Chapter 4 : Pertemuan

Be My Queen

"Khun.... Khun... coba lihat apa yang kubawa..."

Suara seorang anak perempuan menyapa pendengarannya. Dari kejauhan ia bisa melihat anak perempuan itu berlari dengan kedua tangannya yang sibuk membawa barang yang mirip seperti mahkota. Poninya berkibar karena ia berlari melawan angin.

"Coba lihat.."

Tanpa basa-basi anak perempuan itu langsung memakaikan salah satu mahkota yang mirip dengan mahkota raja pada kepala anak laki-laki di depannya. Ia mundur selangkah untuk melihat penampilan anak laki-laki itu setelah ia memakaikan mahkota hasil karya tangan mungilnya.

"Tampan sekali," pujinya.

Ia lantas berpindah tempat, berdiri di samping si anak laki-laki kemudian mengenakan satu lagi yang dapat diduga itu adalah tiuran tiara. Hiasan kepala yang digunakan oleh ratu sang pendamping raja.

"Ighe mwoya?" tanya si anak laki-laki bertanya pada anak perempuan yang berdiri di sampingnya itu. Yang sekarang sudah melingkarkan tangannya pada lengannya.

Bukannya menjawab, si anak perempuan justru memamerkan senyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi putihnya yang berjejer rapi.

"Aku sudah memutuskan apa yang menjadi cita-citaku," jawabnya setelah puas tersenyum.

Si anak laki-laki membulatkan matanya. Tidak mengerti apa maksud dari perkataan anak perempuan di sampingnya. Namun lagi-lagi anak perempuan itu tidak segera menjawab. Justru ia sibuk merapikan pakaian berpola gaun yang dipakainya dengan tanpa melepaskan gandengan tangannya pada lengan si anak laki-laki.

"Aku bercita-cita untuk menjadi ratu dan kau yang akan menjadi rajanya."

Deg!

Itu sensasi yang dirasakan si anak laki-laki ketika mendengarkan jawaban dari pertanyaan yang diajukannya pada si anak perempuan. Dilihatnya anak perempuan yang masih memeluk lengannya erat itu. Dari matanya, ia melihat senyuman cerah tidak lepas dari wajah si anak perempuan. Bahkan ia juga bisa mata si anak perempuan yang turut menggenapi senyuman yang tercipta, yang itu berarti senyuman itu adalah senyum yang tulus yang keluar dari lubuk hati terdalam.

"Bagaimana?" tanya si anak perempuan tiba-tiba. Wajah dan mata keduanya saling bertemu.

"Shirreo..." jawab si anak laki-laki sembari menyentakkan tangan si anak perempuan.

Perlahan si anak laki-laki mendengar isakan yang lama-lama berubah menjadi tangisan.

"Wae? Wae..??" raung anak perempuan itu di sela tangisnya. Kini ia sudah berjongkok dengan tangan yang menangkup kepalanya diantara kedua lututnya. "Wae, Khun? Wae? Apa karena Ji Hyun kurang cantik? Apa Ji Hyun menyebalkan? Apa Ji Hyun cerewet? Atau apa Ji Hyun kurang baik?" lanjutnya dengan setengah mencerca namun masih dengan menangis.

"Ani...." jawab si anak laki-laki singkat.

Ia lantas menatap mata sembab anak perempuan itu. Menyejajarkan posisi tubuhnya dengan sama-sama berjongkok. Si anak perempuan dibuat penasaran dengan reaksi dari lawan bicaranya itu. Ia menolak permintaannya, namun kini ia justru mendekartinya, menyejajarkan posisi tubuhnya dan menatapnya dengan intens.

Diusapnya pipi chubby anak perempuan itu. Dihilangkannya riak-riak air mata yang mengalir di pipi dari mata sendunya. Detik berikutnya ia kemudian meraih kedua tangannya dan berkata, "Karena aku lah yang akan menjadikanmu ratu, setelah aku menjadi raja. Bukan karena kau yang meminta, tapi karena aku yang menginginkan."

Si anak perempuan melongo, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Beberapa kali ia harus mengedip-ngedipkan matanya untuk memastikan bahwa laki-laki di depannya bukan bayangan dan apa yang didengarkannya bukan hanya ilusi belaka.

Dan ketika ia akhirnya berhasil meyakinkan dirinya bahwa semua yang dilihat dan didengarnya bukan hanya ilusi semata, senyuman cerah secerah mentari pagi pun terbit di wajah si anak perempuan.

Senyuman yang membuat semua orang ikut tersenyum bersamanya.

 

"Melihat video itu lagi, hyung?" sebuah suara mengagetkan Nichkhun. Tablet yang dibawanya hampir saja tergelincir karena saking kagetnya.

Nichkhun kemudian bangkit dari posisi tiduran malasnya di sofa ruang santai berganti posisi duduk sembari bersandar di sandaran sofa.

"Sejak kapan kau ada disini, Woo?" tanya Nichkhun kepada namja yang tengah mondar-mandir memasukkan sayur dan buah-buahan di kulkas Nichkhun yang memang sudah mulai kosong.

"Kira-kira sejak kau memulai menonton video itu hyung," jawab Wooyoung sambil menunjuk tablet yang kini sudah diletakkan Nichkhun di atas meja.

Nichkhun menaikkan satu alisnya. Bertanya 'bagaimana bisa dan bagaimana dia tidak mendengar kedatangan Wooyoung di rumahnya?' dengan tanpa suara.

Wooyoung mendengus, menutup pintu kulkas dengan cukup keras, "Kau lupa kalau kita semua saling mengetahui sandi pintu rumah masing-masing?"

Nichkhun menelengkan kepalanya ke kiri. Masih ada pertanyaan yang berlarian di kepalanya.

"Aku tadi sebenarnya bahkan tidak langsung masuk. Aku memencet bel menunggu kau membukakan pintu karena aku tahu kau sedang ada di rumah. Tapi sepuluh menit berdiri di luar sana..." ucap Wooyoung menunjuk pintu masuk. "...sambil membawa belanjaan pesanan hyung yang begitu banyak itu akhirnya aku tidak sabar.." lanjut Wooyoung. "...begitu masuk ke dalam pun aku sempat menyapamu. Tapi kau malah terlalu asik dan fokus pada videomu itu. Jadi salah siapa?" ujar Wooyong yang justru diakhiri pertanyaan.

Nichkhun nyengir mendengar penjelasan panjang lebar dari Wooyoung itu. Karena begitulah kebiasaan Wooyong, yang selalu menjelaskan semua pertanyaan, situasi, dan kondisi dengan panjang lebar hingga jelas dan tegas. Mirip dengan Junho yang selalu cerewet menjelaskan hal apapun yang terjadi pada dirinya dan diantara mereka. Kemiripan itulah yang kemudian membuat Wooyoung dan Junho mereka sebut sebagai anak kembar.

Wooyoung berjalan ke arah Nichkhun sambil membawa dua kaleng soda dan piring berisi potongan mangga. Diletakkannya piring berisi potongan mangga itu di atas meja dan memberikan satu kaleng soda pada Nichkhun, setelahnya ia duduk di sebelahnya.

Tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Masing-masing hanya sibuk menyeruput soda yang ada di tangan sambil sesekali melahap potongan mangga.

"Hyung..." suara Wooyoung memecah keheningan.

Nichkhun hanya berdeham menanggapi ucapan Wooyoung. Ia tidak menoleh atau bahkan melirik Wooyoung. Wooyoung sendiri juga tidak melihat ke arah Nichkhun meskipun ia berniat untuk mengajak Nichkhun bicara.

"Apa tidak ada yang mau kau bicarakan, hmm..??" tanya Wooyoung. Kali ini ia menoleh menatap wajah Nichkhun.

Nichkhun pun refleks juga menoleh ke arah Wooyoung. Kedua mata mereka saling bertemu. Mata yang satu menyiratkan kegundahan dan kegalauan, sementara yang satunya menyiratkan keingintahuan sekaligus kepercayaan.

Nichkhun menyeruput sodanya. Ia seperti dejavu menghadapi kondisi seperti ini. Menghadapi momen dan situasi yang sama hanya orang yang dihadapinya kini berbeda.

"Semua sudah jelas Woo. Aku memang ingin bergabung dengan Tim Nasional..." jawab Nichkhun.

"Tapi kenapa kau tidak memberi tahu pada kami sebelumnya?" protes Wooyoung memotong penjelasan Nichkhun. "Junho bahkan sampai akan melayangkan surat tuntutan kepadamu karena kau membuat keputusan sepihak!" lanjutnya

Tolong siapapun setelah ini ingatkan Wooyoung bahwa memotong penjelasan orang lain itu sangatlah tidak sopan! Apalagi ditambah dengan ancaman dan suara yang sedikit berteriak.

Nichkhun mengerti kemana arah tujuan pembicaraan Wooyoung kali ini. Satu mengarah pada keterbukaan informasi dalam tubuh dan sistem persahabatan mereka, dan yang satunya lagi merujuk pada 'kesepakatan bisnis' antara dirinya dan OkCat Inc selaku sponsor kegiatannya.

Nichkhun terkekeh dalam hati melihat bagaimana seorang Jang Wooyoung membahas dua topik yang jauh berbeda dalam satu helaan nafas. Namun ia memaklumi karena pasti sebagai seorang sahabat, Wooyoung pasti mencemaskan kondisinya.

"Sejujurnya untuk kali ini sebenarnya aku tidak ingin terlalu melibatkan kalian. Karena ini terkait dengan karir profesionalku," jelas Nichkhun. "Tapi kemudian aku baru sadar, bahwa bagaimanapun keputusan yang kubuat tetap akan melibatkan kalian semua," lanjut Nichkhun. Air mukanya menunjukkan kepasrahan dan penyesalan.

"Tolong maafkan keegoisanku," lanjut Nichkhun.

Wooyoung hanya diam melihat Nichkhun. Tentu saja ia akan memaafkan Nichkhun. Bagaimana bisa ia tidak memaafkan orang yang sudah menjadi sahabat sekaligus kakak baginya itu?

"Arra, hyung. Arra..." Wooyoung menepuk pundak Nichkhun. Ia tidak lagi mendebat apa yang diucapkan Nichkhun. Ia lebih memilih untuk mengalirkan kepercayaan bahwa apapun keputusan yang dibuat Nichkhun selalu akan mendapat dukungannya dan keempat sahabatnya yang lain.

"Lalu kapan kau akan berangkat masuk ke Tim Nasional?" tanya Wooyoung kemudian.

Nichkhun melirik kalender yang tergantung di dinding di sebelah televisi plasma di hadapannya. Namun ia kemudian ingat bahwa kalender yang terpasang di dinding itu sudah menunjukkan masa-masa akhir penggunaan. Sementara jadwal yang ditentukan, ditunjukkan pada tanggal lain yang sudah tidak dapat ditunjukkan oleh si kalender dinding.

Nichkhun meraih tablet yang tergeletak di atas meja, membuka aplikasi kalender, pengingat, dan to do list guna melihat tanggal pasti kapan ia harus masuk Pelatnas Tim Nasional.

"Awal tahun depan, Woo. Sekitar tanggal 4,"

Wooyoung hanya mengangguk-angguk.

"Kau harus mengadakan wrap up party, hyung. Awas kalau sampai tidak! Kupastikan Minjun hyung, Taec hyung, Junho, dan Chan tidak akan menyapamu seumur hidup," ancam Wooyoung yang diakhiri kekehan

Nichkhun turut terkekeh mendengarnya. Karena meski Wooyong bukan yang termuda diantara mereka berenam, namun kelakuan childish Wooyoung seringkali membuat dirinya sebagai korban candaan diantara semua sahabatnya. Bahkan jika dibandingkan dengan Chan, si anggota termuda, intensitas menjadi korban candaan masih dikuasai oleh Wooyoung.

"Menyinggung soal Junho dan Taecyeon..."

Nichkhun meneguk sodanya yang tinggal separuh. Membiarkan Wooyoung menjadi penasaran karena ia menjeda penjelasannya.

"...mereka tidak akan menuntutku. Karena Taec berhasil me-lobby bagian sponsorship Tim Nasional untuk tidak memutus kontrakku."

Mata Wooyoung membulat. Potongan mangga yang sudah berhasil masuk dalam mulutnya terhenti sebelum terkunyah karena informasi yang disampaikan Nichkhun.

Nichkun hampir tertawa melihat ekspresi lucu Wooyoung yang penasaran dengan pipi yang menggembung menunda kunyahan mangga dalam mulutnya hanya demi mendengar penjelasan lanjutan darinya dengan seksama.

"....tidak hanya itu. OkCat Inc juga berhasil mendapat kontrak sponsor tim. Sehingga seluruh keperluan di luar keperluan pertandingan seperti raket, sepatu, dan jersey serta biaya akomodasi pertandingan, semuanya akan dipenuhi oleh OkCat Inc. Sebagai gantinya gambar ikon si kucing hijau OkCat akan disablon atau dibordir di baju dan tas raket setiap anggota Tim Nasional."

Kali ini mata Wooyoung benar-benar membulat, mulutnya melongo membuat potongan mangga yang tadi sudah berhasil masuk hampir terlempar keluar kembali. Untungnya hal menjijikkan itu tidak sampai terjadi.

"Jinjja..???" tanya Wooyoung setelah berhasil mengunyah dan menelan potongan mangga di mulutnya. "Kenapa aku baru tahu?" lanjutnya.

Nichkhun mendekatkan wajahnya pada Wooyoung dan refleks Wooyoung pun ikut mendekat. Kemudian Nichkhun berkata, "Itu karena kau terlalu sibuk mengejar Cherreen," 

BLUSH!

Wajah Wooyoung sontak berubah memerah. Reaksi alamiah yang selalu ia tunjukkan jika ada hal atau orang yang menyinggung tentang Cherreen di dekatnya.

"Jadi, hyung..."

"Aku tidak bisa membahasnya sekarang, Woo. Aku sudah ada janji dengan tim sponsor apparel untuk penyesuaian kontrak.." kata Nichkhun berteriak. Memotong perkataan yang akan Wooyoung sampaikan sembari meninggalkan Wooyoung yang terlihat kesal sendirian.

 

***** 

Tidak terasa hari dimana Tim Nasional harus kembali ke Pelatnas pun telah tiba. Semua pemain sudah kembali ke Pelatnas. Seperti tradisi di tahun-tahun sebelumnya, hari pertama kembali di Pelatnas adalah hari dimana semua pemain dari semua sektor dikumpulkan bersama. Mereka akan diperkenalkan pada rekan baru yang akan mengisi slot kosong atau menggantikan slot rekan mereka yang terdegradasi.

Di tahun ini ada 17 orang baru yang bergabung di Tim Nasional. 16 orang merupakan pengganti pemain yang terdegradasi terdiri atas masing-masing 2 orang dari sektor tunggal dan masing-masing 2 pasang dari sektor ganda. Sementara 1 orang merupakan pengisi slot kosong di sektor tunggal putra.

Tanpa disebutkan siapakah atlet yang menjadi pengisi slot kosong tersebut, semuanya sudah pasti bisa menebak dengan benar siapa atlet yang dimaksud.

Ya, Nichkhun Buck Horvejkul akhirnya secara resmi datang dan bergabung dengan Tim Nasional. Mulai hari ini bersama dengan pemain-pemain Tim Nasional yang lain ia akan berlatih di Pusat Pelatihan Nasional (Pelatnas).

"Selamat datang kepada semua pemain," sapa Coach Ha mengawali pengarahannya pagi ini. Diabsennya satu persatu anak didik dan juga tim pelatih yang selama ini telah membantunya.

"Bagi rekan-rekan yang baru bergabung, silahkan mengenalkan diri," ucap Coach Ha kepada ketujuh belas pemain yang baru bergabung, termasuk Nichkhun.

Saat giliran Nichkhun maju mengenalkan diri, ada dua pasang mata yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Satu pasang mata dari sisi kiri memandang dengan penuh ambisius, sementara satu pasang lainnya memandang dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Apakah itu bahagia, apakah itu rindu, atau apakah itu sakit hati tidak ada yang tahu.

 

***** 

Coach Ha benar-benar kejam! 

