Lea

Lari!

“Maaf, harusnya aku larang ya..” kata Hae ke wanita itu.

Wanita itu menatap Hae, “I feel better kok, somehow, this doesn’t hurt that much..” sambil menunjuk kakinya.

Hae pun menatap kaki wanita itu dan baru sadar bahwa sudah ada luka di kakinya yang kembali terbuka karena lari malam ini. Ada plester juga yang setengah terbuka karena lari malam ini. This is not her first run.

                “Kita harus ke rumah sakit sekarang..” ajak Hae.

                “Gak.. gak usah.. Saya bisa obatin sendiri kok.. Barang-barang saya..?”

                “Kita HARUS ke rumah sakit ” dan kali ini bukan ajakan, wanita itu pun mengerti bahwa ini bukan ajakan.

                “Gimana kalo ke apotik aja?”

                “Kamu bisa kena infeksi, itu luka lama yang kebuka lagi..”

                “No matter what I say, I should go to the hospital with you, right?”

                “Yes, Its not a choice. Wait here, I’ll take my car.”

 

Hae kembali menyebrang jalan untuk mengambil mobilnya, memutar arah mobilnya dan membawanya ke arah wanita itu duduk. Ada rasa dihati kecil Hae, bahwa dia tidak bisa melepaskan wanita ini semudah itu, ada sesuatu tentang wanita ini yang membuatnya terpikat atau… ini hanya kasihan. Hae membantu wanita itu berjalan masuk ke dalam mobil. Hae menutup pintunya dan kembali ke sisi pengemudi. Hae mencari rumah sakit terdekat dan memasukkan alamatnya ke GPS mobil. Wanita itu hanya menatap kaca sampingnya di sepanjang perjalanan tanpa mengeluarkan kata apapun. Hae pun sama, ada terlalu banyak pertanyaan di benaknya sehingga dia bingung untuk memulainya darimana. Namun keheningan diantara mereka terasa nyaman. Ketika mereka sampai di pintu UGD, Hae meminjamkan sandalnya ke wanita itu, memang kebesaran tapi setidaknya sandal ini lebih nyaman daripada sepatu hak tingginya. Hae membantu wanita itu untuk masuk ke ruang UGD, meminta suster disana untuk membantu membersihkan luka kaki wanita tersebut.

                “ Lea? Baru 3 hari yang lalu aku bersihin luka kamu..” seorang wanita berjasputih datang menghampiri.

                “Hehe, memang beneran baru 3 hari yang lalu?” jawab wanita ini tersenyum malu.

                “Le, kamu masih datang konsultasi kan?” tanya dokter sambil membersihkan luka kakinya

                “Yes, even tho it really isn’t helping” jawabnya

Wanita itu bernama Lea, sepertinya dia sudah beberapa kali kesini dan ditangani oleh dokter UGD yang sama. Hae hanya berdiri disana dan mendengarkan percakapan mereka, berharap untuk mendapatkan informasi lebih lagi tentang wanita ini.

                “Permisi, Walinya Lea? Ini surat untuk mengurus administrasi disana..” seorang suster menyerahkan lembaran kertas.

                “Hmm, saya urus administrasi sendiri aja sus, setelah ini selesai ya..” jawab Lea.

                “Ga usah, saya aja, kamu disini aja..  boleh KTP Le?” potong Hae

                “Ga usah, ga usah.. udah biasa kok, bisa urus sendiri..”

                “Kertasnya ada di aku, jadi sepertinya memang harus aku yang urus. Dompetmu di tas kan?, berarti masih di mobil, aku ambil ya..” jawab Hae, lebih ke memutuskan pembicaraan ini sambil berjalan pergi.

 

Ruang UGD

                “ Siapa Le?” tanya Dr. Hana.

                “Hae? Namanya Hae kalau ga salah, dia yang nyuruh aku buat lari hari ini. So, today isn’t fully my impulsiveness.” Jawab Lea

                “Teman?”

                “Stranger..”

                “Good stranger.. Bakal perih, tahan bentar..” Dr, Hana memberikan obat merah dan memberikan perban ke kaki Lea.

                “Lea, I’m being serious right now, please don’t do this anymore. Kakimu ini kalau bisa teriak, sudah teriak sampai suaranya habis.” Nasehat terakhir dari Dr. Hana sebelum pergi untuk mengurus pasien yang lain.

 

                “Administrasi done, aku tadi pakai kartu asuransi yang ada di dalam dompet, dan ternyata kita seumuran Lea..” Hae datang dan mengembalikan tasnya.

                “..Maka..si..” jawab Lea menghindari percakapan yang lain.

                “Hae, bener kan? Boleh ikut saya sebentar?” Dr. Hana datang dan memanggil Hae.

Dr. Hana dan Hae berjalan menjauh dari kasur Lea. Walaupun Lea penasaran, dia tetap tidak bergeming. Dia memandangi kakinya yang sekarang di perban. Apa iya mereka akan berteriak sampai hilang suara? Apakah kalau hari itu terulang kembali, mereka juga akan berteriak sekeras mungkin?

                “Halo, saya Dr. Hana. Bisa dibilang dokter sekaligus teman Lea. Sebagai dokter, kakinya memang sangat bermasalah, jika diteruskan, worst case adalah infeksi. Infection can lead to many bad things. Sebagai teman, please don’t support her impulsiveness and can you make sure she is going to the consultation?” Jelas Dr. Hana.

                “Disclaimer, I have no idea that it was her impulsiveness. Why does she do this? And consultation?”

                “You have to find out yourself about the reason. Konsultasinya..” Dr,Hana mengetik nama di computer depan administrasi. “Selasa dan Kamis.. jam 7 malam disini, Dr. Hazel.. plus tolong pastikan dia pulang ke rumah” Dr. Hana melanjutkan sambil berjalan menjauh.

                “..okay” Jawab Hae, sepertinya memang tidak ada jawaban lain yang bisa diberikan selain ‘okay’.

 

Lea masih memandangi kakinya yang diperban. Hae berjalan ke arahnya.

                “Masih pengen lari dengan kaki seperti itu?” tanya Hae

Lea mengalihkan pandangannya ke Hae dan menggelengkan kepalanya.

“Sakit kalau dibuat jalan ya? Mau aku ambilkan kursi roda?”

 “Oh, ga usah, tadi cuma perih dikit, sekarang lebih ke ga kerasa apa-apa sih..” jawab Lea.

                “Kalau gitu ayo pulang, Dr.Hana bilang, harus memastikan kamu sampai di rumah. Dia takut kalau ada tindakan impulsive yang bakal kamu lakuin lagi.” Ajak Hae.

                “Aku bisa pulang sendiri..” jawab Lea.

                “I know, but not for today.. Let’s go..”. Hae mengambil dan memakai tas selempang Lea. Dia mengambil sandal dan menaruhnya di depan Lea persis untuk memudahkannya memakai. Hae membantu Lea berdiri sambil memakai sandal. Dia mengandeng Lea sambil berpamitan dengan Dr. Hana. Perjalanan dari rumah sakit ke rumah Lea tidak begitu jauh, hanya sekitar 25 menit perjalanan mobil. 25 menit tercepat untuk Hae, dan 25 menit awkwardness untuk Lea. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan yang terjadi, Lea hanya melihat jalan dari jendela, tidak ada niatan untuk memulai percakapan. Hae disisi lain sangat ingin memulai percakapan tapi tidak berani untuk memulai. Setelah sampai di depan gang rumah Lea, Hae memparkirkan mobilnya.

                “Sandalnya aku pinjem dulu ya. Thank you for the ride.” Lea mengambil tasnya dan bergegas membuka pintu, berjalan masuk ke dalam gang. Dia sudah tidak betah dengan kecanggungan dalam mobil itu. Rumah Lea adalah rumah kedua dari depan gang, sampai dirumah, Lea berbaring di sofa ruang tamunya dan menghela nafas panjang. Hari ini terasa sangat panjang dan lama.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
likeadiamond
english version still in progress

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet