Chapter 3 : Keputusan Gila

Be My Queen

Lobby OkCat Inc siang itu nampak cukup lengang. Hanya beberapa orang yang terlihat berlalu lalang berjalan dari ujung lobby ke ujung lainnya. Padahal jika sedang ramai-ramainya, ruangan besar itu tidak nampak seperti lobby perusahaan namun seperti pasar malam yang sedang dipadati oleh para pengunjung. Maklum saja, lobby OkCat Inc memang sekaligus difungsikan sebagai gallery dan tempat pembelian barang-barang merchandise eksklusif produksi OkCat Inc. Mulai dari boneka, bantal, sandal rumah, tumbler, hingga kosmetik. Ikon kepala kucing hijau OkCat, si karakter utama tercetak di setiap barang yang dihasilkan. Bentuknya yang lucu dan menggemaskan menjadi daya tarik tersendiri untuk produk-produk OkCat, yang menyebabkan orang-orang bersedia untuk memilikinya.

Dari jam dinding yang terdapat di lobby, waktu memang belum menunjukkan waktu makan siang. Sehingga wajar jika lobby OkCat Inc masih terlihat lengang. Lobby akan menjadi ramai jika memasuki jam makan siang dan jam pulang kantor.

Namun diantara cukup lengangnya lobby OkCat Inc tiba-tiba terlihat tiga orang namja, Minjun, Junho, dan Wooyoung berjalan terburu-buru melintasi lobby. Ketiganya memang sedang dalam mode serius dan terburu-buru bertemu Taecyeon untuk mengklarifikasi sesuatu. Namun saat ketiganya berhenti di depan lift yang berada di sisi kiri lobby, seorang yeoja cantik berteriak sambil melambaikan tangan ke arah mereka bertiga.

"Hyung..." teriak perempuan berambut panjang bergelombang itu.

Perempuan itu kemudian bergegas berlari menghampiri ketiga laki-laki yang berdiri menunggu di depan lift itu. Angka di atas pintu lift masih menunjukkan angka 7 yang berarti mereka masih harus menunggu sebelum akhirnya bisa menggunakannya.

"Hai, Che.." sapa Junho pada perempuan cantik yang kini berdiri di sebelahnya dengan napas terengah-engah.

"Kalian mau bertemu Taec hyung?" tanyanya setelah menjawab sapaan Junho dengan lambaian tangan.

Ketiganya mengangguk bersamaan menjawab pertanyaan yang tanpa prolog itu.

"Kebetulan. Aku juga mau menemuinya. Kajja!" ajaknya cepat sembari masuk ke dalam lift yang sudah terbuka kemudian memencet tombol 12 lantai dimana ruang CEO Okat Inc, Ok Taecyeon berada.

Perempuan cantik yang menyusul Junho, Wooyoung, dan Minjun itu adalah Cherreen Horvejkul. Adik kandung Nichkhun. Perbedaan usia yang hanya berjarak enam tahun dengan Nichkhun, membuat Cherreen terlihat sebaya dengan Nichkhun. Bahkan dengan bentuk kontur muka mereka yang sama, membuat mereka berdua lebih terlihat seperti anak kembar dibandingkan seperti kakak beradik. Dengan perbedaan usia yang tidak terlalu jauh itu juga membuat Cherreen juga akrab dengan teman-teman dan sahabat-sahabat Nichkhun. Belum lagi Nichkhun memang juga sering mengajak adiknya itu ketika ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya. Ditambah semenjak Nichkhun memutuskan untuk fokus terjun ke dunia badminton profesional enam tahun yang lalu, Cherreen seringkali mengekori Nichkhun ikut kemana pun Nichkhun pergi. Kemudian dua tahun yang lalu, gadis yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA-nya ini dengan nekat menawarkan diri untuk menjadi manager pribadi sang kakak. Ia yang mengurus segala keperluan hingga jadwal yang diperlukan oleh Nichkhun. Jadwal latihan, jadwal check up dokter, check up terapis, konsultasi gizi, hingga jadwal keikutsertaan dalam turnamen atau pertandingan termasuk pengurusan akomodasinya.

Awalnya Nichkhun sangat  menolak keinginan adik semata wayangnya itu untuk menjadi manajer pribadinya lantaran tidak ingin mengganggu konsentrasi sekolah sang adik, namun kegigihan, kengotototan, dan kenekatan dari Cherreen akhirnya Nichkhun menerima keinginan sang adik untuk menjadi manajer pribadinya walau dengan terpaksa pada awalnya.

Ting!

Lift yang membawa Minjun, Wooyoung, Junho, dan Cherreen sampai di lantai 12. Pintu lift terbuka dan mereka langsung disambut dengan senyum ramah sekretaris pribadi Taecyeon, Jia. Tanpa perlu banyak basa-basi, Jia langsung mempersilahkan keempatnya menemui Taecyeon yang ada di ruangannya.

Di ruangan luas dengan interior yang dipenuhi dengan produk-produk dan ikon OkCat itu, Taecyeon sedang terpekur memandangi televisi yang sedang menayangkan siaran langsung press conference pengumuman skud Tim Nasional Bulu Tangkis Korea periode tahun 2017. Yang menjadi perhatiannya adalah hadirnya sesosok pria yang sangat dia kenal disana. Sosok yang seharusnya tidak disana tanpa sepengetahuannya.

"Bagus lah kau sedang menontonnya, hyung," ujar Junho ketika memasuki ruangan Taecyeon dan mendapatinya sedang menonton acara live press conference itu.

"Nichkhun gila. Bisa-bisanya dia tidak memberitahu kita soal ini," timpal Minjun dengan nada kecewa. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa di dekat Taecyeon duduk.

"Dan kalian semua tidak ada yang memberitahuku sama sekali. Mana yang lebih gila?" suara Cherreen menginterupsi.

Mereka semua terperanjat mendengar suara interupsi dari Cherreen. Taecyeon dan ketiga sahabatnya yang lain benar-benar lupa bahwa ada Cherreen yang berada di ruangan bersama mereka.

"Jadi siapa yang mau menjelaskan ini semua dari awal? Kenapa tiba-tiba Khun oppa memutuskan untuk bergabung dengan Tim Nasional? Dan yang terpenting, kenapa tidak ada ada yang memberitahuku? Apa aku sudah bukan bagian dari tim lagi?"

Cherreen mengatakannya dengan suara bergetar. Di akhir perkataan, air matanya tumpah. Kedua tangannya ditangkupkannya pada wajah menyembunyikan tangisnya.

Tidak tega melihat Cherreen menangis, Wooyoung kemudian merangkul pundak adik sahabatnya itu kemudian memapahnya duduk di sofa terdekat. Cherreen menyandarkan kepalanya di bahu Wooyoung dan menangis sesenggukan disana. Wooyong hanya bisa menepuk-nepuk punggung tangan Cherreen menenangkannya sembari melirik pada sahabat-sahabatnya meminta kejelasan siapa yang akan menjelaskan pada Cherreen apa yang terjadi.

"Che..." suara Taecyeon memecah keheningan. Tangannya diletakkan pada pundak Cherreen. "Kami semua tidak berniat untuk menyembunyikan ini semua darimu. Tapi kami tidak ingin memecah konsentrasi belajarmu menjelang Ujian Nasional dan penerimaan mahasiswa baru. Selain itu, terakhir kali Khun berbicara dengan kami, dia bilang dia masih ragu akan melakukan apa terkait tawaran itu. Makanya kami tidak memberitahumu dulu," lanjut Taecyeon sambil menyejajarkan posisinya dengan Cherreen.

"Geojimal," protes Cherreen dengan suara serak.

Taecyeon menggeleng, "Ani, aku tidak berbohong. Tanyakan saja pada Minjun hyung, Wooyoung, dan Junho."

Ketiganya menggeleng bersamaan. Meski sebenarnya mereka semua tahu, alasan yang diucapkan Taecyeon itu memang benar-benar bohong. Taecyeon mengucapkannya hanya untuk menghibur Cherreen dan membuatnya agar segera tenang.

Setelah Cherreen akhirnya berhasil tenang, Taecyeon menceritakan semua hal yang berkaitan dengan Nichkhun. Mulai dari tawaran Coach Ha hingga kegalauan Nichkhun. Sesekali Cherreen menyela untuk mengajukan pertanyaan akan penjelasan yang tidak dimengertinya, tetapi ia lebih banyak diam dan mengangguk sebagai arti dia memahami penjelasan yang disampaikan oleh Taecyeon.

"Khun oppa memang sangat ingin bergabung dengan Tim Nasional. Karena dia sangat ingin bisa menjuarai kejuaraan-kejuaraan multievent seperti ASIAN Games, Sudirman Cup, Thomas Cup, dan yang utama Olimpiade. Yang jika tidak bergabung menjadi Tim Nasional tidak akan pernah bisa mengikuti pertandingan di kejuaraan-kejuaraan itu," jelas Cherreen dengan matanya menatap layar televisi yang sedang menyorot Nichkhun yang juga tengah menjelaskan sesuatu pada wartawan. Suara televisi sengaja disenyapkan oleh Taecyeon agar tidak mengganggu perbincangan mereka.

"Tapi appa menentangnya," lanjut Cherreen yang justru mengejutkan Taecyeon, Minjun, Wooyoung, dan Junho.

"Kau tadi bilang apa Che? Appamu menentang Khun menjadi bagian Tim Nasional?" tanya Taecyeon memastikan pendengarannya tidak salah. "Wae?"

Cherreen hanya menggeleng menjawab pertanyaan Taecyeon.

"Appa selalu mengelak dan tidak bisa memberikan jawaban yang jelas ketika aku atau Khun oppa sendiri yang bertanya padanya. Dia hanya selalu berkata bahwa oppa seharusnya melanjutkan perusahaan appa saja. Bukan justru menjadi atlet bulu tangkis seperti sekarang."

Ternyata, meski Minjun, Taecyeon, Wooyoung, Junho, dan juga Chansung sudah bersahabat sangat lama dengan Nichkhun ternyata Nichkhun masih memiliki rahasia yang belum mereka ketahui. Dan sekarang mereka jadi mengetahuinya karena adik Nichkhun, Cherreen.

Lika-liku persahabatan kadang selucu itu.

"Sebentar lagi appa pasti akan meneleponku dan meminta penjelasan tentang apa yang terjadi.."

Dan tepat usai Cherreen membicarakan hal tersebut, ponsel di dalam tas Cherreen berbunyi. Cherreen mengeceknya dan di layarnya muncul wajah Mr. Horvejkul dengan nama 'Appa' terlihat sedang memanggil. Dengan takut-takut dan ragu-ragu Cherreen menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Yeoboseo..." sapanya dengan tangan yang sedikit bergetar.

Dari kejauhan terdengar suara Mr. Horvejkul di seberang telepon sana sedang marah hingga berteriak meminta Cherreen untuk segera datang ke kantornya untuk menjelaskan kejadian yang tengah terjadi. Begitu kerasnya suara Mr. Horvejkul, Cherreen sampai harus menjauhkan ponselnya beberapa senti dari telinganya agar suara sang ayah tidak mengganggu pendengarannya.

Beberapa detik kemudian Cherreen terlihat mematikan ponsel dan beranjak berdiri dari sofa. Wajahnya yang ayu tampak sedikit berantakan karena sempat menangis terisak tadi.

"Aku pamit dulu semuanya. Semoga appa bisa memahami penjelasan yang kuberikan nanti."

Taecyeon dan yang lainnya mengangguk.

"Kumohon nanti kau bisa tetap tenang Che.. jangan mendebat ayahmu berlebihan," pesan Taecyeon.

Cherreen menghela napas panjang, "Aku tidak bisa menjamin untuk urusan satu itu, oppa. Kau tahu sendiri kan bagaimana aku?"

Lagi-lagi Taecyeon hanya bisa mengangguk. Karena dia memang tahu betul jika Cherreen adalah anak yang sangat keras kepala. Jika ia sudah meyakini bahkan memutuskan satu hal, tidak akan pernah ada orang yang sanggup mengubah dan melawannya.

"Baiklah, aku pergi dulu. Bye..."

Cherreen pergi dari ruangan Taecyeon dengan meninggalkan sejuta pertanyaan pada benak Minjun, Wooyoung, Junho, dan bahkan Taecyeon. Mereka semua mengira alasan di balik keputusan Nichkun berkarir secara profesional dan tidak bergabung di Tim Nasional adalah karena Nichkhun tidak ingin selalu bertemu setiap hari dengan seseorang dari masa lalunya yang sudah tergabung dalam Tim Nasional. Seseorang yang membuat Nichkhun lebih memilih bulu tangkis dibanding meneruskan perusahaan ayahnya.

"Aku semakin tidak menyangka bahwa kondisinya akan menjadi serumit ini," celetuk Wooyoung membuyarkan pikiran-pikiran yang berkecamuk di kepala masing-masing.

Tidak banyak kata yang terucap baik dari Minjun, Taecyeon, atau Junho. Mereka hanya mengangguk sebagai reaksi akan perkataan Wooyoung. Selanjutnya mereka kembali dalam alur pemikiran masing-masing.

Setelah hening yang cukup lama tiba-tiba Junho menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu. "Ngomong-ngomong, dimana Chansung? Aku baru ingat kalau dia tidak bersama kita hari ini."

Minjun dan Wooyoung yang sempat ikut menoleh menebak benda apa yang dicari Junho hanya menghembuskan napas berat. Ternyata hanya seorang Chansung yang dicari oleh Junho.

"Mungkin dia sedang berada diantara kerumunan fotografer itu," Minjun menunjuk deretan fotografer yang tengah disorot kamera televisi. Semuanya nampak bersiap bahkan beberapa terlihat sedang berkonsentrasi membidik Nichkhun yang sedang menjawab berbagai pertanyaan dari wartawan melalui kamera mereka.

*****

Di tempat lain, Nichkhun yang dua puluh menit lalu baru saja usai melakukan press conference terkait keputusannya menerima panggilan bergabung di Tim Nasional masih saja dikerumuni wartawan. Wartawan masih belum puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan Nichkhun dan juga durasi sesi tanya jawab yang sangat singkat sehingga membuat wartawan-wartawan itu mencoba untuk mengejar Nichkhun meminta penjelasannya secara lebih detail di luar waktu yang sudah disediakan seperti ini.

“Khun, apa benar tidak ada alasan lain selain tawaran dari Coach Ha?" tanya salah seorang wartawan dengan menodongkan microphone ke hadapan Nichkhun. Sepertinya salah satu wartawan televisi.

"Tidak ada," jawab Nickhun sambil terus saja berjalan tanpa memperhatikan wartawan lain yang juga tampak ingin mengajukan pertanyaan.

"Lalu apakah ini sebagai akan menjadi jalan untuk Khun mencapai ambisi melengkapi gelar?" tanya wartawan lain yang mengekori Nichkhun dari sisi kiri belakang.

"Tentu saja. Pemain mana yang tidak ingin memiliki koleksi gelar yang lengkap?" jawab Nichkhun dengan sarkas.

"Lantas bagaimana kontrak kerja Khun dengan OkCat Inc? Bukankah baru-baru ini Khun usai pembaruan kontrak dengan OkCat Inc? Apakah akan otomatis dibatalkan ataukah akan ada pembicaraan terlebih dulu?"

Nichkhun berhenti sejenak ketika mendengar nama OkCat Inc disebut. Ia baru ingat bahwa ada sponsor sekaligus sahabat-sahabatnya yang seharusnya ia beritahu lebih dulu tentang keputusannya ini.

Nichkhun lantas melanjutkan langkahnya kembali. "Akan ada pembicaraan terlebih dulu untuk masalah sponsor ini."

"Bagaimana tanggapan keluarga dan orang-orang terdekat?"

Nichkhun kembali menghentikan langkahnya. Kali ini berhenti secara tiba-tiba. Beberapa wartawan bahkan ada yang saling bertabrakan satu sama lain. Dari ekspresi wajahnya Nichkhun terlihat bersalah, dan menyesal, namun di sisi lain ia merasa bahwa ia berhak untuk mengambil langkah ini. Ia ingin lebih maju dan lebih baik. Ia ingin membuktikannya.

"Semoga semuanya mendukung,"

Setelah itu Nichkhun semakin mempercepat langkahnya. Ia tidak lagi memberikan kesempatan kepada wartawan untuk mengajukan pertanyaan. Pikirannya mendadak tertuju kepada adiknya, Cherreen yang mungkin saja sedang menghadapi situasi sulit akibat keputusannya yang cukup mendadak dan egois ini.

*****

Cherreen mengetuk pintu putih berlabelkan Direktur di depannya itu dengan pelan. Dari dalam, suara lelaki paruh baya menyahut mempersilahkan Cherreen untuk masuk. Dengan segera Cherreen masuk kemudian membungkuk memberikan salam pada lelaki paruh baya yang sudah menunggunya di balik meja kerjanya.

"Che, appa tidak ingin basa-basi dan juga jawaban yang bertele-tele,"

Lelaki paruh baya itu adalah Mr. Horvejkul. Ayah dari Nichkhun dan Cherren Horvejkul. CEO dari Horse Company, salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang farmasi. Hampir setengah dari pasokan kebutuhan farmasi dalam negeri dipenuhi oleh Horse Company sehingga tidak mengherankan Horse Company menajdi salah satu perusahaan paling berkuasa. Anak-anak perusahaannya pun hampir tersebar di seluruh penjuru negeri.

Sebagai seorang CEO, Mr. Horvejkul terkenal sebagai seorang pemimpin yang tegas dan juga ambisius. Dalam setiap langkah yang diambilnya, selalu dilengkapi dengan rencana-rencana strategis dan sangat mendetail. Pun jika rencana awal yang disusunnya ternyata tidak sesuai yang diharapkan, ia sudah memiliki pilihan rencana lain yang menggantikan rencana yang gagal. Ibaratnya jika jalan pertama tidak membawamu pada keberhasilan, masih ada jalan kedua dan kombinasi ribuan jalan lain yang dapat mengantarkanmu pada keberhasilan.

Namun dari sekian banyak rencana yang berhasil dilaksanakannya ada satu rencananya yang gagal meski sudah berbagai cara sudah ia lakukan.

Rencana untuk menjadikan putra sulungnya, Nichkhun Buck Horvejkul sebagai penerus perusahaan Horse Company.

"Apa maksud dari oppa-mu bergabung ke Tim Nasional begitu?" ada nada marah yang tertahan di suara Mr. Horvejkul.

Cherreen hanya diam. Memerhatikan perubahan ekspresi ayahnya yang menahan amarah.

Cherreen menghela napas, "Kenapa tidak appa tanyakan langsung saja pada Khun oppa? Kenapa harus tanya pada Che?"

"Oppamu tidak menjawab telepon appa," potong Mr. Horvejkul singkat. "Sepertinya ia sudah tidak peduli dan melupakan keberadaan appa."

Cherreen menggeleng dan mendengus samar melihat kelakuan ayahnya itu yang seolah terkhianati akibat keputusan sang kakak. Padahal ia tahu, jika saja kakaknya memberitahu ayahnya terlebih dahulu tentang keputusan yang dibuatnya, sudah pasti ayahnya itu akan menentang keras. Ayahnya masih akan tetap pada pendiriannya yang bagi Cherreen hanyalah kedok belaka.

"Che tidak tahu apa-apa tentang keputusan oppa kali ini,"

"Bohong!" seru Mr. Horvejkul bangkit dari duduknya seraya menggebrak meja yang membuat Cherreen berjengit kaget. 

"Cherreen tidak bohong!" balas Cherreen dengan teriakan. "Terserah appa mau percaya atau tidak," lanjut Cherreen dengan menurunkan intonasi suaranya. Terselip rasa sedih dan kecewa yang teramat dalam kata yang diucapkannya.

Setiap kali Cherreen membahas permasalahan sang kakak dengan ayahnya selalu ada pertentangan di dalam hatinya. Di satu sisi Cherreen harus tetap sopan dan hormat kepada sang ayah sebagai wujud bakti pada orang tua. Namun di sisi lain, Cherreen juga merasa kesal, kecewa dan juga marah karena sikap sang ayah yang menentang keras keinginan Nichkhun, sang kakak untuk berkarier menjadi atlet bulu tangkis. Bahkan dalam beberapa kesempatan, sang ayah sampai tega melakukan berbagai macam cara untuk menghambat karier Nichkhun. Entah itu membatalkan kerja sama dengan pelatih, dokter, dan terapis atau memanipulasi izin kepengurusan visa, hingga pembatalan reservasi tiket dan akomodasi secara mendadak yang menyebabkan Nichkun gagal mengikuti pertandingan dengan harapan Nichkhun akan jera dan menyerah pada pilihannya. 

"Seharusnya, sebelum appa meminta penjelasan kepada oppa, appa lah yang harus memberikan penjelasan terlebih dulu kepada oppa, kenapa appa menentang keputusan oppa untuk berkarier di bulu tangkis," ucap Cherreen dengan nada sinis yang membuat ekspresi ayahnya semakin geram. "Padahal appa bisa lihat sendiri, Khun oppa mampu. Dia bisa bersaing. Dia bisa jadi juara di berbagai pertandingan baik dalam sekala nasional ataupun internasional. Sebuah prestasi yang belum tentu mampu diraih oleh semua atlet," lanjut Cherreen.

Mr. Horvejkul hanya diam mendengar ucapan demi ucapan yang dilontarkan oleh sang putri. Sepertinya ia tidak menyangka putrinya itu justru akan 'menceramahinya'.

"Dan seharusnya appa juga ingat, bahwa yang mengenalkan oppa kepada bulu tangkis itu adalah appa sendiri,"

Ekspresi Mr. Horvejkul melunak. Emosinya yang semula penuh amarah dan hampir meledak-ledak sekarang berganti diam dan tidak bisa ditafsirkan. Apakah ia akhirnya mempertimbangkan untuk mengizinkan putra sulungnya melanjutkan karier pada bidang yang dipilihnya, ataukah justru sedang memikirkan peluang untuk 'menjegal' Nichkhun agar kembali gagal dan menyesali keputusannya?

"Jadi, kalau appa ingin penjelasan, jelaskan dulu apa alasan appa,"

Cherreen kemudian membungkukkan badannya pada ayahnya yang terdiam di sisi meja kerjanya. Setelahnya ia berbalik meninggalkan ruangan sang ayah tanpa lagi mengucapkan sedikitpun kata atau salam.

***** 

Perempuan itu termenung di depan televisi. Tangan kanannya mencengkeram hingga buku-buku tangannya tampak memutih. Begitulah kebiasaannya jika ada emosi yang sedang ditahannya. Entah itu marah atau kecewa.

Sebenarnya ia tak tahu bahwa hari ini tepatnya setengah jam yang lalu, pengumuman anggota Tim Nasional dilaksanakan. Ia biasanya justru tidak mau melihat bahkan mendengar sekali pun berita mengenai pengumuman anggota Tim Nasional. Karena ia tidak mau bersedih lagi mendengar nama-nama teman seperjuangannya yang terdegradasi, yang mana di tahun depan tak dapat lagi ia jumpai bersama di Pelatnas. Ia cukup mendengarnya sekali. Ketika Coach Ha mengumumkannya di Pelatnas sehari sebelum liburan tiba.

Namun hari ini tiba-tiba rasa penasarannya menyeruak. Di hari pengumuman yang lalu, Coach Ha mengatakan bahwa ia memiliki sebuah kejutan yang akan ia sampaikan pada acara press conference pengumuman Tim Nasional. Ditambah dengan informasi yang ia dapat dari Ga Eun, juniornya yang mengatakan bahwa 'orang itu' akan bergabung di Tim Nasional.

Dan desas-desus yang didengarnya ternyata benar, orang itu hadir bersama Coach Ha saat press conference. Ia yang juga kemudian diperkenalkan kepada wartawan akan bergabung di Tim Nasional mengisi slot kosong pada tim Tunggal Putra.

Sebenarnya ia tidak perlu kaget mendengar nama itu dipanggil oleh Coach Ha untuk bergabung menjadi bagian Tim Nasional. Karena dirinya pernah beberapa kali melihat aksinya di lapangan dan beberapa kali menyaksikan dia naik ke podium juara karena berhasil mengalahkan semua musuhnya. Kualitas permainan yang diharapkan dapat menjadi kekuatan dalam Tim Nasional.

Namun yang membuat ia marah dan kecewa, kenapa baru sekarang ia mau bergabung dengan Tim Nasional? Bukan enam tahun yang lalu bersama dengan dirinya seperti janji yang pernah mereka ucapkan bersama?

 

 

....to be continued....

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet