Chap III

Over The Rainbow

Semuanya terasa sempit, dadanya sesak, udara seakan begitu langka untuk dihirup. Jiae merasakan bahwa tangisannya lah yang membuatnya menjadi seperti ini. Tapi dirinya bahkan tidak bisa menghentikan hal itu.

 

Setelah kejadian tadi siang Jiae merasakan guncangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia di hantui oleh lagu itu, bahkan disaat nada itu tidak ia dengar ia merasa bahwa lagu itu terus berputar di kepalanya. Dan hal itu mengingatkan bagaimana ibunya pergi. Bagaimana wanita itu kesakitan dan tidak bisa bernapas, sedangkan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa.

 

Jiae berkali-kali menarik napasnya dalam. Hari sudah malam, Hayoung dan Junhee yang terlihat panik menanyakan keadaannya hanya diabaikan begitu saja oleh Jiae. Membuat mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Jiae pecah dalam tangisannya. Air matanya terus mengalir.

 

Jiae melihat keadaan kamarnya. Lampu sudah dimatikan, ini memang sudah saatnya untuk tidur, Hayoung dan Junhee tentu saja sudah masuk kedalam mimpi mereka masing-masing, dan Jiae tidak tahu sudah berapa lama dirinya menangis. Ia terus bersembunyi di dalam selimutnya. Membuat tubuhnya basah karena air mata dan keringat.

 

Soojung menatap awan yang berjalan pelan di atas langit, menutupi bulan dan kembali membiarkan benda itu bersinar, menorobos masuk melalui kain tipis yang berada di dalam kamarnya. Gadis itu tidak bisa tidur, terlalu banyak hal yang berada di pikirnannya. Sooyeon, ibunya, dan juga Jiae. Ia merasa bahwa ia tidak seharusnya melakukan hal itu, mungkin ia terlalu keras, mungkin dirinya tidak mengerti apa yang dirasakan gadis itu sebenarnya.

 

Suara tangisan itu masih dapat ia dengar. Soojung yakin bahwa gadis itu belum berhenti menangis sejak tadi sore, Jiae bahkan melewatkan makan malamnya dan hanya bersembunyi di dalam selimut tempat tidurnya. Soojung mengerti bahwa bukan hanya dirinya yang mempunyai masalah dalam hidup, dan Soojung harus mengerti akan hal itu. Ia merasa bersalah dengan Jiae, ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada gadis itu.

 

Suara isakan-isakan masih terdengar bersautan bersamaan dengan suara gemerisik daun yang bergerak karena angin malam. Soojung dapat mendengar rintihan Jiae memanggil ibunya, hal itu membuat Soojung semakin merasa bersalah, tapi disaat seperti ini ia tidak tahu apa yang dapat ia lakukan untuk membantu gadis itu. Soojung berharap Jiae bisa seperti dirinya, Jiae bisa melupakan hal menyakitkan yang berada di hatinya. Entahlah, walaupun pada awalnya dirinya merasa kesulitan untuk berbicara dengan Jiae yang terlihat selalu bersinar dan menyenangkan, yang sangat berlawanan dengan dirinya yang dingin dan tidak dapat berkomunikasi dengan mudah, Soojung yakin bahwa hatinya mengerti Jiae perlahan-lahan. Sama seperti dirinya, Jiae tidak terlihat seperti bungkusnya.

 

*

 

'Hayoung' gadis itu memutar kepalanya ke arah pintu kamar mandi di dalam ruangan itu. Dirinya terkejut dengan apa yang ia lihat. Jiae dengan senyumannya yang merekah. Tidak terlihat murung seperti tadi malam. Rambutnya sudah terkuncir rapi, seragam sekolah juga sudah melekat bersih di tubuhnya.

 

'Kau sudah terlihat hmmm... rapi' Hayoung menggaruk tengkuknya sebentar, ia bingung memikirkan kalimat yang tepat untuk menggambarkan keadaan Jiae saat ini. Ia tidak ingin membuat temannya sedih lagi. Gadis itu juga mencoba untuk tidak membuat Jiae mengingat kejadian tadi malam.

 

'Tentu saja' Jiae tertawa mendengar penjelasan Hayoung. Junhee juga ikut bergabung dengan percakapan mereka. Sedangkan Soojung masih sibuk merapikan kasurnya, mencoba untuk tidak tertarik dengan percakapan itu walaupun sebenarnya ia bersyukur bahwa Jiae sudah kembali normal, sudah bisa bercerita dengan ceria. Dan tanpa dirinya kendalikan bibir itu terangkat membentuk lengkungan yang indah. Bagaimanapun Soojung lega dengan kondisi Jiae yang sudah membaik.

 

'Ayo berangkat' Jiae meraih tasnya, sedangkan Junhee dan Hayoung sudah terlebih dahulu melangkah keluar. Gadis itu berhenti sebentar dan menatap Soojung. Ia lalu menghembuskan napas dan menundukkan kepalanya dan kembali berjalan keluar meninggalkan ruangan itu.

 

*

 

Jiae terus mendengarkan ucapan yang diberikan oleh guru vokalnya. Guru itu tidak terlihat marah hanya saja ia mencoba memberitahu dirinya atas kejadian kemarin. Pria itu berkali-kali memejamkan matanya dan menerawang ke atas, mencoba untuk mencari kalimat yang tepat untuk memberitahu gadis itu.

 

'Tentu saja aku merasa bahwa kau tidak bertanggung jawab Jiae' Sunggyu menatap gadis yang hanya menundukkan kepalanya.

 

Beberapa murid yang berada di dalam kelas itu hanya terdiam menyaksikan ucapan yang diberikan oleh gurunya.

 

'Aku menganggap kau sedikit tidak sopan kemarin'.

 

'Maafkan aku' Jiae mengangkat kepalanya dan mencoba berani menatap gurunya. Pria itu lalu menghembuskan napasnya. Ia telah kehabisan kata-kata untuk gadis ini. Sikapnya kemarin siang sungguh sulit untuk di jelaskan.

 

Sunggyu menggumam sebentar dan menghembuskan napasnya, kembali menatap muridnya. 'Baiklah, nanti sepulang sekolah kau akan membersihkan ruangan ini. Sendirian'. Pria itu lalu kembali ke tampatnya dan kembali mengajar. Ia berharap bahwa itu adalah hukuman yang pantas atas sikap gadis itu kemarin.

 

Jiae menelan ludahnya, tidak ada yang bisa ia bantah kali ini. Lagi pula membersihkan ruangan merupakan hukuman yang ringan untuknya, jadi Jiae akan menerima hal itu tanpa sanggahan apapun. Dirinya memang telah salah kemarin.

 

Beberapa siswa kembali mengeluarkan buku dari tas mereka, mengamati penjelasan tentang pelatihan vokal yang akan diberikan Sunggyu, tapi tidak semua murid fokus dengan pelajarnnya. Pria itu, Luhan, ia merasa bahwa ada yang lain di balik sikap ceria Jiae. Dan sikapnya kemarin sedikit menjelaskan bahwa gadis itu bukan hanya gadis biasa yang masuk ke sekolah ini karena ingin terkenal dan menjadi artis. Bukan itu. Di tambah lagi Jiae terihat sangat tidak bersemangat di setiap pelajarannya.

 

Luhan ingin mengetahui gadis itu lebih jauh.

 

*

 

Waktu sudah menunjukkan jam tiga sore. Beberapa murid mulai keluar dari kelasnya, sedangkan Jiae masih berada di tempatnya, menunggu kelas benar-benar kosong sehingga dia bisa mulai membersihkan kelas ini.

 

Jiae mengangkat beberapa kursi untuk menyapu debu yang berada di bawah meja. Agar semua sudut kelas benar-benar bersih. Jas sekolah yang ia kenakan sudah ia lepas dari tadi, ruangan menjadi begitu panas. Keringat mengalir di sudut pipinya. Pekerjaan yang ia anggap mudah ternyata cukup menyulitkan jika ia mengerjakannya sendiri.

 

Jiae memutar tubuhnya dan dirinya terkejut melihat sosok yang berada di depan pintu kelas.

 

'Astaga Luhan. Sedang apa kau disini?' Jiae mengelus dadanya sebentar dan kembali berjalan menyapu ruangan.

 

Pria itu tersenyum dan melangkah masuk ke dalam kelas. 'Aku hanya berpikir bahwa pekerjaanmu akan lebih ringan jika dikerjakan lebih dari satu orang'

 

Jiae tersenyum mendengarkan penjelasan pria itu. Ia lalu menatap luhan sambil terus mengerjakan aktifitasnya. 'Dan setelah itu kau akan mengejekku seperti di kelas tari kemarin?'

 

Luhan membulatkan matanya. Ia ingat bagaimana teman-temannya tertawa akibat perkataannya disaat membantu Jiae menari.

 

'Oh, maafkan aku. Kau tahu aku tidak berniat untuk mempermalukanmu'

 

Jiae tertawa kecil. Pekerjaannya telah selesai. Ia lalu membawa sapu ke ujung ruangan dan beralih ke tugas selanjutnya. Membersihkan papan tulis.

 

Gadis itu meraih penghapus papan tulis yang berada di ujung ruangan dan mulai menyapukan benda itu di papan hijau berukuran besar. Luhan juga melakukan hal yang sama, pria itu sekarang tepat berada di samping Jiae. Dan gadis itu mencoba untuk mengabaikannya. Mencoba untuk fokus dengan pekerjaannya agar hukuman ini cepat selesai.

 

'Apa yang sebenarnya terjadi kemarin?' Luhan menatap Jiae yang masih tetap fokus dengan pekerjaannya.

 

Gadis itu tidak menjawab. Membiarkan keheningan menemani mereka berdua. Suara serangga di belakang sekolah adalah satu-satunya suara yang jelas terdengar.

 

Beberapa menit berlalu begitu saja, Jiae dan Luhan tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Luhan tentu masih penasaran dengan pertanyaannya tadi. Sedangkan Jiae terlihat seperti mengamati papan tulis yang sebenarnya sudah bersih. Namun gadis itu masih menyapukan bantal penghapus di atasnya.

 

'Aku merindukan ibuku' dan seketika kalimat itu keluar dari bibirnya. Luhan menatap wajah Jiae tiba-tiba. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu akhirnya akan mengatakan sesuatu.

 

'Aku berharap ibuku bisa kembali. Aku ingin bertemu dengannya' raut wajah gadis itu berubah. Ia berusaha menahan air mata yang akan tumpah sebisanya. Membicarakan seorang ibu menjadi topik sulit bagi gadis itu. Bukannya ia tidak ingin mengingat ibunya, hanya saja setiap wanita itu kembali hadir dalam pikirannya tubuhnya terasa nyeri dan sakit. Ia merasa bahwa dirinya bisa meledak karena perasaan merindukan seseorang yang terlalu dalam.

 

Luhan menahan napasnya. Alasan itu sangat berbeda dengan dirinya. Pria itu menyunggingkan bibirnya sedikit, ia kembali teringat alasannya berada disini. Berbicara tentang keluarga, Luhan tidak pernah merasakan merindukan seseorang begitu dalam. Luhan merasa bahwa tidak ada yang merindukannya disaat ia pergi atau mengharapkannya untuk kembali.

 

'Aku berharap bahwa aku tidak mempunyai ibu' Luhan menyunggingkan senyumannya. Dan kali ini Jiae terkejut dengan ucapan yang dikatakan Luhan. Bagaimana seseorang bisa berharap hidup tanpa ibunya.

 

Jiae menatap pria itu yang masih tersenyum sambil terus menghapus papan yang sebenarnya sudah bersih. Jiae menghentikan aktifitasnya dan terus menatap Luhan.

 

'Ibuku tidak pernah menganggapku sebagai manusia. Baginya aku adalah boneka yang bisa ia mainkan sesuka hati'

 

Entah bagaimana, kalimat itu membuat Jiae merasakan sesuatu, ia tidak tahu apa yang dirasakan oleh pria itu, bagaimana ibu atau keluarganya, tapi mendengar pria itu mengatakan kalimat seperti tadi membuat jantung Jiae seakan di pencet dan memaksa darah mengalir ke seluruh tubuhnya lebih cepat. Jiae meletakkan penghapus itu di meja sebelahnya dan kembali menatap Luhan.

 

'Sepertinya pandangan kita mengenai ibu berbeda. Aku tidak seharusnya menceritakan ini kepadamu' Jiae melangkahkan kakinya meninggalkan kelas. Sedangkan Luhan tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya mencoba menyampaikan perasaannya setelah gadis itu bercerita, mencoba membuat keadaan seimbang. Tapi sepertinya ia telah melakukan hal yang salah.

 

*

 

Hayoung berjalan menelusuri koridor. Makan siang kali ini dia tidak bersama dengan Jiae karena temannya sedang di hukum. Jadi dia harus berjalan sendirian ke kantin. Gadis itu mengedarkan pandangannya mencari sosok lain yang ia rindukan beberapa hari.

 

'Hai' Hayoung terkejut saat seseorang menepuk bahunya. Dan saat ia melihat sosok itu dirinya lebih tidak percaya lagi dengan hal itu.

 

'Soojung!' Hayoung membulatkan matanya. Soojung mengerutkan jidat.

 

'Mengapa semua orang terlihat begitu terkejut dengan kehadiranku?'

 

Hayoung tertawa kaku lalu kembali berjalan, membiasakan kehadiran gadis itu disampingnya.

 

'Tidak hanya saja aku pikir kau tidak akan bermain denganku'

 

Soojung tersenyum dan menemani langkah Hayoung.

 

'Kau ingin ke kantin bukan?' Soojung menatap gadis yang berada di sampingnya. Hayoung lalu menganggukkan kepala.

 

'Kalau begitu denganku' gadis itu lalu tersenyum. Dan Hayoung bisa bertaruh bahwa ini adalah pertama kalinya ia melihat Soojung tersenyum.

 

Entah apa yang terjadi dengan putri es itu, hanya saja melihatnya seperti ini membuat Hayoung merasa nyaman dengan kehadiran Soojung, membuat ia bisa membayangkan Soojung akan menjadi teman yang baik dan akan mendengarkan setiap ceritanya.

 

Dan memang seperti itu, hal inilah yang sedang di usahakan oleh Soojung, ia berusaha untuk bisa menerima kehadiran orang-orang disekitarnya, ia memang bisa mengabaikan semua orang di sekolah ini atau di perusahaannya, tapi tidak dengan Hayoung, Junhee dan Jiae. Mereka teman satu kamar, dan tidak seharusnya Soojung menutup diri dengan kehadiran mereka.

 

Kedua gadis itu meletakkan nampan berisi makanan di atas meja yang sudah mereka tentukan sebelumnya. Hayoung tidak tahu pembicaraan apa yang bisa ia mulai dengan Soojung. Bagaimanapun gadis itu tetap terlihat dingin disaat seperti ini. Hayoung memperhatikan sekelilingnya. Dan ia mendapati seorang pria dengan headphone besar sedang berjalan di ujung kantin. Jantungnya langsung berdetak cepat melihat sosok itu. Hayoung sedikit mengangkat tubuhnya dari kursi dan mengikuti langkah pria itu berjalan.

 

Pria itu seakaan punya kendali atas sikap Hayoung, tatapan matanya, gerak gerik tubuhnya, tepat mengikuti pria itu kemanapun dia melangkah.

 

Soojung memperhatikan gadis yang berada di hadapannya. Lalu melihat arah pandangan Hayoung.

 

'Siapa yang kau lihat?'

 

Hayoung mengedipkan matanya beberapa kali lalu kembali menatap Soojung.

 

'Ah tidak' gadis itu tertawa kecil dan kembali melahap roti isi yang ia pegang. Gadis itu berusaha menahan warna mukanya yang memerah, ia berusaha mengalihkan ketertarikan Soojung dengan pandangannya tadi.

 

Setelah makan siang selesai Soojung dan Hayoung memutuskan untuk kembali ke asrama. Setidaknya mereka bisa beristirahat beberapa jam sebelum pelatihan dari perusahaan mereka nanti malam.

 

Hayoung berjalan mengikuti Soojung tapi langkahnya tiba-tiba terhenti melihat sosok pria dengan gadis di ujung ruangan. Soojung yang merasa bahwa Hayoung tidak lagi mengikuti langkahnya kembali menghampiri gadis itu.

 

'Ada apa?' Soojung menatap Hayoung yang masih terpaku dengan pemandangan di hadapannya.

 

Soojung menatap ke arah pria yang sedang bercanda dengan seorang gadis lain. Pria yang membuat Hayoung mengalihkan pandangannya dan mengikutinya seperti bunga matahari disaat makan siang tadi.

 

'Baekhyun? Ada apa dengannya?'

 

Hayoung menelan ludahnya dan kembali menatap Soojung.

 

'Tidak apa-apa. Ayo kembali ke kamar' Soojung lalu kembali mengikuti langkah Hayoung. Gadis itu mencoba menampilkan senyumannya agar terlihat baik-baik saja. Sebenarnya ia ingin menghilang saat ini juga. Atau setidaknya ia ingin tidak melihat hal itu. Ia tahu bahwa Baekhyun adalah seorang player tapi dirinya tidak bisa berhenti menyukai pria itu. Hayoung terus menyakiti dirinya sendiri dengan mencintai Baekhyun. Mengikutinya kesekolah ini, sedangkan pria itu bahkan tidak peduli sama sekali dengan kehadirannya.

 

Tapi pertolongan pria itu disaat mereka kecil tidak akan pernah Hayoung lupakan. Mungkin itu memang hanya hal tidak berarti saat ini, menolong Hayoung kecil saat beberapa teman mereka menarik rambutnya dan mencoba merebut bonekanya. Tapi Hayoung percaya dengan cinta pertama. Walaupun hal itu menyakiti dirinya sendiri. Walaupun pahlawan kecilnya telah tumbuh besar dan masuk dalam dunianya sendiri, Hayoung masih tetap diam di poros kenangannya tentang Baekhyun, menurutnya pria itu adalah pahlawan selamanya. Untuk dirinya.

 

*

 

Junhee memperhatikan papan pengumuman besar yang berada di hadapannya, membuat ia terlihat seperti patung di tengah-tengah orang yang sedang berjalan melaluinya. Bukan karena ada pemberitahuan penting disitu, hanya saja ia mendapati poster grup dangan tiga pria di dalamnya. Grup bernama Dark Circle yang sedang meraih popularitasnya saat ini.

 

Junhee menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Ia begitu merindukan pria ini. Mengapa begitu sulit untuk mengetahui keadaannya. Apa yang akan terjadi di saat dirinya benar-benar berada di hadapan orang yang benar-benar ia rindukan. Akankah pria itu akan menyambutnya? Atau malah mencoba melupakannya.

 

Junhee sebenarnya tidak tahu apa yang ia lakukan di tempat ini. Hanya saja ia berusaha untuk mempertahankan hal yang ia punya. Apa yang akan terjadi selanjutnya, gadis itu tidak akan peduli.

 

'Junhee' gadis itu mengalihkan pandangannya, iamelihat Hayoung berlari ke arahnya diikuti langkah perlahan Soojung yang berada di belakang.

 

'apa yang kau lakukan disini?' Hayoung menghentikan langkahnya tepat di hadapan gadis itu. Hayoung lalu melihat ke papan pengumuman yang berada di sampingnya.

 

Gadis itu mengerutkan keningnya dan kembali menatap Junhee. 'Wah! Kau benar-benar menyukai grup ini yah..'

 

Junhee lalu tertawa mendengar ucapan Hayoung. Dan di saat Soojung sampai pada tempat mereka berhenti ketiga gadis itu kembali melanjutkan langkahnya ke arah asrama.

 

*

 

Hari berjalan seperti biasanya. Dan entah mengapa, sejak kejadian di kelas itu Jiae merasa canggung dengan Luhan. Entahlah, gadis itu tidak pernah marah dengan Luhan. Hanya saja bagaimana pria itu bisa mengatakan bahwa dirinya berharap tidak mempunyai ibu disaat ia sedang mengutarakan perasaannya yang begitu merindukan sosok wanita yang ia sayangi. Ia merasa bahwa Luhan sama sekali tidak membantu keadaan. Pria itu bertolak belakang dengan dirinya.

 

Jiae berjalan menelusuri koridor loker tempatnya menaruh beberapa buku yang tidak terpakai di jam pelajaran ini. Ia melihat beberapa orang terlihat berlari keluar meninggalkan koridor itu secara terburu-buru. Jiae mengerutkan keningnya heran, tapi gadis itu tidak memikirkannya terlalu jauh.

 

Beberapa saat kemudian ia melihat Soojung berada di sampingnya, memasukkan kunci loker dan membuka pintu itu tanpa sekalipun menegurnya.

 

Setelah itu Soojung berlalu begitu saja. Jiae tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara Soojung dan dirinya, gadis itu terlihat tidak membencinya, hanya saja terdapat satu dinding tinggi yang menjadi pembatas di antara mereka dan Jiae berusaha menghancurkan hal itu. Mereka berdua adalah teman, tidak ada yang bisa merubah hal itu.

 

Jiae melambatkan langkahnya melihat beberapa orang yang terlihat memenuhi layar LED besar yang berada di kantin mereka. Entah apa yang mereka lihat tapi tampaknya hal itu sangat menarik hingga membuat beberapa siswa tertawa dan mendekap mulutnya tidak percaya.

 

Jiae mendekat, mencoba mencari tahu apa yang terjadi, lalu dari kerumunan itu ia dapat melihat Hayoung berdiri mencoba melihat layar LED itu lebih jelas, Jiae menarik lengan gadis itu.

 

'Apa yang terjadi'

 

Hayoung yang terkejut dengan keberadaan Jiae langsung menarik gadis itu kembali masuk ke dalam kerumunan.

 

'Lihat! Seorang anak dari wanita penghibur berada di sekolah ini, Nona Jung. Siapa dia?' Jiae membulatkan matanya mendengar penjelasan itu. Jung? Siapa gadis yang di maksud, dan hal apa yang membuat seseorang menampilkan berita seperti ini?.

 

Jiae menggigit bibirnya, melihat foto wanita tua dengan hanbok dan make up tebal di wajahnya. Ia lalu melihat Soojung berlari mendekat. Dan entah apa yang membuat Jiae menyadari nya, ia teringat bahwa nama keluarga gadis itu adalah Jung. Jiae mungkin tidak percaya dengan hal itu, tapi ia langsung berlari dan menghampiri Soojung yang akan masuk ke dalam kerumunan itu.

 

'Apa?' Soojung menatap wajah Jiae dengan dingin. Gadis itu menelan ludahnya.

 

'Hanya jangan kesana aku mohon' Soojung menahan napasnya yang memburu, tubuhnya terasa panas akibat berlari dari kelasnya menuju kantin. Dan tidak mempedulikan hal yang di lakukan Jiae gadis itu menghempaskan Tubuh Jiae ke samping dan kembali berjalan ke arah kerumunan itu.

 

Jiae berlari mengikuti Soojung, mencoba sampai dengan cepat pada titik di hadapannya. Dan di ujung sana, tepat di belakang LED besar itu, ia melihat sosok pria dengan kulit coklat gelap berjalan dengan santai dan mencabut kabel listrik yang berada di belakang layar itu. Beberapa siswa yang sedari tadi terlihat asik dengan perbincangan mereka tentang foto itu terdiam melihat Jongin di hadapan mereka.

 

Jongin menampilkan senyuman sinisnya. Menatap siswa-siswa itu seakan mereka adalah serangga yang harus di basmi.

 

'Begitu menyenangkankah mencampuri urusan orang lain?' Jongin tetap dengan tatapannya, entah siapa yang dia ajak berbicara, hanya saja saat ini tidak ada yang berani melawan sikap Jongin.

 

Soojung yang tiba dengan napasnya yang memburu tidak mempedulikan Jongin yang saat ini berada di sampingnya, pria itu juga merasa sedikit terkejut dengan kehadiran Soojung.

 

'Apa yang kalian lihat?!' suara Soojung langsung menggema mengisi kantin, dan setelah itu tidak ada yang berani berbicara, semuanya menyaksikan Soojung yang berada di depan LED.

 

Napasnya kembali memburu setelah benar-benar melihat apa yang sebenarnya mereka lakukan.

 

'Sekarang apa? Namaku Soojung dan nama keluargaku Jung' Semua orang yang menyaksikan Soojung benar-benar tidak mengerti, menit sebelumnya mereka hanya menyaksikan berita yang membuat semua orang terkejut, tidak ada yang menyangka bahwa seorang gadis akan mengamuk di hadapan semua orang.

 

'Dan gambar yang kalian lihat tadi' Soojung menutup matanya sesaat, ia merasakan panas disaat kelopak mata menyelimuti bola matanya. Ia ingin menangis, ia seakan ingin menyerah saat ini, entah apa yang gadis itu lakukan sehingga ada orang yang tega melakukan hal ini kepadanya.

 

'Wanita ini adalah ibuku!'

 

Beberapa anak terlihat ada yang membuka mulutnya tidak percaya, sedangkan Hayoung ikut menatap Soojung dengan ekspresi terkejut. Jiae berjalan ke arah gadis itu dan menarik tangannya pergi. Meninggalkan kerumunan yang menjadi riuh akibat pengakuannya.

 

Jongin yang sedari tadi menyaksikan pengakuan gadis itu sebenarnya juga tidak percaya, ia melakukan hal ini bukan karena dirinya telah mengetahui bahwa wanita itu adalah ibu dari Soojung, ia hanya merasa bahwa murid-murid ini tidak pantas untuk melakukan hal ini. Mengusik kehidupan orang lain dan membicarakannya. Dan disaat pria itu mengetahui semuanya, ia semakin merasa bahwa ada sesuatu yang lain yang ia rasakan kepada Soojung.

 

*

 

Jiae merasakan angin yang menerpa wajahnya, di tempat ini, dimana ia bisa bebas dari orang-orang ramai yang mengganggunya, ia menatap Soojung yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

 

'Kenapa kau mengakuinya?' Jiae menatap Soojung lekat, ia tahu ada sesuatu yang rapuh di balik tubuh kuat itu. Wajahnya memerah.

 

'Karena aku membenci ibuku' Soojung menjawabnya parau, suaranya tidak lagi seperti biasa, ia seperti anak kucing yang sedang sekarat saat ini.

 

Jiae terdiam mendengar ucapan Soojung, entah mengapa dirinya dikelilingi oleh orang yang benci dengan orang tua mereka sendiri.

 

'Aku membenci wanita itu. Aku ingin membuatnya sadar dengan kepergianku kesekolah ini. Aku akan kembali disaat aku bisa membuktikan bahwa aku adalah gadis yang berhasil' Soojung membenarkan suaranya lalu kembali menikmati angin yang berhembus. Menatap gedung-gedung tinggi yang berada di atasnya, dan tepat disaat ini, warna kesukaannya muncul, Jingga. Senja telah datang dan menyelimuti kedua gadis itu yang sedang duduk di atas atap sekolah.

 

'Tapi aku malah menyakiti diriku sendiri, aku merindukannya' Jiae menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Menyaksikan seorang gadis yang begitu merindukan ibunya membuat Jiae merasakan semua itu. Bagaimanapun ibu adalah seseorang yang tidak dapat ia gantikan. Hidup sendiri di tempat yang asing, berharap bahwa ada seseorang yang akan menanyakan keadaan dirinya disaat terlambat pulang. Kedua gadis ini tidak dapat merasakan hal itu. Mereka terlalu sibuk dengan urusan untuk bertumbuh besar, dan disaat mereka sadari hal itu sudah terlambat untuk direngkuh.

 

Jiae mengusap punggung Soojung, mencoba memberikan gadis itu ketenangan.

 

'Semuanya akan baik-baik saja' Jiae tersenyum menatap Soojung, dan ia berharap bahwa dinding itu sudah dapat diruntuhkan.

 

*

 

'Oke anak-anak, setelah pengumpulan nilai yang kalian lakukan beberapa minggu lalu di awal semester kita akan melakukan pertunjukkan kecil dengan persentase nilai yang bisa membantu nilai kalian' Youngwoon menepuk tangannya sekali, membuat penekanan di akhir kalimat agar murid-murid langsung tertarik kearahnya yang sedang berbicara.

 

Jiae menyandarkan tubuhnya di kursi memperhatikan pria itu. Walaupun Jiae masih seperti biasanya, masih tidak terlalu peduli dengan hal yang ia jalani di sekolah ini Jiae mulai mencoba untuk tidak terlihat terlalu mencolok, setidaknya dia ingin keadaan baik-baik saja sampai ia bertemu dengan ayahnya.

 

'Pertunjukkan kecil itu akan melibatkan kalian dalam menunjukkan beberapa kemampuan' Youngwoon tersenyum dan mengambil kotak berisi bola-bola kecil.

 

'Satu penampilan akan berisi dari satu pasangan, dan kalian dapat menemukan partner kalian dalam bola ini' Youngwoon mengangkat tinggi kotak yang ia pegang lalu meletakkannya di atas meja.

 

'Aku akan memanggilnya satu persatu dan kalian dapat membacakan pasangan kalian di depan kelas'

 

Setelah pria itu kembali ke kursinya beberapa murid mulai mendapatkan pasangannya.

 

Baekhyun maju kedepan dan membacakan nama yang berada di genggamannya 'Bang Minah' Baekhyun mengangkat kepalanya mencari sosok itu, dan gadis di sudut ruangan tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Baekhyun dengan semangat. Pria itu mendesis.

 

Jiae menatap Hayoung yang berada di belakang kursinya, begitu juga dengan Soojung, dua gadis itu tahu bahwa ada seseorang yang sedang patah hati saat ini. Terlihat menggelikan, tapi mereka mencoba mengerti posisi Hayoung.

 

Soojung memasukkan tangannya ke dalam kotak dan memutarnya beberapa kali sebelum menentukan bola yang akan ia ambil. Ia lalu mengeluarkan bola berwarna merah dan melihat kertas yang berada di dalamnya.

 

'Kim Jongin' Pria itu terlihat terkejut saat namanya disebut namun tidak bisa menyembunyikan wajah gembiranya saat mengetahui dirinya akan berpasangan dengan Soojung. Gadis dingin yang menjadi perhatiannya sejak awal.

 

Soojung tidak mempedulikan hal itu, yang akan dia lakukan sekarang adalah melakukan penampilan sebaik mungkin dan mendapatkan nilai tinggi.

 

'Im Jiae' Jiae membulatkan matanya saat namanya terucap dari bibir pria itu. Luhan, dan ia tidak ingin berpasangan dengannya. Ia tidak bisa.

 

Dan setelah semua orang mendapatkan pasangan guru itu kembali menjelaskan beberapa teknis yang akan menjadi penilaian.

 

'Oke anak-anak, aku anggap kalian mengerti, di minggu terakhir bulan ini menjadi kesempatan kalian mendapatkan nilai terbaik' Pria itu lalu beranjak dari kursinya dan langkahnya terhenti saat Jiae kembali mengatakan sesuatu.

 

'Tunggu!'

 

Pria itu memutar tubuhnya menatap Jiae.

 

'Ya?'

 

Jiae terdiam, membuat pria itu menunggu seperti orang bodoh di ujung ruangan. Gadis itu lalu membenarkan suaranya dan kembali berbicara.

'Aku ingin bertukar pasangan' Jiae kembali terdiam, ia tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan tapi hanya saja Luhan tidak akan mendukung penampilannya sama sekali.

 

Youngwoon mengerutkan keningnya mendengar ucapan Jiae.

'Tidak bisa nona, kau harus melakukan dengan pasangan yang sudah di tentukan' pria itu tersenyum sambil menatap gadis itu.

 

'Tapi bagaimana aku bisa melakukan penampilan dengan baik jika aku tidak mau melakukan hal itu dengannya?'

 

Pria itu terdiam sejenak, entah karena kehabisan kata-kata atau membenarkan ucapan Jiae. Luhan yang sejak tadi mendengarkan namanya di ucap tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu bahwa Jiae marah dengan dirinya, hal itu tentu tidak perlu dipertanyakan lagi. Terlihat bagaimana gadis itu menolaknya.

 

'Lalu dengan siapa?'

 

Jiae menahan napasnya, ia bahkan belum memikirkan hal itu, semua ini terlalu tiba-tiba. Ia hanya ingin bertukar pasangan, dengan siapa saja kecuali Luhan.

