One

New Place

Jinri menarik koper merah besarnya dengan tangan kanan, dan menjinjing tas tangan kecil di tangan lainnya sambil berjalan menuju sebuah gedung berlantai dua dengan huruf W besar di bagian atapnya, Asrama W yang berjarak lima belas menit dari Universitas Hanguk..

Jinri berhenti di depan pintu gerbang berwarna putih-hitam, menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali.

 Ini dia.

Jinri menekan bel, lalu menepuk kepalanya karena; mahasiswa mana sih, yang ada di asrama pada siang bolong begini? Mereka pasti sibuk di kampus, atau perpustakaan, bukannya berada di asrama dengan sebuah koper besar seperti Jinri sekarang. Jadi Jinri mengeluarkan kartu mahasiswanya, menekan sepuluh digit nomor –yang tidak juga dia hafalkan hingga sekarang, pada mesin pembuka pintu.

Pintu dibuka berbarengan dengan seorang gadis berambut hitam panjang yang turun dari tangga di sebelah kanan. Wajahnya terlihat bingung saat melihat Jinri, tapi begitu matanya beralih pada koper besar Jinri, gadis itu tersenyum lebar.

“Kamu pasti penghuni baru di lantai dua!” gadis itu mendekat, merangkul Jinri lalu mengambil kopernya tanpa diminta (dan Jinri tentu tidak menolak, dia sudah lelah menyeret koper itu dari ujung jalan).

“Aku Lee Mijoo, semester tiga di jurusan design.” Mijoo berkata sambil menarik koper besar Jinri dan menaiki tangga. “Bagaimana denganmu?”

“Aku-“

oh! Aku dengar kamu dari asrama S?”

Jinri mengangguk tidak acuh, sedikit tersinggung karena gadis ini memotong perkataannya.

“Kalau aku jadi kau, aku tidak akan meninggalkan asrama itu walaupun mereka mengusirku.” Mijoo menggeleng, berjalan melewati beberapa pintu di lantai dua, lalu berhenti di sebuah kamar dengan nomor 11 di bagian pintunya. Kamar kedua dari ujung. “Dan aku pikir tidak ada yang akan mendiami kamar ini lagi setelah tidak ada Jisoo.”

Mijoo meletakan koper Jinri di depan pintu, lalu berbalik sambil menatap Jinri heran. “Kenapa kamu pindah dari asrama S?”

“Oh, itu...” aku benar-benar tidak mau membicarakan hal ini.

Jinri baru akan mengarang jawabannya, begitu bunyi jam besar yang ada di dinding lantai dua berbunyi sekali, dan wajah Mijoo berubah pucat. “Oh, Sial. Aku lupa kelas desain dimulai jam satu.” Mijoo berlari dan menuruni tangga dan membuka pintu gerbang, lalu berteriak sebelum menutupnya kembali; “Jangan lupa makan bersama malam ini!”

Jinri mengangguk, tidak benar-benar berniat untuk menjawab karena toh, bukannya Mijoo bisa mendengar balasannya (dan tolong jangan ingatkan dia kalau Mijoo lebih tidak bisa melihat anggukannya.)

Jinri menyandarkan diri ke depan pintu kamarnya, melihat ke arah rentetan kamar berwarna hitam di depan. Gedung asrama W sebenarnya berbentuk seperti dua rumah berlantai dua yang di gabungkan pada lantai satu. Ada sepuluh kamar di lantai dua yang di bagi pada tiap sisinya. Disebelah kanan, dengan dinding berwarna putih adalah lima kamar khusus para wanita, dan di batasi oleh pagar dan lubang sekitar satu meter di sebelah kiri adalah kamar para pria, dengan dinding berwarna hitam pekat. Satu-satunya cara menuju kamar pria di sebelah kiri adalah melalui tangga bagian kiri di lantai bawah. Tapi Jinri rasa tidak begitu sulit melompati pagar dan lubang ini (dan tidak, Jinri tidak sedang berencana melompatinya.)

Sementara di lantai satu, ada satu kamar di masing-masing tangga, ruang tamu, dapur sekaligus ruang makan dan satu ruangan di tengah tempat berkumpul para penghuni.

Jinri tersentak begitu mendengar suara gerbang yang dibuka, melongok ke bawah, dia melihat seorang pria berambut hitam dengan jas putih berjalan menuju tangga, lalu memasuki kamar di sebelah tangga kiri. Kamar nomor satu, itu berarti pria itu adalah Kim Sunggyu. Dan dimana kamar ...pria itu?

 

*****

 

Jinri baru membuka mata ketika Lee Mijoo menggedor pintu kamarnya, lalu berhasil mengumpulkan setengah nyawanya sambil membiarkan tubuhnya ditarik keluar dan menuruni tangga, dan begitu Jinri sadar, dia sudah berada di ruang makan, duduk di salah satu bangku dan berhadapan dengan makhluk paling tampan yang pernah dia lihat (asrama S memiliki banyak pria tampan, tapi tidak ada yang setampan ini.)

Jinri menarik nafas, berusaha mengalihkan pandangannya dari makhluk tampan tadi kepada penghuni yang lain. Di bagian kiri meja ada enam orang pria, sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing tapi tidak ada satupun yang menyentuh makanan (walaupun satu pria di sebelah si tampan tampak sibuk memandangi ayam panggang di tengah meja). Sementara di bagian kanan hanya ada lima wanita, termasuk dirinya sendiri. Dan ada satu lagi wanita paruh baya yang sedang menggoreng sesuatu di dapur.

Kita menunggu Soojung unni.” Mijoo berbisik, seolah mencoba menjawab kebingungan Jinri.

Jinri mengangguk, aku kan tidak bertanya.

“Yang di paling ujung itu, namanya Yoo Jiae.” Mijoo kembali berbisik, menunjuk pada seorang gadis berabut panjang lurus dengan wajah seperti bayi yang sedang bercanda dengan pria dihadapannya. (Jinri menyimpulkan Mijoo memang suka bicara tanpa ditanya, tidak masalah, toh dia perlu mengenal semua penghuni asrama ini.) “Cantik bukan? Semua penghuni pria memperlakukannya seperti adik sendiri. Tidak mengherankan sih, dia kan sudah tiga tahun lebih disini.”

Jinri mengangkat alisnya heran, tiga tahun lebih? Berarti ...”semester tujuh?” tapi wajahnya terlihat sangat muda.

Nu-uh, semester lima di teater. Dia sudah tinggal di asrama sejak sekolah menengah.”

Jinri mengangguk, memang jarang ada siswa sekolah menengah yang bisa tinggal di salah satu asrama universitas hanguk, tapi Jinri sendiri juga sudah tinggal di asrama S sejak sekolah menengah, jadi dia tidak begitu kaget.

“Di sebelahnya adalah Park Myungeun. Semester tiga di kedokteran. Jenius, tapi tidak banyak bicara. Tapi aku rasa, mereka yang jenius memang tidak banyak bicara.”

Jinri mengangguk setuju, memandangi Myungeun yang sibuk membaca buku tebal di bawah meja.

Di sebelahku adalah Ryu Sujeong.” Suara Mijoo berubah menjadi lebih kecil, mungkin karena Sujeong berada tepat di sebelah kanannya. Tapi menurut Jinri Sujeong tidak bisa mendengarkan perkataan mereka dengan headset yang menyumbat telinganya. Mahasiswa baru di farmasi. Dia menyenangkan ...dulu.”

“Dan dia?” Jinri menunjuk pada pria yang duduk di paling kanan, berhadapan dengan kursi yang masih kosong. Pria itu tampak sedang fokus membaca bukunya, tidak menghiraukan suara tawa menggelegar pria disebelahnya. Jinri tau pasti siapa pria ini; Kim Sunggyu yang terkenal dari jurusan kedokteran. Tapi Jinri tetap bertanya pada Mijoo.

“Kim Sunggyu, lulus dari jurusan kedokteran dalam tiga tahun dan sedang menempuh strata duanya tahun ini. Aku dengar Kim Sunggyu menolak tawaran beasiswa dari Stanford.” Mijoo memandang Kim Sunggyu dengan kagum. “Dia memang terlalu serius dan kadang pemarah, tapi tidak masalah.”

“Disebelahnya, yang sedang tertawa itu Jang Dongwoo. Semester tujuh di matematika.” Mijoo tersenyum kecil begitu melihat wajah heran Jinri. “Oh aku juga tidak percaya pada awalnya, Dongwoo memang tidak terlihat.....” Mijoo melirik Dongwoo yang sedang menertawakan bentuk kentang rebus dihadapannya “.....sepintar itu. Tapi bahkan Kim Sunggyu harus mengakui kejeniusannya.”

“Lalu tiga yang berjejer itu, semuanya ada di semester lima. Nam Woohyun di biologi. Lee Howon –tapi dia memaksa kami memanggilnya Hoya, dari psikologi. Dan Lee Sungyeol dari teater.”

Jinri mengangguk, Nam Woohyun banyak dikenal di kalangan wanita karena hobi menggombalnya. Lalu Howon, Jinri ingat temannya dulu dari asrama C adalah penggemar Howon (namanya Eunji, mahasiswi jurusan teater, gadis ini pandai bicara tapi begitu Howon lewat di depannya dia akan berubah menjadi gadis paling pendiam sedunia –“Howon itu pendiam Jinri! Dia pasti akan tertarik pada gadis yang tidak banyak bicara!”). Dan mengenai Lee Sungyeol, Jinri tidak begitu mengenalnya tapi Jinri yakin dia pernah melihat Sungyeol berakting pada drama kampus beberapa kali (dia memerankan burung hantu pada acara penerimaan murid baru tahun ini.)

Jinri melirik Sungyeol yang langsung tersenyum begitu melihat Jinri, tampaknya dia sudah sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka, “Halo, aku Lee Sungyeol. Kamu mungkin tidak tau, tapi aku sudah sering memainkan drama dan mendapat berbagai peran utama!”

Jinri baru ingin mengatakan kalau dia memang tau Sungyeol, dan peran burung hantu bukanlah peran utama, tapi Jinri tidak sempat menyampaikan pendapatnya karena Sungyeol langsung memperkenalkan pria paling tampan sedunia yang duduk disebelahnya.

“Ini Kim Myungsoo, dia mendapat beasiswa penuh untuk Kedokteran. Dan dengan bangga aku bisa bilang kalau si jenius ini adalah sahabatku.” Sungyeol merangkul Myungsoo, sementara pria disebelahnya hanya mengerang lalu melepaskan rangkulan Sungyeol, dan kembali melakukan kegiatan sebelumnya (itu jika tidak melakukan apapun bisa dihitung sebagai kegiatan).

“Dia sedikit pemalu.” Sungyeol tertawa, lalu menatap Jinri penasaran. “Dan siapa kamu?”

“Oh!” Mijoo disebelahnya berkata dengan suara keras “aku belum tau siapa namamu.”

Jinri mengalihkan pandangannya dari Kim Myungsoo dan memutar bola matanya kesal. Dia baru sadar?

 “Aku Choi Ji-“

“Maaf aku terlambat!” seorang wanita masuk dengan terengah-engah dan (lagi-lagi) memotong acara perkenalan Jinri. “Ada beberapa masalah di kampus tadi jadi....” perkataan wanita itu terhenti begitu melihat Jinri.

“Kamu... oh! Penghuni baru? Maafkan aku, aku tau ini hari pertama da-“

“Duduk dulu, Soojung.” Sunggyu menggeleng, menutup buku tebalnya dan melepaskan kaca mata baca yang dipakainya. Soojung langsung mengangguk, menggumamkan kata maaf lalu duduk disamping Yoo Jiae.

Oh, jadi Sunggyu adalah sejenis pemimpin tempat ini? (Tidak mengherankan sih, dia yang paling tua di tempat ini dan sungguh, jika Kim Sunggyu memerintahkanmu dengan suara khasnya itu, siapa yang mampu menolak?)

“Oke, karena semua sudah lengkap. Ayo kita mulai acara makan malamnya.” Terdengar suara pekikan yeah! dari Sungyeol yang langsung mendapat pandangan kesal dari Sunggyu (dan entah kenapa, Jinri bisa melihat Ryu Sujeong yang menatap Sungyeol dengan pandangan aneh).

“Sebelumnya, kita kedatangan penghuni baru hari ini.” Sunggyu memandang Jinri, dan Jinri mengartikan pandangan itu dengan cepat perkenalkan diri agar kita bisa segera makan.

“Aku uh, Choi Jinri. Semester tiga di akuntansi. Dan ya, salam kenal.”

Sungyeol tampak baru akan membuka mulutnya saat Sunggyu kembali bicara, “silahkan bertanya setelah makan.”

Dan Sungyeol tidak menolak, karena pria itu langsung mengangguk cepat dan mengambil sepotong paha dari ayam panggang dihadapannya. Lagi-lagi melewatkan pandangan dari gadis di hadapannya.

Jinri melirik Sujeong yang sedang mengupas kentang rebus dengan tangan kirinya, sambil sesekali melirik ke arah Sungyeol. Cinta satu pihak, huh?

 

*****

 

“Apa disini makan malam selalu disediakan?” Jinri bertanya sambil mengambil sebuah pisang di atas meja. Setelah makan malam selesai, hampir semua penghuni memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing (tentu setelah mengucapkan salam perkenalan pada Jinri) menyisakan Jinri bersama Mijoo dan Sungyeol yang masih asik melahap pudding coklat dihadapannya.

“Tidak juga, makan pagi memang selalu disiapkan oleh Nyonya Kim.” Mijoo melirik gadis tengah baya yang sibuk mencuci piring di dapur. “Tapi makan malam hanya disediakan pada saat-saat tertentu.”

“Seperti ulang tahun, liburan keagamaan, atau saat ada penghuni baru.” Sungyeol menambahkan, “oh , pudding ini enak sekali. kenapa Nyonya Kim tidak pernah menyajikannya selama ini?”

Jinri mengangguk, “bagaimana dengan peraturan? Tidak ada yang memberi tahuku mengenai hal itu.”

“Peraturan? Tidak banyak peraturan disini. Yang terpenting adalah tidak ada perkelahian, tidak boleh memutar musik terlalu kencang, pria tidak boleh masuk ke kamar wanita...”

“...tapi sebaliknya wanita boleh masuk ke kamar pria... aku tidak mengerti peraturan ini.” Sungyeol mengeluh.

“Itu disebut keistimewaan wanita. Lagipula jika aku tidak bisa masuk ke kamar pria, siapa yang akan membersihkan kamarmu?”

Sungyeol mengangguk pasrah, dan Mijoo melanjutkan ceramahnya. “Pada pagi hari Nyonya Kim akan datang dan memasak sarapan, kamu bisa makan di asrama, atau diluar. Tidak ada paksaan. Setiap dua hari sekali akan ada Nyonya Jung yang mengambil laundry dan membersihkan asrama, tapi kebersihan kamar ditanggung sendiri. Lalu Nyonya Yoo, pemilik asrama ini akan datang setiap hari minggu untuk mengecek keadaan asrama. Jam malam adalah pukul 10 tepat, dan itu berarti... setengah jam lagi.” Mijoo melirik jam dinding.

“Dan bagaimana jika aku harus pulang setelah jam malam?”

“Hubungi Sunggyu, atau Soojung unnie. Mereka yang memegang kunci untuk asrama ini.”

“Baiklah, aku akan mengingat semua peraturan itu.” Jinri menguap, padahal dia sudah tidur cukup lama tapi tampaknya acara pindahan hari ini begitu menguras tenaganya. “Aku akan tidur, bagaimana dengan kalian?”

“Aku akan menghabiskan pudding-pudding ini.” Sungyeol menunjuk dua porsi pudding (kemungkinan besar milik para gadis yang tidak dihabiskan) dihadapannya.

“Dan aku perlu membicarakan sesuatu dengan Sungyeol. Selamat malam, Jinri.”

Jinri mengangguk, melambai dan mulai menaiki tangga. Sudah pasti ada sesuatu di antara Mijoo dan Sungyeol. Bukan hal yang begitu mengejutkan, di asrama S juga banyak terjadi love line walau yang benar-benar berhasil menjalaninya dapat dihitung dengan satu tangan. Yang paling terkenal, tentu saja Taeyeon dan Baekhyun (nama mereka bahkan terdengar mirip!) dari jurusan kedokteran. Sudah hampir dua tahun mereka bersama, padahal rasanya baru beberapa hari yang lalu (beberapa tahun sebenarnya) Baekhyun yang merupakan mahasiswa baru mengungkapkan cintanya pada senior semester empat itu.

Nah, Jinri harus berhenti memikirkan masalah percintaan orang lain (dan fokus pada masalah percintaannya sendiri yang sebenarnya hampir tidak ada). Jinri mendengus, tiba di lantai dua dan berjalan menuju kamarnya sambil melihat-lihat kamar yang lain. Tampaknya Jinri bukan satu-satunya yang mengantuk disini, karena tampak lampu di kamar dua, tiga, enam, sepuluh, dan dua belas sudah dimatikan. Menandakan para penghuninya yang sudah pergi ke alam mimpi.

 

*****

 

Jinri terbangun pukul delapan pagi, tidak ada jadwal kelas di pagi hari jadi Jinri memilih untuk menggosok giginya dan sarapan terlebih dahulu (karena urusan perutnya jelas lebih penting daripada urusan mandi). Begitu membuka pintu, selembar kertas putih yang tertempel di depan pintunya menarik perhatian Jinri.

“Undangan?” Jinri mengambil kertas itu, membaca isinya sambil menuruni tangga. Isinya kira-kira begini;

Perhatian! Akan diadakan pembunuhan di kamar nomor 11 sore ini, pukul 5:30 tepat.

Diharapkan kepada semua penghuni Asrama W untuk datang dan menonton!

“Oh, ayolah.” Jinri menggeleng bosan, menjejalkan kertas itu ke dalam saku baju tidurnya. Jika memang pembunuhan itu nyata, siapa sih pelaku yang begitu bodoh yang mau mengumumkan rencana pembunuhannya?

Jinri tiba di ruang makan dan mendapati meja besar yang kemarin penuh itu kini hanya berisi tiga orang. Sunggyu, Myungeun dan Ryu Sujeong. Uh, kenapa tidak penghuni lain saja, sih? Paling tidak salah satu dari Mijoo atau Sungyeol akan jauh lebih baik daripada tiga mahasiswa kedokteran yang tidak pernah Jinri ajak bicara ini. (Kalau dipikir-pikir lagi, tampaknya asrama W punya banyak sekali mahasiswa kedokteran.)

Jinri menghembuskan nafas kesal, lalu memilih duduk di sebelah Ryu Sujeong dan mengambil dua potong roti bakar.

Melihat ketiga orang lainnya yang tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing, Jinri mencoba memulai pembicaraan.

“Ada yang ...uh, menerima undangan pagi ini?”

Sujeong hanya membalas satu suku kata; “ya” tapi itu jauh lebih baik dari pada Sunggyu dan Myungeun yang hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang mereka baca di bawah meja. Apa mereka tidak bisa hidup jika tidak membaca buku barang beberapa detik?

“Menurut kalian apa ini sungguhan?”

“Sudah pasti hanya salah satu dari guyonan bodoh Lee Sungyeol.” Sunggyu menggumam kecil, tapi Jinri masih bisa mendengar suaranya dengan jelas karena heningnya suasana di meja makan.

“Guyonan bodoh Sungyeol?”

“Kamar nomor 10 itu, milik Sungyeol.” Sujeong menjelaskan, tangan kirinya sibuk mengoleskan selai ke roti panggang, “dia pernah meminta kami semua datang ke kamarnya –dengan selembaran yang ditempel di tiap pintu kamar, berkata akan menyampaikan satu hal yang benar-benar penting.”

“Dan hal yang benar-benar penting itu adalah?”

“Dia mendapat nilai enam koma lima untuk kelas matematika.” Sunggyu berkata dengan kesal, menutup bukunya, “ini juga pasti tidak lebih penting dari hal itu.”

Sunggyu berdiri dari kursi dan menatap Jinri, “kamu tidak perlu datang.”

Oke, mungkin Jinri tidak akan datang.

 

*****

 

Atau mungkin juga, Jinri datang.

Dengan pertimbangan bahwa tidak ada yang perlu dilakukan dan daripada dia mati kebosanan, Jinri akhirnya memutuskan untuk datang. Lagipula melihat hal bodoh yang akan diperlihatkan Sungyeol nanti jelas jauh lebih menyenangkan daripada duduk diam di dalam kamar.

Dan begitu mendengar suara ribut di kamar Sungyeol, Jinri tau ada banyak penghuni yang juga sama ‘bosan’ nya dengan Jinri.

Di dalam kamar Sungyeol berisi hampir sepuluh orang. Dan Jinri harus mengakui jika dia sedikit kaget melihat Myungeun –ternyata juga datang, sedang duduk di atas tempat tidur Sungyeol, dengan Myungsoo yang berbaring di belakangnya.

“Oh sungguh! Kali ini benar-benar bukan aku.” Sungyeol berdiri di sebelah komputer, wajahnya tampak menahan kesal.

“Lalu siapa? Kamu akan bilang hantu yang menulis dan membagikan surat-surat ini?” Lee Howon, yang menunjukan ekspresi bosannya sedang bersandar di dinding bersama Dongwoo dengan kedua tangan di dada.

“Tidak, tapi mungkin ...Dongwoo Hyung! Apa kau yang melakukan ini? Kita semua tau hyung punya selera humor yang kurang biasa.”

“Hey, bukan aku!”

“Oh, dan kamu sekarang mencoba mencari kambing hitam.” Howon menggeleng, ekspresi wajahnya masih belum berubah.

“Sudahlah.” Kim Myungsoo, pria paling tampan sedunia yang sedari tadi hanya berbaring diam di ranjang Sungyeol akhirnya bicara. “Tinggal tiga puluh detik menuju pukul 5.30, mari kita tunggu dan lihat apa yang terjadi. Dan penghuni baru..”

Jinri melonjak kaget melihat Myungsoo yang menatapnya. “Masuk lah ke dalam, kamu menghalangi pintu.”

Jinri mengangguk, berjalan masuk dan melewati Yoo Jiae dan Soojung yang duduk di kursi komputer, lalu Sungyeol yang berdiri di sebelahnya. (Berarti semua penghuni sudah datang kecuali Sunggyu, Nam Woohyun dan Ryu Sujeong.)

Jinri berdiri di sebelah Mijoo yang sedari tadi sibuk memandangi lemari buku Sungyeol.

“Sungyeol selalu bilang sia-sia saja membersihkan lemari bukunya, pasti akan kembali berantakan lagi. Jadi aku tidak pernah melakukannya.”

Jinri harus bilang dia setuju, lemari buku Sungyeol memang terlihat seperti tidak pernah di bersihkan, buku-buku tebal bertemakan pelajaran, drama, hingga komik dan novel bercampur menjadi satu. Walau berantakan, Jinri harus mengakui Sungyeol memiliki banyak sekali koleksi buku dengan ketebalan yang bisa membuat kepalanya berkukus.

Jinri baru akan mengambil sebuah buku secara random saat lampu tiba-tiba mati –tidak hanya di kamar, tapi diseluruh asrama membuat pandangan Jinri hilang secara total.

“Trik yang bagus, Sungyeol.” Jinri yakin ini suara Howon (dan Jinri bahkan bisa membayangkan wajahnya yang bosan saat mengatakan hal itu.)

“Ini bukan ulahku, Howon!” suara Sungyeol terdengar sedikit bergetar. Tunggu dulu, apa dia ketakutan? Dan Jinri baru sadar. Jika –dan hanya jika, Sungyeol ternyata benar-benar tidak menulis surat itu, dan surat itu bukanlah salah satu dari ‘guyonan bodoh’ Sungyeol, apakah surat itu berarti nyata? Pembunuhan, itu intinya, apa ada yang akan terbunuh hari ini?

“Dimana kamu meletakan senter?” ini suara Myungsoo.

“...di atas lemari buku.”

“Oke, siapapun itu, Mijoo atau penghuni baru, kalian yang berada di dekat lemari buku cepat cari alat penerangan.”

Jinri mengangguk, walau jelas Myungsoo tidak bisa melihatnya, dan mulai mencari senter di atas lemari saat suara pintu dibuka diiringi teriakan seorang wanita -yang terdengar familiar tapi Jinri tidak yakin siapa pemiliknya, terdengar. Tubuh Jinri menegang.

Lalu beberapa detik kemudian, suara teriakan lainnya terdengar. Kali ini suara Sungyeol. Dan suara teriakan Sungyeol berhasil menyadarkan Jinri, Jinri mulai mencari senternya lagi.

Jinri berhasil menemukan senternya saat suara teriakan wanita yang sama kembali terdengar, kali ini lebih nyaring dan memekakan telinga. Begitu Jinri menyalakan senternya ke arah Sungyeol, yang pertama kali Jinri lihat adalah bagian kiri tubuh Sungyeol yang berlumuran darah, lalu Jinri menurunkan cahaya lampu, dan melihat sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak di bawah sana.

Seorang gadis berambut panjang sedang terbaring telungkup dengan pisau yang menembus hingga kebagian punggungnya, darah mewarnai baju putih yang dipakai gadis itu. Astaga. Jinri mengenali siapa gadis ini, tapi tidak berkata apapun. Dan tampaknya tidak ada seorang pun di ruangan itu yang sanggup berkata-kata karena terlalu kaget untuk bicara. Tidak juga Nam Woohyun yang berlari datang lima detik kemudian dan terdiam di depan pintu.

Jinri tidak yakin berapa detik sudah berlalu ketika Sunggyu tiba di lantai dua, dengan wajah kaget dan berkata dengan suara lirih; “Ryu Sujeong.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
no-w-here
#1
Chapter 8: Sudah selesai? I want moaaarree..
Hihihi..
Nice story, dan endingnyaa melegakan (?) Hahahaha..
Ayoo bikin myungli lagii.. aku agak terobsesi sama myungli nih krn baca cerita2 kamu.. kekekeke
babbychoi
#2
Chapter 8: Aaaaah lucu banget sih. Seneng deh Myunglinya nggemesin. Mau dong dibikin Myungli lagi lagi dan lagi.
vanilla133 #3
Chapter 8: Hehehehe. Benar tekaan ku pacarnya sunggyu ,krystal. Myungli lucu deh.
babbychoi
#4
Chapter 7: Jadi Woohyun? Hmm sudah kuduga :v
Yeaaay!!! And finally myungsoo ku sama Jinrikuu
Ditunggu next MyungLi-nyaa ;)
tazkia #5
Chapter 7: Tuh kan bener dugaan aku ternyata si woohyun otak dari semua pembunuhan di asrama W...
Kirain jinri akhir akhirnya pacaran ama sunggyu ehh ternyata ama si ganteng....
Oh iya unni ff yg the truth lanjutin dong plissss padahal aku suka bgt sama jalan ceritanya yg gk ngebosenin....
vanilla133 #6
Chapter 7: Woah~ ternyata beneran woohyun pelakunya. Scene yg akhir sekali manis banget menurutku!! Nggak nyangka rupanya itu alasan jinri pindah ke asrama W. Anyway,I love this story!
babbychoi
#7
Chapter 6: Selalu deg degan baca fic kamu. Yaampun jadi siapa pembunuhnya?
Nam Woohyun kah? Atau justru malah Kim Myungsoo-kuuh???
vanilla133 #8
Chapter 6: Aigoo~ pusing kepalaku mikirkan siapa pembunuhnya. Apa yoojiae orangnya?
babbychoi
#9
Chapter 5: OMG aku makin bingung siapa pembunuhnya, biasanya kan fanfic kakak ngecoh hweheheh
Tapi serius deh ff kakak keren.
Baydewey Myungsoo dikit banget yah sceennya. Padahal kan aku MyungLi shipper hwehehehe :D
Updet soon ya kakak.
tazkia #10
Chapter 5: Kyaaa unni aku bolak balik ngecek update-an unni....
Aku suka bgt sama semua ff unni yg setiap chapter selalu bikin penasaran..
Oh iya unni aku perasaan pernah baca ff unni di blog dan aku lupa namanya...aku boleh minta nama blognya gk???oh iya maafin unni sekarang baru komennya kemaren kemaren jadi silent readers mulu nih huhuhu