Chap IV

Over The Rainbow

'Menagapa kau memutuskannya?' Junhee menatap Jiae yang berada di sampingnya, berjalan menuju kelas bersama. Gadis itu tetap menatap lurus kedepan.

 

Jiae menggigit bibir dan menahan napas, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan kepada Junhee. Bagaimana mungkin ia menceritakan kejadian beberapa hari yang lalu, disaat dirinya terlibat percakapan bersama pria itu. Disaat dirinya begitu terkejut dengan jawaban Luhan tentang eksistensi ibu terhadap dirinya. Jiae menghembuskan napasnya.

 

'Aku hanya tidak merasa nyaman dengannya'

 

Junhee mengerutkan keningnya.

'Ayolah Jiae, semua orang disini merasa tidak nyaman dengan satu dan yang lain. Karena kita bahkan belum mengenal lebih dari satu bulan' Jiae menatap Junhee yang sekarang seakan sedang menyerangnya, seakan gadis itu tahu apa alasan Jiae sebenarnya. Jiae menelan ludahnya.

 

'Tapi itu tidak menjadi alasan kau mempermalukan Luhan dengan menolaknya secara langsung di hadapan mereka kemarin' Jiae mengalihkan pandangannya, berhenti menatap Junhee. Karena setiap gadis itu berbicara Jiae merasa bahwa Junhee bisa melihat kebohongan di dalam dirinya.

 

Siapa yang akan menyangka bahwa gadis yang terlihat lemah dan siap ditindas akan memberikan tanggapan yang sangat bijak atas sikapnya kemarin. Menolak Luhan secara langsung, merebut pasangan Soojung. Jiae berharap bahwa gadis itu tidak akan membunuhnya kemudian. Beberapa waktu yang lalu keadaan sempat membaik, dan Jiae merasa bahwa dia bisa begitu dekat dengan Soojung saat foto ibunya di tampilkan di layar besar kantin. Dan menit kemudian sikapnya yang bodoh menghancurkan semua itu.

 

Jiae dan Junhee tetap berjalan sambil melanjutkan perbincangannya, Junhee berhenti dengan ucapannya karena gadis itu tidak ingin gadis itu merasa terintimidasi.

 

Beberapa murid terlihat masuk kedalam kelas satu persatu, ada yang keluar kelas dengan teman prianya, bercengkrama di pinggir pintu, terlihat seperti pemandangan sekolah seperti biasanya. Dan Jiae bisa melihat sosok itu, sosok dengan rambut panjang ikal sepunggung berjalan di hadapannya.

 

Jiae mempercepat langkahnya, mencoba menyamakan langkahnya dengan Soojung, dan disaat gadis itu tepat berada di belakangnya, tepat disaat mereka bertiga melewati pintu kelas, keadaan seketika menjadi hening. Beberapa orang terlihat menutup mulutnya dan berbicara dengan teman di sebelahnya. Beberapa menatap sinis kearah mereka. Jiae mengerutkan keningnya. Apa yang sebetulnya terjadi, ada apa dengan dirinya?

 

Jiae mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas, sedengkan Soojung kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat duduknya. Dan saat itu pandangan Jiae tertarik dengan papan tulis besar yang berada di belakangnya. Matanya membesar melihat tulisan yang berada di papan itu.

 

Putri es dan ratu penghibur yang hangat. Pasangan yang serasi.

Sekarang aku mengerti mengapa kau bisa masuk ke sekolah ini dengan wajah dan sikap seperti itu. Ibu anda hebat nona Jung.

 

Mata Jiae berjalan mengikuti setiap kalimat yang dia baca di papan itu, jantungnya berdetak cepat, ia lalu berbalik dan menatap Soojung yang mematung di depan mejanya. Jiae berjalan ke arah gadis itu dan kembali melihat apa yang terjadi.

 

Beberapa potongan kain bekas, sampah makanan ringan dan kapur berserakan di atas meja Soojung, kali ini Jiae menatap teman-temannya yang berada di kelas mereka. 'Siapa yang melakukan ini?!' Jiae meninggikan suaranya, seakan gadis itu yakin bahwa pelakunya adalah salah satu diantara mereka. Dan tepat disaat Jiae akan meletakkan lengan jas nya di atas meja, mencoba menyingkirkan dan menghapus kalimat-kalimat penghinaan itu Jongin tiba-tiba datang dan berjalan ke arah mereka.

 

Pria itu berjalan dengan santai dan mengangkat meja yang berada di hadapan Soojung. Junhee dan Jiae terkejut melihat kehadiran Jongin yang tiba-tiba. Tapi Jiae tersadar bahwa apa yang dilakukan pria itu adalah sikap yang benar untuk saat ini. Berteriak dan menuduh teman-temannya tidak akan menyelesaikan apapun.

