One

White Lotus

Ruang itu menjadi hening. Detak jam dinding diatas pintu jelas terdengar dan membuat suasana tak enak semakin terasa menekan.

Nyonya Kim terbatuk. Asap rokok yang mengepul dari mulut suami dan calon besannya bergulung-gulung mengambang diruang tamu itu. Pelan nyonya Kim bangkit dan membuka daun jendela lebar-lebar. Angin malam berbau bunga mawar dari arah pagar menerobos masuk kedalam dan memberi sedikit kesejukan didada yang terasa sesak.

Nyonya Kim masih menghirup udara yang segar dari luar itu ketika suara isakan lembut terdengar oleh telinganya dan telinga ketiga orang lain didalam ruangan itu.

Nyonya Kim berbalik dan berpandangan dengan Nyonya Nam, calon besannya. Wajah Nyonya Nam terselubung kabut murung.

"Kasihan anak itu.. " ucapnya mengeluh.

Tuan Kim menghentikan niatnya untuk menghisap rokoknya dan membiarkan jari-jarinya yang terselip rokok terhenti diudara.

"Andaikata saja aku tahu akan begini jadinya!" Gerutunya dengan suara berat. Kedua alis matanya yang lebar bertaut dan membentuk garis melengkung di dahinya.

Nyonya Kim menatap mata suaminya dengan tatapan menyabarkan.

"Jangan disesali terus menerus, segala telah terjadi. Tak ada gunanya melampiaskan rasa marah dan kecewa. Kasian Sunggyu. Anak kita sudah cukup menderita. Jalan terbaik yang harus kita pikirkan adalah bagaimana caranya memperbaiki apa yang masih dapat kita perbaiki" katanya dengan suara lembut.

"Rasanya apa yang anda katakan itu ada baiknya" sela Tuan Nam menimpali.

"Itu betul, tapi bagaimana?" Tanya Tuan Kim, masih dalam suara yang berat dan bernada kesal.

Ruang itu kembali hening. Isak halus dari kamar depan masih terdengar. Nyonya Kim menarik nafasnya dalam-dalam.

Bagi Sunggyu, menangis akan lebih baik. Padahal ia sangat jarang menangis. Menyimpan segalanya didalam dadanya saja. Tangis bagi namja pendiam seperti dia merupakan sesuatu yang baik untuk menyalurkan kesesakkan dan kepedihan dihatinya.

"Kota ini tidak cukup besar untuk menyimpa berita yang akan melumuti nama kita dengan kecemaran" Gerutu Tuan Kim pula. Pelipisnya bergerak-gerak menahan amarah.

"Sudahlah, sudah kukatakan tadi, yang paling baik bagi kita sekarang adalah mencari jalan yang baik..."

"Dan jalan itu tidak ada!" Kata Tuan Kim memotong omongan sang istri.

"Dimana ada kemauan, disitu tentu ada jalan" ucap Nyonya Kim.

"Hah! Ungkapan kuno!" Tangkis Tuan Kim.

Nyonya Kim menatap mata kedua tamunya dengan sinar mata meminta maaf. Syukurlah Tuan Nam dan istrinya dapat memahami perasaan si tuan rumah. Keduanya tersenyum samar seakan memberi sokongan batin untuk nyonya rumah.

"Coba! Bagaimana muka kita akan kita sembunyikan nanti! Undangan sudah tersebar kemana-mana" sambung Tuan Kim mengeluh

Dengan gerakan kasar dilemparkannya rokok yang masih panjang keluar jendela. Dihempaskannya tubuhnya keatas kursi, menimbulkan bunyi berdebum dalam ruang itu.

Tak ada yang mampu menjawab pertanyaan itu. Memang, ke mana mereka akan menyembunyikan wajah mereka?

"Jika memang sudah tidak ada jalan lain, akan ku seret si Woojoon kemari dan memenuhi janjinya!" Tiba-tiba Tuan Nam menggelegarkan suaranya. Ketiga orang lainnya menatap padanya dengan wajah bingung.

"Pokoknya dia harus menikah dengan Sunggyu. Setelah itu.. Terserah apakah pilihannya itu akan dicerai atau tidak, yang penting kita terhindar dari rasa malu" sambung Tuan Nam pula.

"Tidak bisa! Itu menghina Sunggyu!" Protes Tuan Kim.

"Sudah jelas kan? Hanya dua minggu sebelum waktunya dia harus menikah dengan Sunggyu, tiba-tiba saja pesan itu datang mengabarkan bahwa dia sudah menikah dengan namja lain. Dan sekarang akan mendatangkan dia untuk memenuhi janjinya?! Aku lebih baik dicemari rasa malu daripada melihat anakku dihina!"

"Jadi.. Apa yang harus kita perbuat?" Keluh Nyonya Kim menimpali.

Pertanyaan itu pun tidak ada yang dapat menjawab. Semuanya membisu. Dan untuk yang kesekian kalinya Nyonya Kim menarik nafas panjang mengusir rasa sesak di dadanya. Kalau sudah begini, siapa yang salah pada awalnya? Woojoon? Sunggyu? Atau mereka, para orang tua?

Sebelum dengan Woojoon, Sunggyu pernah menjalin percintaan dengan Taecyeon. Tapi ternyata namja itu merupakan seseorang yang suka berpetualang dalam percintaan. Kekasihnya bukan hanya Sunggyu seorang. Sayangnya Sunggyu menyadarinya setelah mereka berpacaran hampir setahun dimana akar cinta telah terbuat dihatinya.

Namun harga dirinya sebagai seseorang yang mengagungkan kesetiaan, lebih kuat daripada cintanya. Dengan hati hancur berkeping-keping, Sunggyu melepaskan diri dari Taecyeon.

Dua tahun Sunggyu baru dapat menyembuhkan luka hatinya. Dan dia mulai menjalin percintaan lagi. Kali ini dengan Woojoon. Woojoon yang mempunyai kisah yang mirip dengan Sunggyu. Dia pun baru saja sembuh dari patah hatinya. Kekasihnya meninggalkan dirinya dengan namja lain.

Hubungan Sunggyu dan Woojoon semakin hari semakin erat, hingga akhirnya juga mengeratkan hubungan diantara keluarga mereka, dan kemudian menghasilkan pula surat undangan pernikahan yang seharusnya seminggu lagi akan menjadi pernikahan yang amat meriah di kota Jeonju. Sunggyu anak tunggal bagi keluarga Kim dan Woojoon anak kesayangan keluarga Nam.

Namun sesuatu yang diharapkan akan menjadi kenyataan dan seakan seperti sudah diambang pintu itu ternyata meleset dan membalikkan keadaan hanya dalam waktu yang amat singkat.

Tiba-tiba saja Woojoon menghilang. Mulanya orang tuanya dengan diam-diam mencari dan berusaha menutupi keadaan dari orang tua Sunggyu. Mereka masih mempunyai harapan dapat menyelesaikan persoalan ini tanpa orang lain tahu.

Namun ternyata Woojoon ditemukan dikota lain telah membawa sehelai surat nikah! Namja yang dulu telah kembali kepadanya dan cinta mereka yang dulu bernyala-nyala kembali membakar hati keduanya. Kenyataan bahwa Woojoon sebentar lagi harus menikah dengan Sunggyu telah menyebabkan keduanya mengambil jalan pendek tanpa mau memahami perasaan orang lain dengan lekas-lekas menyatukan diri dalam ikatan pernikahan.

Sekarang terpaksalah Tuan dan Nyonya Nam membawa cerita nyata itu kepada calon besannya. Mereka tidak berdaya lagi.

"Siapa yang mengira akan demikian jadinya!" Keluh Tuan Kim.

Kini tinjunya berulang kali dijatuhkannya ketelapak tangannya sendiri. Dan dipuncak kegelisahannya lelaki setengah tua yang masih kekar dan gagah berulang kali mondar mandir diruang tamu itu.

"Jangan dikira kami tidak gelisah" cetus Tuan Nam tiba-tiba.

"Kami jelas tersangkut malu. Bahkan kurasa lebih. Gara-gara putra kamilah rencana kita jadi berantakan."

