Chapter 1

Story of Byun Family
Please Subscribe to read the full chapter
"Itu bukan berarti kita tidak saling mencintai, Sayang. Justru itu merupakan cobaan yang harus dihadapi oleh dua orang yang saling mencintai." - Chapter 1

Hyundai-KIA berwarna silver itu berhenti tepat di depan gerbang sekolah dengan pagar berukir megah bertuliskan ‘Empire High School’ di atasnya. Baekhyun yang duduk di balik kemudi memutar kepalanya ke belakang, demi melihat kedua anaknya yang duduk di bangku tengah. Namun belum sempat suaranya keluar untuk menyampaikan petuah, Taehyung sudah membuka pintu mobil dan keluar dari sana dengan tangan memanggul tas ranselnya dan sebuah headphone yang melingkar di lehernya, tanpa pamit kepada ayahnya.

“Aish! Dimana sopan santunnya sih anak itu?!” desis Baekhyun saat menatap Taehyung berlalu begitu saja keluar dari mobil. Namun kemudian ia tersenyum saat tatapannya bertemu dengan Sohyun yang menatapnya dengan sebuah senyum kecil di bibirnya.

“Appa, semoga harimu menyenangkan.” kata putri bungsunya itu.

Baekhyun tersenyum, lalu mengacak puncak kepala Sohyun. “Terimakasih, Sayang.” katanya kemudian, mengedikkan pandangannya pada bangunan sekolah. “Masuklah sana. Belajar yang rajin, Sohyun~a.”

Sohyun mengangguk. Ia mengecup sekilas pipi ayahnya, lalu keluar dari mobil. Setelah melambaikan tangan pada ayahnya, ia melangkah masuk melewati gerbang ‘Empire High School’. Begitu melihat kakaknya yang berjalan tak jauh di depannya, Sohyun segera berlari mendekati kakaknya, lalu menyenggol lengan kakaknya itu dengan iseng hingga Taehyung agak terdorong ke depan.

“Oppa, semoga harimu menyenangkan.” kata Sohyun, melemparkan senyum cantiknya pada Taehyung.

Tanpa menunggu balasan dari Taehyung, Sohyun sudah berlari menjauh. Sekilas ia menolehkan kepalanya ke belakang, melirik Taehyung, lalu melambaikan tangannya pada kakaknya.

Taehyung hanya mendengus. Ia memalingkan pandangannya, berpura-pura tidak mengenali adiknya sendiri. Kakinya terus melangkah ke gedung tingkat menengah atas, berlawanan dengan Sohyun yang melangkah menuju gedung tingkat menengah pertama.

————————

Langkah Sohyun berhenti tepat di depan pintu kelas 2-1. Tangannya memegang erat kedua tali tas ranselnya dengan ekspresi tegang. Napasnya memburu beberapa saat sebelum akhirnya ia menghela napas panjang. Bibirnya bergerak mencoba untuk membentuk sebuah senyuman. Setelah memantapkan hatinya, tangannya bergerak untuk membuka pintu kelas.

Kelas 2-1 tampak ramai dan berisik sekali saat Sohyun membuka pintu. Hampir setengah bangku sudah terisi, pertanda banyak murid yang sudah datang. Tak ada yang menoleh ke arahnya saat Sohyun melangkah masuk ke dalam. Tak ada yang menyambutnya saat Sohyun melangkah masuk ke dalam. Dan tak ada yang membalas senyumannya saat Sohyun melangkah masuk ke dalam.

Sohyun melangkah mendekati bangkunya, dan duduk disana. Di belakang bangkunya, tampak beberapa murid perempuan berdiskusi tentang drama televisi yang mereka tonton tadi malam. Mereka tidak mempedulikan Sohyun yang baru saja datang, malah meneruskan perbincangan seru mereka.

“Aku semakin membenci karakter Sungyeol oppa kalau begini caranya. Seharusnya dia tidak bersifat antagonis seperti itu pada Woohyun oppa dan Seul Bi.”

“Kasihan Woohyun oppa. Dia semakin kesepian setelah Seul Bi pindah ke rumahnya Sungyeol oppa.”

“Tetapi alur ceritanya agak memaksa tidak, sih, menurut kalian? Masa’ tiba-tiba saja bisa begitu? Kurang masuk akal, tahu.”

