Chapter 1 - Rescuing an old Woman

No Other (Indonesian Version)

Donghae’s POV

 

“Ayah, sarapannya sudah siap!” Teriakku seraya menuangkan kopi hitam di cangkir dan meletakkannya di meja makan.

“Tunggu sebentar!” Ayahku memberikan respon dan berjalan menuruni tangga. Dia sibuk mengikat dasinya yang berantakan.

“Biar aku.” Aku membantunya menyelesaikan kebiasaan paginya itu.

“Terima kasih.”

Ayahku sudah berkepala empat, tapi entah kenapa, ia masih saja membutuhkan bantuan untuk hal-hal kecil seperti mengikat dasi, menemukan sebelah sepatunya, atau menyiapkan kopernya.

Jangan salah tanggap! Aku sama sekali bukan istrinya. Aku putra tunggalnya. Aku melakukan hal-hal seperti itu karena hanya ada kami berdua di rumah. Ya, ayahku seorang duda yang harus mengurusku sekaligus bekerja.

Aku tak begitu ingat, tapi seingatku, ibuku meninggalkan kami karena pria lain saat aku berusia lima tahun, sesuatu yang tak pernah ayah bicarakan kepadaku, sehingga aku harus mampu menjaga diriku sendiri sejak itu, oh yah dan menjaga ayahku juga. Membersihkan rumah, membereskan perabotan, mencuci dan memasak sudah menjadi aktivitas harianku, ditambah aktivitasku sebagai mahasiswa. Terkadang aku merasa menggantikan tugas seorang ibu. Yah, pilihan apa lagi yang kupunya?

Ayah telah pergi kerja. Aku sibuk mencuci piring saat menyadari sudah pukul delapan pagi. Aku akan terlambat jika tidak cepat-cepat. Setelah mempersiapkan buku-buku pelajaran yang akan diperlukan, aku berjalan, hampir berlari, dan melewati tempat perhentian bis.

Jalanan tampak lengang. Hanya beberapa mobil dan taksi yang lewat. Kemudian aku memperhatikan seorang wanita tua sedang berusaha menyeberang jalan dengan perlahan. Tampaknya dia terlalu renta untuk melintasi jalan seorang diri.

Tiba-tiba aku melihat sebuah mobil dari belokan jalan dengan kecepatan tinggi tepat menuju ke arah wanita tua itu. Ya Tuhan! Dia bisa tertabrak! Wanita tua melihat mobil tersebut dan berteriak. Tanpa pikir panjang, aku berlari secepat yang aku bisa, merangkul wanita tua itu dan menariknya ke tepi jalan.

Tubuh kami berguling. Ow! Dahiku terbentur. Sial sekali pengendara itu! Ia sadar ia hampir saja membunuh seseorang, tapi ia malah menambah kecepatannya. Benar-benar bertanggung jawab!

“Anda baik-baik saja, bu?” aku bertanya dengan khawatir. Aku bersumpah akan panik jika terjadi sesuatu padanya.

Tubunhya bergetar hebat. Dia terlihat sangat shok hingga tak bisa berkata apa-apa. Sepertinya aku harus membawanya ke rumah sakit untuk memastikan keadaannya. Tidak ada siapa-siapa yang bisa dimintai tolong, jadi aku menggendongnya dan membiarkannya duduk di kursi tempat perhentian bis.

“Apakah anda terluka, bu? Biar saya membawa anda ke rumah sakit.”

“Tidak!” ia akhirnya bicara. “Aku baik-baik saja.”

“Anda yakin, bu? Lebih baik kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisi anda.” Kataku sekali lagi dengan ragu-ragu.

“Itu... itu tidak perlu.” Dia berusaha untuk berdiri. “Ibu baik-baik saja. Ibu rasa Ibu hanya shok mengenai kejadian tadi. Ibu hanya ingin pulang.” Ia mencoba berjalan, tapi karena tubuhnya masih gemetaran aku memegang tangannya sebelum ia terjatuh.

“Biar saya yang mengantar ibu pulang.” Aku menggendongnya di belakangku. Ibu itu hanya mengangguk sambil menahan sesenggukannya.

Melalui petunjuk jalan yang ia berikan, akhirnya kami tiba di depan rumah sederhana dengan tembok berwarna biru yang rupanya adalah rumahnya. Sebelum aku bertanya mengenai keadaannya, ia tersenyum padaku dengan mata berair dan mengelus pipiku.

“Terima kasih, nak. Kau baru saja menyelamatkan Ibu dari kecelakaan. Kalau tidak ada kamu, mungkin akan terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu.”

“Sama-sama, bu. Itu hanya kebetulan. Untunglah anda tidak terluka.” Aku tersenyum.

“Ya Tuhan, tapi kau yang terluka, nak!” Ia melihat keningku yang baru kusadari sesuatu yang basah menetes melewati alis kananku. Aku menyentuhnya dengan jariku. Darah.

“Masuklah. Biar ibu obati dulu lukamu.”

“Ah, tidak apa-apa bu. Ini hanya tergores.” Kataku sambil menghapus tetesan darah di keningku dengan sapu tangan.

“Kau yakin, nak?”

“Ya, bu.. lagipula, aku harus buru-buru. Kalau tidak, aku akan terlambat untuk kuliah.” Tentu saja aku sudah terlambat. Aku hanya tak ingin membuatnya khawatir.

“Maafkan ibu, nak. Dan terima kasih banyak. Oh, sebelum kau pergi boleh Ibu tahu siapa namamu?”

“Donghae. Namaku Lee Donghae.” Aku tersenyum dan berpamitan.

Aku kembali pulang ke rumah. Pakaianku penuh tanah dan keningku berdarah. Aku lebih membutuhkan mandi dibanding kuliah saat ini. Aku baik-baik saja. Maksudku, satu hal yang menggangguku hanyalah luka di keningku yang bisa membuatku mirip Harry Potter.

 

TBC

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Author's note: Terima kasih untuk yang membacanya. Mohon maaf sebesar-besarnya bila tidak sebagus yang diharapkan. :)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Iciilll #1
Update donk kakk :(
hima_kawaii #2
Chapter 4: aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa............. Eunhae vs Sihae kyaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!! ahahahahahahahahaha
wah... baru muncul nih chapter-nya :) tapi makasih udah update :)
Fighting!!!^^
hima_kawaii #3
Hmmm kapan diupdatenya nih............ :(
hima_kawaii #4
awww..... btw like the gif ^0^ cute!!
hima_kawaii #5
KYAAAAAAAAAAAAAA luuvvv it......... ditunggu lhooo update selanjutnya... hwaiting!!!!!! ^^
hima_kawaii #6
Yaaaaaaaaaa...... update dong :( wawwww... Siwon udah meng-claim donghae as his boyfriend....kekkekkee cute.... please update dong...!!!!!!!!!!!!!!!
Reeiini #7
kok gak lanjutt sihh ????????

Sihaee~~~~
nadhes
#8
hayukkkkk buruan diupdate sudah ga sabar ingin membacanya....