Seven

New Place

Malam itu makan siang disajikan di asrama. Kemungkinan besar karena Nyonya Yoo yang berada disana, walau begitu wanita paruh baya itu belum juga sadarkan diri dan keluar dari kamar Soojung setelah nyaris pingsan tadi siang, mungkin kejadian tadi siang benar-benar mengagetkannya. Tidak mengherankan sih, Jinri pernah dengar dari Mijoo kalau sudah lima tahun Nyonya Yoo membangun kembali dan menjaga asrama W, setelah asrama ini ditinggalkan oleh pemilik sebelumnya karena alasan tertentu.

“Sekarang meja makan mulai terasa sepi.”

Jinri menoleh pada Nyonya Kim yang sibuk memotong-motong daging ayam panggang dan membagikannya ke piring tiap penghuni. Benar juga. Di meja makan kini hanya ada Sunggyu, Myungsoo, dan Jiae (yang sejak tadi hanya menundukan wajahnya). Nam Woohyun masih berada di luar (setelah berkata akan menjemput kakaknya tadi sore) dan yang lain, well... selain Howon dan Myungeun yang ada di rumah sakit, dan Sungyeol di penjara, yang lain sudah benar-benar pergi.

Seo Jisoo yang pertama, gadis ini pergi setelah menenggak (atau dipaksa menenggak) racunnya. Lalu Ryu Sujeong yang setelah diberi racun lalu dibunuh dengan menusukan pisau tepat di antara tulang rusuknya (pertanyaannya, siapa?). Dongwoo yang selanjutnya, dibunuh dengan cara yang sama dengan Seo Jisoo. Lalu Lee Soojung dengan kimbab beracun dan drama teater old boy yang nyatanya adalah alasan fiktif untuk mengancam Soojung. Terakhir, Mijoo yang mati di tangan pacarnya sendiri. Lalu siapa selanjutnya?

“Bagaimana kalau pada akhirnya meja makan benar-benar kosong?” Jinri bertanya, Sunggyu dan Myungsoo tidak menjawab, dan Jinri tidak benar-benar mengharapkan wajaban dari Yoo Jiae, tapi anehnya, Yoo Jiae lah yang menjawab.

“Itu tidak akan terjadi.” Suaranya letih, dan Jinri setengah curiga itu hanya akting belaka.

Yoo Jiae tidak menunggu jawaban dari Jinri dan langsung berdiri membawa piring berisi makanannya, mengutarakan kata-kata untuk Nyonya Yoo dan berjalan menuju kamar Soojung.

“Apa dia dan Nyonya Yoo begitu dekat?”

“Ya, sangat.” Sunggyu mengangguk, memandangi nasi dan sepotong ayam panggang dihadapannya.

“Bagaimana bisa kalian semua memulai makan malam tanpa aku?” Nam Woohyun masuk ke ruang makan di iringi seorang pria dengan senyuman manis yang– tunggu, Jinri tau pria ini.

“Dia–“

“Ini kakakku. Dia akan menginap malam ini, Nam Boohyun, kamu kenal?”

Tentu saja! Pria ini mirip Nam Woohyun. “Ya, cafe Tree.

“Itu cafe milik Boohyun. Kamu pernah kesana?”

Oh, Aku ingat kamu, kamu datang ke cafe bersama pria ini, kan?” Nam Boohyun menunjuk pada Myungsoo dan tersenyum, masih dengan senyuman manisnya yang membuat Jinri merasa aneh.

“Dan aku pikir Choi Jinri memiliki ...sesuatu dengan Sunggyu hyung. Ternyata selama ini Myungsoo, huh?” Woohyun tertawa, duduk di bangku di samping Myungsoo dan mengambil sepotong ayam.

Jinri dan Myungsoo berpandangan, Myungsoo menatapnya lama, lalu menggerakan mulutnya tanpa suara ada yang aneh.

“Aku rasa begitu.”

 

*****

 

Hyung kenal Nam Boohyun?” Myungsoo duduk di kursi belajar milik Sunggyu, sementara Jinri memilih duduk di atas tempat tidur Sunggyu yang sprei nya sudah di ganti menjadi berwarna hitam (besar kemungkinan ini adalah milik Kim Myungsoo.)

“Ya, aku pernah bertemu dengannya sesekali.” Sunggyu mengangguk. “Dan kapan kalian pergi ke cafe milik Boohyun? Berdua?

