She

That Women Loved

Di dalam studio, 13 anggota Super Junior menari untuk latihan come back mereka dengan lagu ‘y, Free, and Single’. Mereka berlatih selama 3 jam, dan sekarang sudah jam 3 sore. Akhirnya mereka selesai dan beristirahat. Semuanya duduk di lantai, dan minum air.

Sang manajer pun datang dengan salah satu karyawan SM, Park Jae Hwa. Mereka membawa ayam goreng, dan para anggota langsung mengerubuti kedua orang tersebut dan makan. “Kerja yang bagus untuk kalian semua!” ujar manager dengan semangat. “Hei, Dong Hae-ah! Makanlah ayam ini selagi panas…” katanya sambil duduk di sebelah Dong Hae.

Dong Hae tidak menatap manager dan meminum airnya, “Nanti saja…” ujarnya ketus. Lee Teuk yang melihat itu langsung menegur anggotanya itu. “Dong Hae-ah! Jangan bersikap ketus! Makanlah selagi kita bisa makan!” ujarnya. Dong Hae hanya menatap Lee Teuk lalu mengambil sepotong ayam.

Saat makan, tiba-tiba Jae Hwa bertanya kepada manajer “Hyung, tadi itu benar-benar Mi Ri bukan?”. Walaupun ia bersuara dengan pelan, tapi tetap terdengar oleh para anggota Super Junior. Semula studio yang ramai karena saling berbincang satu sama lain menjadi sunyi karena pernyataan Jae Hwa. Manager pun panik dan langsung menyuruh Jae Hwa untuk menutup mulut.

Begitu mendengar nama gadis itu, Dong Hae langsung diam. Ia merasa jantungnya seperti berdetak kencang. “Siapa katamu?” tanyanya kepada Jae Hwa. Jae Hwa yang melihat sorot mata Dong Hae yang tajam menjadi kelabakan dan menjawabnya dengan gugup,  “Ehm… itu… Jang… Mi Ri…”.

Mata Dong Hae melebar. Gadis itu… ia sangat merindukannya. Merindukan belaiannya, suaranya, tawanya, kecupannya, merindukan semua yang ada pada gadis itu. Ia ingin sekali bertemu dengan Mi Ri. Ingin langsung mendatangi ke rumahnya dan memeluknya erat. Tapi ia takut Mi Ri menangis karenanya.

Tapi, tetap saja Dong Hae ingin tahu apa yang dilakukan Mi Ri. “Kau bertemu dengannya dimana? Kapan? Sedang apa?” tanyanya. Jae Hwa menarik napasnya pelan, “Aku bertemu dengannya di café tadi siang, dia sedang makan bersama laki-laki…” ucapannya dipotong oleh manager, “Jae Hwa!” seru manager.

Apa? Teman laki-laki? Pikiran Dong Hae terasa seperti runtuh begitu saja. Mi Ri bersama dengan laki-laki? Tidak! Katakanlah kalau laki-laki itu adalah saudaranya… atau temannya... Mi Ri masih mencintaiku… ia tidak mungkin berhubungan dengan laki-laki lain, ujar Dong Hae dalam hati. Rasa amarah dan cemburu membakar dirinya. Ia ingin bertemu dengan Mi Ri. Ingin sekali.

Maka, Dong Hae langsung bangkit berdiri dan berlari ke luar studio. Ia tidak peduli member lainnya meneriakki namanya. Tapi begitu ia mau keluar pintu, seorang gadis cantik berambut pirang panjang menghentikannya dengan menggenggam lengannya.

“Dong Hae oppa? Ada apa?” tanya gadis itu.

“Ah, Jessica? Maaf… aku ada urusan!”  ujar Dong Hae yang langsung meninggalkan Jessica, tetapi Jessica tetap mengenggam lengan Dong Hae sehingga dia tidak bisa pergi.

“Oppa… memangnya ada urusan apa? Apa urusan itu lebih penting dari aku?” tanya Jessica dengan manjanya.

“Tidak, bukan begitu, tapi…” kata-kata Dong Hae dipotong oleh Jessica dengan ciuman kilatnya.

“Oppa, jangan begitu… kan kita sudah janji akan menghabiskan waktu kita hari ini untuk bersenang-senang. Besok grupku sudah sangat sibuk. Ayolah oppa… ya?” ujar Jessica dengan suara imut.

Dong Hae hanya menghela nafas dan tersenyum lemah. Ia tidak jadi mendatangi Mi Ri. Sementara anggota Super Junior lainnya mengintip dari pintu untuk melihat kemesraan kedua insan itu dengan rasa iri.



Desain untuk rumah Lee Gi Kwang pun selesai dibuat, dan akhirnya rumahnya dirombak sesuai nya Jang Mi Ri gambar. Para tukang pun datang ke rumah Gi Kwang dan Mi Ri datang untuk mengaturnya. Sementara Mi Ri memberi perintah kepada para tukang, Gi Kwang seperti biasa, duduk di sofa sambil baca koran.

“Gi Kwang-ssi, tolong jangan duduk di sini, banyak tukang berkeliaran membawa barang…” ujar Mi Ri kepadanya. Gi Kwang langsung beranjak dari sofanya dan keluar ke depan rumah.

Mi Ri yang melihat tingkah laku Gi Kwang hanya diam saja. Sejak makan siang di restoran beberapa hari yang lalu, Gi Kwang menjadi bersikap kaku lagi. Malah, menjadi terlihat lebih galak dan tidak mau berbicara banyak dengan Mi Ri. Hal itu membuat pikiran Mi Ri terganggu dan ingin sekali menanyakan alasan mengapa Gi Kwang bersikap seperti itu. Padahal, sebelumnya, Gi Kwang sempat bisa bercanda dan tersenyum kepada Gi Kwang waktu di rumah sakit.

Mi Ri pun mendatangi Gi Kwang yang berada di teras rumah. “Gi Kwang-ssi…” panggil Mi Ri.

Gi Kwang menoleh kepada gadis itu, “Kenapa?” tanyanya.

“Akhir-akhir ini sikapmu aneh… Kau bersikap seakan aku tidak ada. Kau tidak berbicara denganku kecuali aku bertanya denganmu. Dan tampangmu… bagiku menyeramkan. Sebenarnya ada apa? Apa aku berbuat kesalahan?” ujar Mi Ri berharap Gi Kwang akan memberi tahu alasannya.

“Aneh? Cih…” Gi Kwang tersenyum sinis, “Justru kau yang aneh. Kau bersikap seakan aku akrab denganmu. Jangan lupa, aku hanya klienmu. Selain urusan pekerjaan, kita bukan siapa-siapa…” ujarnya tajam, “dan berhenti berbicara dengan bahasa informal, kau bukan temanku.” .

Kata-kata Gi Kwang menyakitkan hati Mi Ri sehingga rasa sedih dan sesak bergulir dalam dirinya. Entah mengapa air matanya sudah siap untuk keluar. Rasa yang dia rasakan, malu karena Gi Kwang tidak suka dengan sikap keramahannya, sekaligus sedih, karena Gi Kwang menganggap dia bukan siapa-siapa.

Dengan menundukkan kepalanya, Mi Ri berusaha menutupi air matanya yang mengalir. “Oh… saya minta maaf... Gi Kwang-ssi..” dia berusaha agar suaranya tidak terdengar bergetar dan parau. Tapi, gagal dan Gi Kwang tahu bahwa Mi Ri menangis karena ucapannya.

Bodoh… apa yang kukatakan… ujar Gi Kwang dalam hati. Ia mengutuki dirinya sendiri dalam hati, tetapi ia sendiri tak bisa berbuat apa-apa, saat Mi Ri berjalan meninggalkannya masuk ke dalam dan gadis itu melanjutkan pekerjaannya.




Sudah larut malam, dan para pekerja meninggalkan rumah Gi Kwang. Kini tinggal sang pemilik rumah dan Mi Ri. Mi Ri pun membereskan sebentar barang-barang agar terlihat lebih rapi dan sesuai yang ia buat. Gadis itu mendatangi Gi Kwang yang sedari tadi menatap Mi Ri yang sibuk sendiri.

“Kalau begitu, saya permisi…” ujar Mi Ri sambil membungkukkan badan.

Gi Kwang yang dari tadi terdiam dengan pikirannya pun tersadar, “Oh… Iya…” ujarnya singkat.

Saat Mi Ri melangkah keluar, ia masih merasa bersalah dengan tindakannya tadi siang. Merasa bersalah? Apakah benar-benar rasa bersalah? Atau merasa takut gadis itu meninggalkannya? Hah? Perasaan macam apa ini? Gi Kwang menggelengkan kepalanya pelan. Kenapa harus takut? Memangnya siapa gadis itu baginya? Ia berusaha menghilangkan pikirannya tadi. Ia tidak percaya dengan apa yang terlintas pada pikirannya. Masa iya… Tidak, Lee Gi Kwang, kau tidak boleh seperti itu. Kalau kau seperti itu, kau akan terluka lagi…



Mi Ri’s POV

Begitu sampai ke rumah, aku langsung masuk ke kamar. Aku melemparkan diriku ke atas ranjang. Terasa begitu lelah, baik fisik… maupun hati. Astaga… apakah aku masih memikirkan kejadian siang tadi? Sudahlah… Kenapa aku harus sedih? Toh, memang seharusnya aku tidak bersikap friendly dengan Gi Kwang. Aku membenamkan kedua mataku dengan telapak tanganku. Dari kemarin, aku selalu tidur terlalu larut, sehingga aku merasa badanku lemas. Aku melihat jam dinding dan menunjukkan jam 8. Aku pun bersiap untuk tidur, dan di saat ingin merebahkan diri, handphone ku berbunyi.

Ada yang menelepon malam-malam begini. Siapa? Aku bangkit dari tempat tidurku dan mengambil handphoneku. Saat aku melihat siapa peneleponnya, aku terpaku dan membiarkan handphoneku terus bordering. Untuk apa dia meneleponku? Handphoneku yang mati, pun berdering lagi, tapi kubiarkan begitu saja.

Lalu, bunyi sms pun terdengar. Aku mengambil handphoneku dan melihat isinya.

From: +8295631xxxxxx

Aku berada di depan rumahmu.

Depan rumahku. Aku pun membuka gorden jendela kamarku dan melihatnya benar-benar berada di depan gerbang sambil menatap ke arah kamarku. Kenapa… dia datang? Hatiku terasa bergetar sekaligus sakit. Apakah eomma dan appa melihatnya? Itu tidak boleh terjadi. Aku pun keluar dan untungnya kedua orangtuaku sudah berada di dalam kamar.

Aku keluar gerbang dan melihat dirinya. Matanya, aku melihat ada rasa kerinduan di dalamnya. Mukanya terlihat begitu sedih.

“Lee Dong Hae-ssi, untuk apa kau kesini?” tanyaku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
petitebluehawk #1
Chapter 1: Wahh, so far so good. Hwaiting ya ;)