Six

New Place

Berapa kadar kafein yang diperlukan untuk membuatku sanggup berdiri hari ini? Jinri meringis, menuangkan tiga bungkus kopi hitam ke dalam gelas berisi air panasnya. Setelah berhari-hari mengalami masalah tidur yang cukup parah, Jinri tidak yakin dia bisa berdiri tegak tanpa bantuan kafein hari ini.

Wow, kamu tidak bisa tidur tadi malam?” Mijoo yang duduk di meja makan melirik kopi di gelas Jinri.

“Dan kamu bisa?”

Mijoo mengangkat bahu, memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Jinri.

“Mana yang lain?” Di meja makan sekarang hanya berisi Mijoo dan Myungsoo yang sibuk memakan roti bakarnya di ujung meja.

“Semua kecuali kita dan Myungeun sudah pergi. Kamu tau ini jum’at, satu hari sebelum pekan jadi semua orang berusaha menyelesaikan urusannya dengan segera.” Mijoo mengambil dua potong roti dan menyerahkannya pada Jinri.

Ngomong-ngomong soal Myungeun, tampaknya kematian Soojung memang sangat mempengaruhi Myungeun, sebab sejak kejadian kemarin gadis itu masih menolak bicara. Belum lagi tadi pagi saat Jinri mengunjunginya Myungeun ternyata terkena demam dan keadaan tubuhnya mulai melemah.

“Aku juga akan segera ke kampus setelah ini, bagaimana denganmu?” Jinri menunjuk tempat selai di hadapan Mijoo. “Selai.”

“Oh, bagus. Kau bisa pergi bersama Myungsoo. Sementara aku,  tugasku hari ini adalah membersihkan kamar Lee Sungyeol. Sudah seminggu sejak aku membersihkan kamarnya, dan hari ini dia bahkan tidak dapat menemukan celana dalamnya sendiri. Tampaknya aku juga harus membersihkan lemari bukunya.” Mijoo mendorong tempat selainya.

“Bukankah Sungyeol melarangmu membersihkan lemari bukunya?”

“Dia hanya takut aku menemukan koleksi majalah dewasanya.” Mijoo tersenyum.

Jinri mengangguk, tidak begitu tahu apa yang harus dibicarakan jadi dia memilih untuk memakan rotinya dalam diam. Begitu banyak pertanyaan yang membingungkan, Jinri merasa menyesali keputusannya pindah ke tempat ini. Sebenarnya apa yang terjadi disini?

“Jinri, apa kau tau? Seorang temanku –namanya Soohyun bilang padaku kalau Suzy bilang kalau Seulgi ternyata-“

Pertama, jika Soojung adalah pembunuh Dongwoo, apa dia juga yang membunuh Sujeong dan Jisoo? Jinri mengambil sedikit selai jeruk, lalu mengoleskan ke rotinya. Berbeda dengan Dongwoo dan Jisoo yang dibunuh dengan obat, Sujeong dibunuh dengan pisau. Apa Soojung juga yang melakukannya?

“Jinri!”

Dan jika memang dia pembunuhnya, apa alasan mereka semua dibunuh? Apa hanya karena satu informasi yang Dongwoo terima dari Sunggyu?

“Jinri!”

Lalu, apa yang sebenarnya di katakan Soojung pada Myungeun? Jinri menghabiskan rotinya yang pertama.

“Choi Jinri!”

Uh, iya?” Jinri mengalihkan pandangannya pada Mijoo yang merengut.

“Kamu tidak mendengarkan pembicaraanku sejak tadi?”

Jinri meringis, lalu menggeleng.               

“Oh, baik aku ulangi lagi. Intinya, dari gosip yang aku dengar ternyata Seulgi itu-“

“Mijoo, apa kamu suka film detektif?”

Lee Mijoo cemberut lagi, walau akhirnya gadis itu mengangguk.

“Jika kamu adalah seorang pembunuh, mungkinkah kamu membunuh seseorang hanya karena satu informasi yang sebenarnya masih ambigu?”

Mijoo terdiam, tampaknya mengerti apa yang sedang Jinri bicarakan. “Setelah dipikirkan lagi, aku tidak suka film detektif. Kamu bisa tanya Myungsoo.”

Jinri beralih pada Myungsoo yang berhenti mengunyah roti, tampaknya juga ikut mendengarkan pertanyaan Jinri sebelumnya.

“Bagaimana denganmu, Myungsoo?”

Myungsoo menghela nafas, lalu menjawab, “tentu saja –jika aku seorang pembunuh, aku tidak akan membunuh seseorang karena satu informasi yang ambigu. Itu hanya akan mengotori tanganku. Kamu tau bahkan dalam pengadilanpun di butuhkan dua bukti untuk dapat membawa perkara ke pengadilan. Ada hal lain yang lebih penting.”

Ini kalimat terpanjang yang pernah dikatakan Myungsoo padanya. Dan Jinri yakin, perkataan Myungsoo benar.

“Aku akan pergi ke kampus sekarang, kamu ikut?” Myungsoo menunjukan kunci mobilnya.

Jinri tersenyum, lalu mengangguk. Setelah dipikir-pikir lagi, dia tidak begitu menyesal pindah ke asrama W.

 

*****

 

Myungsoo adalah pengemudi yang baik, Jinri menyimpulkan. Walau pria ini tidak bicara sedikitpun di mobil tadi, tapi– tunggu dulu, bukankah mobil yang di pakai Myungsoo tadi adalah milik Sunggyu? Jinri menatap Myungsoo yang baru keluar dari sedan putihnya dengan heran.

“Apa?”

“Ini mobil Kim Sunggyu.”

“Lalu? Dia yang meminjamkannya. Lagipula Kim Sunggyu tidak bisa menyetir.” Myungsoo mengangkat bahu.

Jadi Kim Sunggyu memang mempercayai Myungsoo sebanyak itu? Jinri sendiri masih tidak begitu yakin, apalagi pria ini dekat dengan Sungyeol yang notabene-nya adalah orang yang mungkin saja membunuh Soojung.

“Tapi-“

Myungsoo sudah berjalan menjauh saat Jinri mencoba kembali bertanya. Dasar tidak sopan. Jinri merengut, berjalan menuju fakultas ekonomi yang berada di arah berlawanan dengan tempat belajar Myungsoo.

“JINRI!” Sesuatu –atau, seseorang. Merangkul Jinri dari belakang, dan Jinri sudah bisa menebak siapa orang ini.

“Soojung!”

Jung Soojung (bukan Lee Soojung, apalagi Ryu Sujeong) tersenyum jahil pada Jinri, dan Jinri tau apa yang ada dipikiran gadis itu.

“Oh tidak begitu, Jung. Berhenti berpikiran aneh.”

“Sekarang tujuanmu tercapaikan? Berhenti mengelak, kemarin kamu bahkan pergi makan bersama ‘pria paling tampan sedunia’ itu.” Soojung tertawa.

Yeah, makan siang itu berakhir dengan kematian Dongwoo.”

Huh?

“Tidak, kamu tidak perlu tau.” Jinri menggeleng. Kematian Dongwoo, walau sudah di laporkan pada pihak berwajib tampaknya masih menjadi rahasia kecil bagi beberapa orang. Karena anehnya tidak ada mahasiswa yang mengetahui masalah ini, tidak ada satupun media yang meliputnya. Entah berapa banyak uang yang diberikan Nyonya Yoo untuk menutupinya.

Nah, tampaknya tidak hanya kamu yang mendapatkan lelaki paling tampan sedunia.”

“Apa?” Jinri menoleh pada Soojung tidak mengerti.

“Jung Eunji mendapatkan lelaki paling sempurna sedunia-nya.” Soojung menunjuk pada Eunji dan Howon yang berjalan ke arah mereka. Sementara Eunji terlihat sedang berusaha keras menahan ekspresi wajahnya untuk tetap datar, ekspresi Howon justru terlihat kaku dan serius.

“Jinri, kita harus bicara.”

“Apa? Kau akan mengumumkan hubunganmu dengan Eunji?” Jinri tertawa mengejek, melirik Eunji yang tampaknya gagal mengendalikan ekspresinya dan akhirnya tersenyum lebar (apa yang akan terjadi kalau Jinri membeberkan kedekatan Myungeun dan Howon pada Eunji sekarang?)

“Aku tidak bercanda.” Howon menggeleng, mengangkat telepon genggam jenis Iphone keluaran terbaru ...telepon genggam Dongwoo.

Wajah Jinri berubah serius, tanpa mengindahkan Soojung dan Eunji yang menatap mereka bingung, Jinri membawa Howon ke gedung kedokteran, naik menuju ruangan atap tempat mereka bertemu bersama Myungeun sebelumnya.

“Ada apa?”

“Kamu tau aku yang menyimpan telepon genggam Dongwoo. Aku berniat akan menyerahkannya pada Inspektur Jung Yunho hari ini sepulang kuliah, jadi aku membawanya ke kampus. Lalu, kau tau, kadang pelajaran psikologi jadi sangat menyebalkan dan Dongwoo terkadang suka mengambil foto-foto memalukan penghuni as–“

“Intinya, Howon. Tolong langsung ke intinya.” Jinri memotong pembicaraan Howon, tidak menghiraukan dengusan Howon yang kesal karena perkataannya dihentikan.

“Oke, intinya. Aku iseng membuka telepon genggam Dongwoo dan menemukan foto ini sebagai foto yang paling baru.” Howon menyerahkan telepon genggam Dongwoo pada Jinri.

Gambar di dalam telepon genggam memperlihatkan sebuah buku tebal yang pada bagian tengahnya memiliki lubang berisi tiga buah botol kecil dengan cairan putih bening berlabelkan huruf M.

“Botol itu mirip dengan yang ditemukan ada pada jasad Dongwoo, dan Jisoo. Jika dugaanku tidak salah, botol itu berisi racun berbahaya, dan dilihat dari huruf pada labelnya, kemungkinan besar berisi Merkuri.”

“Buku ini tidak asing.” Jinri mengernyitkan dahinya, dia pernah melihat buku ini, tapi entah dimana–

“Lemari buku Sungyeol.” Howon menjawab dengan yakin.

Benar! Lemari buku Sungyeol berisi banyak buku tebal dengan beragam genre. Jadi ini sebabnya Sungyeol selalu melarang siapapun, bahkan Mijoo untuk mendekati lemarinya dan– Jinri tiba-tiba teringat perkataan Mijoo tadi pagi.

Tugasku hari ini adalah membersihkan kamar Lee Sungyeol ..... tampaknya aku juga harus membersihkan lemari bukunya...

Sial.

“Kamu tau dimana Sungyeol sekarang?”

“Dia berniat pulang ke asrama. Aku bertemu dengannya di gedung teater saat ingin mencarimu bersama Eunji tadi.”

“Kita harus segera kembali, Lee Mijoo bisa saja berada dalam bahaya.”

 

*****

 

Lee Howon bukanlah pengemudi yang baik. Andai tidak terburu-buru, Jinri pasti akan lebih memilih mencari Myungsoo terlebih dahulu dan memintanya mengantar mereka ke asrama. Tapi bayangan tentang apa yang akan dilakukan Lee Sungyeol saat melihat Mijoo menemukan obat-obatnya terus menghantui pikiran Jinri. Jadi Jinri hanya sempat mengirim pesan pada Myungsoo, sebelum naik ke dalam mobil pinjaman teman Howon dan menahan diri dari berteriak selama lima belas menit perjalanan yang terasa seperti lima belas jam.

“Sungyeol sudah datang.” Howon menunjuk pada kendaraan Sungyeol yang ada di garasi.

“Aku harap Mijoo baik-baik saja.” Jinri membuka pintu asrama, lalu berlari menuju lantai dua kamar para pria di susul Howon di belakangnya.

Harapan Jinri sayangnya tidak terkabul, karena begitu mereka tiba di depan pintu kamar Sungyeol yang terbuka lebar, hal yang pertama kali Jinri lihat adalah Lee Sungyeol yang sedang memeluk tubuh Mijoo yang terkulai lemah di lantai dengan leher berdarah.

Jinri mendengar suara pekikan, dan dilihat dari bagaimana Sungyeol juga Howon langsung menoleh ke arahnya, Jinri baru sadar suara itu datang darinya sendiri.

“Sial, berapa banyak yang harus kubunuh hari ini?” Sungyeol mengerang lelah, meletakan tubuh tidak bernyawa Mijoo dengan hati-hati, lalu berdiri menuju Jinri dan Howon.

“Apa yang kau lakukan Lee Sungyeol?” suara Howon terdengar kaku, bagaimana cara dia mengendalikan emosinya?

“Tidak ada. Hanya membereskan apa yang harus kulakukan.” Sungyeol mengangkat bahu, memainkan pisau dapur penuh darah di tangannya. “Mereka benar tentang memiliki pacar tidak selamanya menyenangkan. Para gadis terlalu berisik dan begitu suka mencampuri urusan orang lain. Aku sudah bilang padanya berulang kali untuk menjauhi lemari ini, tapi dia tidak pernah mendengarkan.”

Sungyeol menunduk, suaranya berubah lirih. “Padahal aku benar-benar menyukainya.”

“Kau gila.” Masih suara kakunya yang sama.

“Iya, para gadis memang bisa membuatku gila. Kau juga, Howon. Apa yang kau lakukan bersama si tukang ikut campur ini sementara pacar kecilmu sedang diambang kematian?”

“Apa?” suara Howon mulai berubah.

“Oh, kamu tidak tau?” Sungyeol tertawa meremehkan, Jinri ingin memukul wajahnya andai saja Lee Sungyeol tidak memegang senjata. “Apa menurutmu Myungeun hanya terkena demam biasa? Dan kamu bilang kamu adalah dokter?”

Jinri baru akan menjawab kalau dokter dan psikolog adalah dua hal yang berbeda, tapi Howon yang lebih dulu berkata, suaranya semakin keras.

“Apa maksudmu Lee Sungyeol!”

“Polonium –racun radio aktif yang tidak dapat diobati. Dengan 20 ml bisa membunuh seseorang dalam waktu tiga minggu. Dan Myungeun sudah mengkonsumsi dua kali lipatnya.” Sungyeol tersenyum lebar, sementara dari sebelahnya Jinri bisa mendengar suara nafas Howon yang memburu. Sial, dia tidak boleh lepas kendali. “Jinri, kamu jago menghitung kan? Menurutmu berapa lama waktu yang dimiliki Myungeun?”

Howon langsung berlari lalu melancarkan tinjunya pada Sungyeol. Tindakan yang bodoh sebenarnya, karena terlepas dari fakta bahwa tubuh Howon jauh lebih kuat dari pada Sungyeol, Sungyeol mendapat keuntungan karena keadaan emosi Howon yang tidak stabil. Sungyeol dengan mudah mengelak, dan balas menyerang Howon dengan menusukan pisaunya pada bagian perut pria itu, membuatnya jatuh sambil memegangi perutnya yang mengeluarkan darah.

“Aku akan menyelesaikanmu nanti.” Sungyeol tersenyum, berbalik menatap Jinri yang menggeleng, tidak, aku tidak mau mati disini. “Jinri, Jinri, Jinri. Kenapa kamu pindah kesini, sih? Semuanya baik-baik saja sebelum kami pindah. Tidak ada si tukang ikut campur nakal, uh, itu jika Seo Jisoo yang hobi menguping itu tidak dihitung. Dan Ryu Sujeong, aku tau bukan salahnya saat dia tidak sengaja menemukan Soojung sedang mengambil stok racun baru dari lab. Tapi kita harus tetap membersihkan semua debu, kan?”

Sungyeol berjalan mendekat, dan Jinri seharusnya berlari menjauh, tapi kakinya terasa sangat berat untuk digerakan.

“Tapi kemudian kamu datang, lalu menggoda Kim Sunggyu yang sebenarnya tidak pedulian itu, dan menghasut Dongwoo untuk ikut bergabung. Ah, Dongwoo yang malang. Aku selalu menyukai hyung yang satu itu, dia orang yang menyenangkan. Dan Mijoo...” Sungyeol berhenti dua meter di hadapan Jinri, menengok sesaat ke arah jasad Mijoo, Jinri mulai melangkah mundur. “...kami bahkan baru mulai beberapa minggu lalu. Mijoo gadis yang baik, aku harap kami bertemu di kehidupan yang lain.”

Saat Sungyeol kembali mengarahkan pandangannya pada Jinri, Jinri sudah berhasil memperlebar jarak mereka. Tapi Sungyeol tidak kaget, dia justru kembali tertawa meremehkan sambil berjalan mendekat. “Kemana kau akan melarikan diri? Tembok?”

Oh . Karena terlalu panik, Jinri bahkan tidak sadar kalau dia berjalan ke arah tembok, bukannya menuju tangga. Apa ini berarti akhir dari segalanya?

“Jinri, maafkan aku. Dan di atas sana, jika kamu bertemu dengan Mijoo, tolong bilang aku benar-benar menyukainya.” Sungyeol mengangkat pisaunya.

Jinri menutup mata, Ya Tuhan, tolong ampuni semua dosaku. Dan jika kehidupan setelah mati memang ada, tolong masukan aku ke surga. Amen. Jinri menghela nafas, bersiap untuk menerima tusukan pisau Sungyeol, tapi... kenapa dia tidak menusuk juga?

“Buka matamu, orang bodoh mana yang rela dibunuh begitu saja.” Jinri membuka matanya lagi, melihat Myungsoo yang berdiri dengan terengah dihadapannya. Sementara Sungyeol sedang terkapar di lantai. Tunggu dulu, apa dia...

“Masih hidup. Aku memberinya anastesi.” Myungsoo mengangkat suntikan kecil di tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang sebuah kunci berlabel angka 11. “Tidak lama, kurang dari tiga puluh menit. Dan sebelum dia sadar, mari kita amankan dia. Lalu... selamatkan Lee Howon.” Myungsoo menunjuk Howon yang bersandar di dinding kamar Sungyeol sambil memegangi perutnya yang terus berdarah.

 

******

 

“Kamu benar-benar harus diet.” Myungsoo mengerang, meletakkan tubuh Howon ke atas tempat tidur Sunggyu. Darahnya yang merah terlihat sangat kontras dengan sprei putih yang menutupi ranjang, apa yang akan terjadi jika Kim Sunggyu melihat ranjang bersihnya dikotori darah?

“Ini disebut otot, bodoh.” Howon berkata dengan susah payah. Wajahnya yang memucat karena kekurangan darah terlihat cemberut.

“Apa gunanya semua ototmu kalau kau dapat dengan mudah dikalahkan Lee Sungyeol yang kurus?” Myungsoo mendecak, membuka lemari Sunggyu lalu mengambil sebuah kotak putih besar dari dalam.

“Apa kita tidak sebaiknya ke rumah sakit?” Jinri menatap Howon khawatir.

“Sunggyu Hyung akan segera tiba bersama polisi dan ambulans. Sementara itu mari berharap Sungyeol tetap tidak sadarkan diri, dan jika dia siuman, semoga dia tidak memiliki kunci cadangan.” Myungsoo mengangkat bahu, mengeluarkan alkohol, kapas dan alat jahit dari dalam kotak putih besarnya.

“Kunci kamar Sungyeol, suntikan anastesi, kamu pasti mendapatkannya dari kamar Sunggyu.”

Uh-huh.” Myungsoo mengangguk, membersihkan luka howon dengan kapas dan alkohol.

“Dan kamar Sunggyu selalu terkunci, dari mana kamu mendapatkan kuncinya?”

Myungsoo tersenyum, tapi tidak menjawab. Dia justru sibuk menjahit luka Howon. Mencurigakan.

Tidak memakan begitu lama hingga Myungsoo menyelesaikan jahitannya. Apa dia juga sejenius Kim Sunggyu? Tidak mengherankan pria ini mendapat beasiswa penuh dari Universitas Hanguk.

“Lukanya tidak dalam, beruntung Sungyeol tidak begitu pintar mengenai anatomi. Tapi Howon kehilangan begitu banyak darah.”

Jinri mengangguk, syukurlah, kalau begitu masalah selanjutnya berarti.... Myungeun.

“Myungsoo, apa ada penawar untuk Polutium?”

Howon mengerang, wajahnya terlihat panik dan khawatir.

“Aku tidak pernah dengar polutium, tapi jika yang kamu maksud adalah Polonium maka tidak. Tidak ada obat untuk itu.” Myungsoo menjawab, “ada apa dengan Polonium?”

“Myungeun.” Jinri berkata lirih, dasar Lee Sungyeol sialan, berapa banyak lagi yang akan menjadi korban?

oh Sial.” Myungsoo menggeleng, melempar sarung tangannya ke sembarang tempat dan duduk di sebelah Howon di atas ranjang Kim Sunggyu, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Memang sial.” Jinri mengangguk setuju.

“SIAL Kim Myungsoo apa yang kau lakukan pada ranjangku.”

Kim Sunggyu masuk dan memandangi ranjang putihnya yang kemerahan karena darah Howon dengan berang. Kim Myungsoo akan mati hari ini.

“Aku, astaga..” Kim Sunggyu mengerang, lalu menghembuskan nafas kesal. “Jangan pernah lakukan ini lagi, kalau saja kau bukan...

Jinri tidak dapat mendengar gumaman Sunggyu yang terakhir. Kalau bukan apa?

“Maaf, Hyung. Peralatan medisnya berada di kamarmu, sangat tidak efisien untuk membawanya ke atas.” Myungsoo mengangkat bahu, wajahnya tidak menunjukan ekspresi bersalah sedikitpun. Bagaimana bisa dia seberani ini? “Dan tolong hargai usahaku menyelamatkan hidup makhluk ini.”

Sunggyu berjalan mendekati Howon yang terbaring tidak berdaya di atas ranjang, meneliti jahitan yang dibuat Myungsoo dan mengangguk puas.

“Jahitan yang rapi. Tapi Howon kehilangan terlalu banyak darah, ambulans akan datang sebentar lagi.”

“Bagaimana dengan polisi?”

“Langsung ke atas, kalian tidak dengan sirinenya?”

Jinri menggeleng, lalu berjalan membuka pintu kamar Sunggyu. Benar juga, sudah banyak polisi di asrama, beberapa sedang menaiki tangga ke atas. Mungkin karena terlalu tegang dengan pikiran Myungeun tadi, mereka semua sampai tidak mendengar suara sirine dan pintu di buka. Oh, ngomong-ngomong...

“Myungeun.” Jinri berkata, Howon mengerang lagi, walau suaranya menjadi jauh lebih lemah karena kekurangan darah.

“Ada apa dengan Myungeun?”

“Polonium, entah bagaimana caranya tapi Lee Sungyeol memberikan Polonium pada Myungeun.”

“Astaga. Dari mana si bodoh ini mendapatkan obat-obatnya?” Sunggyu menggeleng, melirik Howon yang tampak semakin memucat.”Sial, dia akan segera kehilangan kesadaran.”

“Maksudmu....”

“Tidak mati, belum, tapi bisa saja jika ambulans tidak juga datang.” Sunggyu mengerang, lalu mengeluarkan suntikan kecil dari tas dokternya. “Golongan darah kalian, O kan?”

Jinri bahkan tidak sempat bertanya dari mana Kim Sunggyu tau golongan darahnya, karena begitu Jinri dan Myungsoo mengangguk, Kim Sunggyu langsung mendekati Myungsoo dan menusukan jarum suntiknya.

Oh sial, transfusi darah.

 

******

 

Jinri berpapasan dengan beberapa polisi yang membawa Sungyeol (yang hanya setengah sadar karena anastesinya tampak belum hilang) menuju ruang tengah begitu dia keluar dari kamar Sunggyu. Di belakangnya, beberapa polisi lain membawa kotak berisi buku dan botol-botol obat milik Sungyeol. Sambil menahan kepalanya yang terasa sedikit pusing karena darahnya yang baru saja diambil (dasar Kim Sunggyu sialan!) Jinri melirik obat-obat yang jumlahnya ratusan tersebut. Dari mana Sungyeol mendapatkan semua obatnya?

Di ruang tengah, Myungsoo yang terlihat pucat sedang berdiri mengamati Sungyeol yang didudukan di sofa dengan tangan terikat. Kemungkinan besar menunggu para polisi mengosongkan lemari buku berisi obat-obatannya. Jinri tidak yakin apa itu efek anastesi, tapi Sungyeol hanya diam menundukan wajahnya ke lantai.

Lee Soojung, Lee Sungyeol, Yoo Jiae. Keterlibatan Yoo Jiae masih bersifat ambigu, tidak dapat dipastikan apakah Yoo Jiae benar-benar terlibat dalam pembunuhan Soojung. Bisa saja Jiae benar-benar hanya mencoba menghibur Soojung dengan ikut berbicara mengenai drama yang tidak pernah ada tersebut, kan?

Jinri memasuki ruang tengah, lalu duduk di sofa dihadapan Sungyeol tanpa menghiraukan larangan dua polisi muda yang menjaga Sungyeol. Kedua polisi muda itu tampaknya menyegani Jinri, Jinri menyeringai, mereka pasti bawahan Yunho dan tau siapa aku.

“Lee Sungyeol, apa kamu yang membunuh Seo Jisoo?”

Sungyeol mengangkat kepalanya, lalu tersenyum kecil pada Jinri. Dari matanya yang sudah terbuka lebar, Jinri sekarang yakin efek anastesinya sudah menghilang.

Jinri tidak tau banyak tentang Seo Jisoo, selain bagaimana dia meninggal di tempat ini dengan racun potasium di tangannya. Jinri bahkan tidak tau (dan tidak begitu mau tau) bagaimana wajah Seo Jisoo. Jadi tidak banyak yang bisa dia lakukan untuk kasus ini.

“Bagaimana dengan Ryu Sujeong?”

Kematian Ryu Sujeong masih menjadi misteri. Keadaan yang gelap hari itu membuat Jinri benar-benar tanpa petunjuk. Yang pasti, Soojung tidak mungkin menusuk Sungyeol di sebelah kiri karena dia kidal. Lalu siapa? Semua orang yang berada di kamar Sungyeol hari itu bisa saja melakukannya, bahkan Kim Myungsoo.

Jinri melirik Myungsoo yang masih berdiri menatap Sungyeol. Bagaimana mungkin orang dengan wajah sesempurna ini membunuh seorang gadis? Tidak, mari kesampingkan Kim Myungsoo sekarang. (Jinri harus menghentikan penilaiannya yang terlalu bias ini)

Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya masih ada Sunggyu dan Nam Woohyun yang tidak ikut ke kamar Sungyeol. Tapi Kim Sunggyu berada jauh di lantai satu, sementara Nam Woohyun? Nam Woohyun hanya berjarak satu kamar dengan Sungyeol, apa mungkin?

“Lee Soojung. Hmm, sudah pasti kamu yang membunuhnhya, kan? Kamu membunuhnya dengan kimbab racun ular yang kamu buat sendiri.”

Sungyeol mengangkat bahu, masih tersenyum lebar. “aku tidak pernah membuat Kimbab.”

“Oh ayolah, bukan itu maksudku. Kamu bisa saja membelinya atau apa, yang pasti–“

“Aku juga tidak pernah membeli Kimbab, Jinri.” Suara Sungyeol terdengar aneh. Uh, bagaimana bisa dia menjadi marah hanya karena masalah kimbab? “Aku yang memberikannya, tapi aku tidak pernah membeli Kimbab, apalagi membuatnya sendiri.”

Apa yang sedang dia coba katakan?

“Semua barang bukti sudah dibawa. Ayo berangkat.” Salah satu dari petugas polisi mencoba menarik bahu Sungyeol yang langsung di tepis olehnya.

Sungyeol mendekat, berbicara cukup pelan untuk hanya di dengar Jinri. “Aku akan segera mati, Jinri. Dan kau juga, bila kau tidak berhenti ikut campur.”

Tampaknya Lee Sungyeol tidak sedang mengancam Jinri, pria ini mencoba menyelamatkannya.

 

*****

 

Ambulans datang sepuluh menit setelah Sungyeol meninggalkan asrama. Mobil itu segera pergi membawa Howon yang terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya (Lee Howon berhutang darah padaku! –Jinri membatin), dan bersamaan dengan perginya mobil ambulans, Nam Woohyun dan Yoojiae tiba bersama Nyonya Yoo.

Nyonya Yoo terlihat shock, tapi dia tidak menimbulkan keributan seperti sebelumnya, Nyonya Yoo bahkan tampak tidak sanggup mengeluarkan satu katapun karena begitu masuk ke asrama dan melihat banyaknya anggota polisi di dalam sana, wanita paruh baya itu langsung merosot ke lantai, matanya menatap nanar ke arah para polisi sementara mulutnya mengatakan perkataan lirih yang Jinri tidak begitu yakin apa ...katakan?...akui?

Nam Woohyun menggeleng, mengangkat tubuh lemas Nyonya Yoo dengan mudah dan membawanya ke dalam kamar Soojung di lantai dasar. Saat Nam Woohyun melewatinya, Jinri bisa mendengar dengan jelas perkataan lirih Nyonya Yoo ...aku akan mengatakannya, aku akan mengakui semuanya.... apa ini?

“Kamu mendengarnya?” Jinri menyenggol Sunggyu yang mengangguk, tapi wajahnya terlihat bingung.

“Aku tidak yakin yang dimaksud Nyonya Yoo adalah apa yang kamu pikirkan.”

“Oh, tidak ada salahnya mencoba.”

“Percuma menanyainya sekarang, wanita itu punya masalah emosi yang menyebalkan.” Sunggyu mengangkat bahu, lalu menoleh pada Myungsoo. “Siapkan mobil.”

“Apa? Kemana kamu akan pergi sekarang?”

“Kamu lupa pada Myungeun?”

Oh, iya.

 

******

 

Park Myungeun tidak menolak ketika Sunggyu masuk dan menggendongnya menuju mobil. Dia bahkan terlihat kesulitan untuk sekedar tersenyum. Wajahnya pucat pasi dan tubuhnya terlihat begitu lemah, bagaimana bisa Jinri tidak menyadari keadaan Myungeun dan mengira hal ini sebagai penyakit demam biasa?

Myungeun baru bicara ketika mereka tiba di kamar rumah sakit, tiga kata yang diucapkannya dengan susah payah sambil tersenyum kecil membuat Jinri serasa ingin menangis; “Aku diracun juga?”

Sunggyu yang sedang memasangkan infus ke tangan Myungeun menghembuskan nafas, lalu mengangguk. “Polonium.”

Oh...” Myungeun masih tersenyum kecil, “pasti mati?”

“Harusnya begitu...”

Jinri menoleh pada seorang pria kepala tiga yang memasuki ruangan diikuti Kim Myungsoo di belakangnya. Pria ini adalah pria yang dulu mengautopsi Sujeong (siapa namanya? Junghwan?), jadi Myungsoo juga mengenalnya?

“Dokter biasa akan mengatakan begitu. Tapi aku siapa? Kim Jongwan, aku bukan dokter biasa dan kamu, nona Park, tidak akan mati...”

Kim Jongwan tersenyum, tapi setelah dia keluar dari kamar Myungeun bersama Sunggyu, Myungsoo dan Jinri, senyumannya hilang.

“...tidak hari ini.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
no-w-here
#1
Chapter 8: Sudah selesai? I want moaaarree..
Hihihi..
Nice story, dan endingnyaa melegakan (?) Hahahaha..
Ayoo bikin myungli lagii.. aku agak terobsesi sama myungli nih krn baca cerita2 kamu.. kekekeke
babbychoi
#2
Chapter 8: Aaaaah lucu banget sih. Seneng deh Myunglinya nggemesin. Mau dong dibikin Myungli lagi lagi dan lagi.
vanilla133 #3
Chapter 8: Hehehehe. Benar tekaan ku pacarnya sunggyu ,krystal. Myungli lucu deh.
babbychoi
#4
Chapter 7: Jadi Woohyun? Hmm sudah kuduga :v
Yeaaay!!! And finally myungsoo ku sama Jinrikuu
Ditunggu next MyungLi-nyaa ;)
tazkia #5
Chapter 7: Tuh kan bener dugaan aku ternyata si woohyun otak dari semua pembunuhan di asrama W...
Kirain jinri akhir akhirnya pacaran ama sunggyu ehh ternyata ama si ganteng....
Oh iya unni ff yg the truth lanjutin dong plissss padahal aku suka bgt sama jalan ceritanya yg gk ngebosenin....
vanilla133 #6
Chapter 7: Woah~ ternyata beneran woohyun pelakunya. Scene yg akhir sekali manis banget menurutku!! Nggak nyangka rupanya itu alasan jinri pindah ke asrama W. Anyway,I love this story!
babbychoi
#7
Chapter 6: Selalu deg degan baca fic kamu. Yaampun jadi siapa pembunuhnya?
Nam Woohyun kah? Atau justru malah Kim Myungsoo-kuuh???
vanilla133 #8
Chapter 6: Aigoo~ pusing kepalaku mikirkan siapa pembunuhnya. Apa yoojiae orangnya?
babbychoi
#9
Chapter 5: OMG aku makin bingung siapa pembunuhnya, biasanya kan fanfic kakak ngecoh hweheheh
Tapi serius deh ff kakak keren.
Baydewey Myungsoo dikit banget yah sceennya. Padahal kan aku MyungLi shipper hwehehehe :D
Updet soon ya kakak.
tazkia #10
Chapter 5: Kyaaa unni aku bolak balik ngecek update-an unni....
Aku suka bgt sama semua ff unni yg setiap chapter selalu bikin penasaran..
Oh iya unni aku perasaan pernah baca ff unni di blog dan aku lupa namanya...aku boleh minta nama blognya gk???oh iya maafin unni sekarang baru komennya kemaren kemaren jadi silent readers mulu nih huhuhu