"Tetapi anak kami cuma satu. Cemar sekali saja namanya, anda tahu sendiri apa jadinya. Jeonju bukan kota yang besar!" Tukas Tuan Kim getir.

"Sekarang begini saja.. Kami akan bertanggung jawab atas kesulitan ini. Tunjukan apa yang harus kami perbuat untuk sedikit menghapus pencemaran nama baik anda. Biarpun saya harus mendatangi setiap rumah dimana kartu undangan itu tiba dan menjelaskan kepada mereka semua satu persatu atas kesalahan anak saya" kata Nyonya Nam menyela. Kedua mata perempuan itu tergenang air mata.

Nyonya Kim mendekati tamunya dan memegang telapak tangannya.

"Itu tidak perlu. Jangan terlalu menyalahkan diri." Katanya dengan suara lembut.

"Begitupun juga tidak akan menghapuskan gossip yang jelas akan terjadi minggu depan di kota ini!" Tukas Tuan Kim.

"Jangan kau umbar emosimu itu!" Tegur sang istri.

Ruang tamu kembali lagi menjadi hening. Suasana semakin menyesak dada. Sejak tadi belum juga timbul ilham atau keputusan apapun untuk mengatasi kesulitan itu.

Dan dikamar, Sunggyu masih terisak-isak. Bukan cuma merasa patah hati saja, tetapi lebih dari itu. Harga dirinya seperti melata ditanah terinjak-injak dan menjadi lebih hina daripada debu.

Apa kata Taecyeon jika mendengar akhir kisah cintanya?

Semula, meski cintanya terhadap Woojoon tidak sebesar terhadap Taecyeon, Sunggyu merasa dapat mengangkat dada, bahwa dia akan lebih dulu menikah. Percintaan baginya bukan cuma sekedar sebagai pelengkap kehidupan anak muda, tetapi ada tujuan tertentu yang suci, ke arah pernikahan yang bahagia.

Tetapi kini? Punahlah segalanya. Hancurlah harapan dan kebanggaannya. Tak tersisa setitik pun. Ah, betapa tega dan kejamnya Woojoon.

"Sayang sekali anda tidak menyetujui tindakanku untuk menyeret Woojoon kemari!" Keluh Tuan Nam mendesah.

"Aku tidak setuju! Dan aku yakin Sunggyu pun tidak akan setuju. Apakah belum jelas terlihat kenyataannya. Bahwa Woojoon kini sudah merupakan seorang yang terikat dalam suatu pernikahan? Pernikahan yang dipaksakan artinya menjadikan anakku satu-satunya sebagai yang kedua! Itu aku tidak rela!"

Apa yang dikatakan Tuan Kim baru terpikirkan oleh keempat-empatnya. Dan itu membuat mereka semua termangu-mangu. Bahkan Nyonya Kim mulai mengluarkan air mata.

"Eomma!" Tiba-tiba suara diambang pintu mengejutkan mereka.

TBC

Please Upvote.. Thanks..

Love Trieriz

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mpreggoland
#1
Chapter 5: aish~
gari_chan #2
Chapter 4: ihh thor keren bgt kata"nya
gari_chan #3
Chapter 4: ihh kata"nya thor keren bgt
imsmlee86 #4
Chapter 4: Bahasanya keren banget sumpah, coba kalau sastra sekolah aku kayak gini xD can't wait for next chappie~!
strawberrymilk_
#5
Chapter 3: Gue jadi kasian sama woohyun huhu
Sabar banget dia hinggg
Yg sabar ya mas woohyun
gari_chan #6
Chapter 3: yak kenapa pas bgt tbcnya begitu, panjangan lagi lah thor penasaran woohyun ngapain begitu
mpreggoland
#7
Chapter 2: aku suka! update lagi~ ^^
gari_chan #8
Chapter 2: kepo sama pas mereka nikah dan setelah nikah, apakah perasaan sunggyu berubah
gari_chan #9
Chapter 2: kepo sama pas mereka nikah dan setelah nikah, apakah perasaan sunggyu berubah
imsmlee86 #10
Chapter 1: Untung yang nyebelin woojoon bukan woohyun, tapi kalau seandainya digantiin woohyun, orang" tetap kenalnya dia sebagai woojoon dong?