Chapter 3

Runaway With The Bachelor

 

 

Runaway with the Bachelor

By morinomnom

Chapter 3

.

“Kau cari ke sana, aku cari ke sini.” Hyunchan berseru kepada anak buahnya. Sepertinya bosnya benar-benar berniat menangkap anaknya. Dia bahkan mengerahkan seluruh pengamanan di Paris, Korea, dan beberapa negara lain. Tapi mendengar bahwa anaknya di sini, dia membiarkan seluruh penjaga fokus disini. Taktik yang bagus, pikir Hyunchan. Dia masih memegang pistol bius. Tadi dia sempat mendengar bahwa Tuan Muda melarikan diri lagi. Demi Tuhan, bocah itu memiliki seribu satu akal, pikir Hyunchan.

 

Dia berbalik ke arah gang untuk melihat—

 

Dua orang lelaki yang sedang berciuman.

 

Satu orang lelaki—sangat tampan—memandangnya kaget. Dia menutupi pasangannya. Hyunchan mengalihkan pandangan. Meminta maaf dalam bahasa Prancis dan kabur. Dia tidak pernah mendukung percintaan sesama jenis dan tidak akan pernah mau melihatnya lagi.

 

 

~~~

 

 

Sehun menggeram.

 

Pria kecil di depannya pastilah memiliki keberanian yang cukup besar.

 

“Sudahlah, toh orang tadi tidak bakal melihatmu lagi, Kawan. Adieu. Thanks for helping.” Anak itu tersenyum menyebalkan. Sehun menarik tangan anak itu kemudian, memojokkannya.

 

“Ya! Aish. Sakit, kau orang—ASDFGHJKL!” serunya, mengumpatkan kata-kata kotor. Sehun memandangnya jijik.

 

Aren’t your parents teaching you some politeness?” tanya Sehun marah. “Menarik orang asing? Berpura-pura ciuman?” geram Sehun lagi. Walau dia gay, tapi dia bukanlah orang murahan yang bisa segera kau ‘tawar’ harganya di bar-bar kecil. Dia tetap memilih-milih pasangan, asal kau tahu.

 

Anak itu memutar bola mata. “Sedikit salah paham nggak bakal bikin duniamu runtuh, kan, Kawan?” Sehun menatap anak itu dengan dingin. Anak muda yang terlihat tanggung itu mencibir, dan berseru, “Ha! Lupakan, dude. Aku tidak akan berterima kasih walaupun kau baru saja membantu satu jiwa kabur dari siksaan neraka,” kata sang bocah arogan. Dia menendang kaki Sehun kencang.

 

YAH! Aish!!!” bentak Sehun kesakitan. Amarah membuat kakinya bertambah sakit. Sehun tidak pernah merasa seterhina dan semalu ini. Maksudnya, ayolah! Seorang anak lelaki yang tidak dikenal  tiba-tiba menariknya ke ujung gang dan membuat seluruh dunia tahu bahwa dia GAY? Sehun tidak dapat berteriak-teriak marah atau mengumpat kasar—that will be a complete out of character.

 

Sehun merasa handphone-nya bergetar. “Yeoboseyo,” jawab Sehun dengan nada datar. 

 

“Sehun -ah? Eodiyeo? Aku mencarimu di Champ-élysses tapi kau tak ada.”

 

Sehun menghela napas dan merapatkan topi yang ia pakai. “Ada gangguan yang menjengkelkan,” kata Sehun.

 

Sekarang kau ada dimana? Aku akan menjemputmu ke rumah kami,” kata Luhan.

 

“Tak usah. Aku bisa langsung pergi ke sana, kok, Hyung,” kata Sehun dengan datar.

 

Kami sudah membuat semua persiapan. Aku benar-benar berdebar-debar... hah. Sudah tinggal besok dan aku. Akan. Menikah.”

 

Sehun, diam-diam tersenyum. “Baiklah, Hyung. Aku akan segera ke sana. Bye.”

 

 

~~~

 

 

“Ugh!!”

 

Chehyun menghela napas, tubuhnya basah oleh air hujan. Koper yang ia bawa-bawa tahan air, tentu saja—tapi tetap saja dia tidak ingin mengambil risiko memakai baju terembes oleh air hujan. Napasnya terputus-putus, tanda bahwa dia mengeluarkan tenaga yang sangat besar ketika berlari ke bawah lindungan atap sebuah pub kecil yang kotor. Dengan sebal dia merapikan rambutnya ke belakang, membuat wajah tampannya semakin terlihat. Para wanita Prancis—wanita-wanita yang paling jago merayu pria—sudah siap-siap mengambil ancang mendekati Chaehyun.

 

Pengawal ayah Chaehyun adalah orang-orang tergigih yang pernah ia temui. Sekarang sudah hampir jam setengah tiga pagi waktu setempat. Dan mereka mungkin masih menyisir tempat ini. Sialan. Dia tak mau kalah begitu saja. Dan dengan rentang waktu yang begitu jauh—dua bulan. DUA BULAN—dia tak yakin bisa memainkan permainan ini secara adil. Karena bukan Nameless julukannya kalau tak punya trik-trik curang di balik lengan panjangnya. Tapi itu bisa diurus nanti. Yang harus dia lakukan sekarang adalah: mencari tempat berganti baju; dan mencari makan. Karena, serius, Chaehyun belum memakan apa-apa sejak kemarin kecuali kopi pahit di Champ-Élysses tadi pagi. Akhirnya setelah menimbang-nimbang, dia pun masuk ke dalam pub kotor tersebut dan segera mengambil dompetnya...

 

Tunggu.

 

Tunggu, tunggu.

 

KE MANA DOMPETNYA?

 

Little Brat, You’re blooocking my viiiiewww!! GEROFF FROM MAH WAY!!” seseorang berkewarganegaraan Inggris yang—sudah pasti—mabuk berseru di belakang Chaehyun. Chaehyun melempar pandangan garang padanya. Sialan. Sudah basah, kelaparan, pusing, kehilangan uang, dikejar-kejar sebatalyon pasukan psikopat dan sekarang ada orang Inggris gila yang minta dilempar ke lautan Pasifik. “What? Why are you staring at me like that? You wanna fight?!!” Orang Inggris itu mengambil ancang-ancang dengan sempoyongan.

 

My punch isn’t worth for person like you, thank you very much,”  kata Chaehyun dingin.

 

What? Are you a ing kitten meow?? You little kattie!!” Tiba-tiba orang Inggris itu melayangkan satu kepalan tangannya. Dengan mudah Chaehyun menghindar. Orang Inggris itu tersandung sesuatu dan terjatuh dengan muka duluan ke tanah.

 

“Cih.” Chaehyun hendak keluar ketika tiba-tiba orang Inggris itu meraih kakinya, membuat Chaehyun hampir terjatuh kalau saja dia tidak memegang meja. “Bedebah. Kau cari mati, ya?” ancam Chaehyun. This is really not the night.

 

What’s wrong here?” Bartender di pub ini melerai kerumunan dan melihat sang orang Inggris yang terkapar di lantai. “Apa yang kalian lakukan? Minggir! Jangan halangi jalan!” seru sang bartender, kemudian menyuruh beberapa orang membuang si pria Inggris ke tepi jalan. “Terima kasih sudah membuatnya seperti itu, Monsiéur. Orang itu sudah berada di pub kami dan berbuat keonaran, namun tak ada yang bisa mengusirnya. Apakah ada yang bisa saya bantu, Monsiéur?” tanya bartender tersebut.

 

“Nggak apa, nggak usah. Aku nggak punya uang untuk nginap di sini, jadi yah... gitulah,” kata Chaehyun, siap-siap beranjak.

 

“Tunggu! Kau bisa makan dulu disini. Aku yakin kau belum makan. Perut yang kosong selalu membawa kita ke tempat yang tak menyenangkan,” kata bartender tersebut dan mengedipkan sebelah mata. “This way, Monsiéur,” kata bartender menunjuk sebuah kamar yang sepertinya terisolasi.

 

Kamar tersebut, tidak seperti bagian luarnya, hangat dan nyaman. Chaehyun menghela napas dan membuka bajunya yang basah, memerasnya dan memasukkannya ke kantong plastik. Tak ada waktu dan tenaga untuk menjemurnya. Dia harus selalu waspada. Setelah menggantinya dengan sesuatu yang lebih nyaman dan kering, Chaehyun menoleh ke pintu dan membukanya. Tampak sang bartender menyuguhkan sepiring asparagus dengan kentang rebus dan coklat panas.

 

“Makanlah. Begini-begini masakanku cukup terkenal, lho,” kata bartender tersebut ramah. Dia tak juga keluar, jadi Chaehyun memutuskan untuk berbasa-basi. 

 

“Kau nggak kembali ke sana?” tanya Chaehyun.

 

“Tidak. Aku akan tidur. Shiftku sudah selesai,” kata bartender tersebut.

 

“Kau tinggal di sini?” tanya Chaehyun.

 

“Yap. Bar ini milik ayahku, sebenarnya,” kata sang bartender.

 

“Siapa nama kau lagi?” tanya Chaehyun.

 

Orang itu tertawa. “Kevin. Kevin Sadler,” katanya santai.

 

Chaehyun mengunyah asparagusnya dengan lahap. Benar apa yang Kevin katakan—asparagusnya enak dan renyah. Belum sampai beberapa saat piring itu sudah kandas dan licin. Kevin sudah tertidur. Chaehyun bingung, apakah dia harus membangunkan Kevin atau tidak. Akhirnya dia pun menulis kata-kata perpisahan dan segera keluar secara diam-diam dari sana. Koper ia geret dengan gontai ketika melihat pandangan orang-orang—terutama wanita—yang kecewa.

 

Chaehyun tidak ambil peduli dan menggeret kopernya lagi.

 

Sekarang,

 

Dia harus ke mana?

 

Chaehyun menghela napas. Begini ternyata rasanya jadi gelandangan. Tidak ada rumah, tidak ada tempat bernaung, makan pun luntang-lantung. Chaehyun hanya berdiri di sana, dan melihat jalan yang tengah ia lewati—jalan Champess-treoú 15. Chaehyun tidak berani mengambil risiko untuk berjalan lebih jauh dan tertangkap orang macam orang Inggris tadi. Dia menggaruk kepalanya. Angin semakin dingin dan dia memasukan tangan ke dalam jaketnya—hanya untuk menemukan sebuah benda tipis yang lepek karena air hujan.

 

Dia menariknya dan melihatnya.

 

Oh, kartu nama Yuyoong.

 

Tanpa sengaja Chaehyun melihat alamat dari rumah Yuyoong.

 

Lé Champess-treoú, 15 street, 292940

 

Chaehyun membulatkan mata dan tersenyum lebar.

 

Dengan cepat, dia bergegas menuju ke alamat tersebut. Ternyata mudah saja menemui alamat rumah Yuyoong. Chaehyun menyeringai. Sepertinya dia akan datang ke pernikahan saudara Yuyoong, huh.

 

 

~~~

 

 

Yuyoong memakai jaket tidurnya ketika mendengar ada suara. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Pikirannya sudah cukup ruwet dan mendung karena pernikahan Hayoon—saudaranya yang... ugh. Dia menghela napas lagi dan melihat ke lubang pengintip tamu.

 

“Siapa?” tanya Yuyoong dalam bahasa Prancis.

 

“Yuyoong. Ini Chaehyun.”

 

Suara berat itu! Yuyoong tersenyum sumringah, merapatkan jaket tidurnya dan membuka pintu.

 

“Chaehyun-ah! Kau datang malam sekali.” Wajah sumringah Yuyoong menghilang melihat keadaan Chaehyun yang, err... jauh dari kata baik-baik saja. Mukanya pucat dan hitam-hitam, bajunya pun sedikit berantakan.

 

“Apa yang terjadi padamu?!” seru Yuyoong.

 

“Sedikit masalah... dengar, Yuyoong, bisa nggak aku minta sedikit bantuanmu?” Chaehyun berkata, bibirnya bergemeletuk.

 

“Sedikit? Kau bisa minta segunung dariku! Cepat masuk, kau terlihat sangat berantakan.” Chaehyun masuk. “Duduklah disini. Aku akan membuatkanmu coklat panas.” Yuyoong memberikan Chaehyun handuk hangat dan menyuruhnya mengeringkan diri terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian coklat panas yang terlihat lezat mengepul. Chaehyun meneguk ludah. “Sekarang kau bisa bicara padaku. bantuan apa yang bisa ku lakukan?” tanya Yuyoong.

 

“Gini...” Chaehyun awalnya sedikit ragu menceritakan keadaannya, namun dia harus menceritakannya. Bagaimanapun Yuyoong adalah teman pertamanya.

 

Wajah Yuyoong berubah pucat dan semakin pucat sehingga Chaehyun merasa tidak ada lagi darah di balik kulitnya yang terlihat transparan tersebut.

 

“Yu! Yu!” Chaehyun menggoyangkan pundak Yuyoong.

 

“Maaf, aku hanya syok, “ kata Yuyoong. “Bisa kukatakan bahwa ayahmu bukanlah ayah terbaik sedunia,” kata Yuyoong geram.

 

“Yah, aku udah biasa dengan hal itu. Sekarang yang aku butuhin cuma tempat bernaung sementara, dan aku bakal cabut lagi,” kata Chaehyun.

 

“Kalau begitu kau beruntung! Rumahku selalu terbuka untukmu. Kau bisa pakai ruangan di mana pun kau inginkan. Tapi, aku tak bisa janji menyembunyikanmu sampai mendetail. Aku hanya pemilik butik sekaligus wedding organizer,” kata Yuyoong kecewa.

 

“Nggak apa. Kau kira sampai detik ini aku hidup nggak pakai trik licik?” seringai Chaehyun.

 

Yuyoong dan Chaehyun berbincang sementara. Walau Chaehyun laki-laki, Yuyoong tidak merasa canggung berbicara dengannya. Chaehyun mempunyai aura yang sangat kuat serta lembut. Dia tak merasa terancam dengan keberadaan Chaehyun, tidak seperti ketika dia berada di dekat laki-laki lainnya.

 

“Jadi, aku pasti bisa datang ke pernikahan temanmu ini, Yuyoong,” kata Chaehyun.

 

“Ah! Benar juga. Astaga. Untung aku punya tuksedo putih. Kuharap tuksedo milik ayahku itu tidak kelewat kuno dan kebesaran untukmu, bukan berarti aku tak bisa memperbaikinya untukmu, tapi waktunya cuma tinggal beberapa jam lagi sampai resepsi pernikahan,” kata Yuyoong.

 

Chaehyun hanya menaikkan bahu dan menikmati rumah Yuyoong yang hangat namun sangat manis. Bau rumah Yuyoong seperti bau permen yang baru saja selesai dibuat. Dan juga bau-bau kain tekstil, pewarna baju...

 

“Chaehyun! Kemarilah!” kata Yuyoong.

 

Comin’,” kata Chaehyun dan mendekati Yuyoong masuk ke sebuah kamar. Yuyoong tengah memegang sebuah tuksedo putih dengan kerah panjang yang sangat keren. “Wow, This one’s pretty cool,” kata Chaehyun mengelus permukaan tuksedo tersebut.

 

Jinjja? Ah, baguslah. Ku kira kau akan keberatan memakai baju ini,” kata Yuyoong dengan lega.

 

“Nah.” Chaehyun hanya menyeringai. Dia toh bukan tipe orang yang kolot soal fashion. Dia bahkan tak akan peduli jika hanya memakai karung goni yang dijahit di kedua sisi sekalipun.

 

“Awalnya baju ini milik ayahku. Ayahku ingin memberikan baju ini pada menantunya,” tawa yuyoong. Pandangan matanya menerawang. “Baju ini pasti bagus untuk Luhan...,” bisiknya.

 

“Luhan?” tanya Chaehyun.

 

“Cepat pakai ini,” kata Yuyoong.

 

“Tapi—“ Chaehyun terpotong Yuyoong.

 

“Jangan banyak alasan, aku ingin melihat kau dengan tuksedo? Oke! Baiklah bagus, sekarang cepat kau masuk dan bye!”

 

BRAK! Yuyoong menjedukkan kepalanya ke dinding. Bodoh. Kenapa dia kelepasan membicarakan nama Luhan? Yuyoong menyandarkan pipinya ke dinding yang dingin. Luhan cuma cinta monyet. Luhan toh tidak akan mencintainya seperti dia mencintai Luhan....

 

Tidak akan.

 

Hati dan pikiran Luhan hanyalah milik Hayoon....

 

Bukan miliknya.

 

Dadanya lagi-lagi terasa sangat, sangat sesak—dia membutuhkan tempat untuk berpikir. Sendiri...

 

Tapi sebelum dia bahkan belum mengambil jarak lima langkah dari kamar tempat Chaehyun mengganti baju, terdengar suara teriakan. Teriakan Chaehyun membuat Yuyoong kembali ke dunia nyata.

 

“Chaehyun—” Yuyoong terdiam melihat Chaehyun dengan wajahnya ketakutan sedang berjongkok di ujung kamar.

 

Bukan karena dia terlihat pucat dan gemetaran. Bukan karena dia masih belum memakai tuksedonya.

 

Tapi karena Chaehyun ternyata adalah wanita.

 

Dua tonjolan mungil—oke, sangat-sangat tidak terlihat karena tertekan perban yang sengaja dibelitkan di sekeliling dada tersebut menjadi buktinya.

 

“Chaehyun?” tanya Yuyoong tidak percaya.

 

Mwo? Ngapain kau ada disini?!” seru Chaehyun shock, darah masih meninggalkan wajahnya.

 

“Kau,... kau wanita...?” tanya Yuyoong shock.

 

Hening.

 

AAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH!!!!”

 

 

 

 

 

“Jadi, kau menyembunyikan identitasmu, karena ayahmu tidak ingin siapa pun tahu kau wanita, dan karena menurutmu menjadi lelaki lebih menyenangkan dibandingkan menjadi wanita? Tunggu, tunggu.” Yuyoong terlihat sangat heran. Chaehyun. Pantas saja. Tidak ada figur lelaki secantik Chaehyun yang pernah ia temui di muka bumi—selain Andre, adiknya.

 

“Maafkan aku karena nggak memberi tahu kau, Tapi aku lebih nyaman dengan gender keduaku,” kata Chaehyun. Barusan, dia memohon-mohon seperti orang gila pada Yuyoong dan bahkan mengancamnya, walau hal itu tak perlu. Menurut pengamatan Chaehyun, Yuyoong bukanlah orang yang bocor... Sepertinya.

 

“Tapi kau itu perempuan,” kata Yuyoong linglung. “Dan omong-omong, kau sangat cantik. Tanpa rambut itu, tentu saja,” kata Yuyoong lagi, melambaikan tangan ke rambut super pendek milik Chaehyun.

 

“Aku nggak cantik,” kata Chaehyun.

 

“Sudahlah, sudahlah. Sekarang, kita tinggalkan semua ini. Aku tidak akan memberitahukan rahasiamu pada siapa pun. Janji,” kata Yuyoong.

 

“Baiklah.” Mereka berdua bersalaman.

 

“Sekarang, kita tidak boleh memakaikanmu tuksedo. Kurasa aku masih punya gaun musim semi kemarin—“

 

Mwo? Andwae. Maldo andwae. Aku nggak mau pakai baju dingin melambai kayak... kayak... kayak Gaun. Ewww. That would be—disgusting,” ucap Chaehyun jijik.

 

“Tentu saja tidak akan menjijikan! Kau akan terlihat seperti tuan putri. Rambutmu harus dirapikan, dan—tanpa make-up, mukamu masih tetap bercahaya, namun berjaga-jaga saja—”

 

“Bukankah kita sudah sepakat untuk nggak memakaikan aku baju gituan?” kata Chaehyun, protes.

 

“Tapi kau pasti akan terlihat sangat cantik dengan gaun,” kata Yuyoong sedih.

 

Andwae. Aku nggak mau pakai baju itu. Ugh. Kayak banci aja,” tolak Chaehyun mentah-mentah. Yuyoong menghela napas.

 

“Baiklah... sebaiknya sekarang kita tidur saja. Karena kau adalah perempuan, jadi lebih baik kau tidur bersamaku saja.”

 

Mwo? T-tidur bareng?” tanya Chaehyun. Dalam sekejap mukanya merah.

 

“Kenapa? Bukankah hal itu hal biasa?” tanya Yuyoong heran.

 

“Tapi—” Chaehyun terlihat salah tingkah. “Tapi kan... tapi....” Dia terlihat... salah tingkah.

 

“Kenapa? Apa kau tak mau tidur di kamarku?” tanya Yuyoong kecewa.

 

“Nggak, nggak begitu!!” seru Chaehyun. Dia menyurukkan kepalanya di bahu Yuyoong. “Aku senang banget.. Ku kira aku nggak akan punya teman kecuali Brighitta yang bakal tidur bareng aku saat malam,” kata Chaehyun.

 

Yuyoong membulatkan mata. Apa benar dia dikurung ayahnya? Selama 18 belas tahun? Freaking 18 years? Menilik kepolosannya akan bersosialisasi, sepertinya yang ia katakan adalah hal benar. Yuyoong menghela napas lalu menepuk kepala Chaehyun—ngomong-ngomong, Chaehyun cukup tinggi, lho. Sekitar 170-an cm—dan merangkulnya.

 

“Baiklah. Kita akan habiskan tiga jam ini sebagai girls time, oke?” kata Yuyoong, melirik jam. Sekarang toh jam tiga pagi. Dia tak lagi merasa mengantuk. Chaehyun tersenyum malu-malu dan mengangguk.

 

“Kau suka macaroon?” tanya Yuyoong.

 

“Aku suka banget yang manis-manis.”

 

Yuyoong nyengir. “Same here.”

 

Akhirnya setelah mengobrol dan tertawa-tawa, mereka memborong semua makanan manis yang ada—mulai dari susu dengan madu, macaroon, popcorn caramel, kemudian beberapa cemilan bermentega yang manis.

 

“Malam para cewek tak akan lengkap jika kita tak menonton film Sandra Bullock,” kata Yuyoong riang dan menyalakan film Sandra Bullock. Mereka menonton dengan riang, sesekali tertawa melihat film romance comedy yang dimainkan Sandra. Yuyoong kemudian bertanya pada Chaehyun kenapa dia berteriak kencang saat berganti baju. Dengan cengiran anak kecil, Chaehyun berkata kalau dia melihat sesuatu yang ia benci. Yuyoong tidak berusaha untuk mendorongnya lebih jauh. Karena, Chaehyun terlihat tidak ingin membicarakannya.

 

Besar sebagai anak laki-laki membuat harga dirinya sangat tinggi.

 

“Omong-omong, soal bepergian,” kata Yuyoong. “Apa kau yakin kau akan pergi dari sini sebentar lagi?” tanya Yuyoong.

 

“Iya lah.” Chaehyun memasukan popcorn caramel ke mulutnya. “Keberadaanku nggak boleh sama di tiap tempat. Sampai dua bulan. Dan aku bakal bebas,” katanya. “Berarti kau akan meninggalkan aku?” tanya Yuyoong sedih. “Nggak apa. Sebisa mungkin aku bakal mengunjungi Prancis. Cuma dua bulan,” kata Chaehyun santai.

 

“Hanya dua bulan, dan kau harus berpindah-pindah demikian cepatnya. Apakah uangmu akan cukup?” tanya Yuyoong. “Aku punya uang tabunganku tanpa sepengetahuan ayahku,” kata Chaehyun. Walau dia yakin ayahnya akan mengetahui tabungannya di bank dan memblokirnya sebentar lagi kalau dia tak bijaksana memakai uangnya.

 

Akhirnya tiga jam tersebut diisi dengan tiga jam paling menyenangkan yang akan diingat oleh Chaehyun sepanjang hidupnya. 

 

.

Chapter 3

----- End -----

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9