 

'Jongin'

 

Beberapa murid terlihat terkejut dengan keputusan Jiae, bagaimana mungkin, Jongin adalah pasangan Soojung.

 

Soojung menyunggingkan senyumannya, ia lalu menatap Jiae.

 

Soojung mengangkat tangannya, seketika pandangan murid-murid kelas langsung beralih ke arah gadis itu.

 

'Aku ingin berpasangan dengan Luhan. Tidak masalah bukan?' Jiae ikut terkejut dengan hal yang gadis itu lakukan. Sebenarnya Jiae takut gadis itu marah. Dan mungkin ini adalah caranya membalas perlakuan seenaknya tadi.

 

Youngwoon menarik napasnya frustasi dengan sikap-sikap muridnya. Ia tidak tahu apa yang terjadi di kelasnya, tapi saat ini ruangan itu terdengar berisik dengan ucapan-ucapan beberapa murid lain.

 

'Oke baiklah, tentukan semau kalian selagi kalian menyetujuinya' pria itu lalu berjalan ke luar kelas, gusar dengan perbuatan kedua gadis itu.

 

Soojung lalu menatap Jiae tersenyum. Sebenarnya Jiae tidak mengerti arti senyuman itu, tapi ia merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja.

 

*

 

Junhee membetulkan posisi duduknya, bersembunyi di balik pintu besar yang berada di sudut ruangan benar-benar menyiksanya. Ia begitu merindukan pria itu, jadi sepulang sekolah ia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruang latihan senior yang berada di perusahaannya. Ia dapat melihat Daehyun memainkan gitar sambil bernyanyi ringan, tampaknya mereka sedang istirahat. Dan sejak tadi Junhee tidak dapat menemukan sosok yang ia cari.

 

'Junhee?!' gadis itu mengangkat kepalanya, mencari orang yang memanggilnya. Dan seketika gadis itu terkejut dengan pria tinggi yang berada di hadapannya.

 

'Chanyeol' entah mengapa suara itu tiba-tiba hilang. Beberapa adegan yang mungkin sudah ia bayangkan sebelumnya seperti memeluk atau tersenyum langsung hilang begitu saja, tubuhnya begitu kaku, apalagi dengan penampilan Chanyeol yang jauh berbeda disaat satu tahun yang lalu.

 

'Apa yang kau lakukan disini?' Chanyeol memajukan tubuhnya ke arah Junhee agar orang-orang yang berlalu tidak dapat mendengar percakapan mereka.

 

'Kau penguntit? Astaga kau harus cepat pergi Junhee, kau bisa di tangkap'

 

Junhee mengerutkan keningnya, bagaimana pria ini bisa mengira bahwa dirinya adalah fans fanatik yang mengikuti dirinya hingga ke dalam tempat latihan. Chanyeol menarik tangannya menuju pintu belakang untuk keluar.

 

'Lepaskan' Junhee menarik tangan pria itu yang menggenggam tangannya erat.

 

'Aku murid pelatihan disini' gadis itu memajukan bibirnya. Chanyeol lalu membulatkan matanya mendengar penjelasan Junhee. Ia lalu mulai tertawa kecil.

 

'Kenapa? Aku mengikuti audisi bulan lalu dan aku berhasil'

 

Chanyeol membenarkan napasnya lalu kembali menatap Junhee. 'Kau serius?'

 

Junhee menganggukkan kepalanya.

 

'Minggu depan aku ada pertunjukkan yang diadakan sekolah ku dan perusahaan ini, kau harus datang dan melihatnya' Junhee menyerahkan selembar kertas tentang pemberitahuan penyelenggaraan acara yang diadakan oleh sekolah perusahaannya. Pria itu lalu kembali menatap Junhee, ia semakin yakin bahwa gadis itu tidak berbohong.

 

'Aku tidak yakin, kau tahu jadwal grupku sangat padat' gadis itu menghela napasnya dan memukul lengan Chanyeol pelan.

 

'Aku tahu. Aku hanya memberitahumu' Junhee tersenyum dan memutar tubuhnya, meninggalkan pria itu yang masih terkejut dengan kehadiran gadis yang dicintainya satu tahun yang lalu. Pria itu bukannya melupakan Junhee, hanya saja ia masih terlalu sibuk mengejar ketenaran dan larut dalam kebahagian palsu dalam dunia hiburan.

 

Dan disaat gadis itu hadir dihadapannya, Chanyeol tidak tahu apa yang harus di lakukannya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
shafaanis #1
keren. ini sangat keren.
aku akan dukung lo...

fighting!!!
amusuk
#2
menarik, saya lagi craving baca friendship sekarang ^^
semangat!