Chapter 4

Runaway With The Bachelor

 

 

Runaway with the Bachelor

by morinomnom

Chapter 4

.

 

“Sehun!! Channie!”

 

Seruan Luhan membuat Sehun dan Chanyeol—sahabat Luhan juga Sehun—berbalik.

 

“Apa kabar, pengantin pria?” goda Chanyeol.

 

“Sangat baik,” kata Luhan, walau wajahnya mengatakan yang sebaliknya—nervous dan sedikit gugup.

 

“Kau terlihat gugup, Hyung,” kata Sehun datar.

 

“Siapa yang tak bakal gugup? Aku pun akan gugup kalau berhadapan dengan wanita yang akan kunikahi,” kata Chanyeol riang. “Semuanya terlihat sempurna. Aku suka dekorasi pernikahanmu, Luhan. Sangat... berkelas,” kata Chanyeol kemudian.

 

Sehun hanya diam. “Siapa mempelai wanitamu lagi, Luhan-hyung?” tanya Sehun kemudian.

 

Mwo? Kau belum tahu namanya?” tanya Chanyeol tak percaya.

 

“Dia memang begitu. Bahkan dengan pernikahanku pun ia tak peduli,” kata Luhan sebal.

 

“Bukan begitu,” kata Sehun, kemudian menghela napas. “Aku hanya lupa. Mian.”

 

“Nama calon istriku itu Kim Hayoon. Waeyeo?” tanya Luhan kemudian.

 

Tiba-tiba senyum di wajah Sehun menghilang.

 

Kim... Hayoon?

 

“Kim Hayoon?” tanya Sehun. Wajahnya yang biasanya datar mengeras. Kalau tidak dekat dengan Sehun tidak akan bisa membedakan wajahnya, namun Luhan dan Sehun sudah bersama sejak TK.

 

Wae? Kau kenal Hayoon?” tanya Luhan.

 

Sehun hanya diam. “Luhan-hyung, aku—”

 

“Luhan-oppa!!”

 

Suara riang dan berdenting seperti bel tersebut terdengar dari balik Luhan. Seorang wanita mungil yang amat cantik dan montok—begitu Chanyeol mendeksripsikannya—berlari, rambutnya yang berwarna hitam bagaikan pegas yang menari-nari.

 

“Hayoon,” kata Luhan, dan mereka berdua menempelkan bibir.

 

“Kenapa lama sekali?” rajuk Hayoon.

 

Aniyo. Maaf menunggumu, Chagi,” kata Luhan geli.

 

Chanyeol berdehem dengan suaranya yang nge-bass. “Ah iya. Kenalkan, ini sahabatku. Ini Chanyeol, dan ini Sehun,” kata Luhan. Mata lebar Hayoon berhenti agak lama di wajah Sehun yang tak nyaman. “Chagi? Waegurae?” tanya Luhan.

 

Aniyo,” kata Hayoon, namun matanya tak juga meninggalkan Sehun.

 

“Ah, di mana Yuyoong dan Andre? Bukankah kalian bersama-sama?” tanya Luhan.

 

“Entahlah. Dia sepertinya masih berada di rumahnya,” kata Hayoon kemudian. “Bagaimana kalau kita ajak kedua sahabatmu masuk, Luhan-oppa? Kasihan mereka berdiri di sini terus.” Hayoon menyarankan.

 

“Ah, benar juga. Ayo, masuk,” ajak Luhan.

 

“Luhan-hyung, aku mau ke toilet dulu,” kata Sehun sebelum menghilang tanpa banyak basa-basi.

 

“Waktunya untuk mempelai segera bersiap-siap.” Suara lembut itu terdengar.

 

“Yuyoong. And hello for The Cute Andre!” Luhan tertawa dan mencubit pipi gembul nan putih milik Andre, tersenyum kecil, dan matanya melihat seorang pria tampan yang hampir setinggi dirinya di samping Yuyoong, dan tentu saja tak ketinggalan, Andre yang manis. Chanyeol menatap Yuyoong, lebih tepatnya Kim Yuyoong—sepupu Hayoon. Wanita cantik yang sangat pemalu, tak seperti Hayoon. Sudah beberapa kali Chanyeol bertemu dengan Yuyoong, karena dia dan Luhan sangat dekat, seperti adik dan kakak. Walau Chanyeol tak akan ragu jika Yuyoong menginginkan sesuatu yang lebih. Mata lebar Chanyeol menyapu ke sebelah Yuyoong. Pria itu... ah, sangat tampan dan cantik sekali. Chanyeol diam-diam mempelajari wajah sang pendamping. Kesannya seperti melihat Luhan, namun dia terlihat lebih dingin dan pendiam. “Dan siapakah pria tampan ini?” tanya Luhan, menggoda. “Ah, ah... d-dia....”

 

“Pendamping,” kata pria itu, dengan perfect korean.

 

“Dia orang Korea?” tanya Luhan. Yuyoong hanya mengangguk. “Baiklah, kami harus segera pergi. Terima kasih sudah mempersiapkan semuanya, Sepupu,” kata Luhan.

 

Chanyeol bersumpah, mata Yuyoong berkaca-kaca.

 

 

~~~

 

 

Dalam hatinya, Sehun kacau. Kim Hayoon. Wanita itu lagi. Kenapa hidupnya selalu berputar di Hayoon, Hayoon, dan Hayoon? Sadarlah, Sehun, batin Sehun sambil menampar wajahnya dengan keras. Dia akan menjadi istri Luhan-hyung. Luhan. Hyung. Dia bukan lagi.... ah. Dia hendak masuk ke dalam toilet ketika siluet yang mungil menghadangnya.

 

“Sehun-ah!” sapa Hayoon. Sehun mengerutkan dahi, wajahnya tak terbaca.

 

“Sedang apa kau di sini? Kenapa kau tak bersama Luhan-hyung?” tanya Sehun kelewat datar.

 

“Aku hanya ingin menyapamu. Sudah lama kita tak bertemu ya? Waah... kau jadi sangat tampan.” Tangan Hayoon hendak menyentuh pipi Sehun. Sehun menepisnya. Hayoon terkejut namun tersenyum manis. “Masih polos seperti dulu. Ayolah, Sehun. Mau sampai kapan kau menghindariku?” kata Hayoon. Suaranya manis dan lembut. “Kalau saja kau datang sebelum Luhan, aku pasti akan menikahimu—”

 

“Cukup,” kata Sehun dengan datar. “Aku dan Luhan-hyung bersahabat. Dan kau adalah calon pengantin Luhan-hyung,” kata Sehun, melewati bahu Hayoon. Hayoon melebarkan mata tak percaya. Apakah dia baru saja ditolak? Dia tak pernah, tak pernah sedikit pun ditolak. Dia selalu mendapatkan apa pun yang ia mau, dan demi mendapatkannya dia rela membuang apa yang sudah dia raih. Amarah membakar hatinya. Oh Sehun, kau tidak akan lepas dari genggamanku, geram Hayoon dalam hati.

 

Sehun melihat ke belakang dan menghela napas. Dadanya berdebar-debar kencang. Ternyata efek dari kecantikan Hayoon masih belum memudar. Sama seperti dulu...

 

 

~~~

 

Chaehyun’s POV

 

Sumpah mati, aku tak suka datang ke resepsi pernikahan ini.

