Melt Me Down Like Ice Cream

The Weirdest Love Story

Aku perlu bicara. Ini tentang Myungsoo dan Hana.'

Jihan menghembuskan nafas berat. "Hana-ya. Aku harus berbicara dengan seseorang."

"Arra. Kau beradu tatap dengan Kim Sunggyu sejak tadi."

"Berhenti untuk terlalu peka," timpal Jihan yang kemudian berdiri dan melangkah keluar dari café. Selang beberapa detik, Sunggyu menyusulnya.

Taman belakang cafetaria menjadi pilihan Jihan dan Sunggyu untuk mengobrol. "Sungyeol bisa saja mendengar obrolan kita, gwaenchanayo?" Tanya Jihan. Dirinya satu kelas dengan Sungyeol, sehingga ia tahu betul kelebihan dari lelaki jangkung itu.

"Gwaenchana. Aku menyuruhnya untuk tidak berulah." Sunggyu terkekeh lalu bersandar ke pohon besar yang berada tepat di belakangnya. "L membuat masalah dengan Hana," ia memulai.

Jihan mengangguk singkat. "Apa yang L pikirkan?"

"Kau tidak bisa membacanya?"

Kali ini Jihan menggeleng. Memang betul ia tidak bisa membaca pikiran L. Seolah ada dinding besar yang menghalanginya. Kasus ini tidak mengherankan bagi Jihan, karena memang tak semua orang mampu ia baca. Bahkan ketika membaca pikiran seseorang pun, belum tentu ia mampu membaca semuanya.

"Halmeoni ingin semuanya berjalan lancar antara mereka berdua. Kau tahu? Ini bukan sekedar urusan bisnis," Sunggyu menyempatkan untuk melihat ke sekeliling sebelum melanjutkan, "Bisakah kau membaca pikiranku saja?"

Jihan mengangguk lalu berkonsentrasi selama beberapa saat, kemudian tersentak sampai melangkah mundur. "Apa-apaan itu?!" Tanyanya, diliputi ketakutan sekaligus kebingungan. "Tempat seperti itu tidak ada. Itu mitos." Kali ini ia lebih bicara pada dirinya sendiri.

"Manusia juga menyebut kita mitos, tapi kita ada." Suara Sunggyu begitu rendah sampai dapat dipastikan hanya Jihan yang mampu mendengarnya.

Gadis itu menggeleng pelan. "Kalau memang benar ada, kita harus kesana. All of us."

"Itulah masalahnya. Tidak ada yang tahu cara untuk pergi ke tempat itu. Kita semua terjebak disini. Itulah kenapa kita membutuhkan Myungsoo dan Hana. Myungsoo adalah V terkuat di keluargaku, dan Hana di keluargamu. Mereka harus memiliki anak, agar aliansi kita memiliki anggota terkuat." Sunggyu terbiasa menyingkat kata 'vampire' menjadi 'v' saja. Sebagian dari dirinya ingin tertawa ketika membahas anak dari L-Hana, tapi sebagian lagi mengingatkan bahwa ini adalah pembahasan yang serius.

"Tidakkah ini terasa berlebihan untukmu?"

"Tentu saja. Tapi ini serius. Tidak banyak yang tersisa, sebagian hanya kelompok kecil dan sebagian lagi sangat merepotkan. Kau tahu, sebagian jenis dari kita benar-benar terkutuk." Sunggyu bergidik ngeri membayangkan para vampire terkutuk yang hanya bisa bertahan hidup jika meneguk darah segar. Sehari saja tak meminum darah maka mereka akan keriput, lalu semakin keriput, sampai akhirnya mati tanpa kulit dan daging yang tersisa.

Jihan terlihat berpikir sejenak. "Kapan mereka sampai?"

"Terhitung waktu disini, itu masih 20 tahun lagi. Tapi kita perlu mempersiapkan segalanya. Jika tidak, mereka tidak bisa dihentikan. Semua pihak terancam, terlebih manusia."

"Bisakah kita menemukan cara ke tempat itu dalam waktu dekat? Kita semua bisa bergabung dengan yang lain untuk menghentikan mereka. Itu terdengar lebih baik bagiku dibanding melakukan perlawanan disini."

Kali ini giliran Sunggyu yang berpikir. "Kau benar. Akan aku cari tahu lebih lanjut. Mungkin ada petunjuk di suatu buku."

"Siapa yang sudah tahu tentang ini?"

"Halmeoni, orangtua L, orangtuamu, aku, dan kau."

"Aku rasa Sungyeol sudah tahu," kekeh Jihan.

Sunggyu terkesiap. "Kau bisa tertawa?"

Kedua bola mata Jihan berputar malas. "Kau membuatku tidak ingin tertawa lagi." Jihan hendak menanyakan beberapa hal lain, tapi bel sudah terlanjur berbunyi nyaring, tanda waktu istirahat telah berakhir. "Sampai jumpa." Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Jihan. Dengan cepat ia melesat ke koridor, merasa tak perlu menunggu Sunggyu.

Baru beberapa jam memulai hari, tapi rasanya sudah sangat melelahkan. Ditambah sekarang Jihan dan Hana harus mencari gaun baru untuk pesta besar besok. Bagaimanapun, keluarganya diundang oleh halmeoni Lee dan kedua orangtuanya sangat bersemangat akan hal itu. Mereka tak mampu menolak walaupun Hana sangat benci untuk bertemu L dan Jihan memang tidak pernah menyukai pesta. Keduanya senang membeli sesuatu yang baru, tapi mencari gaun tidak pernah menjadi hal yang mudah bagi mereka. Sebagian gaun yang cantik memiliki bagian punggung yang terbuka, hal ini sedikit mengganggu karena tanda keluarga mereka terletak tepat di punggung -gambar phoenix dengan warna keperakan.
"Kau merasakannya? Ada teman dekat sini," ujar Jihan tiba-tiba.

"Jihan-ssi? Hana-ssi?"

Keduanya menoleh serempak, dengan lengan yang masih memegang deretan gaun cantik di depan mereka. Jihan menatap seorang gadis yang berdiri di hadapannya. "Kau..."

"Krystal-ssi?" Kedua mata Hana menyipit. Sekelebat ingatan tentang Krystal meluncur mulus di dalam otaknya.

Jihan hendak membaca isi kepala Krystal ketika gadis itu malah tertawa pelan. "Chill, girls. Aku disini untuk mencari gaun, bukan untuk memulai perang."

Hana mengangkat bahu lalu kembali sibuk memilih gaun. Diliriknya Jihan yang sudah pergi ke sudut lain. "Bagaimana kakimu?" tanyanya beberapa saat kemudian.

Dengan kasar Krystal mendengus sebal. "Damn you. Berhenti melihat apa yang telah terjadi padaku. Menyebalkan."

"Well, terkadang itu di luar kendali."

"Krystal menyumpahimu," sahut Jihan tanpa melihat ke arah Krystal dan Hana.

Krystal bergidik ngeri. "Kalian terlahir kembar bukan tanpa alasan. Akan lebih konyol kalau aku menjadi bagian dari kalian. Kuberi tahu satu hal. Kalian akan memilih gaun warna merah dan mengalami kejadian memalukan di pesta nanti. Sampai jumpa," ujarnya seraya melangkah pergi penuh kemenangan dan tak jadi membeli gaun.

"Aish." Hana mendesis ketika menyadari lengannya tengah terulur untuk mengambil gaun warna merah.

Jihan melangkah ringan menuju kamar ganti. "Dia hanya mempermainkan kita," ujarnya singkat sebelum menutup pintu.

Tak ingin melihat Krystal merasa berhasil telah membuatnya jengkel, dengan cepat Hana memilih gaun berwarna merah cantik yang tadi sempat akan ia ambil. Ia pun masuk ke kamar ganti di sebelah Jihan. Keduanya keluar di waktu yang hampir bersamaan.

"Cocok untukmu," Hana mengomentari gaun Jihan -yang kemudian mengatakan hal yang sama.

Setelah membayar dua gaun tersebut, mereka berkeliling untuk sekedar melihat-lihat. Beragam toko berjajar, terlihat menarik dengan cat, hiasan, dan tema yang berbeda. Toko bunga yang dipenuhi hiasan bunga, toko ice cream yang dicat warna bubblegum -lengkap dengan patung ice cream raksasa, toko sepatu yang bernuansa gelap, dan lain sebagainya. Berbicara mengenai warna gelap, sebagian manusia mengira vampire menyukai pakaian gelap. Sebenarnya tidak juga. Mereka mengenakan apa yang mereka mau, lebih baik berbaur daripada terlihat berbeda dan terkesan mistis, bukan?

Lagipula mereka tidak begitu berbeda jauh dari manusia. Mereka bisa memakan makanan manusia, darah malah menjadi sesuatu yang mereka hindari. Hanya saat bulan berbentuk bulat sempurna mereka harus meminum darah segar agar tetap waras. Perbedaan menonjol antara manusia dan vampir -selain taring yang bisa muncul, adalah fakta bahwa setiap vampire memiliki kemampuan khusus. Tapi ada beberapa kemampuan yang pasti dimiliki setiap vampire ; bergerak cepat atau bahkan sangat anggun sampai tak menimbulkan suara apapun, kuat, mampu membedakan mana vampire mana manusia -dan L terlahir dengan salah satu kemampuan khusus untuk menyembunyikan auranya, sementara salah satu kemampuan khusus Hana adalah dapat mengetahui aura vampire yang disembunyikan. Inilah mengapa Hana mampu mengetahui bahwa L adalah vampire, sementara Jihan tidak. Setiap clan vampire pun memiliki tanda dan keunikannya masing-masing.

"Aku rasa Krystal masih di sekitar sini," ujar Hana. Matanya menatap lurus ke depan, sesekali menatap dingin kepada orang-orang yang tertarik untuk memperhatikan dirinya dan Jihan. Mereka memang memiliki daya tarik tak biasa, macam vampire lainnya.

Jihan mengangkat bahu tak peduli. "Ice cream?"

"Call."

Keduanya berbelok memasuki toko ice cream kesukaan Jihan. Pesanan mereka selalu sama; 1 ice cream vanilla dengan chococips untuk Jihan dan 1 ice cream chocolate dengan potongan buah strawberry untuk Hana. Inilah rasa syukur terbesar mereka karena tidak terlahir sebagai vampire terkutuk; bisa memakan ice cream yang nikmatnya luar biasa!

Tidak perlu menunggu lama, seorang pelayan datang mengantarkan pesanan mereka yang sudah duduk berhadapan di dekat jendela. Suap demi suap dengan diselingi obrolan singkat membuat gunung ice cream mereka semakin menipis.

Beberapa saat kemudian, bel yang tergantung di pintu berbunyi nyaring, menandakan adanya orang yang membuka pintu. Tujuh laki-laki masuk dan enam diantara mereka langsung bergabung dengan Hana dan Jihan; Sunggyu duduk di samping kiri Hana, disusul oleh Sungjong dan Woohyun, sementara Sungyeol, L, dan Hoya duduk berjajar di samping kanan Jihan. Terdengar Dongwoo sibuk memesan ice cream.

"Kalian sudah gila?" Hana mendesis. Matanya mulai berubah warna ketika beradu tatap dengan L.

Sungyeol mengangkat kedua tangannya, "Wow, wow. Kami tidak bermaksud jahat. Aku hanya ingin menumpang tidur," ujarnya sembari mulai bergerak untuk mengatur posisi kursi lalu menaruh lengan dan kepalanya di atas meja.

"Kami melihat kalian dan ingin bergabung. Gwaenchana?" Sunggyu berusaha menjelaskan.

"Angwaenchanayo." Jihan ikut sebal.

"Whoah. Ini pemandangan langka," kekeh Dongwoo yang sudah selesai memesan ice cream. Ia mengambil posisi duduk di samping Hoya.

"Noonadeul, ini pertama kalinya kita berkumpul. Kita sama, kita satu sekolah, dan kita akan menjadi keluarga. Bukankah seharusnya kita memang sering berkumpul ssperti ini?" Sungjong memasang wajah polos seraya menatap penuh harap, mengandalkan puppy eyes nya.

Jihan menghela nafas berat, lalu mengangkat kedua bahunya. Sungjong bersorak pelan karena Jihan mengalah. Sementara itu, Hana memalingkan pandangannya sambil menopang dagu dengan telapak tangan kanannya; menatap sekelompok orang yang berlalu-lalang di luar toko. Mendadak ia merasa sedih atas penderitaan seorang gadis yang tengah berjalan pelan sambil menangis; patah hati karena ditinggal kekasihnya.

Penasaran dengan apa yang Hana amati, Hoya mengikuti arah pandang gadis itu. Seketika itu juga ia berdiri dan melesat ke luar toko. Lengannya langsung menarik gadis malang yang Hana perhatikan. Semuanya terkesiap mendapati Hoya sudah berada di luar toko, sibuk membujuk seorang gadis agar menjauh dari tepi jalan. "Gadis itu mencoba membuat dirinya tertabrak," ujar Jihan.

"Wae?" Tanya Woohyun.

"Dia frustasi. Kekasihnya pergi demi gadis lain," Hana menjawab tanpa sadar sembari memasukkan sesendok besar ice cream ke dalam mulutnya.

Mata Sunggyu sedikit membesar. "Daebak. Wajah kalian tidak begitu mirip, tapi kemampuan kalian menjadi bukti nyata bahwa kalian kembar."

"Aku akan membantu Hoya." Dongwoo beranjak dari kursinya lalu berjalan santai ke arah Hoya dan sang gadis yang masih menangis.

"Bagaimana dia tahu?" tanya Jihan.

Woohyun menutup mulutnya kembali ketika seorang pelayan datang mengantarkan ice cream pesanan mereka. Ia menunggu sampai pelayan tersebut pergi, lalu mulai membuka mulutnya untuk berbicara, "Jika Hoya berkonsentrasi, dunia selalu beberapa detik lebih cepat baginya. Dia tidak tahu apa yang orang lain pikirkan. Tapi dia tahu apa tindakan yang akan dilakukan orang tersebut," terangnya.

Mata Hana yang sudah terlihat normal melirik Woohyun dengan tertarik. "Seperti Krystal?"

Woohyun menyempatkan diri untuk menikmati ice creamnya dulu. "Ini enak! Well, mereka hampir sama. Krystal melihat apa yang akan terjadi, tanpa tahu prosesnya. Hoya melihat lebih dekat, lebih cepat. Hal-hal yang akan dilakukan oleh seseorang hanya dalam selang waktu beberapa detik."

Hana melihat ke sekeliling. "Tidakkah kita membicarakan hal ini terlalu jelas?"

Seketika, senyum Woohyun terlihat penuh dengan rasa bangga. "Setiap kita berbicara, mereka hanya akan mendengar percakapan tentang sekolah," ujarnya mantap.

"Woohyun hyung adalah halusioner," Sungjong tertawa pelan, menganggap sebutan yang ia berikan itu lucu.

Hana mengabaikan Sungjong, hanya meliriknya sekilas lalu kembali menatap Woohyun. "Kenapa kau berhenti bicara ketika pelayan datang?"

"Agar terlihat normal," sela Jihan sebelum Woohyun sempat menjawab.

"Berhenti membaca pikiranku, Jihan-ssi."

Jihan tersenyum penuh ejek. "Kalau begitu berhenti berpikir terlalu banyak."

Sementara Woohyun mencoba untuk tidak berpikir, Sunggyu sibuk melirik ke luar toko untuk melihat Hoya dan Dongwoo. Terkadang ia merasa khawatir kepada para sepupunya, karena tak jarang mereka malah mendapat masalah lantaran terlibat dengan urusan para manusia.

"Gwaenchanayo, gadis itu sudah lebih baik. Dia berpikir untuk pulang dan mengurus diri," Jihan mencoba menenangan. Ice creamnya sudah habis sekarang.

Sunggyu tersenyum memperlihatkan sederet giginya. "Kau lebih banyak berbicara dari yang kukira. Menurut rumor, kau mengerikan. Tapi kurasa rumor itu berlebihan karena nyatanya kau cukup menyenangkan."

"Eeeeey, Sunggyu hyung menggoda Jihan noona. Itu membuatnya tidak nyaman, hyung!" Sungjong memprotes tindakan Sunggyu, membuat laki-laki bermata sipit itu tertawa kikuk sambil menyangkal ucapan Sungjong.

Untuk kesekian kalianya dalam hari itu, Jihan kembali hanya mengangkat kedua bahunya tanpa mengatakan apapun. Hana menatap Jihan dan beberapa saat kemudian Jihan memukul meja sampai Sungyeol terbangun, "Mwo? Mwoya? Mwoya?" Sungyeol kebingungan, sementara Jihan berdiri dengan kesal dan berjalan menghampiri meja yang ditempati tiga orang gadis dari sekolah lain.

"Noona-ya, waeyoooo?" Teriak Sungjong penasaran, dengan mulut yang masih penuh potongan strawberry -topping ice creamnya.

"Kimchi-ya!" Hana memanggil.

L yang sejak tadi hanya diam sembari memainkan ponselnya kini tertarik untuk melihat apa yang sedang terjadi. 

Tiga gadis yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu nampak terkejut melihat Jihan berjalan penuh amarah ke arah mereka. Beruntung bagi Jihan karena mereka bahkan tak berani untuk mengangkat kepala, sehingga ia tak perlu menyembunyikan matanya yang mulai berubah warna.

"Yak." Jihan berkata dengan nada rendah namun penuh amarah, lengkap dengan kedua lengannya yang terlipat di depan dada. "Cepat hapus," lanjutnya.

Tak ada respon apapun, ketiganya terlalu takut untuk bersuara. Salah seorang dari mereka mencoba untuk menyembunyikan ponselnya, namun dengan cepat Jihan merebut ponsel tersebut. Ia menghapus semua foto yang baru saja gadis itu ambil; foto para anggota Infinite bersama dirinya dan Hana.

"Ini melanggar hukum. Kalian payah," ejek Jihan sebelum melemparkan ponsel tersebut ke pangkuan sang gadis, membuatnya tersentak kaget. Sungjong dan Sunggyu menatap penuh kekaguman ketika Jihan kembali ke meja. "Noona, kau menyeramkan tapi keren," komentar Sungjong. Woohyun bertepuk tangan karena setuju dengan Sungjong.

Hoya dan Dongwoo yang baru kembali menatap Sungjong, Woohyun, dan Jihan secara bergantian karena tak mengerti dengan situasi di dalam toko. "Ada apa ini?" Dongwoo mewakili Hoya untuk bertanya.

"Tiga gadis di meja sana memotret kami. Aku bersumpah, aku menarik kata-kataku. Jihan memang mengerikan," jawab Sunggyu sambil tertawa. "Well, aku rasa sebaiknya kita berpisah," lanjutnya yang kali ini ditujukan kepada Hana dan Jihan.

Jihan mengangguk. "Yeah. Kami tidak mau berurusan dengan para gadis yang entah kenapa menggilai kalian setengah mampus."

Sungyeol terkekeh. "Kami juga tidak mau berurusan dengan fanboy tak waras kalian. Mengerikan. Kecuali Sungjong. Dia fans Jihan nomor satu, dan dia tidak mengerikan."

Dongwoo meraih ice creamnya yang sudah mencair sebagian, begitu pula Hoya. "Jihan-ssi, Hana-ssi, terima kasih atas waktunya. Cukup menyenangkan dapat saling mengenal lebih jauh, kkk. Kami pamit," ujarnya sopan, sebelum terjadi pertengkaran antara Sungjong dan Sungyeol yang pastinya akan membuat Kim twins merasa kesal.

Mereka saling menganggukan kepala, lalu melangkah pergi. Jihan dan Hana memutuskan untuk tetap berada di sana karena terlalu malas untuk pulang ke rumah. Mereka menghabiskan waktu 2 jam, dan masing-masing dari mereka sudah menghabiskan 4 mangkok ice cream. Perlahan tapi pasti, rasa dingin mulai menjalar ke otaknya Hana, membuatnya berpikir sedikit lebih lambat daripada biasanya. Efek seperti itu selalu ia rasakan jika terlalu banyak memakan ice cream, bahkan terkadang sampai membuatnya pening.

"HANA!"

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet