ujar Yixing memperkenalkan diri. Baik member JUMP maupun Jesse mengangguk, hanya Yuto dan Keito yang bersikap wajar, seperti sudah saling kenal.

“Aku dan 4 temanku dekat dengan Bianca sejak 7 tahun yang lalu, sejak dia bertunangan dengan sahabat kami. Dulunya aku sudah dekat dengan Bianca karena dikeluarga besar kami hanya kami berudualah cucu mereka. Sejak meninggalnya sahabat kami, Bianca memutuskan mengikuti ibunya untuk pindah ke Jepang dan menikah kembali dengan ayah Keito dan Yuto. Lalu disinilah semua kembali dimulai. Bianca tidak bisa dipancing emosinya, dia bisa meledak seperti tadi, akan lebih baik menghindari hal-hal yang membuatnya marah. Dan dia paling tidak suka diikuti seperti yang kau lakukan. Aku mengatakan padanya kau mengikutinya karena aku hanya ingin memperingatkannya untuk lebih hati-hati. Ternyata justru membuatnya naik pitam seperti tadi. Hountoni gomennasai. Maafkan kesalahanku.” Ujar Yixing sambil membungkuk.

“Anoo…. Yixing-san, ini junior kami, Lewis Jesse. Dia tadinya kami undang ke acara ini kok. Karena kebetulan dia teman sekelas Bianca.” Ujar Yuto yang diikuti anggukan kepala Keito. Yixing menoleh dan tersenyum. “Sou dessuka? Karena itulah mungkin Bianca marah. Dia tidak suka diikuti. Jadi kumohon, Lewis-san, tolong jangan diulangi ya.” Jesse hanya mengangguk.

“Sa… Perkenalkan, Aku Chen, yang ini Tao, dan yang tadi membawa Bianca adalah Luhan dan Xiumin. Salam kenal semuanya. Ini pertemuan pertama kita.” Ujar Chen menyapa dengan bahasa Jepang yang baik. Yuto tersenyum, “Aku Yuto, ini Keito, yang ini Yamada dan Chinen. Ini Inoo Kei, lalu Hikaru, Daiki, Yabu dan Yuya. Salam kenal juga Chen-san.” Mereka berjabat tangan. Termasuk pada Jesse, “Sa… Jesse-ku, jelaskan apa yang terjadi?” tanya Inoo ketika suasana diantara mereka mulai mencair. Jesse tersedak seketika manakala mendengar namanya dipanggil.

“Daijobu?” tanya Chinen sambil mengulurkan tissue untuk Jesse. Jesse menerimanya dan mengangguk, “Arigatou, senpai. Anoo… sebenarnya aku hanya penasaran dan mengikuti Bianca tadi. Soalnya, aku tak pernah melihatnya seceria dan sebebas itu dekat dengan pria. Sejujurnya aku tak pernah melihatnya dekat dengan siapapun dan ketika bersamaku dia sama sekali tidak bisa seekspresif itu.” Ujar Jesse malu-malu. “Matte, Jesse-kun. Apakah maksudmu kau menyukai Bianca?” tanya Yamada. “Ehh… maksudnya ketika bersamamu apa pula?” tambah Chinen dengan penasaran. Otak keduanya yang paling cepat kalau urusan seperti ini. Jesse mendongak menatap senpainya dan saudara-saudara Bianca.

Pelan namun dengan mantap Jesse akhirnya mengangguk, “Hontou gomennasai Senpai! Aku memang menyukainya dan kami pernah berjalan bersama di Osaka. Setelah konser JUMP itu, aku bertemu dengan Bianca.” ujarnya sambil membungkuk. “What? You like our Bianca? How come?” tanya seseorang yang baru keluar dari rumah menuju halaman dimana mereka masih duduk mengelilingi meja panjang. “Luhan, tenang sedikit. Nanti Bianca mendengar.” Tegur Yixing, Luhan menggeleng sekilas, “Dia ketiduran, tadi dia menangis hebat.” Yang diiukuti dengan anggukan Xiumin. “Eh? Dia menangis? Apakah dia baik-baik saja?” tanya Keito. “Tak perlu khawatir, dia akan baik-baik saja.” Ujar Xiumin.

“Jadi, jelaskan padaku, kenapa kau menyukai Bianca?” tanya Luhan sekali lagi. Jesse termenung nampak menimbang-nimbang jawabannya, “Aku suka sorot dinginnya yang kesepian seolah-olah mengatakan ‘help me!’, membuatku ingin selalu berada didekatnya. Membuatku ingin terus melindunginya. Saat di Osaka itu aku melihat dia berdoa disebuah Kuil. Dan dia sendirian, jadi aku menghampirinya.” Jawab Jesse akhirnya. “Pantas dia menghilang tiba-tiba saat itu.” Uajr Keito.  Tao berjalan kearah Jesse dan  menepuk bahu Jesse pelan, “Ya, itulah yang terjadi pada kami. Kami selalu ingin melindunginya. Jadi jangan macam-macam.” Jesse kaget namun mengangguk. “Kenapa kau tak mengatakan padaku dari awal, baka! Kan aku bisa terus memasangkan kalian disetiap kelompok kerja.” Protes Inoo. Jesse hanya menangkupkan tangan dan berkata, “Gomen na senpai.”

Mereka semua tertawa bersama, “Jagakan dia untuk kami, Jesse-kun. Dia sangat rapuh dan dingin seperti es. Tapi juga kuat seperti crystal. Jadi dia bisa galak kapan saja dia mau.” Ujar Yixing hangat. Jesse mengangguk, “Tapi, masalahnya bagaimana membuat dia jatuh cinta padaku?” begitu kalimat tanya Jesse selesai diucapkan, Sembilan JUMP langsung menyingkir begitupun dengan 5 orang laki-laki lainnya. “Ganbatte ne!” ujar Xiumin sebelum benar-benar meninggalkan Jesse sendirian. Jesse menatap kekosongan itu, kepalanya mendongak keatas rumah berlantai dua itu, menemukan sepasang mata yang mengawasinya, atau itu cuma hayalannya saja.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet