Bulan september menyapa perlahan. Waktunya menanggalkan seluruh pakaian tak berlengan. Sweater hangat dan celana jeans panjang merupakan pakaian yang tepat untuk musim di mana daun-daun berguguran.

Dengan boots berbahan bulu yang kau beli tahun lalu, kau melangkahkan kaki jenjangmu. Memasuki gang sempit penuh debu, menapak jalan berbatu, melewati pasangan yang sedang bercumbu. Tujuanmu hanyalah satu. Ruang bernomor empat puluh tempat kekasihmu menunggu. Rumah sakit umum di daerah Gangnam-gu.

Sepuluh menit kemudian kau sudah berada di dalamnya. Menatap wajah bak malaikat pria yang tengah tertidur dalam koma. Manik matamu mulai berkaca seiring kau sadar hari ini tepat dua tahun sudah ia terlelap dalam tidur pulasnya.

Keluargamu, keluarganya, bahkan sahabat baikmu sendiri memintamu untuk tak lagi memangku harap pada kesembuhan pria bermarga Kwon. Mereka ingin kau melanjutkan hidup, mencari pria lain yang dapat mengisi kehampaan yang dirinya ciptakan.

Munafik jika kaubilang tak akan melakukannya. Buktinya kau mencoba, namun tetap saja tidak bisa. Eksistensinya terlalu besar untuk dihapus dari fragmen-fragmen otakmu yang penuh dengan memori antara engkau dan dirinya.

Karena itu kau masih di sini. Duduk di hadapan Jiyong yang terbaring lemah tanpa gerak yang berarti. Sebab kau yakin, iris hazel itu akan kembali menampakkan sejuta afeksi. Suatu saat nanti. Itu pasti.