Same-Aged Friend

That Women Loved

Pagi hari yang terik. Mi Ri pun terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di meja kerjanya. Ia melihat jam di depannya. Sudah jam 9 kurang 5. Mi Ri pun tersentak, “Astaga, sudah jam segitu!” ujarnya. Ia langsung lari ke kamar mandi, dan tidak sempat berdandan karena waktu yang sudah sempit. Mi Ri hanya mengenakan kemeja putih dengan blazer hitam, lalu memakai celana jeans hitam panjang. Rambutnya yang sebahu ia kuncir kuda.

Mi Ri membuka pintu kamarnya dengan cara mendobrak, dan membuat kedua orang tuanya kaget ketika mereka sedang sarapan di meja makan. “Ah, mianhae eomma, appa… aku terburu-buru…” ujar Mi Ri, “Kalau begitu, aku pergi dulu, anyeong!”.

“Mi Ri-ah, sarapan dulu!” seru eomma tetapi Mi Ri sudah keluar. Appa menggelengkan kepalanya, “Astaga anak itu…”, ujarnya.


Mi Ri akhirnya sampai ke rumah Gi Kwang setelah naik bus. Ia melihat jamnya. Jam 9.30. Bodoh, padahal kemarin aku yang bilang datang jam 9, tapi kenapa aku yang telat… ujar Mi Ri dalam hati. Ia pun masuk ke dalam rumah Gi Kwang, yang anehnya pintu itu tidak terkunci, dan masuk ke dalam rumah. Mi Ri memandangi seluruh isi rumah dan tidak melihat pemiliknya.

“Sekarang jam 9.31, bukan jam 9,” Mi Ri kaget ada yang berbicara di belakangnya. Ia berbalik dan mendapati Gi Kwang melipat tangannya ke depan dengan muka sombongnya. Laki-laki itu memakai memakai kemeja biru muda yang lengannya dilipat sampai siku. Gi Kwang terlihat sangat hot di mata Mi Ri karena kemejanya itu menampakkan likuk-likuk otot di badannya, walaupun tidak terlalu nyata.

Mi Ri pun melihat muka Gi Kwang yang kelihatan jengkel dan menundukkan kepalanya. “Maafkan saya, Pak.. ehm, Gi Kwang-ssi.” Ujar Mi Ri. Gi Kwang lalu berbalik, “Mana gambar secara keseluruhannya?” tanyanya. Mi Ri pun mengambil kertas di map nya dan menyerahkan kertas sketsanya kepada Gi Kwang.

Sementara Gi Kwang membacanya, Mi Ri yang sedari tadi merasa lelah, dan capek menjadi pusing. Ia pun terhuyung-huyung, jatuh, dan semuanya menjadi gelap.


Mi Ri perlahan membuka matanya. Semuanya terlihat putih. Ia menyadari dirinya pingsan saat berada di rumah Gi Kwang. Ia memandang sekeliling, dan berusaha membangunkan badannya dari tempat tidur. Kini sekarang ia berada di rumah sakit. Ia melihat di meja pembayaran, seorang laki-laki sedang berbicara dengan seorang pegawai, lalu pegawai itu menunduk dengan dalam.

Lalu, Gi Kwang datang ke arah Mi Ri dan melipat tangan lagi dengan sombongnya. “Pabo… apa yang membuatmu tidak makan…” ujar Gi Kwang dengan kata-kata informal. Mi Ri hanya cemberut, “Gi Kwangg-ssi, jangan memanggilku seperti itu…” ujarnya.

“Jangan katamu? Pabo… kau sekarang di sini karena tubuhmu yang lemah, akibat belum makan apa-apa!” ujar Gi Kwang yang terdengar galak. Belum sempat Mi Ri menjawab, Gi Kwang melemparkan dia roti dan sebotol air. Mi Ri kaget dengan kelakuan Gi Kwang. “Kau tidak mau lama-lama di sini kan? Kalau iya, cepat makan!” perintah Gi Kwang.

Mi Ri cemberut dan memakan rotinya. Ia makan dengan lahap, dan setelah 1 menit kemudian, roti itu habis. Gi Kwang hanya memandangnya hanya mengerutkan alis dan menggelengkan kepalanya. “Aigoo, kau ini… kau sudah tidak makan selama berapa hari? 3 hari?” ejeknya.

“Tidak, 1 hari saja kok, dan tolong Gi Kwang-ssi, aku punya nama… Namaku Jang Mi Ri! Kenapa kau terus memanggilku ‘kau’?” ujar Mi Ri dengan nada memohon.

Gi Kwang menaikkan alisnya, “Namamu Jang Mi Ri?” tanyanya.

“Iya! Dan kurasa aku pernah memberitahumu namaku ketika kita pertama kali bertemu…” ujar Mi Ri kesal.

“Hei hei pabo… apa kau sedang membentakku? Dan kenapa kau berani berbicara denganku dengan bahasa informal?” ujar Gi Kwang ketus dan kesal juga.

Mi Ri terdiam sebentar dan menaik napas dalam, “Maaf Gi Kwang-ssi… aku hanya tidak suka aku diperlakukan seperti itu. Aku ingin kau memanggilku Mi Ri-ssi, atau Jang Mi Ri-ssi…” Mi Ri menaikkan suaranya lagi, “Lagipula… kita sedang tidak bekerja kan sekarang? Jadi sekarang kita adalah teman seumuran, jadi tidak bersikap professional denganmu sekarang tak apa-apa…” ujarnya sambil tersenyum bangga.

Melihat tingkah Mi Ri tersebut membuat Gi Kwang tersenyum tipis, “Baiklah, terserah kau saja…” ujarnya sambil meninggalkan ruang UGD. Mi Ri kaget melihat Gi Kwang yang tersenyum, Hoo… bisa tersenyum juga dia… 


Akhirnya Mi Ri keluar dari rumah sakit. Tentu saja Mi Ri tidak sendirian, Gi Kwang tidak langsung pulang dan menawarkan diri untuk mengantarkannya.

“Pulang naik apa?” tanya Gi Kwang sambil memandang ke jalan raya.

“Naik bus,” jawab Mi Ri singkat.

“Kenapa naik bus?” tanya Gi Kwang, “Kenapa tidak naik mobil?”

“Harga taksi mahal,” jawab Mi Ri.

“Maksudku bukan taksi…” ujar Gi Kwang kesal. “Maksudku... naik mobilku…”

Lagi-lagi tingkah Gi Kwang hari ini membuat Mi Ri kaget. “Eh? Oh? Memang boleh?” tanya Mi Ri.

“Kalau aku menawarkan, artinya boleh, Pabo!” seru Gi Kwang. Aigoo, gadis ini… 

Mi Ri langsung tersenyum sumringah. “Arraseo!” seru Mi Ri. Mi Ri pun menuju ke tempat parkir, tetapi dihentikan oleh Gi Kwang, “Tapi!” Mi Ri langsung diam di tempatnya. “Aku tidak akan mengantarkanmu pulang langsung, aku lapar, jadi aku mau makan siang dulu.” Ujar Gi Kwang.

Senyum Mi Ri makin mengembang, “Gi Kwang-ssi? Kau ingin mentraktirku?” tanyanya.

“Tidak, bayar sendiri,” ujar Gi Kwang singkat, lalu menuju ke ruang parkir. Mi Ri hanya cemberut dan mengikuti Gi Kwang dari belakang.


Mereka berdua sampai ke Eifell Café. Kafe itu memiliki gaya Eropa kuno, dan elegan. Musik yang diputar di sana adalah Musik Eropa tahun 90-an.

Waitress pun memberikan menu kepada Gi Kwang dan Mi Ri. “Silahkan, apa yang ingin anda pesan?” ujar waitress itu.

“Foie Gras,” ujar Gi Kwang sambil menyerahkan buku menu kepada waitress, “Hei, Pabo, kau mau pesan apa?” tanyanya kepada Mi Ri.

“Tsk, Pabo lagi…” gumam Mi Ri. “Saya pesan Coq Au Fin,” ujarnya sambil menyerahkan buku menu kepada waitress. Waitress pun menunduk, dan berbalik meninggalkan mereka berdua.

Keduanya tidak berbicara apa-apa, entah merasa kaku satu sama lain atau tidak ada yang tahu harus berbicara mengenai topik apa.

2 menit kemudian, Mi Ri pun membuka pembicaraan. “Gi Kwang-ssi, kau dulu sekolah di mana?” tanyanya.

“Kenapa kau menanyakan hal seperti itu?” tanya Gi Kwang heran.

“Memangnya kenapa? Kita kan teman seumuran… jadi, kau sekolah di mana dulu?” tanya Mi Ri ulang.

“ Cube High School…” jawab Gi Kwang. Mi Ri membuka mulutnya berbentuk ‘O’.

“Woah… itu kan salah satu sekolah favorit… kalau kuliah?” tanya Mi Ri kembali.

“Kenapa kau ingin tahu sekali?” ujar Gi Kwang dengan nada kesal lalu membenarkan posisi duduknya, “Di Cambridge,” jawabnya singkat.

“Cambridge… Cambridge University?! Itu kan universitas di Amerika Serikat!” ujar Mi Ri dengan kagum.

Gi Kwang meneguk kopinya, “Ada apa denganmu? Kenapa seolah-olah kau sedang mewawancaraiku?” tanyanya. Mi Ri menunjukkan muka ‘eyy’ kepadanya. “Kau sombong sekali… Mentang-mentang kau itu CEO dari Suez Company, jadi terbiasa diwawancara…” canda Mi Ri.

Entah mengapa, Mi Ri merasa candaannya tidak membuat Gi Kwang tersenyum, tetapi raut mukanya berubah datar. “Tahu dari mana kau?” tanyanya dengan nada tajam. Mi Ri merinding melihat muka Gi Kwang yang terlihat lebih galak daripada biasanya, bahkan terlihat seram. “Ehm… oh… dari majalah, aku membaca kalau kau adalah penerus dari perusahaan Suez Company, “ jawab Mi Ri pelan.

“Oh…” ujar Gi Kwang. Lalu tak lama, makanannya datang. Mereka berdua makan tanpa berbincang lagi. Mi Ri yang sekali-kali mengintip untuk melihat Gi Kwang jadi takut, takut jika ia memulai pembicaraan lagi, Gi Kwang akan memberinya tatapan yang lebih menyeramkan. Tetapi Mi Ri penasaran, mengapa sikap Gi Kwang berubah menjadi seperti kemarin lagi? Padahal hari ini Gi Kwang terlihat lebih bersahabat daripada kemarin. Mi Ri menepis rasa penasaran itu, dan melanjutkan makannya.

Sementara, Gi Kwang dan Mi Ri makan, ada dua orang masuk ke dalam café. Ketika salah satu orang itu sedang melihat keseluruh isi kafe, ia mendapati orang yang ia kenal. “Lho? Itu bukannya Jang Mi Ri?” ujarnya tak yakin. Sementara temannya melihat Mi Ri dan mengangguk. “Iya, itu dia… tapi, dengan siapa?” tanyanya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
petitebluehawk #1
Chapter 1: Wahh, so far so good. Hwaiting ya ;)