 

Pertama, yah. Kau tahu kan orang barat memakai baju-baju yang mencekik leher dan terlalu ketat dibagian dada. Apalagi cowoknya. Macam tuksedo, dan bahkan sekarang ada cowok pakai cardigan. CARDIGAN, FOR CRYING OUT LOUD. Bukankah itu hanya untuk perempuan? Oke, oke, aku tak mau terdengar seperti seorang ist, tapi hei, aku hanya merasa tak nyaman melihat pria-pria itu jalan dengan bokong melambai dan bulu mata palsu yang lebat. Cowok macam ini berkeliaran di pesta pernikahan ini di mana-mana. Jangan sampai kalian lihat bagaimana mereka mengibaskan bulu mata mereka, kalau nggak kalian bakal menderita muntah-muntah stadium 4 yang parah. PARAH. AKUT.

 

Dan, perlu ditambahin ke poin pertama, aku tak terbiasa pakai tuksedo. Dasinya mencekik. mencekik dan membelit leher. Aku mencoba melepasnya diam-diam tapi Yuyoong menyipitkan matanya ke arahku. Sialan. Kenapa Yuyoong harus selalu jadi yang paling teliti di antara kami berdua?

 

Kedua.... aku tidak pernah suka bunga. Aku lebih suka dengan makanan, atau sesuatu yang akan bergerak dan menggeliat kalau kau sentuh. Cacing, misalnya. Tapi kau lihat, di mana-mana ada bunga. Di gerbang pintu ballroom, di seluruh pepohonan yang lebat, di atas meja makan, di samping kue-kue... untunglah aku nggak alergi bunga. Kalau nggak, aku nggak tahu deh—mungkin aku bakal cabut ke dalam mobil dan menderita gatal-gatal atau menggaruk-garuk seluruh tubuhku sampai lecet seumur hidup.

 

Ketiga.

 

Yuyoong terlihat tidak gembira.

 

Dia mungkin terlihat bouncy-bouncy and all touchy seperti yang biasa dia lakukan (walau kami baru ketemu kurang dari empat puluh delapan jam, kami kayaknya sudah memahami satu sama lainnya lebih lama dari dua digit angka di atas) tapi aku bisa melihat sinar matanya yang tiba-tiba jatuh seketika pas melihat segala dekorasi yang dibuat olehnya dan sepupunya bersama-sama. Brigghitta pun begitu—matanya akan jatuh seperti Yuyoong ketika melihatku bermain di dalam ruangan, dan dia bakal omong padaku kalau dunia luar itu lebih menyenangkan dibandingkan bermain dengan sebuah kotak buatan manusia yang membosankan.

 

Hyung, Aku mau itu....” Andre menarik ujung tuksedoku dan mendongak ke atas, menunjuk ke bunga gantung yang terlihat menawan... ISN’T HE JUST. OH MY GAWD. Aku tak tahu, aku merasa Andre seperti magnet untukku—dia manis dan aku suka dia. Dia mirip banget dengan Yuyoong—skinship, bubbly character, put two and two together. Yuyoong bilang padaku bahwa Andre adalah anak hasil pernikahan kedua ibunya—ibunya bercerai dan menikah lagi saat Yuyoong berusia sembilan belas. Sayang, ibu dan ayah Andre sudah mati saat mereka pergi ke luar negeri untuk memperingati hari jadi mereka. Yuyoong tidak kelihatan pingin nangis—dia nyengir saat menceritakan kisah itu di mobil sambil mengelus kepala Andre.

 

How I admire her to be so strong.

 

Aku baru masuk dan, yah, aku menahan diri untuk nggak bersin-bersin karena bau bunga yang nusuk banget. Andre menarik tuksedoku lagi, giving me his aegyeo-all-puppy-face. Tentu saja dia bakal menang. Aku menaikkan tanganku dan mengambil setangkai bunga—yang, baunyaa... ufh. Nevermind—dan memberikannya pada Andre. Andre tersenyum lebar dan meloncat-loncat kayak belalang menuju kakaknya. Kami bertiga berjalan menuju tiga orang—dua cowok, satu cewek. Seorang cowok cantik memandang kami dan tersenyum.

 

“Waktunya untuk mempelai segera bersiap-siap,” kata Yuyoong sopan. Oh, jadi ini mempelainya? Dua-duanya? Wow. Mereka terlihat gorgeous.

 

“Yuyoong. And hello for The Cute Andre!” Kkotminam itu ketawa dan menuju Andre, mencubit pipi Andre, dan kemudian matanya menatap seorang pendamping yang asing di samping Yuyoong, yang mana itu adalah aku, dengan penasaran.  Uh-oh. “Dan siapakah pria tampan ini?” tanya si cowok cantik salam bahasa Korea, dan sumpah, Yuyoong terlihat sangat,,, sangat... salah tingkah. “Ah, ah... di-dia....”

 

“Pendamping,” kataku, mencoba memperbaiki situasi. Walau aku tak mengerti kenapa Yuyoong kelihatan sangat nervous. Kan bukan dia yang bakal menikah nanti.

 

“Dia orang korea?” tanya si cowok cantik. Yuyoong hanya mengangguk. “Baiklah, kami harus segera pergi. Terima kasih sudah mempersiapkan semuanya, Sepupu,” kata cowok cantik itu lagi. Dia kemudian membisikkan sesuatu ke istrinya—yang omong-omong.... cantik juga seperti Yuyoong—dan mengusap punggungnya perlahan.

 

“Jadi,” Cowok super tinggi disampingku, anehnya, punya suara yang nge-bass, “siapa namamu, Nak?” tanyanya padaku. Aku menatapnya balik, dan mencoba seringaian termewah yang aku punya. Aku tau aku pasti gagal.

 

“Chaehyun,” kataku.

 

“Kau yakin kau bukanlah pacar Yuyoong?” tanyanya. Aku menatapnya kaget.

Oppa!” Yuyoong memukul dada cowok tersebut. “Oof! That’s hurt!” Dia protes. Tunggu, tunggu. Dia omong apa sih? Pacar? Hmmm....

 

Cowok-super-tinggi-dengan-suara-super-nge-bass itu ngelihat ke arahku dan ngikik. “Maaf, kau pasti bingung kenapa ada a super godly-like man tiba-tiba datang dan bicara hal tak jelas denganmu?” katanya, lalu menunduk dan berkata, “Namaku Park Chanyeol. Panggil aku Chanyeol saja,” kata Chanyeol sambil nyengir.

 

“Dia orang paling aneh yang pernah aku temui. Aku tak pernah menyukai caranya tertawa, terlalu creepy,” kata Yuyoong kemudian.

 

Nonsense, Darling! Andre menyukai senyumanku. Iya, kan, Andre?” Chanyeol menggendong Andre tinggi-tinggi. Andre menjerit lucu, membuat kami bertiga tertawa.

 

“Aku sangaaaa~~t suka Chanyeol-hyung~~” kata Andre dengan muka super imut. UGH. MY HEART.

 

“Sebenarnya kau memberinya makan apa, Yuyoong? Rempah-rempah dan boneka-boneka manis? Seperti profesor di film ‘Power Puff Girls’ membuat para Puff Girls?” ledek Chanyeol.

 

“Power Puff Girls~~ I LOVE BUBBLEPOP~” teriak Andre.

 

Oh I love her too! Isn’t she just so sweet, Andre?”

 

Aku ketawa. Di samping wajahnya yang bisa dibilang tampan, Chanyeol punya kelakuan yang ngingetin aku pada Brigghitta pas dia melawak. Tiba-tiba aku merasa sesuatu lepas dari tubuhku. Napasku jadi bebas, gerakanku nggak kebatas...

 

“Aku butuh ke kamar mandi,” kataku buru-buru.

 

“Kenapa?” bisik Yuyoong balik.

 

“Perban-dadaku lepas,” kataku datar. Nggak butuh waktu lama, aku sudah berada di kamar mandi, jas digantung dan aku menepuk dadaku dengan keras. “Kau! Jangan kau berani-berani lepas lagi. Oke? Aku nggak pingin bolak-balik cabut ke kamar mandi Cuma buat mengikat-ikat hal ini lagi,” gumamku dan memakai lagi jas dan tuksedoku. Dengan sedikit berhati-hati agar perbanku tak melonggar, aku berjalan keluar dari toilet.

 

Aku hendak keluar ketika tiba-tiba suara seorang wanita terdengar. Apa yang dia lakukan di depan kamar mandi pria?

 

Oke, jangan pandang aku kayak gitu. Tak mungkin kan, masuk kamar mandi wanita? Kecuali kalau aku ingin mereka melempariku dengan parfum, atau lipstik, atau malah lebih parah—pembalut. Enak saja.

 

“Masih polos seperti dulu. Ayolah, Sehun. Mau sampai kapan kau menghindariku?” Suara itu terdengar lembut dan... menangkap. Memenjarai.

 

“Kalau saja kau datang sebelum Luhan, aku pasti akan menikahimu—”

 

“Cukup,” kata suara lainnya dengan datar. “Aku dan Luhan-hyung berteman. Dan kau adalah calon pengantin Luhan-hyung,” kata suara itu dengan sangat datar dan dingin.

 

Beberapa saat kemudian terdengar suara kaki menjauh. High heels. Pasti si cewek.

 

Betapa terkejutnya aku ketika sadar itu suara si cewek-calon-pengantin.

 

Apa maksudnya tadi itu? Menikah dengan Luhan? Luhan itu si cowok cantik bukan sih? Terus si cowok-yang-katanya-polos ini berteman dengan Luhan-hyung? Lalu si cewek ini ingin menikah dengan si cowok-yang-katanya-polos ini kalau bertemu dengannya duluan? Tapi kan dia akan menikah dengan Luhan? Aku menggelengkan kepala, memutuskan kalau itu toh bukan urusanku. Aku masih menunduk ketika tiba-tiba aku nabrak sesuatu yang keras, tapi juga empuk—oops, aku nabrak seseorang. Aku mendongak, kemudian menatap mata itu.

 

Sepasang mata itu.

 

KAU?” Aku berteriak. Dia kan si sissy-boy-from-the-Champ-elysses!! What the heck!“WHAT’RE YOU DOIN’ HERE, SISSY BOY?” kataku pakai bahasa Inggris. Dia mengerutkan dahi.

 

I’m the one who supposed to ask. WHAT ARE you doing here?” tanyanya datar. 

 

“I’m INVITED,” tekanku. Sialan. Dia kira cuma dia yang diundang kemari? Dia kira dia yang charter tempat ini? Dia menyipitkan mata, seakan-akan menginspeksiku. Aku memutar bola mata dan berjalan melewatinya. Tak penting banget deh.

 

“Hei!” serunya dalam bahasa Korea. “Kau! Iya, kau!” serunya marah. Apaan sih nih cowok? “Kau tak mau mengatakan sesuatu? Maaf, misalnya?” tanyanya, suaranya meninggi.

 

“Maaf?” tanyaku bingung. Oh iya. Aku harus meminta maaf. “Maafkan aku.” Aku menunduk, dan berbalik. Lebih baik tidak dekat-dekat dengan orang itu. Aku sudah sampai di ballroom dan ternyata segala persoalan pernikahan itu selesai. Jujur aja, seumur hidup aku tak pernah datang ke sebuah pernikahan, apalagi mengetahui tata caranya. Aku cuma mengekori Yuyoong terus menerus. Yuyoong akan menjadi guide yang baik untukku. Kuharap, di belahan dunia yang lainnya aku bisa menemui orang seperti Yuyoong—walau tentu saja, itu akan sangat sulit dilakukan. Andre terus menerus memintaku menggendongnya

 

Tapi kemudian aku tahu. ada Sesuatu.

 

Sesuatu datang.

 

Aku berbalik dan itulah saatnya. Aku langsung memelintir tangan orang yang berada di belakangku—jelas-jelas pingin menyerangku. Kami hanya terlihat seperti dua orang yang berdiri dekat. Aku berusaha untuk tak terlihat sedang memelintir tangannya.

 

“Berapa orang?” tanyaku di bawah napasku. Orang itu diam. Oh, oke, kalau kau mau bermain kasar. Aku memelintirnya lebih keras. “Berapa orang?!” tanyaku lebih keras, paling tidak hanya untuk dirinya. Dia menggigit bibir menahan sakit.

 

“E-empat puluh orang,” katanya. Jelas, dia pasti bawahan baru. Dia masih penakut.

 

“Bagian?” tanyaku rendah. Dia menggeleng. “Bagian mana??” paksaku. Aku harus tahu strategi mereka.

 

“Me-menyebar. Beberapa menunggu di luar,” katanya. Suaranya bergetar ketika berkata.

 

Thanks.” Aku melemparnya lembut dan berjalan. Maaf Yuyoong. Tak ada waktu untuk berkata “Buh-Bye” padamu. Aku akan menghubunginya—setelah dua bulan. Sialan. Selamat tinggal Andre, Yuyoong. Aku segera melihat ke luar pintu—

 

Dan menemukan orang-orang ayahku yang menyebar di sekitarnya. Mereka pasti sudah merencanakan hal ini. Paaaasti. Aku harus mikir cepat. Ke mana lagi aku harus cabut? Mataku menemukan sebuah pintu menuju balkon.

 

Dengan gesit namun berusaha untuk tak menarik perhatian, aku melewati banyak orang. Maksudku banyak banget orang. Setelah sampai di balkon, kulihat jarak dari atas ke bawah nggak terlalu jauh. Daripada menghancurkan dekorasi yang sudah dibuat Yuyoong dengan sepenuh tenaga, lebih baik aku habiskan saja semuanya di luar. Aku naik ke pagar pembatasnya, melihat ke belakang untuk yakin tak ada yang menonton aksiku dan meloncat ke lantai bawah.

 

Aku mendarat dengan nggak mulus, tapi. Pantatku mendarat duluan. Walau aku yakin nggak ada yang patah, tapi tetap saja seluruh tubuhku aset berhargaku.

 

Oke lah. Sekarang yang harus aku lakukan—aku harus cepat-cepat pergi. Koperku, sayangnya berada di rumah Yuyoong dan itu berarti aku nggak bakal mengambilnya dalam waktu dekat. Untunglah aku membawa dompetku. Aku bisa kabur ke catacomb mungkin. Tidak ada yang berani pergi ke tempat tengkorak manusia itu.

 

Tapi tentu aja takdir main-main denganku. Bagus. Aku lihat orang-orang itu mulai datang. Argh. Mereka terus menerus berdatangan, kan? Aku langsung menyerang mereka, berkelit, menghempaskan tinju, melontarkan tendangan yang diajarkan Brigghitta. Pokoknya, semuanya yang Brigghitta ajarkan padaku.

 

Di hari Brigghitta menyuruhku keluar, hari itu pula aku berjanji aku tak akan kembali sebelum menemukan apa itu kebahagiaan sejati. Aku berjanji pada Brighitta. Aku tak akan mengecewakannya.

 

Karena itu, aku tak ada keinginan buat kalah.

 

Tapi kenyataan tak semanis harapan. Kapan aja kau bisa dibuat naik dan turun oleh takdir. Ada sekitar dua puluh orang dan masih banyak diluar, sementara bahkan aku belum meng-K.O kan orang-orang yang berada di sana. Batalyon keparat. Aku berlari menembus mereka—napasku mulai habis, kepalaku berkunang-kunang. Aku harus kuat. Aku menghindari mereka sebisa mungkin.

 

Sialan. Sialan. Sialan.

 

Demi Tuhan, sampai titik darah penghabisan—aku tak akan menyerah.

 

.

Chapter 4

----- End -----

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9