Four

White Lotus

"Melamun Gyu?" Tegur Woohyun.

Sunggyu tidak menjawab pertanyaan itu.

"Kok sudah bangun?" tanya Sunggyu.

"Aku punya rencana. Bagaimana kalau hari ini kita keluar?"

"Kemana?"

"Hhmm.. Belum tahu, yang pasti aku ingin kita keluar hari ini. Bagaimana?"

"Baiklah" sahut Sunggyu tersenyum.

"Kalau begitu, aku ingin kita berangkat satu jam lagi" kata Woohyun, sambil menatap langit.

"Lebih pagi kita berangkat, lebih menyenangkan" 

***

Pagi itu Sunggyu mengenakan kaos berwarna putih dibalut sebuah blazer berwarna hitam dan celana jeans berwarna senada, dan jangan lupakan kacamata penahan sinar matahari melengkapi dan menambah kadar kecantikkannya.

Woohyun menggerutu diam-diam bahwa dia merasa amat bangga dapat duduk di samping namja semanis dan secantik Sunggyu. Namun dia juga memaki Woojoon. Apa yang dilihat dan dikenalnya selama ini, jelas menyatakan bahwa Sunggyu jauh lebih banyak memiliki kelebihan daripada Key. Dimana pula kewarasan mata Woojoon, pikirnya. Tetapi diam-diam Woohyun memuji ketajaman dan selera tinggi saudara kembarnya itu.

Selama dalam perjalanan itu Woohyun tidak banyak bicara. Dia sedang memerangi batinnya sendiri. Rasa bangga, rasa senang, rasa yang aneh terhadap diri Sunggyu selalu bertambah banyak setiap saat. Dan ini, jelas akan memberikan rasa sakit jika waktu setahun itu nanti berlalu. Betapa malangnya kau Woohyun!

Sunggyu yang merasa bahwa Woohyun tidak banyak bicara seperti biasanya menjadi tidak betah. Keindahan kota dikanan dan kiri jalan jadi berkurang. Pelan-pelan dia melirikkan matanya kearah Woohyun yang sedang menatap lurus jalan dihadapannya. Matanya yang menyipit menahan silaunya matahari, membentuk garis yang memperlihatkan kejantanannya diantar hidung dan dahinya yang berkerut. Dan dari tempatnya, Sunggyu melihat rambut Woohyun menjadi hitam legam, sangat cocok sekali. Dan betapa sesungguhnya Woohyun merupakan namja yang tampan dan gagah!

Woohyun merasa dilirik. Dia menoleh. Mata mereka bertemu, dan Sunggyu lekas-lekas melarikan pandangan keluar jendela dengan canggung. Kedua belah pipinya terasa panas.

"Kenapa kau tatapku Gyu?" tanya Woohyun tiba-tiba.

Dia merasa tatapan mata Sunggyu tidak seperti biasanya. Ada yang berdesir lewat hatinya. Jangan-jangan Sunggyu sedang teringat Woojoon. Bukan hal aneh, wajah Woojoon mirip sekali dengan wajahnya.

"Ah... Aniya.." sahut Sunggyu gugup. Ada dua hal yang menyebabkan Sunggyu gugup, pertanyaan Woohyun dan panggilannya. Sudah sejak menikah Woohyun memanggil Sunggyu dengan panggilan Gyu, dan juga dia baru saja mengagumi ketampanan namja yang memanggilnya itu. Sunggyu merasa hatinya tersentuh. Dan itu agak membuatnya gugup.

"Tapi aku tahu apa yang sedang kau pikirkan lewat diriku?" tuduh Woohyun terus terang. Matanya yang tersenyum ke arah Sunggyu.

"Apa?" tantang Sunggyu. Ditekan debar-debar didadanya yang tiba-tiba datang. Jangan-jangan Woohyun tahu kalau dia sedang mengaguminya,

"Kau mencari persamaan diwajahku dengan.... saudaraku. Ya kan?"

Sejak mereka menikah, setiap pembicaraan tentang Woojoon selalu memakai panggilan saudaramu atau saudaraku sebagai pengganti sebutan pada nama Woojoon. Tidak sengaja mereka demikian, tetapi baik Woohyun maupun Sunggyu merasa lebih enak tidak menyebut nama itu diantara mereka. Seakan telah terjalin sesuatu perjanjian tidak tertulis diantara mereka.

"Kau bercanda!" bantah Sunggyu. Dan memang itu benar. Dia tidak sedang memikirkan Woojoon. Dia malah lupa bahwa Woohyun dan Woojoon mempunyai kemiripan. Tapi Woojoon berambut pirang.

Woohyun tertawa halus. "Kau harus tahu Gyu, aku tidak mau menjadi bayangan saudaraku itu. Aku tidak ingin kau terus terkenang dirinya dan membuat hatimu sakit. Untuk itulah aku mulai mencari perbedaan, lihatlah aku mewarnai rambutku menjadi hitam legam, agar aku tidak terlalu mirip dengannya"

Sunggyu terdiam. Jadi karena itu lah dia membuat warna rambut rambutnya menjadi hitam dari coklat keemasan. Untuk beberapa saat lamanya keadaan menjadi hening. Membuat Woohyun menjadi tak enak.

"Gyu.. Kau mulai terkenang sepertinya.." gurau Woohyun mencoba melumerkan suasana.

Sunggyu menoleh kearah Woohyun dengan cepat. Matanya tajam menatap arah namja yang tengah diliriknya.

"Kau harus tahu Hyun, dan juga harus mengingatnya, bahwa dia tidak cukup berharga untuk kukenang!" kata Sunggyu tegas, mengagetkan Woohyun dan membuatnya nyaris tidak dapat menguasai kemudi ketika berpapasan dengan sebuah sepeda motor yang berlari kencang. Dia tidak pernah mengira bahwa rasa dendam masih ada di hati Sunggyu.

"Mianhe..." ucap Woohyun pelan.

Sunggyu mendenguskan hidungnya sebagai jawaban. Lalu kata Sunggyu setelah membuang nafas sebentar.

"Kau juga harus tahu bahwa setelah apa yang saudaramu lakukan terhadapku, aku tidak akan mengenang seorang namja pun"

"Itu memang seharusnya. Paling tidak dalam waktu setahun ini. Kau adalah istriku, aku tak mau istriku memikirkan namja lain" sahut Woohyun.

"Rupanya kau mulai memakai hakmu" balas Sunggyu dengan suara dingin. Woohyun menoleh. Dahinya berkerut.

"Sama sekali tidak. Tetapi tolonglah hargai perasaanku. Apa kata orang jika tahu bahwa istriku memikirkan orang lain sedangkan kita masih pengantin baru. Dengan mudah orang akan memberi penilaian bahwa aku tidak dapat membahagiakanmu Gyu"

Sekarang Sunggyu yang terkejut. Dan dia menoleh. Kedua pasang mata mereka bertemu. Seketika itu juga hati Sunggyu bergetar. Sinar mata Woohyun terlihat begitu getir.

"Mianhe Hyun, bukan maksudku" kata Sunggyu perlahan. Mata Woohyun meredup dan bibirnya menguakkan senyuman.

"Lupakanlah. Bukannya kau sendiri telah mengatakan tidak akan memikirkan seorang namja pun. Aku senang mendengarnya" kata Woohyun dengan suara lembut.

Dan tanpa bicara lagi dilarikannya mobil sport itu membelah jalanan kota Seoul.

"Kau ingin makan atau minum sesuatu?" tanya Woohyun beberapa saat kemudian.

Sunggyu melirik ke pergelangan tanyanya. Belum waktunya makan siang, masih terlalu dini. 

"Nanti saja, belum merasa lapar"

"Baiklah kalau begitu bagaimana kita ke taman bermain Lotte World saja?" usul Woohyun

"Setuju. Aku belum pernah kesana" uajr Sunggyu dengan senyuman terukir diwajahnya.

***

Setelah menghabiskan waktu sampai matahari terbenam di Lotte World, Woohyun dan Sunggyu semakin akrab walaupun tak ada perlakuan mesra diantara mereka, tetap saja membuat sinar kebahagian terpampang jelas diwajah mereka.

Dan kini mereka melanjutkan kencan mereka di sungai Han. Ya kencan jika orang lain yang melihatnya, tapi tidak bagi mereka berdua.

Berjalan beriringan menikmati hamparan pantulan kilau lampu diatas sungai Han memang pemandangan yang sangat memanjakan mata, indah. 

"Alangkah indahnya pemandangan di sini" ucap Sunggyu tanpa sadar.

Woohyun menoleh dan tersenyum padanya.

"Kelihatannya kau memikirkan sesuatu?"

"Ya... Batinku sedang memuji kekayaan Tuhan. Dan di dalam hatiku.. Aku sedang mengalunkan beberapa bait lagu. Oh.. Andaikata..."

Woohyun tersentak. Dia menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Sunggyu yang tengah mengatupkan matanya.

"Apa katamu?" tanyanya.

Sunggyu tersadar. Dibukanya matanya. Wajahnya menjadi kemerahan.

"Aku tidak sadar Hyun. Lupakan itu tadi cuma celotehan tak sadarku karena melihat keindahan yang sedemikian mempesonanya" kata Sunggyu tersipu.

Beberapa saat lamanya Woohyun menatap mata Sunggyu dalam-dalam. Yakin bahwa Sunggyu mempunyai kesenangan dengan keindahan."

"Andaikata apa Gyu? Tadi kau mengatakan andaikata tanpa lanjutannya" tanya Woohyun tanpa berusaha menyembunyikan rasa ingin tahunya.

Ada lintasan dihatinya bahwa Sunggyu teringat masa lalunya. Tetapi ternyata dia salah duga.

"Andaikata saat ini ada piano didekatku. Aku merasakan aliran-aliran nada dalam hatiku. Aku ingin mencurahkannya.." sahut Sunggyu menahan nafas.

Matanya yang segaris itu seolah memandang sesuatu yang tak terlihat, yang jauh entah apa itu.

"Maksudmu?" tanya Woohyun dengan bodohnya.

"Aku ingin mencurahkan aliran nada lagu itu keatas piano"

"Maksudmu... Lagumu sendiri?"

"Nde"

"Jadi.. Ciptaanmu sendri? tanya Woohyun lagi.

"Nde"

Woohyun menatap lagi mata Sunggyu, hampir-hampir tidak percaya apa yang dikatakannya.

"Apa kau sering melakukan itu?"

"Ya. Dirumah aku biasa mengarang lagu-lagu ku sendiri"

"Daebak!" cetus Woohyun

"Tak ku sangka. Rupanya kau punya kemampuan dalam hal-hal yang menyangkut seni"

"Aku memang seniman" sahut Sunggyu tersenyum. Wajahnya kemerahan menerima pandangan kagum dari mata Woohyun. Lalu lanjutnya, "Tapi tolong, jangan tatap aku seperti itu"

Woohyun tersenyum. Kembali langkahnya terayun disamping langkah Sunggyu dengan perlahan.

"Aku memang melihat piano di rumah orang tua mu, tapi aku tak mengira bahwa selain pandai memainkannya, kau pun bisa mengarang lagu"

Sunggyu tidak menyahut. Jikasaja Woohyun tahu bahwa setiap dia merasakan gairah cinta yang mulai bersemi, sejak dia mengenal Taecyeon hingga mengenal Woojoon, selalu dicurahkannya lewat lagu-lagu ciptaannya! Dan sekarang lagu-lagu seperti itu tidak akan pernah lahir lagi dari dirinya! Dia cuma mampu menciptakan lagu yang berisikan keindahan yang lain, bukan keindahan cinta.

Mereka duduk di sebuah kursi di bawah pohon. Keduanya tidak banyak bicara lagi. Beberapa orang melewati mereka. Tiba-tiba suara seseorang yang mendekati memanggil nama Woohyun. Serempak mereka menoleh kearah suara itu berasal. Dua orang namja menghampiri mereka, yang nampak seperti pasangan karena ada seorang anak diantara mereka. Keduanya tersenyum lebar.

"Annyeong.. Pengantin baru.." tegur salah satu dari mereka.

"Hei Myung! Jalan-jalan?"

"Cari udara segar. Istrimu?"

Woohyun mengangguk dan memperkenalkan Sunggyu kepada pasangan tersebut.

"Ini Myungsoo, Gyu dan ini istrinya Sungyeol. Keduanya teman sekantor" katanya mengenalkan.

"Saya sudah lama sekali ingin mengenal Nyonya Nam. Myungie dan aku sudah berulang kali merencanakan akan mengunjungi rumah kalian, tetapi selalu saja ada halangannya. Siapa sangka kita akan bertemu disini" kata Sungyeol tersenyum.

Sunggyu merasa canggung. Nyonya Nam? Tuhan, dia adalah namja. Dan baru kali itulah dia mendapat panggilan Nyonya Nam dengan jelas. Ah tidak apa-apa, bukankah dia memang Nyonya Nam? Tetapi lepas dari perasaan itu, dia mendapat kesan yang baik dari Sungyeol.

"Ini anakmu?" tanya Sunggyu kepada Sungyeol. Tangannya mencubit pipi anak itu.

"Nde"

"Tampan sekali. Berapa tahun?"

"Hampir tiga tahun"

Sunggyu tersenyum kepada anak Sunggyeol.

"Baru satu?"

"Sudah dua. Adiknya saya tinggal dirumah, baru tujuh bulan"

"Wah.. Sedang lucu-lucunya" ucap Sunggyu tersenyum.

Dia teringat anak tetangga sebelah rumah di Jeonju. Umurnya juga tujuh bulan. Gemuk, mudah tertawa dan lucu sekali. Sunggyu sering membawa anak itu ke rumah dan bermain-main di atas tempat tidur.

Sungyeol menatap wajah Sunggyu yang berbinar. Dia salah mengartikan pancaran yang terlihat diwajah itu.

"Sebentar lagi kau juga pasti akan punya yang selucu ini" katanya.

Sunggyu tersipu malu tanpa tahu mau mengatakan apa. Terlebih Sungyeol memanggil Woohyun yang sedang asyik berbincang dengan Myungsoo.

"Woohyun hyung, istrimu ini sudah ingin menggandeng yang seperti ini" katanya sambil mendorong lembut anaknya kedekat mereka. Myungsoo terbahak dan Woohyun tersenyum. Matanya menangkap wajah Sunggyu yang menjadi merah padam.

"Kami belum ingin buru-buru" sahut Woohyun dengan maksud menolong kekikukan Sunggyu.

"Ingin berpuas-puas dulu, baru memikirkan anak" cetus Myungsoo, masih dalam deraian tawanya.

Dan itulah permulaan persahabatan Sunggyu dan Sungyeol. Mereka merasa cocok satu sama lain.

***

Dalam perjalanan pulang, Sunggyu tidak lagi secerah ketika berangkat. Perkataan Woohyun cuma disambut dengan sikap enggan. Lama-lama Woohyun merasa juga.

"Kenapa kau Gyu?" 

"Tidak apa-apa" sahut Sunggyu mengelak

"Kau tidak jujur. Pasti ada sesuatu yang kau rasakan"

"Aku cuma memikirkan, kenapa setiap pengantin baru selalu menjadi bahan candaan orang lain. Kenapa selalu saja arah candaan itu menyinggung tentang... rahasia kamar tidur?" 

"Seharusnya kau tidak terlalu mengambil hati candaan itu Gyu?"

"Hal itu anggap saja sebagai angin lalu. Dan kau juga harus mengerti bahwa keadaan semacam itu sudah wajar. Cuma saja.. kita yang tidak wajar"

Sunggyu terdiam. Apalagi yang mau dikatakan? Woohyun berkata benar.

"Kau mau berpikir lebih nyata bukan?" tanya Woohyun pula

"Aku mau. Hanya sulit bagiku Hyun. Terutama dirumah. Song ahjumma selalu kelihatan penuh ingin tahu tentang hasil jamu buatannya itu. Dan kedua sepupumu itu, selalu menggodaku habis-habisan. Aku tak tahan"

Woohyun menarik nafas panjang. Dia menyadari hal itu.

"Apakah kau setuju jika kita pindah dari rumah itu?" tanya Woohyun tiba-tiba.

"Aku bukan cuma setuju Hyun, lebih dari itu. Tetapi apakah itu tidak terlalu berlebihan bagiku. Kita hanya.. se-setahun" sahut Sunggyu terbata. Perasaannya tersentuh.

Jika mereka pindah dari rumah itu artinya Woohyun akan mengeluarkan simpanannya untuk mengontrak rumah, sedangkan mereka tidak akan lama terikat. Jelas segala kerugian ada dipihak Woohyun.

"Aku mengerti perasaanmu Gyu. Tetapi.. Bagaimana pun juga kau sekarang adalah istriku yang sah. Kewajibanku adalah membahagiakanmu. Memang sebaiknya kita lekas hidup berumah tangga sendiri" kata Woohyun dengan suara lembut.

"Woohyun kau baik sekali" ucap Sunggyu penuh perasaan.

Woohyun tersenyyum tanpa berkata apa-apa. Perhatiannya dicurahkan seluruhnya kejalan dihadapannya.

"Woohyun..." panggil Sunggyu tiba-tiba.

"Hhmm.."

"Aku telah banyak membuatmu susah. Mengontrak rumah tidak sedikit" cetus Sunggyu mengeluh.

"Ya. Aku tahu. Justru itu aku tidak mengontrak. Aku kan membeli rumah" jawab Woohyun kalem

"Kau... punya uang?"

"Punya.. Kalau hanya untuk membayar uang muka sebuah rumah atau apartemen yang tidak besar, tabunganku akan cukup. Sisanya akan diangsur dalam waktu lima tahun saja" sahut Woohyun kalem

"Kau bicara begitu yakin"

"Aku memang yakin. Soal ini pernah kupikirkan. Hanya karena aku khawatir kau tidak setuju mengingat kau tidak suka terikat dalam wadah pernikahan, aku belum berani bertindak"

"Mianhe, bukan maksudku. Aku bukan tidak mau terikat kepadamu saja, tetapi terikat kepada siapa saja"

"Aku mengerti. Tetapi maukah.. Selama lima tahun atau sampai kau merasa waktunya sudah cukup nanti, kau berusaha membangun rumah tangga yang wajar seperti yang lain?"

"Nde.. Hyun.. Aku mau.." sahut Sunggyu. Ada nada bimbang dalam suaranya. Dan Woohyun tahu apa penyebabnya. Disentuhnya tangan Sunggyu dengan lembut.

"Kecuali.. Satu hal.. Kau tidak perlu mencemaskan tentang masa depanmu. Kau akan keluar dari kehidupanku nanti dalam keadaan masih seputih kuntum teratai" katanya, sama lembutnya dengan sentuhan tangannya.

Sesuatu yang mengganjal terasa naik ke leher Sunggyu. Dia merasa amat terharu. Tanpa sadar diremasnya tangan Woohyun yang berada dipunggung tangannya. Sebutir air mata tergelincir meluncur keatas pipinya.

"Gomawo Hyun" sahutnya dengan suara parau.

"Sama-sama" balas Woohyun lirih.

Kemudian tanpa bicara lagi Woohyun melarikan mobil sportnya. Hanya Tuhan saja yang tahu betapa berat perasaannya. Dia mencintai teratai putih itu, dan dia ingin memetiknya! Tetapi apa dayanya?

TBC

Annyeong.. Mianhe lama update.. Tp nanti diusahakan update lebih cepet lagi.. Semoga suka.. Silakan diupvote.. Gomawo..

XOXOTrieriz

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mpreggoland
#1
Chapter 5: aish~
gari_chan #2
Chapter 4: ihh thor keren bgt kata"nya
gari_chan #3
Chapter 4: ihh kata"nya thor keren bgt
imsmlee86 #4
Chapter 4: Bahasanya keren banget sumpah, coba kalau sastra sekolah aku kayak gini xD can't wait for next chappie~!
strawberrymilk_
#5
Chapter 3: Gue jadi kasian sama woohyun huhu
Sabar banget dia hinggg
Yg sabar ya mas woohyun
gari_chan #6
Chapter 3: yak kenapa pas bgt tbcnya begitu, panjangan lagi lah thor penasaran woohyun ngapain begitu
mpreggoland
#7
Chapter 2: aku suka! update lagi~ ^^
gari_chan #8
Chapter 2: kepo sama pas mereka nikah dan setelah nikah, apakah perasaan sunggyu berubah
gari_chan #9
Chapter 2: kepo sama pas mereka nikah dan setelah nikah, apakah perasaan sunggyu berubah
imsmlee86 #10
Chapter 1: Untung yang nyebelin woojoon bukan woohyun, tapi kalau seandainya digantiin woohyun, orang" tetap kenalnya dia sebagai woojoon dong?