Sohyun yang mendengar komentar tersebut segera membalik tubuhnya. Menatap kumpulan murid perempuan itu dengan wajah antusias dan senyum di bibirnya.

“Iya, benar. Menurutku juga alurnya terlalu memaksa. Aku sependapat denganmu, Jane.” kata Sohyun, menanggapi komentar salah satu murid tersebut yang berambut dibando.

Wajah murid-murid perempuan itu berubah tidak suka saat mendengar Sohyun bergabung dengan pembicaraan mereka. Dan demi melihat ekspresi tidak suka mereka, senyum di bibir Sohyun menghilang. Mendadak, tubuhnya menegang.

“Apaan sih, kita kan tidak bicara dengannya.” sahut salah satu dari mereka dengan sinisnya.

“Biasalah, orang yang tidak punya teman kan selalu sok akrab dengan kita.”

“Benar. Tidak usah dengarkan dia.”

“Oh ya, Jane, kudengar kau punya Photobook Official Infinite yang terbaru, ya? Boleh kulihat?”

“Oh, tentu saja. Bahkan aku bertemu dengan Myungsoo oppa secara langsung saat membelinya.”

“Benarkah? Wah, kau beruntung sekali.”

Murid-murid perempuan itu kembali berdiskusi mengenai hal lain. Tanpa menanggapi ucapan Sohyun. Tanpa mengajak Sohyun terlibat. Membiarkan gadis itu terdiam di bangkunya. Sendirian.

Sohyun menundukkan kepala, memandang ujung sepatunya dengan mata berkaca-kaca. Tangannya mengepal erat di atas pahanya. Dadanya bergemuruh, lagi-lagi merasa kesepian di dalam kelas ini, seperti hari-hari kemarin.

Setiap pagi, ia selalu mengucapkan ‘semoga harimu menyenangkan’ kepada anggota keluarganya. Pada ibunya. Pada ayahnya. Dan pada kakaknya. Sambil berharap kalau dirinya juga akan mendapatkan hari yang menyenangkan itu. Tetapi kenapa hingga hari ini hari yang menyenangkan itu tak pernah kunjung datang padanya?

————————

Taeyeon mengelap peluhnya berkali-kali. Sekali lagi ia mencoba menggesekkan koin di tangannya pada noda keunguan yang dengan sangat kurangajar bersarang di salah satu seragam kerja suaminya. Tetapi mau berapa kalipun ia mencoba, noda itu tetap saja tidak menghilang. Sudah hampir selama setengah jam Taeyeon berjongkok di tempat cucian demi menghilangkan noda luntur seragam suaminya, namun noda itu tak kunjung menghilang.

Taeyeon merasa frustasi. Ia melempar seragam kerja suaminya itu ke dalam ember yang berisi air dan busa cucian, lalu berdiri dari jongkoknya. Ia merasa kakinya kesemutan dan tangannya pegal-pegal. Dengan langkah agak tertatih, ia berjalan menuju bangku, tepat di sebelah mesin cuci. Mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Merenggangkan otot tubuhnya yang tegang.

Taeyeon menghela napas panjang saat melihat seragam kerja suaminya yang tergeletak begitu saja di atas busa-busa air di dalam ember. Noda keunguan itu masih terlihat dengan begitu jelas, bahkan dari jarak sejauh ini. Rasanya Taeyeon ingin sekali membawa kemeja itu ke loundrian. Meminta seseorang untuk membersihkan noda itu. Tetapi ia tidak bisa melakukannya. Ini adalah kesalahannya, menciptakan noda keunguan itu pada seragam kerja suaminya. Berarti dialah yang harus bertanggungjawab. Ia tidak bisa menyerahkan tanggungjawabnya begitu saja pada orang yang tidak bersalah.

Taeyeon kembali menghela napas panjang sebelum memutuskan untuk berdiri, menguncir rambutnya, dan melanjutkan pekerjaannya.

Tidak apa-apa. Demi suaminya, ia rela menghabiskan waktunya untuk membersihkan kesalahannya.

————————

Baekhyun baru saja kembali ke ruang kerjanya setelah dari makan siang bersama teman-teman kerjanya sambil terlibat dalam pembicaraan yang seru. Sampai-sampai mereka tidak menyadari kalau Direktur Han sudah berdiri di depan pintu.

“Selamat siang, Direktur-nim.” sapa para pekerja kantor itu, termasuk Baekhyun.

Direktur Han menatap Baekhyun dengan tatapan yang berbeda. Dan Baekhyun merasa ia akan mendapatkan surat peringatan hari ini.

“Byun Baekhyun, kau ke ruanganku sekarang.” kata Direktur Han.

Tepat seperti apa yang ia pikirkan.

Baekhyun mengekor langkah Direktur Han menuju ruangan. Setelah duduk di bangkunya, Direktur Han menatap Baekhyun dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan Direktur Han berhenti pada kemeja biru laut yang dikenakan Baekhyun.

“Ada apa dengan seragammu?”

“Seragam untuk hari ini sedang dicuci, Direktur-nim.”

Direktur Han mengeluarkan secarik kertas dari dalam laci. “Kalau begitu, beritahu istrimu untuk menjadwalkan waktu mencuci seragam kerjamu, Baekhyun.”

“Ini bukan kesalahan istri saya, Direktur-nim. Istri saya selalu tepat waktu dalam mencuci seragam kerja saya.”

Direktur Han kembali memandang Baekhyun. “Lalu? Apa yang terjadi?”

Baekhyun menimbang sesaat, berpikir apakah akan memberitahukannya pada direkturnya atau tidak.

“Saat sarapan pagi tadi, saya tidak sengaja menumpahkan kopi yang istri saya buat ke seragam yang saya kenakan, Direktur-nim.” Baekhyun memutuskan untuk berdusta. “Jadi, saya mengganti seragam saya dan mengenakan seragam yang lain.”

Direktur Han terdiam sesaat, kemudian mengangguk-angguk. Menerima pengakuan Baekhyun.

“Kalau begitu, ini murni kesalahanmu. Lain kali kau harus hati-hati.” Direktur Han kembali menyimpan kertasnya di dalam laci. “Kau tidak perlu kuberi surat peringatan. Ini hanya pelanggaran kecil. Kembalilah bekerja.”

Baekhyun membungkukkan setengah badannya pada Direktur Han. “Terimakasih, Direktur-nim.” lalu melangkah keluar ruangan.

Tidak apa-apa kali ini ia berdusta. Demi menjaga nama baik istrinya, ia rela mengucapkan kesalahan istrinya adalah kesalahannya juga.

————————

Ruang kelas 2-2 pada gedung tingkat menengah atas langsung berisik begitu mendengar suara bel berbunyi. Bahkan sebelum Guru Nam menutup pelajarannya, beberapa murid sudah berhamburan keluar kelas sambil memanggul tas ranselnya sambil berteriak senang. Tak ada murid yang tak senang kalau mendengar suara bel pulang sekolah berbunyi, bukan?

Taehyung masih membereskan buku-buku pelajarannya ketika Guru Nam keluar dari kelas. Berjarak dua meja di depannya, beberapa murid lelaki berteriak heboh. Mengucapkan selamat pada salah seorang lelaki di antara mereka. Sementara lelaki yang lain menolehkan kepala ke arah Taehyung, lalu melangkah mendekatinya.

“Kau langsung pulang?” tanya Jimin setibanya di sebelah Taehyung.

“Entahlah.” jawab Taehyung singkat, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Jimin.

Jimin melirik salah seorang lelaki di antara kumpulan lelaki yang kini sedang diacak-acak rambutnya oleh beberapa temannya. Ia lalu kembali menatap Taehyung sambil mengedikkan pandangannya pada lelaki yang sedang dikerubungi oleh teman-temannya itu.

“Sungjae memenangkan hati Joy.” kata Jimin.

Taehyung mengangkat kepala. Melihat Sungjae yang sedang tertawa saat teman-temannya justru malah mengincar tubuhnya untuk menyiksanya. Oh, tentu saja ‘menyiksa’ dalam arti konotatif, seperti mencubit, menggelitik, mengacak rambutnya, dan siksaan lainnya.

“Kau tidak ingin merayakannya?” tambah Jimin.

Kali ini Taehyung melirik Jimin. “Dimana?”

Jimin tersenyum miring. “Seperti biasa.” matanya melirik nakal ke arah Irene ketika gadis itu hendak keluar dari kelas. “Irene,

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet