Chap I

Over The Rainbow

Jiae mengaduk kopi yang baru saja diantarkan oleh pelayan kafe dekat perempatan rumahnya, sudah hampir sepuluh menit gadis itu menunggu tapi sosok itu belum juga datang. Jiae menyeruput kopinya hingga menyisakan whip krim di sudut bibir dan ujung gelasnya. Ia menghepaskan tubuhnya kebelakang kursi yang ia duduki. Bergumam sebentar dan mengedarkan kepalanya keseluruh ruangan kafe tempatnya menunggu.

 

Derap langkah berat itu menghampirinya. Jiae melipat bibirnya melihat pria baruh baya yang ditunggunya beberapa jam ini datang dengan senyuman merekah dan wajah tanpa dosa.

 

'hai tenang, kau mau beritanya atau tidak?' pria itu mencoba menggoda Jiae yang melemparkan pandangannya ke arah jendela, seolah ia marah walaupun sebenarnya ia tidak benar-benar dengan hal itu.

 

'jadi apa yang bisa kau berikan padaku?' Jia meletakkan tangannya yang terkepal di atas meja, siap mendengarkan informasi yang akan di berikan pria tanggung itu.

 

'sabar nona, biarkan pamanmu memesan minuman dulu' Jiae mendesis, ia merasa bahwa pria ini hanya ingin mempermainkan dirinya.

 

Dan setelah beberapa menit yang menjengkelkan, melihatnya hanya tersenyum seperti orang bodoh, karena Jiae tidak bisa melepaskan tatapannya dari pria itu. Ia sangat penasaran dengan informasi yang akan pria itu berikan.

 

'oke, kau siap?' Jiae tidak menjawab apa-apa setelah pria itu meletakkan cangkir teh lemonnya di atas meja, tubuh gadis itu seketika berdiri tegak dan merapat, hampir menyatu dengan ujung meja yang berada di hadapannya.ia mendekatkan tubuhnya, menatap wajah pria itu lekat-lekat dengan mata yang membesar.

 

'begini, aku mendapatkan informasi bahwa sekarang ayahmu bekerja di salah satu manajemen di kota ini' Jiae mengerutkan jidatnya. Tapi ia tidak memutus pembicaraan yang dilakukan oleh pamannya.

 

'ya kau tahu, negara kita mempunyai banyak perusahaan artis. Dan mereka juga melakukan pelatihan untuk pengajar disana. Aku mendengarnya dari seorang temanku yang juga mengikuti pelatihan' pria itu kembali meraih cangkir teh nya yang belum habis, ia lalu menyeruputnya dan berganti menatap Jiae yang terlihat sedang berpikir.

 

'lalu dimana aku bisa menemuinya?' Jiae menggaruk tengkuknya. Entahlah, ia seperti tahu bahwa ini adalah hal yang sulit. Bukan berarti ia tidak mengerti apa yang pamannya jelaskan tadi, hanya saja ia merasa ia harus bertanya tentang hal itu.

 

'kau tahu, dia sedang masa pelatihan untuk bekerja disana. Aku ingat bahwa sejak kecil ia ingin sekali menjadi pencipta lagu yang hebat' Jia menghembuskan napasnya frustasi.

 

'aku tahu. Aku tahu semuanya. Dan bagaimana aku bisa bertemu dengannya?' Pria itu membasahi bibirnya yang sejak tadi kering karena terus berbicara. Ia lalu menyunggingkan bibirnya dan tersenyum.

 

'aku tahu. Uhmm.. kau seorang gadis yang cantik. Dan kau mempunyai kemampuan yang bisa kau asah karena kau masih muda. Bagaimana kalau kau masuk ke dalam manajemen itu?' Jiae membuka mulutnya ingin memberikan penyanggahan. Tapi sedetik kemudian, ekspresinya lebih terlihat seperti orang yang terkejut, karena ia tahu tidak ada cara lain yang bisa dilakukannya.

 

'kau bercanda!' Jiae mencoba menolak saran yang diberikan oleh pamannya, walaupun begitu ia tidak mempunyai rencana lain.

 

'aku tidak bisa membantu mu lebih. Dengar, aku tahu bahwa ajuma itu tidak akan membiarkanmu tinggal lebih lama di rumah susun itu. Jika kau bisa lolos audisi kau bisa mendapatkan penginapan gratis' Jiae terdiam mendengar rencana itu. Hidupnya memang bukan apa-apa saat ini. Dia benar-benar gadis biasa yang ditinggal oleh ayahnya bahkan sejak kecil dan harus hidup bersama ibunya yang juga sudah pergi meninggalkannya, meninggal karena masalah pernapasan.

 

Terdengar begitu menyedihkan dan gadis itu hanya ingin mengetahui siapa ayahnya selama ini. Ia setidaknya ingin pria itu bertanggung jawab atas hidupnya, karena hanya itu yang ia punya.

 

Jia menelan ludahnya. Ia lalu menatap pamannya yang tampaknya sudah sibuk dengan majalah di tangannya. Membaca dengan seksama, tidak memperdulikan dirinya yang sedang membuat keputusan penting.

 

'oke!' pria itu terkejut, ia menaikkan kepalanya menatap Jiae.

 

'ya ya?' Jiae menghela napasnya.

 

'oke aku akan melakukakannya. Aku harus bertemu dengannya' gadis itu merendahkan suaranya, ia sudah bosan dengan permainan hidup ini. Dan sekarang, hanya ini yang dapat ia lakukan.

 

*

 

Soojung mengikat tali sepatunya dengan satu simpul kecang. Ia suka melakukannya. Sekarang sepatu olahraga hitam itu sudah terpasang mantap di kakinya yang ramping. Soojung bangkit dari tempat duduknya. Rumahnya yang berada tepat di perempatan jalan membuat ia dapat melihat orang yang berlalu lalang sedari tadi. Soojung menepuk roknya yang kotor karena debu yang menempel di atasnya.

 

Ia memperhatikan mobil sedan putih yang mendekat ke arah rumahnya. Dan tepat seperti dugaannya mobil itu berhenti di hadapan Soojung. Gadis itu mendesah. Ia membenci rumahnya sendiri. Jujur saja, ia benci dengan pekerjaan ibunya yang setiap hari harus melayani pria-pria hidung belang seperti ini.

 

Seorang pria tua yang rambutnya hampir tertutupi oleh uban keluar dari mobil, hidung nya besar dan perutnya buncit. Soojung sangat membenci pemandangan menjijikkan ini. Pria itu lalu mendekat kearah Soojung.

 

'dimana wanita itu?' pria itu bertanya dengan suara beratnya. Dan Soojung tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu.

 

'hai nona. Kau mendengarku? Dimana wanita itu?' pria itu melambaikan tangannya di hadapan Soojung. Membuat gadis itu menyunggingkan bibirnya.

 

'wanita mana yang kau cari ajushi?' pria itu tertawa kecil melihat tingkah jagoan Soojung. Ia lalu menaikkan celananya yang terus turun. Hingga Soojung merasa bahwa ikat pinggang itu tidak lagi berguna.

 

'wanita dengan dadanya yang besar itu' Soojung membulatkan matanya mendengarkan jawaban yang diberikan oleh pria itu. Ia pergi meninggalkan pria itu dan berjalan ke arah mobilnya dengan langkah yang cepat.

 

BRAK!

 

Soojung menendang pintu mobil sedan itu, hingga terdapat cetakan yang cekung ke dalam akibat tenaganya yang kuat. Pria itu terkejut dan berlari ke arah Soojung.

 

'kau gila! Apa yang kau lakukan!' pria itu tampak gusar dan menarik kerah baju Soojung. Tepat disaat jendela mobil itu turun ke bawah.

 

'ajushi cepat berangkat! Apa yang kau lakukan disini. Ayahku yang akan mengurus mobil ini!' Soojung melihat ke arah mobil itu. Seorang gadis dengan rambut pirang dan bibir kecil yang merah. Terlihat seperti gadis kangnam biasa berteriak melalui kaca mobilnya.

 

Soojung tersenyum menatap pria yang ternyata hanya seorang supir itu. Berlagak seolah ia adalah direktur perusahaan besar. Pria itu langsung melepaskan cengkramannya di kerah Soojung, ia mendesis kearah gadis itu. Dan masuk kedalam mobil. Gadis tadi masih memperhatikan Soojung dengan tatapan jijiknya, seakan Soojung adalah bakteri yang harus dibuang.

 

Soojung menghela napasnya lega. Penghancur mood yang sempurna dipagi ini menurutnya. Ia lalu melangkahkan kaki meninggalkan rumahnya.

 

*

 

Soojung melihat langit yang sudah merah, ia menyukai senja, menurutnya itu adalah pemandangan paling romantis yang pernah ada. Di balik sikap dingin dan kerasnya Soojung ternyata masih menyimpan kekaguman tersendiri dengan warna melankolis itu. Ia berharap jika ia mempunyai uang banyak ia bisa membuat kamar dengan jendela yang mengarah ke barat. Dengan begitu ia bisa menikmati cahaya sempurna ini setiap hari. Tidak seperti kamarnya yang berada di loteng. Sempit, dingin, dan penuh dengan lumut.

 

Tapi bagi Soojung, membuang tiap menitnya hanya untuk pengandaian sangatlah tidak berguna. Ia harus belajar dengan rajin dan lulus dengan nilai sempurna, masuk ke universitas tinggi dan menghasilkan uang banyak. Dengan begitu ia bisa melakukan sesuatu yang lebih baik bagi hidupnya.

 

Soojung membuka pintu besi itu. Dan saat ia masuk kedalam suara musik yang menggema langsung menyambut pendengarannya. Musik itu bisa membuat jantung kita ikut berdetak mengikuti irama bassnya. Membuat ia muak dengan keadaan ini. Ia berusaha untuk tidak peduli dengan keadaan ruang tengahnya yang penuh dengan lelaki hidung belang dan ibunya yang bertingkah seperti wanita murahan. Tapi mata gadis itu tertuju terhadap seorang gadis kecil yang membawakan nampan, gadis itu berjalan pelan dan tanpa sengaja menabrak pria yang sedang asik menari. Gelas itu tumpah dan membuat air terciprat ke jas pria itu.

 

'anak kecil sialan! Apa yang kau lakukan disini' pria itu mendorong gadis itu. Membuat Soojung mengepalkan tangannya.

 

'sajangnim. Maafkan saya, biarkan dia pergi, maafkan dia tidak melihat' wanita itu mengusap tangannya di hadapan pria tadi, meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

 

'bersihkan sepatuku!' pria itu menjulurkan kakinya kehadapan wanita itu. Sedangkan gadis kecil tadi masih diam mematung di sudut ruangan. Tubuhnya bergetar ketakutan.

 

Wanita itu menundukkan badannya, dan dengan kain hanbok yang ia kenakan ia mencoba untuk membersihkan sepatu kulit yang pria itu kenakan.

 

BRUGH!

 

Soojung mendorong pria itu hingga ia terjatuh dan terduduk di sudut ruangan. Pria itu terkejut dengan serangan yang di berikan oleh gadis muda yang bahkan terlihat tidak bertenaga melalui postur nya yang kurus.

 

'gadis gila! Kau berani padaku huh?!' wanita itu mencoba meminta Soojung meninggalkan ruangan dan pergi. Ia tidak ingin anaknya terlibat perkelahian dengan pria itu.

 

'sajangnim maafkan anak saya, maafkan dia. Biarkan saya membersihkannya kembali' Soojung menyingkirkan tangan ibunya dan kembali menyerang pria itu.

 

Pria itu tersenyum meremehkan Soojung, ia bangkit dan menarik lengan Soojung lalu menghempaskannya ke atas Sofa. Soojung mencoba melawan. Kakinya mendendang perut itu. Tubuh pria itu limbung dengan sekali serangan. Entah karena dia terlalu banyak minum alkohol atau karena tendangan Soojung yang memang kuat. Pria itu kembali tersungkur, dan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan Soojung meraih pisau buah yang berada di atas meja. Ia menduduki pria itu, mencengkram kerah bajunya, dan meletakkan pisau di potongan lehernya yang tebal.

 

Pria itu tercekat, wajah nya ketakutan melihat sikap Soojung.

 

'hei! Hentikan anak ini wanita murahan!' pria itu berteriak. Ibunya datang dan menghampiri Soojung. Mencoba membuat anaknya berhenti dengan tingkahnya. Wanita itu mendorong tubuh Soojung. Memukulnya, menarik rambutnya. Tapi Soojung tetap diam pada tempatnya.

 

'berhenti. Soojung aku bilang berhenti' wanita itu terus sibuk dengan usahanya menghentikan anaknya yang ingin membunuh seorang pria. Mata Soojung memerah, tangannya bergetar. Pisau yang berada di genggamannya ia cengkram erat hingga urat-urat tangannya jelas tercetak di kulitnya yang putih.

 

Wanita itu tidak kehabisan cara. Ia menggigit tangan anaknya. Pria tadi hanya berteriak-teriak frustasi membuat Soojung berhenti. Dan tenaga Soojung habis. Ia jatuh di samping pria itu. Pria itu bangkit dan langsung bergegas pergi sambil terus berbicara. Gusar dengan perlakuan gadis tadi.

 

Soojung masih dengan posisinya. Menahan tubuhnya dengan kedua tangannya di atas lantai, napasnya memburu. Wanita itu datang menghampiri anaknya.

 

'apa yang kau lakukan?! Aku memang wanita penghibur, mengapa kau melakukannya?!' wanita itu mengguncang-guncangkan bahu Soojung. Gadis itu bangkit dan menatap ibunya tajam

 

'aku tidak pernah peduli dengan apa yang kau lakukan. Lihat dia' Soojung memutar bahu ibunya, membuat wanita itu tepat berada di hadapan gadis kecil yang sedang meringkuk ketakutan. Tubuhnya bergetar dan tatapannya entah kemana.

 

'dia buta dan kau menyuruhnya membawa minuman?!' Soojung berteriak hingga adiknya terkejut. Wanita itu menahan napasnya. Ia menelan ludahnya, tahu dengan kesalahan yang ia perbuat.

 

Soojung meninggalkan ibunya yang masih terduduk lemas akibat ucapannya. Ia menarik adiknya dan membawanya kedalam kamar.

 

Soojung mengunci pintu dan menekuk kakinya, membuatnya sejajar dengan tubuh kecil Sooyeon. Adiknya menatap lurus kedepan dengan titik fokus yang samar. Ia lalu merengkuh adiknya dan mengusap punggungnya.

 

'kau baik-baik saja?' gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum kecil. Soojung ikut tersenyum melihat adiknya yang baik-baik saja. Adiknya masih kecil, dan buta. Tapi masih bisa tetap tersenyum dengan semua hal yang ia lakukan. Melihat hal itu bagi Soojung sudah membayar semuanya.

 

'kau tahu. Jangan pernah berada di bawah lagi, hanya disini menunggu aku pulang ara?' Soojung mengusap lembut kepala adiknya dan kembali memeluknya.

 

*

 

Soojung memutar-mutar tubuhnya di atas kasur. Ia melihat adiknya yang sudah tertidur lelap di sampingnya. Keadaan seperti ini membuat ia kembali mengingat apa yang sebetulnya ia inginkan dan ia butuhkan saat ini. Membuat ibunya bekerja menjadi wanita penghibur, membuat dirinya harus mengerti rumus-rumus yang berada di buku kimianya. Ia muak dengan semuanya. Semenjak ayahnya meninggal ibunya harus menjadi tulang punggung keluarga dan membuat Soojung tidak bisa melakukan apa-apa.

 

Soojung menatap pintu lemarinya. Disitu terpajang dengan gagah gambar dinding seorang penyanyi terkenal yang sangat ia kagumi. Ia ingin menjadi penyanyi hebat, cita-cita nya selama ini. Dan keadaan ini membuat dia harus merubah seluruh mimpinya. Membuat ia harus melupakan cita-citanya. Bahkan hanya untuk bersenandung ia pikir akan membuang waktunya sekarang. Soojung bangkit dari kasurnya. Ia menuju lemari dan mengambil koper besar yang berada di atasnya.

 

Gadis itu kembali menatap adiknya yang masih tertidur pulas. Ia lalu memasukkan beberapa potongan baju kedalam tas ebsar itu. Perasaan iba harus ia buang kali ini saja. Ia harus bisa mengejar kesuksesannya sendiri, semuanya akan menjadi lebih baik jika ia pergi. Ia tahu ibunya pasti menyayangi Sooyeon dan akan menjaganya dengan baik.

 

Soojung mengangkat tas yang ia pegang dan berjalan keluar rumah. Kali ini keputusan yang ia ambil harus bisa mengantarnya kepada keberhasilan.

 

*

 

'dengarkan lagu ini. Ada suatu tempat dimana kebahagian akan selalu terlihat'

 

'dimana eomma?'

 

'di atas pelangi. Kau tahu jika kau mengikuti pelangi dan kau sampai pada titiknya, kau akan menemukan tempat yang sangat indah seperti surga'

 

Jia menarik napasnya, keringat mengalir di setiap sudut kepalanya hingga rambutnya basah. Gadis itu mencoba mengatur napasnya, kamarnya menjadi sangat sempit setelah mimpi itu datang, ia bahkan merasa bahwa dia tidak bisa bernapas lagi.

 

'Eomma' gadis itu menutup tubuhnya dengan selimut rapat-rapat. Ia merindukan ibunya. Di pikirannya lagu itu selalu berputar. Lagu yang sangat ia sukai dulu. Lagu yang membuatnya bermimpi tentang masa depannya. Tapi sekarang setiap ia mendengar lagu itu pikirannya langsung terbang, teringat kepada sosok wanita yang selalu menemani hari-harinya beberapa minggu yang lalu. Jiae merindukan ibunya, dan seperti sebuah ketakutan yang tidak dapat di jelaskan. Ia tidak ingin mendengar lagu itu lagi, bukan karena ia membenci nya, bukan karena nada yang tercipta tidak indah untuk di dengar. Hanya saja di setiap ia mendengar lagu itu ia akan kembali teringat dengan ibunya. Merasakan semua yang wanita itu rasakan disaat ia akan pergi, keputusasaan, kesakitan, dan kesedihan. Jiae merapatkan tangan di telinganya. Mencoba menolak lagu yang terus terngiang. Tapi lagu itu berasal dari dalam pikirannya sendiri. Dan hal itu seakan membuat Jiae gila.

 

*

 

Jiae menggosok-gosok tangannya sendiri, membuat tubuhnya merasa hangat di cuaca yang dingin seperti ini. Pagi-pagi sekali gadis itu sudah mengemaskan barang-barangnya dan menitipkannya di rumah pamannya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya dulu. Jiae sekarang sudah tidak mempunyai tempat tinggal lagi. Tapi dirinya seakan begitu yakin akan lolos dalam audisi dan bisa masuk kedalam entertainment ini.

 

Ia melihat antrian panjang yang sudah ada bahkan disaat dirinya baru sampai, dengan begitu ia yakin bahwa banyak orang yang menunggu lebih lama dibandingkan dirinya. Mengapa orang begitu menginginkan menjadi artis? Dengan polesan make up yang tebal, lantai licin, dan suara bising yang menemani mereka sehari-hari, dan tidak adanya waktu istirahat. Itu hanya sebagian kecil kemungkinan yang terjadi jika kita menjadi artis di dunia hiburan. Sedangkan ketenaran yang kita terima tampak seperti sesuatu yang klise. Disaat kita melakukan satu kesalahan saja, semuanya bisa hancur tidak tersisa.

 

Setelah beberapa lama menunggu, antrian tadi sudah berpindah tempat kedalam sebuah ruangan yang terlihat seperti auditorium. Ruangan gelap dengan beberapa bangku yang tersusun rapi ke bawah dan di ujung panggung terdapat meja panjang untuk penilaian para peserta audisi.

 

Jiae meletakkan tas di atas pangkuannya. Ia melihat beberapa orang yang mendapat nomor antrian awal naik ke atas panggung dan mulai menunjukkan bakatnya. Beberapa orang menari, bernyanyi, akting atau melakukan beberapa hal sekaligus. Jiae menggigit bibirnya, jantungnya berdetak lebih kencang. Kepercayaan dirinya yang ia rasakan tadi seketika hilang begitu saja. Dirinya merasa bahwa dia tidak akan sebaik itu. Dia tidak pernah berpikir untuk bernyanyi atau menjadi artis. Ia tidak pernah berdiri di atas panggung dan menyanyikan sebuah lagu. Jiae merasa bahwa dirinya mulai tidak bisa melakukan ini.

 

'Im Jiae, Jung Soojung, Byun Baekhyun' suara yang berasal dari pengeras suara di sisi ruangan itu mengejutkan Jiae dari lamuanannya. Bagaimana ia bisa mundur disaat seperti ini. Disaat dirinya harus maju ke atas panggung. Jiae menelan ludahnya dan bangkit dari kursi. Berjalan lurus ke arah podium. Ia melihat seorang wanita dengan celana jeans pudar, berambut hitam panjang dan ikal di bagian ujungnya. Dan seorang pria dengan celana yang terlihat kebesaran serta topi yang hampir menutupi wajahnya. Mereka terlihat bukan seperti teman. Tentu saja, mereka semua bersaing disini.

 

Jiae menatap tiga orang penilai yang berada di hadapannya sekarang. Bibirnya bergetar, ia bahkan merasa bahwa suaranya tidak dapat keluar kali ini. Jiae menarik napasnya, tidak ada yang boleh tahu bahwa dia sangat ketakutan sekarang. Dia harus tampil baik-baik saja.

 

'Byun Baekhyun. Apa yang kau persiapkan?' seorang wanita tua dengan microphone yang berada di tangannya bertanya dengan suara yang langsung menggema, setelah itu ruangan langsung sepi dan tidak ada suara lain yang terdengar.

 

'aku akan bernyanyi, dan aku bisa menari' Baekhyun menganggukan kepalanya, pria itu terlihat sangat tenang dan menguasai keadaan. Dan tepat disaat wanita itu menurunkan microphone nya Baekhyun mulai melantunkan sebuah lagu. Dan beberapa saat kemudian dia menarikan part solo di dalam musik tersebut. Dan menggabungkan keduanya. Terlihat sangat profesional. Para penilai yang berada di hadapannya menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil. Jiae memperhatikan penampilan pria itu tapi tetap saja, semakin ia melihat bahwa Baekhyun melakukannya dengan sangat baik, ia semakin tidak percaya dengan dirinya sendiri. Jiae kemudian menatap para peserta audisi yang berada di atasnya. Beberapa terlihat kagum dengan kemampuan Baekhyun, tapi ada juga yang melihatnya dengan tatapan bahwa mereka bisa melakukan lebih baik dari yang pria ini lakukan. Dan Jiae melihat seorang gadis yang duduk tidak terlalu belakang mendekap kedua tangannya dengan tatapan bahagia seolah Baekhyun sudah menjadi bintang besar disini. Jiae mencoba mengabaikan semuanya.

 

'bagus. Selanjutnya' pria itu memutar lembaran kertas yang berada di papan penilaian yang ia pegang.

 

'Jung Soojung. Apa yang kau persiapkan?' Jiae menatap gadis bernama Soojung yang berada disampingnya. Gadis itu terlihat tersenyum sekilas dan memberi hormat kepada para penilai yang berada di hadapannya.

 

'aku akan bernyanyi, dan apapun yang kalian ingin aku lakukan. Aku bisa melakukannya' para penilai itu sedikit terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Soojung, terlihat bahwa gadis itu sangat percaya diri.

 

'baiklah nona Soojung, silahkan' pria itu menurunkan microphone nya dan membiarkan Soojung bernyanyi.

 

Gadis itu mulai mengeluarkan suaranya, dan beberapa orang termasuk Jiae masuk dalam alunan indah itu. Soojung bernyanyi dengan sangat baik, tidak ada nada yang salah atau napas yang tersengal di dalamnya, semuanya sempurna. Para penilai seperti biasanya, hanya menganggukkan kepalanya dan langsung berlalih kepada peserta lainnya. Dan kali ini Jiae merasakan bahwa kakinya bergetar, semuanya bergetar hingga ia merasa bahwa tubuhnya mengecil sekarang.

 

'Im Jiae, apa kemampuanmu?' Jiae menghela napasnya beberapa kali dengan cepat, napasnya seperti tidak mau di atur. Ia lalu menatap para penilai secara acak.

 

'aku, aku bisa melakukan apa yang ingin kalian lihat' Soojung menyunggingkan senyumannya mendengar kalimat Jiae, tentu saja kalimat itu terdengar seperti omong kosong dengan penampilan yang ia tunjukkan.

 

'kalau begitu aku ingin melihatmu menari' Jiae menelan ludahnya. Bagaimana ia bisa menari, melakukan gerakan-gerakan secara acak akan terilhat seperti orang gila yang patah tulang.

 

'nona Jiae?' wanita itu mengerutkan jidatnya setelah ia memberikan beberapa menit yang dibiarkan berlalu oleh Jiae. Gadis itu lalu menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. Ia harus tenang, dan harus bisa menjawab pertanyaan para penilai dengan benar.

 

'aku bisa melakukannya dengan baik setelah kalian memberikanku pelatihan disini' penilai itu membulatkan matanya. Dan Jiae merasa bahwa ia ingin menghilang setelah memberikan pernyataan itu.

 

'nona Im Jiae!' wanita itu meninggikan suaranya, Jiae tahu bahwa kalimatnya sangat tidak sopan dan terkesan main-main terhadap audisi ini. Ia lalu memejamkan matanya. Memikirkan hal yang membuatnya harus tetap berada disini. Soojung benar-benar bingung dengan tingkah gadis itu, apa yang sebenarnya akan ia lakukan. Ia tidak terlihat bahwa ia berkemauan ingin menjadi artis.

 

'aku akan bernyanyi' wanita itu menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mulai memberikan Jiae kesempatan beberapa menit lagi.

 

Jiae menarik suaranya, dan mulai bernyanyi, ia tidak peduli dengan suaranya saat ini, setidaknya ia tidak menjadi pecundang di atas panggung.

 

Jiae menahan napasnya tepat disaat lagu yang ia nyanyikan telah selesai.

 

Beberapa penilai itu terlihat berbincang dan membuat keputusan. Diantara mereka bertiga pasti ada yang gagal, dan Jiae tahu siapa si pecundang itu.

 

Wanita tadi kembali menatap meraka dan tersenyum.

 

'silahkan kembali, kalian telah bekerja keras, mohon ditunggu pengumumannya' Jiae mengumpat dalam hati, mengapa wanita itu tidak langsung mengatakan bahwa dirinya gagal, mengapa ia harus membuat dirinya berada di ruangan ini lebih lama lagi.

 

Jiae kembali berjalan ke arah kursinya lagi. Ia kemudian melihat seorang gadis dengan kacamata dan sebuah gitar yang berada di tangannya.

 

'Luhan, Choi Junhee, dan Oh Hayoung'

 

Jiae memperhatikan tiga orang yang sekarang berada di atas podium, gadis dengan kacamatanya itu sepertinya bernama Choi Junhee, sedangkan pria berambut coklat itu sudah pasti Luhan, dan gadis yang tertinggal adalah Oh Hayoung. Jiae ingat bahwa Hayoung adalah gadis yang begitu terpesona saat Baekhyun melakukan aksinya di atas panggung tadi.

 

'Choi Junhee silahkan' Gadis itu berjalan beberapa langkah maju kedepan. Ia terlihat kikuk dan seperti gadis yang dapat melakukan kesalahan kapan saja. Gadis itu mulai memetik gitarnya. Dan tidak seperti penampilan yang ia berikan, disaat ia bernyanyi gadis itu terlihat sangat berbeda seperti ada kekuatan di dalamnya. Sangat berbeda dengan dirinya yang terlihat sombong di luar namun seperti pecundang saat di atas panggung. Jiae menyunggingkan bibirnya, menertawakan dirinya sendiri.

 

Dan penampilan Hayoung serta Luhan juga dapat di bilang memuaskan. Jiae merasa bahwa hanya dirinyalah yang tidak bisa apa-apa disini. Setelah beberapa jam menunggu mereka semua berada di papan pengumuman, menunggu hasil yang di berikan oleh para penilai.

 

LED besar yang berada di gedung utama menjadi ramai oleh para peserta Audisi. Dan beberapa nama mulai di umumkan. Jiae merasa bahwa waktunya telah habis, namanya tidak akan pernah muncul.

 

Jung Soojung. Nama gadis yang berada satu panggung dengannya muncul, dan Jiae tentu saja mengingat gadis itu.

 

Byun Baekhyun. Tidak perlu diragukan lagi.

 

Dan nama-nama berikutnya yang berada di ruangan tadi mulai muncul. Tapi disaat ia melangkahkan kakinya keluar namanya terlihat hadir di layar itu

 

Im Jiae.

 

Jiae merasa bahwa itu hanya fatamorgana, karena dirinya terlalu lelah seharian ini penglihatannya bisa saja menjadi tidak baik. Jiae melangkahkan kakinya lebih dekat ke layar itu. Dan semakin ia membaca tulisan yang muncul, semakin ia tidak yakin bahwa namanya lah yang lolos audisi.

 

Jiae seakan ingin tertawa lebar. Keberuntungan memang tidak pernah salah. Dirinya berhasil lolos Audisi. Dan kesempatannya bertemu dengan ayahnya semakin besar.

 

Jiae merasa bahwa semuanya berjalan dengan lancar, tapi bukankah sebuah permainan akan memberikan tingkat yang mudah untuk awalannya? Jiae harus mengetahui hal itu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
shafaanis #1
keren. ini sangat keren.
aku akan dukung lo...

fighting!!!
amusuk
#2
menarik, saya lagi craving baca friendship sekarang ^^
semangat!