 

Jongin berjalan keluar sambil mengangkat meja, sedangkan Jiae langsung memutar tubuhnya dan berlari ke arah papan tulis, mengambil bantalan penghapus dan menyapukannya di papan datar hijau dihadapannya. Meraih hingga kalimat yang berada jauh dari jangkauannya di ujung papan itu. Ia tidak peduli bagaimana penampilannya sekarang. Ia tidak tahu keadaan apa ini. Tapi dia tahu bahwa kita bisa mengandalkan satu dengan yang lainnya. Soojung bisa mempunyai alasan untuk tetap berjuang dengan hidupnya, begitupun dirinya. Soojung bisa mengandalkan teman-temannya disaat seperti ini, sama seperti Jiae. Dan gadis itu mengerti keadaan ini.

 

*

Jiae memantulkan bola basket yang berada di tangannya beberapa kali, tekniknya dalam memainkan bola itu memang payah, dia hanya mencoba memainkan sesuatu sambil menunggu kelas olahraga di mulai. Hayoung yang berada di sampingnya hanya duduk dan memainkan kukunya sebentar. Ia lalu memperhatikan Soojung berjalan dari ruang ganti wanita ke arah lapangan. Pandangan Jiae terus mengikuti sosok itu. Entah kemana Soojung berjalan, mengapa gadis itu tidak datang dan duduk di dekat dirinya. Setiap Jiae melihat Soojung Jiae seakan melihat sosok yang lain saat ini, tidak seperti Soojung yang ia rasakan. Diam dan tidak melakukan apa-apa disaat semua orang menindasnya. Jiae bingung dengan hal itu.

 

Suara peluit membuat semua siswa berkumpul. Jiae melemparkan bola basketnya ke sisi lapangan, berjalan ke arah kerumunan di tengah lapapangan itu.

 

'Kita akan melakukan pemanasan terlebih dahulu. Lari dua putaran di lapangan ini' Setalah itu terdengar suara keluhan yang samar-samar di sekeliling mereka. Berlari dua putaran disaat matahari tepat berada di atas kepala benar-benar tugas yang sangat berat. Jiae menarik napas dan mengangkat lengan kaos olahraga panjang yang ia kenakan agar kulitnya bisa lebih bernapas di saat seperti ini.

 

'Sebelumnya, siapa yang akan menjadi pemimpin untuk meneriakkan yel-yel sekolah ini?' Guru itu memutar tubuhnya yang sekarang berada di hadapan mereka. Beberapa murid terlihat tidak mempedulikan hal itu. Siapapun yang dipilih tidak menjadi masalah, bahkan mereka merasa kasihan dengan orang itu. Pekerjaannya menjadi lebih berat. Berteriak dan berlari. Tidak bisa mereka bayangkan.

 

'Soojung saem!' kalimat itu tiba-tiba mendominasi percakapan, bersamaan dengan tubuh Soojung yang terhempas ke depan saat beberapa anak pria mendorongnya, gadis itu kini berada di tengah barisan. Semua mata melihat ke arahnya. Jiae membulatkan matanya melihat perlakuan mereka kepada Soojung. Gadis itu sekarang berada di hadapan mereka. Menatap bingung ke arah teman-temannya. Soojung benar-benar terlihat tidak bertenaga. Bukan itu yang Jiae harapkan. Ia ingin gadis itu melawan, membela dirinya sendiri.

 

'Ayo nona Jung, berteriak seperti ibumu memasarkan dirinya sendiri!' Hyungseung berkata kencang, dan setelah itu tawa mereka menyambut. Terlihat seperti parodi yang lucu tapi tidak bagi Soojung dan teman-teman yang mengerti keadaannya. Hayoung meremas ujung kaos olahraganya, jantungnya berdetak ketakutan. Ia menundukkan kepala sambil sesekali menatap Soojung. Gadis itu tidak tahu bagaimana harus membela Soojung.

 

BUGH!!

 

Hyungseung mengentikan tawanya saat bola bakset itu tepat mendarat di atas kepalanya. Tubuhnya terjatuh akibat keseimbangannya yang hilang sesaat benda itu menghantam dirinya.

 

'Yya!!' Hyungseung bangkit, meletakkan tangan di pelipis wajahnya, memijatnya sedikit untuk melancarkan aliran darahnya kembali. Pria itu menatap Jongin yang berada di hadapannya. Jongin menyeringai melihat keadaan Hyunseung saat ini. Temannya dalam kelompok tari.

 

'Oh maaf. Salahku, tubuhku sangat gemetar dengan ucapanmu tadi' Jongin berjalan mengambil bola itu dan kembali memantulkannya di lapangan dengan santai, seakan tidak peduli dengan wajah pria itu yang sudah gusar. Hyungseung memerah, entah apa yang dia rasakan saat ini, malu dan marah akibat perlakuan Jongin kepada dirinya. Pria itu tidak pernah menyangka akan di permalukan dengan temannya sendiri. Jongin adalah partnernya dalam melakukan gerakan-gerakan yang hebat dalam kelas tari. Dan saat ini pria itu mulai membencinya.

 

Di balik kerumunan itu Jiae dan Hayoung menahan senyuman puasnya atas sikap Jongin terhadap Hyungseung. Pria bermulut wanita itu memang pantas mendapatkan hantaman di kepalanya.

 

*

Jiae menekan nada 'Mi' berkali-kali di atas tuts piano di hadapannya, ia memperhatikan Jongin yang sedang sibuk dengan handphone nya sendiri. Ini adalah waktu mereka latihan untuk penampilan di akhir bulan nanti. Walaupun mereka akan dinilai secara personal tapi melakukan harimonisasi yang baik secara kelompok akan mendapatkan nilai tambah.

 

'Hmmm..' Jiae bergumam sebentar sebelum melanjutkan kelimatnya, gadis itu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

 

'Jongin'

 

Pria itu mengangkat kepalanya dan menatap Jiae. Ia mengangkat alis matanya.

 

'Kau tidak keberatan bukan dengan keputusanku kemarin?' Jiae berkata sambil terus mengeratkan genggamannya. Bagaimana kalau jawaban pria itu adalah 'iya' bagaimana jika Jongin kesal dengan sikap semaunya.

 

Jongin mengangkat bahunya dan sedikit tersenyum. 'Tidak masalah, dengan siapapun aku berpasangan penilaiannya akan tetap sama'

 

Jiae membalas senyumannya dan sedikit lega dengan pernyataan pria itu.

 

'Tapi aku dapat melihatnya' Jongin membulatkan matanya mendengar ucapan Jiae. Gadis itu tertawa kecil.

 

'Apa?'

 

'Tatapanmu kepada Soojung' Jongin menahan napasnya, wajahnya merah dan matanya berputar, menolak untuk menatap Jiae. Melihat hal itu Jiae semakin yakin bahwa Jongin menyukai Soojung.

 

'Apa yang kau bicarakan?' Jongin bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah Jiae. Duduk di kursi piano itu. Jiae masih menatapnya dengan senyuman yang menggoda Jongin.

 

Pria itu menghembuskan napasnya, frustasi dengan sikap Jiae yang terus menggoda dirinya.

 

'Oke hentikan. Kita harusnya berlatih' Jongin meletakkan jari-jarinya di atas tuts piano itu, memainkan satu lagu. Membuat Jiae semakin tersenyum lebar dengan sikap salah tingkah yang diberikan Jongin.

 

Dirinya bisa melihat, kilatan mata yang Jongin berikan disaat Soojung menyebutkan namanya sebagai pasangan untuk penampilan ini. Bagaimana Jongin terus berusaha melindungi Soojung. Jiae dapat melihat semuanya. Dan dia sekali lagi merasa bersalah harus membuat Jongin berpasangan dirinya hanya karena sikap egois yang dia punya.

 

*

Beberapa siswa terlihat memutar kepalanya saat sosok itu melewati mereka. Dan setelah itu para gadis terlihat berteriak histeris dan menggenggam tangan temannya. Seakan melihat malaikat yang turun ke bumi.

 

Sosok tinggi itu terus berjalan, tidak mempedulikan reaksi dan tatapan para gadis-gadis sekolahan itu.

 

'Astaga Chanyeol Oppa!'

 

'Benerkah itu Chanyeol?'

 

'Personila Dark Circle berada di sekolah kita!'

 

Kalimat-kalimat itu terus bersahutan mengiri langkah Chanyeol. Pria itu sudah merasa menutup wajahnya dengan syal yang ia kenakan. Kacamata dan topi juga sudah terpasang rapi di kepalanya. Dirinya memang bisa berbesar hati dengan ketenarannya saat ini. Tapi sekarang tujuannya datang kesekolah ini bukan karena hal itu. Bukan ingin menjumpai para penggemar wanita nya. Ia ingin bertemu dengan Junhee, gadis yang datang menemuinya tadi malam.

 

Chanyeol mengedarkan padangannya, sejujurnya dia tidak tahu dimana Junhee saat ini. Dia tidak pernah bersekolah di tempat ini. Dirinya sudah lulus dari sekolahnya disaat dia debut, jadi dia tidak perlu mendapat pelatihan lagi.

 

Tapi bagaimanapun Chanyeol terus berjalan seakan dia tahu tempat itu, seakan kakinya lebih mengerti di bandingkan pikirannya.

 

'Oppa!' Chanyeol memutar tubuhnya, melihat sosok yang memanggil dirinya. Gadis itu berlari ke arah Chanyeol berhenti.

 

'Sooyoung.' Chanyeol tersenyum malas. Dirinya tidak berharap untuk bertemu gadis ini di tempat ini.

 

'Oppa sedang apa kau disekolahku?' gadis beraksen santoori itu mengaitkan lengannya ke arah Chanyeol, berjalan beriringan mengikuti langkah pria itu.

 

Chanyeol mendesis di balik syal coklatnya. Sooyoung adalah anak pelatihan yang berada di perusahaannya, mungkin gadis ini akan melakukan debutnya dalam waktu dekat. Chanyeol membulatkan matanya dan tersenyum menatap Sooyoung.

 

'Sooyoung' Chanyeol menghentikan langkahnya dan menatap gadis itu, meletakkan kedua tangannya di bahu Sooyoung.

 

Sooyoung mengangkat alis matanya sambil tersenyum, senang dengan perlakuan pria itu terhadap dirinya.

 

'Oppa bisa minta tolong kepadamu?' Chanyeol menampilkan senyuman termanisnya. Gadis itu mengangguk mantap mendengar permintaan Chanyeol.

 

'Bisakah kau beritahu dimana murid-murid berlatih untuk pertunjukkan akhir bulan ini?'

 

Sooyoung mengarahkan pandangannya ke atas, berpikir sesaat dan tersenyum.

 

'Di gedung seberang, ruangan C lantai 4' Chanyeol tersenyum dan mengangkat tangannya dari bahu Sooyoung.

 

'Terimakasih Sooyoung' pria itu berlalu sambil melambaikan tangannya ke arah Sooyoung. Gadis itu terdiam di tempatnya. Ia menapakkan kakinya ke tanah, kesal disaat Chanyeol pergi begitu saja.

 

'Oppa!' suara nyaringnya menggema di lorong sepi itu, tapi Chanyeol tetap berjalan, tidak mempedulikan Sooyoung yang terus mencibir dan berteriak memanggil dirinya.

 

*

'Aku akan mengambil nada C, kau akan memainkan dengan tempo yang lebih pelan di awal, dan setelah Chorus kau akan menaikkan temponya satu tingkat'

 

Chanyeol memperhatikan gadis di ujung ruangan bersama seorang pria di balik piano itu, sedangkan dirinya memeluk gitar berwarna coklat muda sambil memberikan pengarahan kepada pria disampingnya.

 

'Oke kita coba lagi'

 

Junhee meletakkan jari-jari panjangnya di atas senar gitar dan mulai memetiknya dengan lembut. Gadis itu memejamkan matanya, seakan masuk ke dalam setiap lagu yang dia ciptakan, membuat Chanyeol ikut terbawa oleh nada indah itu. Dan Junhee mulai bernyanyi, mengeluarkan suara indah tanpa cela dari bibirnya.

 

Jantung Chanyeol berdetak begitu kencang, ia tidak pernah melihat Junhee bisa bernyanyi sehabat ini, ia tidak tahu bahwa gadis ini begitu indah bahkan lebih indah disaat ia bernyanyi. Pergi meninggalkan dirinya satu tahun yang lalu, berjanji akan tetap mengunjunginya tapi itu semua tidak pernah terjadi. Dirinya telah larut dalam licinnya panggung, make up yang tebal, sinar lampu yang dapat membutakan mata, dan semua kepalsuan di dunia hiburan. Dan saat ini ia merasakan bahwa dia merindukan gadis itu begitu banyak.

 

*

 

Ruangan terasa begitu sepi hingga Hayoung bisa mendengar hela napasnya sendiri. Saat ini harusnya dia berlatih dengan Minseok. Partnernya untuk penampilan di akhir bulan ini, tapi mengapa pria itu begitu ceroboh hingga bisa cedera disaat bermain bola. Bagaimana nasibnya sekarang. Gadis itu tidak bisa mengandalkan siapapun. Tidak bisa menari, tidak bisa menyanyi dengan baik, berada di hadapan penilai nanti, sendirian. Bagaimana dirinya bisa melakukan semua itu.

 

Hayoung rasanya ingin menangis saat ini juga, mungkin hal ini adalah balasan karena masuk ke dalam perusahaan dengan alasan yang tidak masuk akal. Hanya karena teman masa kecil dan cinta pertamanya Baekhyun berada di sekolah ini Hayoung merubah semua mimpinya. Walaupun pada kenyataannya gadis itu tidak mempunyai mimpi tentang kehidupan. Satu-satunya mimpi yang ia punya hanyalah untuk bisa bersama Baekhyun.

 

Gadis itu bangkit dari kursi di ujung ruangan, mengambil gitar yang berada di sudut lemari penyimpanan di kelas itu. Ia mengusap badan gitar itu untuk menghilangkan debunya, lalu kembali pada tempat duduknya tadi, memeluk benda itu. Hayoung tentu tidak mengerti bagaimana memainkan alat musik itu dengan benar, tapi saat ini hanya gitar yang dapat menemaninya disaat sendiri.

 

Hayoung memetik satu persatu senar yang terputar kencang di porosnya. Membuat nada acak yang sedikit false.

 

Suara gitar itu menggema mengisi ruangan kosong yang hanya terisi oleh dirinya sendiri.

 

Baekhyun menghentikan langkahnya, ia memanjangkan kakinya untuk melihat keadaan kelas yang berada di samping lorong di gedung ini, ingin melihat dari mana nada itu berasal, nada payah yang dimainkan oleh seseorang yang bahkan tidak mengerti bagaimana cara memetik senar gitar.

 

Baekhyun dapat melihat seorang gadis dengan rambut yang terurai berkilau menutupi hampir sebagian wajahnya sedang memainkan gitar itu secara asal. Baekhyun menyunggingkan senyumannya. Ia tahu benar siapa gadis itu. Bahkan hanya dengan melihat bayangannya Baekhyun bisa dengan benar mengetahui sosok itu. Oh Hayoung.

 

'Bukan seperti itu memainkannya'

 

Hayoung mengangkat kepalanya, sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba mengagetkannya. Dan disaat ia mengetahui siapa yang datang Hayoung lebih tidak percaya lagi dengan hal itu.

 

'Baekhyun' Hayoung tidak bisa menyembunyikan senyumannya, bibirnya terangkat dan tidak bisa turun dengan begitu cepat saat pria itu berada dihadapannya.

 

'Apa yang kau mainkan?' Baekhyun berjalan ke arah Hayoung dan duduk di samping gadis itu. Hayoung sedikit mengangkat posisinya dan bergeser lebih jauh.

 

'Aku..' Hayoung membenarkan suaranya. 'Aku hanya mencoba memainkan benda ini agar tidak sepi'

 

Baekhyun menganggukkan kepalanya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Sedangkan Hayoung sejak tadi masih terlihat kikuk dengan kehadiran Baekhyun.

 

'Bukannya kau saat ini latihan? Dimana pasanganmu?'

 

Hayoung menghela napasnya dan kembali memetik gitar itu. 'Minseok tidak bisa tampil denganku, sedangkan mereka semua sudah mendapatkan pasangannya masing-masing. Tidak ada yang tersisa. Aku akan melakukannya sendiri' Hayoung menatap Baekhyun sambil tersenyum. Mencoba menunjukkan bahwa keadaan baik-baik saja.

 

Baekhyun mengerutkan keningnya, tidak yakin dengan apa yang gadis itu katakan. Dia mengenal gadis itu hampir seumur hidupnya, dia mengerti bagaimana gadis itu, apa kemauan, hal yang ditakutinya dan apa yang bisa dilakukannya. Dan Baekhyun tahu bahwa Hayoung tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik dan benar.

 

'Apa yang akan kau tampilkan nanti? Bernyanyi? Menari?'

 

Hayoung melengkungkan bibirnya sambil menunduk, menatap sepatu yang ia kenakan.

 

Baekhyun menyunggingkan senyumannya melihat reaksi yang diberikan Hayoung.

 

'Ayo!' Baekhyun bangkit dari kursinya sambil menarik tangan Hayoung, mengajak gadis itu meninggalkan ruangannya. Hayoung terkejut tentu saja, tapi baginya selama semua ini pria itu yang melakukannya, Hayoung akan percaya.

*

'Jadi kau akan tampil bertiga?' Soojung menarik selimut dan mulai menatap langit-langit kamarnya. Udara semakin dingin di penghujung tahun, dan disaat seperti ini mereka bisa tidur nyenyak tanpa pendingin ruangan.

 

'Iya' gadis itu membalas pertanyaan Soojung. Dan Soojung bisa merasakannya, walaupun ia tidak melihat wajah Hayoung secara langsung, ia tahu bahwa gadis itu sedang tersenyum saat ini.

 

Soojung ikut merasakan kebahagiaan Hayoung, gadis itu terlalu polos, pengertiannya tentang cinta hanya sebatas bagaimana ia bisa mendapatkan pria yang disukainya. Tapi mendengar berita ini dia ikut senang.

 

'Kau begitu mencintainya?'

 

Hayoung yang mulai memejamkan matanya kembali terkejut dengan pertanyaan Soojung. Ia menarik napasnya dalam sambil tersenyum.

 

'Sepenuh hati' Dan kalimat yang di berikan Hayoung sudah dapat menjelaskan segalanya. Gadis itu mencintai Baekhyun. Mencintai baginya tidak melihat apa yang akan dia dapat. Tapi memberikan sesuatu dan melihat sosok pria itu sudah dapat membuatnya bahagia. Walaupun terkadang itu menyakiti dirinya sendiri. Dan Soojung mengerti hal itu.

 

*

'Besok' Jiae menatap Jongin bingung.

 

'Ya?' Gadis itu menutup buku yang sedari tadi ia baca dan berjalan ke arah Jongin.

 

'Besok adalah saat kita tampil' Jiae memajukan bibirnya dan menganggukkan kepala, mengerti dengan apa yang Jongin katakan.

 

'Ya. Dan kita sudah berlatih. Kau melihatnya sendiri bahwa aku bisa bernyanyi dengan benar. Semuanya tidak seburuk itu' Jiae mengibaskan tangannya sambil tertawa. Tai pria itu masih tetap diam dan menundukkan kepalanya.

 

Jiae terdiam, ia tahu bahwa Jongin sedang memikirkan sesuatu, Jongin seakan tidak yakin dengan kemampuannya untuk penampilan besok.

 

'Ada apa?' Jiae membenarkan suaranya dan kembali bertanya dengan pelan.

 

Jongin menarik napasnya dan menatap Jiae. 'Waktu itu, disaat kau berlari di pelajaran Sunggyu Sonsaeng. Apa yang sebenarnya terjadi?'

 

Jiae menahan napasnya mendengar pertanyaan Jongin. Apa yang harus ia jelaskan kepada pria ini. Bagaimana jika Jongin memberikan pendapat yang berbeda dengan dirinya, bagaimana jika Jongin sama dengan Luhan?

 

Jiae masih menatap Jongin tanpa memberikan jawaban apapun.

 

Dan beberapa saat kemudian gadis itu tersenyum dan menepuk bahu Jongin pelan.

 

'Tidak ada apa-apa. Aku hanya terlalu pengecut saat itu. Sama seperti saat aku audisi' Jiae memaksakan senyumannya. Ia tidak akan meruntuhkan kepercayaan terhadap Jongin terhadap dirinya. Saat ini mereka satu tim. Dan Jiae tidak dapat membiarkan rasa itu menghancurkan dirinya dan juga Jongin. Mungkin menjadi penyanyi bukanlah hal yang dia kejar di tempat ini. Tapi bagi Jongin ia ingin orang lain dapat mengakui usaha dan karyanya. Dan Jiae tidak boleh merusak hal itu. Dia bisa melakukan semuanya dengan benar. Lagu itu tidak akan hadir kembali dalam hidupnya. Itulah yang dia harapkan saat ini.

 

*

Ruangan perlahan menjadi begitu ramai, kursi-kursi kosong mulai terisi. Beberapa terlihat begitu penasaran dengan penampilan murid-murid yang berada disini. Orang tua murid hadir dan duduk dengan bahagia. Menyaksikan anak mereka yang akan menunjukkan bakatnya. Tapi kursi dengan nama Orang tua Soojung, Orang tua Jiae, dan Orang tua Luhan masih terlihat kosong, mengisi kerenggangan di antara para pengunjung lainnya.

 

Soojung kembali masuk kedalam ruangan tunggunya, ia menatap Luhan yang sedang duduk di depan cermin.

'Kau masih merasa kecewa?' Pria itu mengalihkan pandangannya menatap pantulan sosok Soojung dari cermin yang berada di hadapannya. Gadis itu yang terlihat hebat dengan dress hitam chiffon selutut dan rambut dikuncir keatas.

 

'Maksudmu?'

 

Soojung tersenyum dan duduk di sofa belakang Luhan. 'Jiae, gadis itu membuatmu harus tampil denganku. Kau masih kecewa?'

 

Luhan memutar tubuhnya, ia tidak percaya bahwa Soojung akan menyakannya hal seperti ini.

 

'Aku tidak kecewa tampil bersamamu'

 

Soojung menyunggingkan senyumannya. Ia tahu, jelas tergambar di wajah pria itu bahwa ia merasa sedikit kecewa disaat Jiae memutuskan tidak ingin berpasangan dengannya di hadapan murid-murid lain.

 

Gadis itu tetap menatap Luhan dengan senyuman menyeringai, wajahnya terlihat begitu menyeramkan dan juga cantik dalam saat yang bersamaan. Seperti malaikat kematian.

 

Luhan mengalihkan pandangannya, sejak tadi ia merasa terintimidasi dengan gadis itu.

 

'Lalu mengapa kau bilang bahwa kau ingin tampil bersamaku?' Luhan berbalik bertanya kepada gadis itu.

 

Soojung membenarkan posisinya dengan santai dan kembali menatap Luhan.

'Entahlah. Aku seakan mengerti gadis itu. Apa yang dia inginkan, apa yang dia rasakan. Aku seakan tahu semuanya'

 

Luhan melipat bibirnya. Ia kira selama ini Soojung membenci Jiae, tapi pada akhirnya dia tahu bahwa semua itu tidak seperti yang ia lihat.

 

'Dengar, aku tahu kau tidak keberatan tampil denganku. Kau hanya merasa bahwa Jiae benar-benar tidak menginginkanmu' Luhan terus menatap gadis itu tidak bergeming. Setiap kalimat yang diucapkan Soojung membuatnya terlihat bahwa gadis itu bisa membaca pikirannya.

 

'Dan kau tahu. Jiae tidak membencimu sebanyak itu. Ia hanya merasa tidak dapat berkomunikasi dengan baik denganmu. Sama seperti aku dengannya' Soojung tersenyum. Dan Luhan tidak tahu apakah dia harus membalas senyuman itu. Karena dia tidak yakin bahwa ini adalah berita yang baik.

 

'Lebih baik daripada dia membencimu bukan?' Dan kali ini Luhan benar-benar merasa ketakutan dengan semua tebakan gadis yang berada di hadapannya. Pria itu lalu mengangkat bibirnya dengan bergetar. Memaksakan senyumannya agar semuanya terlihat baik-baik saja. Dan Soojung tertawa melihat sikap Luhan.

 

*

Di lain tempat suasana juga begitu meriah. Ruangan besar yang berada di tengah kota, berhadapan dengan panggung yang sudah di hias dengan sedemikian rupa untuk menunjukkan ketenarannya, lampu sorot dan pengeras suara yang berada di ujung ruangan sudah siap untuk mengguncang kota ini.

 

Chanyeol melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir pukul enam sore. Tidak lama lagi pertunjukkan gadis itu akan segera dimulai. Entah mengapa pria itu tidak bisa fokus dengan kegiatannya kali ini. Chanyeol melihat Daehyun yang sedang asik dengan handphone di ruang tunggu bersama L.joe yang sedang menyantap makanannya. Pria itu mendesah. Ia ingin pergi dari tempat ini dan menyaksikan pertunjukkan yang dilakukan oleh Junhee.

 

Chanyeol bangkit dari kursi, berjalan ke sudut ruangan, mengambil tas miliknya. Ia mengeluarkan sebuah benda tipis persegi panjang yang mengkilap. Undangan pertunjukkan Junhee. Chanyeol menggigit bibirnya. Berusaha mengumpulkan akal sehatnya untuk menentukan keputusan.

 

Dan sedetik kemudian pria itu memutar tubuhnya. Menatap kedua pria yang sedang asik dengan aktifitasnya masing-masing.

 

'Aku harus pergi'

 

L.Joe dan Daehyun mengangkat kepalanya, melihat ekspresi Chanyeol yang sekarang jauh berada di atas mereka.

 

'Maksudmu?' L.Joe menelan makanan yang sedang berada di dalam mulutnya lalu kembali menatap Chanyeol bingung.

 

'Aku tidak bisa. Aku harus pergi' Chanyeol merasakan suaranya bergetar. Ia tidak tahu alasan apa yang harus diberikan kepada kedua temannya ini.

 

'Aku tiba-tiba mempunyai urusan penting' Chanyeol meraih tas dan menarik resleting. Bersiap meletakkan benda itu di belakang punggungnya.

 

'Kau gila?! Urusan penting apa disaat lima menit lagi kita akan mengadakan showcase?!' Daehyun membulatkan matanya. Tidak percaya dengan alasan yang di berikan pria itu.

 

'Tapi..' Chanyeol terdiam sebentar dan menundukkan kepalanya seakan dia bersalah. Membuat Daehyun merasa bahwa dirinya telah terlalu keras terhadap pria itu. Mereka bertiga terdiam.

 

Tapi detik berikutnya pria itu langsung melesat secepat kilat.

 

'Tapi aku harus pergi Mian!' Pria itu berlari keluar ruang tunggu hingga membuat suaranya menggema. L.Joe dan Daehyun bangkit dari kursinya, mencoba menghentikan pria itu. Tapi langkah Chanyeol terlalu panjang untuk di kejar. Mereka bisa menyaksikan tubuh Chanyeol yang menjauh sambil melambaikan tangannya.

 

*

Jiae menggoyangkan kakinya berkali-kali hingga tubuhnya terlihat bergetar. Baekhyun, Hayoung dan Minah sudah menunjukkan penampilannya. Semuanya terlihat luar biasa. Bagaimana menggambarkan ikatan antara Baekhyun dan Hayoung, semuanya terlihat indah, gerak tubuh, kontak mata. Dan Jiae bisa melihat bahwa Baekhyun terlihat juga mencintai Hayoung, hanya saja otaknya terlalu sibuk dengan kepanikannya saat ini. Penampilan selanjutnya telah selesai dan kembali selesai. Nomor urutannya dan Jongin semakin dekat.

 

Sebelumnya, disaat perasaannya begitu panik dengan penampilannya nanti, Jiae menyempatkan diri untuk keluar ruangan hanya untuk melihat penampilan Soojung dan Luhan. Dan dia bersyukur bahwa semuanya berjalan dengan baik. Luhan dan Soojung terlihat begitu hebat dengan suara dan penampilan yang mereka bawakan.

 

Jiae menatap Jongin yang berdiri di belakangnya. Pria itu tersenyum, mencoba memberikan ketenangan kepada Jiae.

 

'Kau bisa. Semuanya akan baik-baik saja. Kau mempunyai suara yang hebat Jiae. Kau harus memperlihatkan kepada mereka semua kalau kau pantas berada di panggung itu'

 

Jiae menelan ludahnya. Perutnya sakit, dadanya panas, entah mengapa semua perasaan itu bercampur didalam dirinya. Ia kembali memikirkan hal apa yang harus membuatnya berada disini. Jiae memejamkan matanya.

 

Ayahnya, hidupnya, dan dia tidak ingin membuat Jongin mendapatkan nilai yang tidak sempurna hanya karena dirinya. Jiae kembali membuka mata dan mengangguk menatap Jongin sambil tersenyum.

 

'Dan selanjutnya. Im Jiae dan Kim Jongin' tepuk tangan langsung menyambut kedatangan mereka dari balik tirai merah yang mengkilap dan besar, hampir menutupi panggung itu.

 

Jongin duduk di belakang pianonya sambil membenarkan microphone yang terpasang di badan pianonya. Jiae maju lebih depan, kakinya bergetar dan dia mencoba membuat semuanya tidak terlihat.

 

Gadis itu dapat melihat semua orang di hadapannya. Soojung, Hayoung, Junhee, Luhan, Baekhyun, bahkan Bomi dan beberapa teman-temannya. Dan Jiae tidak akan merusak perasaannya dengan melihat ke bangku orang tua. Karena dia yakin tidak akan ada seseorang disana, saat ini bangku itu mungkin hanya menjadi tempat tas bagi orang tua lainnya.

 

Jiae menahan napasnya dan menatap Jongin yang berada tidak jauh di belakangnya. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum kecil, memberikan tanda bahwa dia siap.

 

Jiae memejamkan matanya.

 

Bernyanyi adalah bagaimana menguasai lagunya, mengerti makna di balik liriknya, masuk dan rasakan apa yang ingin mereka ceritakan

 

Jiae kembali mengingat kalimat yang diberikan oleh Sunggyu gurunya. Hal yang harus dia lakukan adalah masuk kedalam lagu itu.

 

Jongin mengusap tangannya pelan dan meletakkannya dengan pasti di atas tuts yang terbuat dari gading itu. Memainkan nadanya dengan indah dan menghasilkan suara bulat yang hebat.

 

Dan disaat Jiae akan membuka suaranya nada itu tiba-tiba kembali terdengar di telinganya. Masuk dengan jelas menerobos pendengarannya. Ia memutar tubuhnya menatap Jongin dengan bergetar. Tapi pria itu masih tidak menyadari reaksi yang diberikan Jiae.

 

Entah apa yang membuat Jongin memilih lagu itu. Semua ini bukan bagian dari latihannya dengan Jongin, bukan lagu ini. Dan tidak lagu ini.

 

Somewhere over the rainbow.

 

Nada itu dengan jelas kembali mengalun disekeliling Jiae. Merengkuh tubuhnya yang ketakutan saat ini.

 

Jiae memundurkan langkahnya, tangannya bergetar hingga microphone yang ia pegang juga ikut berguncang. Napasnya tercekat. Urat-urat di leher nya tercetak jelas. Matanya berair menatap orang-orang yang berada di hadapannya.

 

Mengerti makna di balik liriknya. Kalimat itu terus berputar di kepalanya bersama dengan lagu yang Jongin mainkan sekarang.

 

Rasakan apa yang ingin mereka ceritakan. Senyuman wanita itu, suaranya, tawanya, kesakitan, air mata, tatapan mata. Jiae kembali teringat. Lagu itu membuatnya kembali masuk ke dalam kenangannya bersama ibunya.

 

Jongin terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang. Jiae terlihat begitu ketakutan. Bergerak mundur tanpa arah. Kepalanya terlihat memperhatikan sesuatu secara acak.

 

Luhan, Soojung dan Baekhyun mengerutkan kening mereka. Soojung menggenggam tangannya yang ia letakkan di atas pahanya, menautkannya erat dengan satu dan yang lainnya, hingga jari-jarinya terlihat bisa patah dengan cengkramannya sendiri. Soojung menatap Jiae penuh harap. Ia berharap Jiae bisa mengendalikan dirinya, ia berharap gadis itu dapat melawan rasa takutnya.

 

'Lagu itu baik-baik saja Jiae, lagu itu tidak berbahaya, lagu itu bukan apa-apa' Soojung berucap pelan, seakan berdoa untuk Jiae dan berharap gadis itu mendengar kalimatnya.

 

Beberapa orang terlihat mulai berbicara, kebingungan dan berbisik satu dengan yang lainnya. Mereka tidak tahu apa yang menyebabkan seorang gadis tidak juga bernyanyi di atas panggung itu.

 

Jiae terus mendengar lagu itu. Ia mengeratkan kedua tangannya di telinga. Menutup pendengarannya agar lagu itu berhenti berputar di kepalanya. Gadis itu merintih. Tubuhnya terasa ringan, lampu sorot yang berada di hadapannya membuat semuanya semakin pusing, air mata terus mengalir di pipinya. Dan tepat disaat tubuh itu jatuh karena kehilangan kekuatannya Jongin datang dan menangkapnya.

 

Pria itu melihat Jiae yang masih terlihat ketakutan di dekapannya, matanya menatap keatas tanpa fokus yang jelas. Jongin semakin mengeratkan dekapannya.

 

'Tidak apa-apa Jiae. Tidak apa-apa. Maafkan aku sudah memainkan lagu itu' pria itu mengusap kepala Jiae mencoba memberikan gadis itu ketenangan. Dan dengan satu langkah yang pasti pria itu mengangkat tubuh Jiae meninggalkan ruangan. Membuat semua orang bertanya-tanya dengan apa yang terjadi.

 

Bomi dan beberapa teman wanitanya yang lain juga kehilangan akal dengan semua hal ini.

 

Soojung, Luhan, Hayoung dan Junhee berlari meninggalkan kursi penonton secara bersamaan, tanpa komando apa-apa. Mereka pergi dan menuju tempat gadis itu dibawa.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
shafaanis #1
keren. ini sangat keren.
aku akan dukung lo...

fighting!!!
amusuk
#2
menarik, saya lagi craving baca friendship sekarang ^^
semangat!