“Jangan berpikiran aneh.” Myungsoo mendengus, “aku dan Jinri pergi ke sana karena Dongwoo meminta bertemu. Apa Dongwoo juga mengenal Boohyun?”

“Ya, Dongwoo juga mengenal Boohyun. Apa menurutmu...” Sunggyu memandangi Myungsoo.

“Bisa saja, ada sesuatu tentang Nam Woohyun yang Dongwoo ketahui.”

“Atau bisa saja itu hanya kebetulan. Walau aku tidak menyangkal ada sesuatu yang aneh dengan Nam Boohyun dan cafenya.” Jinri mengangkat bahu, lalu menguap, mungkin sudah saatnya tidur.

“Tidur, Jinri. Kantung matamu sudah menyaingi seekor panda.”

Jinri mencibir, tapi mengangguk dan merebahkan tubuhnya di ranjang Sunggyu.

“Bukan di sini bodoh, di kamarmu.” Myungsoo menarik tubuh Jinri keluar dari kamar, lalu menutup pintunya.

“Sial.”

Jinri bertemu Yoo Jiae yang juga sedang menaiki tangga saat sedang menuju kamarnya di lantai dua, wajah Jiae terlihat lelah, apa ini juga akting?

“Jinri.”

“Huh?”

“Aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku di meja makan tadi.”

Apa? Jinri tidak sempat bertanya lebih lanjut karena Yoo Jiae segera pergi dan mengunci kamarnya.

 

*****

 

Hal pertama yang Jinri dengar di pagi hari adalah teriakan seorang gadis. Dan belajar dari kejadian-kejadian mengerikan akhir-akhir ini, Jinri sudah bisa menduga apa yang terjadi. Jinri mengambil jaket hitam miliknya dan segera turun ke lantai bawah, melihat semua penghuni sudah berdiri di depan kamar Soojung. Siapa lagi kali ini?

“Ada ap- oh, .” Jinri terdiam, Yoo Jiae sedang memeluk tubuh Nyonya Yoo yang tampaknya sudah tidak lagi bernyawa. Jadi yang selanjutnya bukan datang dari penghuni asrama, tapi Nyonya Yoo?

“Ba-bangun, bangun ya Tuhan, ku mohon bangun!” Yoo Jiae masih menangis sambil mengguncangkan tubuh kurus Nyonya Yoo, besar kemungkinan suara teriakan yang Jinri dengar tadi adalah dari Yoo Jiae.

“Bangun ...ku mohon.”

Sunggyu yang berdiri di depan pintu menggeleng, lalu masuk, merangkul Jiae untuk membantunya berdiri. Kemudian duduk untuk memeriksa denyut nadi Nyonya Yoo dan menggeleng, “Percuma, Jiae.”

“A-apa maksudmu? Tidak ada darah, tidak ada muntah, tidak ada apa-apa. Bagaimana mungkin..”

“Dugaanku ini Heroin, gangguan pada pernafasan.”

“Tidak, tidak...” Jiae terlihat benar-benar tidak percaya.

Dan Jinri juga. Maksudnya jika Jiae tidak sedang berakting dan bukan Jiae yang melakukan ini semua, lalu siapa?

“...Nam Woohyun sialan!”

Jiae memekik, lalu berlari dan mencekik Nam Woohyun yang dengan mudah melepaskan cekikan Jiae dan melemparkan gadis itu ke lantai.

“Apa maksudmu, Jiae?” Nam Woohyun tersenyum, senyuman yang sama dengan yang dimiliki Nam Boohyun.

“Kamu dan Nam Boohyun akan tamat, Nam. Hari ini juga.”

“Tenangkan dirimu, Yoo. Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”

Nam Woohyun masih tersenyum.

“Aku menelpon polisi.”

Senyuman Nam Woohyun memudar, dan Jinri sedikit banyak mulai mengerti.

“Aku akan melaporkan semuanya.”

“Kau juga harus ikut menanggung akibatnya, Yoo.”

“Aku tidak peduli.”

Wajah Woohyun mengeras.

“Kalau begitu laporkan, dan kita lihat siapa yang lebih dulu sampai. Polisi, atau pisau ini?” Nam Woohyun mengeluarkan pisau kecil dan mengarahkannya pada Yoo Jiae, sementara Boohyun mengeluarkan pisau yang sama dan mengarahkannya pada Jinri, Myungsoo dan Sunggyu.

“Jawabannya polisi.”

Jinri menengok, di depan pintu Jung Yunho sudah berdiri dengan (berapa belas?) orang bawahannya yang langsung bergerak mengamankan Woohyun dan Boohyun.

“Nona Yoo berkata ingin melaporkan sesuatu kemarin malam, sayang sekali kami baru bisa datang pagi ini.” Yunho berjalan mendekat, melirik jasad Nyonya Yoo di dalam kamar Soojung. “Aku tidak yakin kamu bisa lolos dari semua ini dengan mudah, Nam.”

“Aku tidak sendirian, kau juga seharusnya memborgol Yoo Jiae.” Nam Woohyun mengerang marah, menatap Jiae dengan kesal. “Bagaimana bisa kamu melakukan semua ini hanya karena Nyonya Yoo?”

Jiae mendekat pada Yunho, menyodorkan kedua tangannya tapi wajahnya mengarah pada Nam Woohyun. “Nyonya Yoo adalah ibuku, bodoh.”

 

*****

 

“Pemilik asrama W sebelumnya adalah keluarga Nam, Namcorp, sebuah perusahaan farmasi yang sempat terkenal beberapa tahun lalu, kemudian di tutup karena terbukti memperjual belikan obat berbahaya secara ilegal. Pemilik Namcorp sudah di hukum, tapi kami tidak tau dua anak lelakinya masih melanjutkan perdangan.” Yunho menjelaskan.

“Menurut pengakuan Yoo Jiae, ibunya ditawarkan asrama W secara cuma-cuma dengan syarat mencari mahasiswa potensial yang dapat bekerja secara sembunyi-sembunyi pada bisnis yang digerakan dua bersaudara Nam. Tentu saja, ada beberapa mahasiswa yang yang tidak ‘potensial’ atau memiliki kemungkinan besar untuk menolak, tapi tetap diterima di asrama karena rekomendasi universitas.”

“Jadi itu yang dimaksud Kim Jongwan.” Sunggyu menggumam, tapi masih tetap dapat di dengar oleh tiga orang lainnya yang berada di ruang tengah asrama yang langsung menoleh kepada Sunggyu.

“Uh, itu... Jongwan hyung sempat memperingatkanku tentang asrama W. Dia bilang ada sesuatu yang benar-benar tidak beres dengan tempat itu dan memintaku untuk berhati-hati.”

“Lalu kenapa kamu tetap tinggal di sana setelah mendengarkan peringatan Dokter Kim?” Jinri bertanya.

Sunggyu memandang Myungsoo sekilas, lalu mengangkat bahu tanpa menjawab, dan meminta Yunho untuk melanjutkan ceritanya.

“Sistem kerja mereka cukup sederhana, karena akan sangat mencurigakan jika obat beracun itu dikirim dalam jumlah besar ke suatu tempat, mereka mengirimnya ke rumah sakit. Lalu Lee Soojung bertugas untuk membawa obat-obat beracun itu dari rumah sakit ke asrama. Di asrama, Lee Sungyeol berperan sebagai penyimpan obat-obat itu di lemari bukunya, lalu Nam Woohyun lah yang akan membawa obat ke cafe Tree milik Nam Boohyun yang menjadi pusat jual beli obat beracun.”

Myungsoo mengangguk, “itulah alasan kenapa ada banyak sekali pengusaha dan dokter disana. Mereka kemungkinan besar adalah pelanggan dan orang-orang yang bekerja pada Nam Boohyun.”

“Dan itu juga alasan kenapa mereka menyajikan pasta instan dari minimarket. Karena mereka tidak menjual makanan, tapi racun berbahaya.” Jinri menambahkan.

“Lee Sungyeol mengaku dia dan Woohyun membunuh Seo Jisoo karena gadis ini secara tidak sengaja memergoki Soojung saat sedang mengambil obat beracun di rumah sakit. Untuk Ryu Sujeong, Lee Sungyeol anehnya mengaku benar-benar tidak tahu.”

“Apa?”

“Nam Woohyun yang melakukan semuanya. Mulai dari surat sebaran itu, lampu yang mati selama sekian menit, hingga melukai Sungyeol membunuh Sujeong. Nam Woohyun mengaku alasannya adalah karena dia tidak sengaja membaca diari Sujeong.”

“Diari?” Jinri bertanya heran, berlari ke kamar untuk mengambil diari Sujeong yang belum dia baca, lalu kembali ke ruang tengah.

“Ini diari Sujeong, kenapa dengan isinya? Aku ingat ini berisi tentang perasaannya pada Sungyeol.” Jinri membuka satu halaman yang sempat dia baca sedikit waktu itu, “Dear diary, hari ini aku bertemu dengan Sungyeol di kantin kampus, aku merasa jantungku hampir meledak. Bagaimana kalau Sungyeol tau aku melihatnya sedang-“ Jinri berhenti membaca, apa ini? Ini bukan mengenai percintaan!

“-sedang menyimpan tiga botol racun ke dalam lemari bukunya. Aku yakin sekali itu botol racun, itu botol yang sama dengan yang aku lihat di ruang penyimpanan obat berbahaya. Apa yang harus aku lakukan?

“Jadi itu alasan Ryu Sujeong dibunuh.” Sunggyu mengangguk, “tidak mengherankan tusukannya begitu tepat berada diantara tulang rusuk Sujeong. Nam Woohyun adalah mahasiswa biologi yang berbakat.”

“Untuk Dongwoo, Nam Woohyun tidak sengaja melihat Dongwoo memasuki kamar Sungyeol dan melihat persediaan racun. Nam Woohyun lalu menelpon Yoo Jiae yang segera pergi mengambil obat dari Lee Soojung. Yoo Jiae kembali dari rumah sakit dan memberikannya pada Woohyun, lalu Woohyun memberikan obatnya secara paksa kepada Dongwoo. Strategi mereka sangat rapi, karena itu kita sangat kesulitan mencari pelakunya.”

“Bagaimana dengan Soojung?”

“Sungyeol dan Jiae memang memberikan kimbab berisi racun bisa ular kepada Soojung, dan mereka juga mengaku menceritakan cerita drama old boy itu untuk mengancam Soojung agar tidak membuka mulutnya. Tapi sekali lagi, keduanya mengaku benar-benar tidak tau ada racun di dalam kimbab tersebut. Dan tebak siapa yang membuat kimbabnya?”

“Nam Woohyun.” Sunggyu berkata.

“Benar sekali. Nam Woohyun adalah otak dari hampir semua pembunuhan yang ada di asrama –kecuali Lee Mijoo. Dan untuk Nyonya Yoo, Nam Woohyun mengaku membunuh wanita itu karena Nyonya Yoo berkata akan membeberkan semua yang mereka lakukan kepada polisi jika ada lebih banyak lagi pembunuhan di asrama W. Aku rasa Nyonya Yoo begitu menyayangi asrama W.”

“Oh, aku mengerti sekarang. Itu berarti hampir semua misteri sudah terkuak.”

“Hampir?”

Jinri mengangguk, menoleh pada Myungsoo dan Sunggyu. “Kalian berdua, apa yang kalian sembunyikan?”

Huh?” Kim Sunggyu menatap Jinri dengan tatapan bingung, tapi tidak perlu seorang yang begitu pintar untuk memastikan kalau ekspresinya itu seratus persen dibuat-buat. “Tidak ada yang kami sembunyikan, iya kan, Myungsoo?”

“Iy–“

“Kim Sunggyu adalah kakak kandung Kim Myungsoo.” Yunho menjawab, tersenyum jahil pada Sunggyu yang mengerang dan Jinri yang membelalakan matanya kaget. Kakak?

“Aku merasa ada yang tidak beres pada Sunggyu dan Myungsoo. Jadi aku mencari riwayat hidup keduanya, tidak sulit mencari hal-hal seperti itu jika kau adalah seorang polisi.” Yunho mengeluarkan salinan kartu keluarga Kim dari dalam tasnya. “Dan biar kutebak alasanmu tetap tinggal di asrama W, untuk melindungi Myungsoo, bukan?”

“Ya, mendengar peringatan Jongwan Hyung membuatku khawatir. Dan tidak mungkin memindahkan Myungsoo dari asrama W karena itu sudah ketetapan dari universitas. Jadi aku tetap tinggal. Yah, siapa yang tau ternyata peringatan Jongwan Hyung benar-benar terjadi. Mungkin lebih baik aku memilih pergi saja.” Sunggyu menghembuskan nafas.

“Dan melewatkan kesempatan menjadi hero dan masuk koran?” Jinri membuka jendela, memperlihatkan beberapa jurnalis yang sudah berkumpul di depan asrama.

“Tidak buruk juga.” Sunggyu tersenyum kecil, lalu menatap Jinri dengan wajah serius. “Dan nona Choi, apa alasanmu pindah ke asrama W? Kamu belum memberi tahu hal itu.”

Jinri tersenyum, melirik Myungsoo sekilas kemudian menggeleng.

“Rahasia.”

 

******

 

Sudah hampir seminggu semenjak kematian Nyonya Yoo dan ditangkapnya dua bersaudara Nam ketika Jinri dan Myungsoo berdiri di depan sebuah makam dengan keranjang bunga kosong di tangan Jinri.

“Padahal aku mulai menyukainya.” Jinri menghembuskan nafas.

“Kamu bukan satu-satunya.” Myungsoo berkata, melirik Lee Howon yang menangis sambil berjongkok memeluk nisan bertuliskan Park Myungeun di ujung makam. “Bodoh sekali dia baru menyadari perasaannya setelah Myungeun benar-benar pergi.”

“Myungeun tampaknya sudah menyukai Howon sejak lama.” Jinri menggeleng, mengajak Myungsoo duduk di bangku taman yang ada di dekat makam Myungeun. “Kita masih belum mengetahui apa yang Soojung dan Myungeun bicarakan di kantor polisi.”

“Benar juga, tapi siapa peduli? Toh, semua yang terlibat sudah tertangkap. Dan Myungeun juga tidak akan pernah bisa memberitahu apa yang mereka bicarakan.”

Jinri mengangguk, benar juga.

“Ngomong-ngomong, aku sudah mengajak beberapa temanku untuk pindah ke asrama W. Soojung masih belum pasti, gadis itu akan pergi liburan selama tiga bulan di San Fransisco mulai minggu depan dan akan memberi jawaban pasti sepulangnya. Dia mengaku perlu refreshing setelah kejadian di asrama W. Dasar bodoh, bukankah seharusnya aku yang butuh liburan?” Jinri mendecak, Soojung memang cerdas dan (biasanya) normal, tapi terkadang sedikit mengejutkan. “Beruntung Eunji sudah setuju (aku yakin ini berhubungan dengan Lee Howon)”

 “Bagus, aku dengar pengurus asrama yang baru akan tiba minggu depan. Mereka juga akan menata ulang beberapa bagian asrama, mungkin mencoba menghilangkan bekas kejadian kemarin.”

“Aku harap aku juga bisa menghilangkan bekas kejadian itu dari ingatanku.” Jinri mengeluh, “Bagaimana Sunggyu?”

“Masih kesulitan mengurus visa-nya. Mungkin hyung akan datang nanti sore atau besok. Tapi dia terlihat sangat bersemangat akhir-akhir ini, aku merasa sedikit menyesal sudah membuatnya menolak beasiswa Stanford waktu itu.” Myungsoo berkata.

“Beruntung Stanford masih mau menerima Kim Sunggyu, kan?” Jinri tersenyum, ah, dia pasti akan merindukan Kim Sunggyu nanti.

“Ya.” Myungsoo mengangguk dan tidak berkata apapun.

Keheningan saat itu menenangkan, jadi Jinri juga ikut terdiam. Yang terdengar hanya suara isak tangis Howon di kuburan Myungeun, dan suara angin hari itu yang terdengar samar. Damai. Seolah akhirnya alam memberi Jinri sedikit waktu untuk menenangkan diri dari serangkaian kejadian di asrama W.

“Jinri.”

Eung?

“Mengenai alasanmu pindah ke asrama..” Jinri menoleh pada Myungsoo yang tersenyum kecil, apa? “..karena aku, kan?

“Ap-apa maksudmu, Kim?” Jinri tertawa gugup, mengalihkan pandangannya pada makam-makam yang berjeret rapi di depan mereka.

“Kamu tau aku dan Soojung berada di kelas anatomi yang sama.”

....APA? Jinri membelalakan matanya, sial, apa jangan-jangan Soojung memberitahu–

“Dia bilang kamu memanggilku lelaki paling tampan sedunia?” Myungsoo tersenyum jahil.

Jinri mengerang, membenamkan wajahnya ke dalam kedua tangannya. Jung Soojung sialan, sialan, sialan! Seharusnya dia tidak nekat pindah asrama hanya karena Kim Myungsoo (yang juga sialan) ini. Sekarang Jinri mulai menyesali kepindahannya.

“Mengejutkan juga ada gadis yang rela pindah tempat hanya karena aku. Maksudnya aku tau aku setampan itu tapi–“

Jinri mengerang lagi, kali ini lebih keras dan Myungsoo akhirnya tertawa terbahak-bahak.

“Berhenti tertawa.” Jinri mencibir, menatap Myungsoo dengan kesal.

“Oke, oke.” Myungsoo menutup mulutnya, tapi masih terdengar bunyi suara tawa tertahan darinya (kalau dipikir-pikir, ini kali pertama Myungsoo tertawa sebebas ini saat dengan Jinri)

“Jadi intinya...” Myungsoo berkata lagi setelah berhasil menghentikan tawanya, suaranya terdengar jauh lebih serius. “Aku tidak mau jadi si bodoh Lee Howon.”

“Lalu?”

“Mau jadi pacarku?”

Jinri mungkin harus menarik kembali penyesalannya tentang pindah ke asrama W.

 

NOTE : End? yes! Gimana? Ga seruwet ending cerita sebelumnya kan? hehe.

Makasih banyak sudah baca (dan subscribe dan komen!). Ini cerita yang pertama kali saya tulis sejak jadi mahasiswa (eh cie) dan baru selesai setelah sekitar dua bulan penulisan (kenapa ga ada yang kasih tau saya kalau ternyata jadwal seorang mahasiswa itu sepadat ini?). Anyway, saya gak tau banyak tentang obat-obatan berbahaya dan semua yang ada ditulisan ini purely based on my research on google. Jadi tolong dimaklumi apabila terjadi kesalahan.

Sekali lagi terimakasih buat semua reader, subscribers dan commenters! huuuug <3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
no-w-here
#1
Chapter 8: Sudah selesai? I want moaaarree..
Hihihi..
Nice story, dan endingnyaa melegakan (?) Hahahaha..
Ayoo bikin myungli lagii.. aku agak terobsesi sama myungli nih krn baca cerita2 kamu.. kekekeke
babbychoi
#2
Chapter 8: Aaaaah lucu banget sih. Seneng deh Myunglinya nggemesin. Mau dong dibikin Myungli lagi lagi dan lagi.
vanilla133 #3
Chapter 8: Hehehehe. Benar tekaan ku pacarnya sunggyu ,krystal. Myungli lucu deh.
babbychoi
#4
Chapter 7: Jadi Woohyun? Hmm sudah kuduga :v
Yeaaay!!! And finally myungsoo ku sama Jinrikuu
Ditunggu next MyungLi-nyaa ;)
tazkia #5
Chapter 7: Tuh kan bener dugaan aku ternyata si woohyun otak dari semua pembunuhan di asrama W...
Kirain jinri akhir akhirnya pacaran ama sunggyu ehh ternyata ama si ganteng....
Oh iya unni ff yg the truth lanjutin dong plissss padahal aku suka bgt sama jalan ceritanya yg gk ngebosenin....
vanilla133 #6
Chapter 7: Woah~ ternyata beneran woohyun pelakunya. Scene yg akhir sekali manis banget menurutku!! Nggak nyangka rupanya itu alasan jinri pindah ke asrama W. Anyway,I love this story!
babbychoi
#7
Chapter 6: Selalu deg degan baca fic kamu. Yaampun jadi siapa pembunuhnya?
Nam Woohyun kah? Atau justru malah Kim Myungsoo-kuuh???
vanilla133 #8
Chapter 6: Aigoo~ pusing kepalaku mikirkan siapa pembunuhnya. Apa yoojiae orangnya?
babbychoi
#9
Chapter 5: OMG aku makin bingung siapa pembunuhnya, biasanya kan fanfic kakak ngecoh hweheheh
Tapi serius deh ff kakak keren.
Baydewey Myungsoo dikit banget yah sceennya. Padahal kan aku MyungLi shipper hwehehehe :D
Updet soon ya kakak.
tazkia #10
Chapter 5: Kyaaa unni aku bolak balik ngecek update-an unni....
Aku suka bgt sama semua ff unni yg setiap chapter selalu bikin penasaran..
Oh iya unni aku perasaan pernah baca ff unni di blog dan aku lupa namanya...aku boleh minta nama blognya gk???oh iya maafin unni sekarang baru komennya kemaren kemaren jadi silent readers mulu nih huhuhu