Meskipun ini adalah hari pertama kembalinya para pemain lama serta bergabungnya pemain baru, namun Coach Ha langsung menginstruksikan semua pemain dari semua sektor untuk mulai berlatih. Terdengar suara protes dari para pemain namun sama sekali tidak dihiraukan oleh Coach Ha. Sehingga ini lah yang terjadi, 25 lapangan yang tersedia semuanya berisi pemain yang langsung berlatih. Bunyi pukulan shuttlekock dan sabetan raket terdengar saling bersautan. Peluh-peluh dari pemain mulai bercucuran.

Tiga jam kemudian satu persatu pemain mulai menepi ke sisi lapangan. Duduk di kursi panjang yang sudah disediakan. Tas, raket, botol minum, dan jersey yang basah setelah digunakan latihan saling berserakan. Beberapa pemain duduk saling bergerombol bahkan ada yang sampai telentang kehabisan tenaga sambil saling mengobrol melepas lelah usai latihan. 

"Khun, akhirnya kau bergabung juga disini," sebuah suara dan tepukan di bahunya mengagetkan Nichkhun yang sedang menikmati istirahatnya.

Nichkhun menoleh melihat siapa si pemilik tangan dan suara yang mengagetkannya.

"Oh.. Young Dae-aah..."

Wajah Nichkhun berbinar melihat Lee Young Dae, teman akrabnya di dunia bulu tangkis itu berdiri di belakangnya sembari tersenyum. Nichkhun sontak berdiri kemudian memeluk Lee Young Dae.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Young Dae setelah keduanya melepaskan pelukan masing-masing.

"Baik. Seperti yang kau lihat," jawab Nichkhun yang diiringi dengan tawa lepas.

Keduanya kemudian terlibat obrolan seru. Dari saling berbagi kabar, bercerita tentang kegiatan yang dilakukan selain latihan, dan rencana-rencana yang akan mereka lakukan bersama kedepannya karena mereka pasti akan sering bersama untuk menjalani rangkaian tur turnamen (pertandingan).

Sampai tidak terasa, hall latihan sudah hampir kosong. Pemain yang lain sudah banyak yang kembali ke kamar asrama masing-masing untuk persiapan makan siang dan istirahat sebelum nanti kembali menekuni latihan di sesi sore.

Nichkhun yang masih asik mengobrol dengan Yong Dae di perjalanan mereka kembali ke asrama tiba-tiba dikagetkan dengan kemunculan seseorang. Hampir saja keduanya bertabrakan jika saja botol minum orang itu tidak terjatuh dan menggelinding ke arah Nichkhun.

"Mianhe... mianhe..."

Orang itu menunduk-nunduk berkali-kali meminta maaf.

Nichkhun berjongkok mengambil botol minum di dekat kakinya itu. Kemudian mengangsurkannya pada pemiliknya.

"Gwenchana?" tanya Nichkhun.

Orang itu, mengangkat kepalanya. Matanya dan mata Nickhun saling bertemu. Keduanya kemudian sama-sama terhenyak.

Mata itu dan wajah itu adalah mata dan wajah yang amat sangat dikenal Nichkhun. Mata yang pernah usap air matanya dan wajah yang pernah ia lihat senyum indahnya.

"Ji Hyun-ah.." panggil Nichkhun dengan suara lirih.

Namun orang itu, lebih tepatnya perempuan itu justru segera bergegas bediri. Menyaut botol minum yang diangsurkan oleh Nichkhun, mengucap maaf sekaligus berterima kasih kemudian berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Nichkhun yang masih berjongkok dengan pose mengangsurkan botol minum.

"Khun..." Yong Dae menepuk pundak Nichkhun. Menyadarkan Nichkhun dari lamunannya.

Nichkhun berdiri mengibas-ngibaskan debu yang menempel pada lutut dan telapak tangannya. Namun di dalam kepalanya, bayangan perempuan yang sekarang tengah berbelok ke bagian kiri asrama yang memang diperuntukkan untuk asrama atlet perempuan lebih menguasai pikirannya.

Dalam hati Nichkhun bertanya, apakah pertemuan ini sebuah takdir dan pertanda yang sudah digariskan oleh Tuhan untuk memenuhi janjinya?

Ataukah justru akan membawanya pada sebuah takdir yang lain?

 

 

..... bersambung.....

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet