First Meeting

Promise

First Meeting

 

Choi Seungcheol berlari menuruni tangga dengan kedua tangan yang sibuk memasukkan lengan jaket ke salah satu tangannya. Mulutnya tak kalah sibuk bersenandung. Bahkan kakinya melompati tiga tangga terakhir sekaligus.

"Seungcheol, jangan melakukan hal yang berbahaya." Langkah kaki Seungcheol terhenti mendengar suara berat yang sangat tak asing baginya. Namja berambut hitam itu membalikkan badannya. Kedua matanya membulat melihat sosok pria paruh baya di depannya.

"Sejak kapan appa pulang?" Seungcheol tak bermaksud tak sopan. Ia hanya terkejut melihat appanya sudah berdiri di depannya. Setelah hampir setengah tahun tak mengunjunginya.

"Jadi begini cara menyambut appamu? Kau tak merindukan appa?"

Rindu? Seungcheol menggigit bibirnya. Siapa yang tak rindu jika enam bulan sudah tak bertemu? 183 hari tak bertemu? Seungcheol ingin saja lari dan memeluk appanya tak peduli jika appanya nanti terjatuh karena tak kuat menahan berat badan Seungcheol. Tapi ada sesuatu dalam diri Seungcheol yang melarangnya untuk melakukannya. Sesuatu yang juga menahan bibirnya untuk bergerak mengucapkan sesuatu.

"Oh ya, nanti malam bisakah kau makan malam bersama appa?" Tanpa menunggu jawaban dari Seungcheol atas pertanyaan sebelumnya tuan Choi sudah mengalihkan pembicaraan.

"Aku tak bisa." Setelah lama terdiam akhirnya bibirnya berbicara. Tapi bukan kata yang ingin ia ucapkan.

"Kau ingin pergi keluar? Dengan siapa? Bukankah ini hari minggu?"

"Karena ini hari Minggu aku keluar."

Seungcheol tak tahu sejak kapan nada bicaranya berubah. Bukan hanya ia yang menyadarinya. Appanya tampaknya juga menyadarinya. Raut wajah terkejut tampak jelas di wajah tuan Choi.

"Kalau begitu bisakah kau pulang tak terlalu larut?"

Larut? Seungcheol bukan anak kecil yang harus pulang sebelum petang berakhir. Tidur pukul 10 malam. Seungcheol sudah berusia 19 tahun, ia merasa dirinya bebas untuk pulang kapan saja. Lagipula selama ini appanya tak peduli dengan kapan ia sampai di rumah.

"Aku tak janji."

"Appa ingin mengenalkanmu pada seseorang."

Seungcheol yang sebelumnya sudah berjalan untuk keluar menghentikan langkahnya. Ucapan appanya memenuhi pikirannya. Seseorang? Apa appanya akan mengenalkannya dengan kekasihnya? Di usia appanya yang sudah kepala lima? Dan semudah itu appanya melupakan eommanya?

"Jika seseorang itu berusaha masuk ke dalam keluarga ini, aku tak akan pulang."

Seungcheol segera beranjak dari situ untuk segera keluar. Tak memperdulikan panggilan appanya.

Tak ada yang bisa menggantikan eommanya semudah itu. Seungcheol berharap appanya terus mengurusi bisnisnya dan tak pernah pulang jika tau ia akan membawa berita seperti ini.

Seungcheol tak bisa menggantikan sosok eommanya dengan siapapun.

 

**

 

"Oi hyung!" Seungcheol tersenyum tipis melihat sosok jangkung yang tersenyum lebar sembari melambaikan tangan kearahnya. Sebagai balasan atas sambutan yang ramah itu Seungcheol menghadiahinya dengan jaket yang ia kenakan. Jaket itu mendarat sempurna di wajah si namja jangkung.

"Aku lebih menghargai kalau kau melemparkan makanan hyung!" Seungcheol memberikan mehrong pada sosok itu sebelum menaruh bokongnya disamping sosok itu.

"Kau tak biasanya telat hyung." Namja yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya mengeluarkan suara. Tanpa mengangkat kepalanya untuk menyapa Seungcheol. Seharusnya Seungcheol melempar jaketnya pada sosok itu. Ah, mungkin lebih baik jika ia melempar sepatunya.

"Hanya telat 5 menit kau bilang tak biasa?" Seungcheol benar-benar melempar sepatunya kearah sosok itu. Yang sialnya bisa dihindari oleh sosok itu. Merasakan ada bahaya yang mengancamnya, sosok itu memutuskan untuk mengangkat kepalanya sebelum sebuah sepatu berhasil mengenainya.

"Lagipula aku bukan Jisoo yang tukang ngaret. Lihat, jam segini ia belum datang juga." Melupakan kekesalannya karena lemparannya meleset, Seungcheol memilih mengganggu sosok yang tadi menyapanya dengan merebut minuman di tangannya.

"Pasti ia sedang bersama Jeonghan hyung. Baru juga jadian seminggu Jisoo hyung sudah melupakan kita." Sosok itu menampakkan wajah sedih yang dibuat-buat.

"Kau hanya cemburu. Cari pacar makanya!"

"Ya! Kim Mingyu! Sudah berapa kali kubilang aku sudah menemukannya?!"

"Siapa? Pacar? Kau belum menembaknya, ia belum menjadi milikmu. Siapapun bisa mengambil Kwon Soonyoung-mu, Lee Seokmin."

Seokmin, sosok yang berada di sebelah Seungcheol itu memajukan bibirnya. "Aku hanya menunggu ulang tahunnya tiba sebelum menembaknya."

"Aigooo.. dongsaengku ingin menjadi namja romantis, hm?" Seungcheol mengacak-ngacak rambut Seokmin. Yang langsung disambut protes oleh Seokmin.

"Jangan bercanda, Seokmin. Tak ada yang mengalahkanku dalam hal romantis. Kau perlu belajar banyak dariku jika ingin menjadi namja romantis." Mingyu beranjak dari tempatnya duduk dan berjalan mendekati Seungcheol dan Seokmin. Sebelum duduk di sebelah Seungcheol.

"You are gross, not romantic." Ujar Seokmin yang menghadiahinya dengan lemparan botol yang ia rebut dari Seungcheol. Kali ini lemparan tepat sasaran.

"Ya! Kau tak tahu seberapa merahnya wajah Wonwoo hyung sewaktu aku merayunya?"

"Wonwoo malu, Mingyu. Malu kenapa kekasihnya bisa seidiot dirimu." Seungcheol meluruskan. Sebelum dihadiahi teriakan bass yang kencang milik Mingyu. Yang sukses membuat Seungcheol dan Seokmin menutup telinga mereka.

Ketiganya terus membicarakan hal tak penting hingga sesosok namja kurus masuk dengan tas gitar di punggungnya. Tentu ia disambut dengan baik oleh Seungcheol yang melempar satu sepatunya yang tersisa kearah sosok itu.

"Ya! Hong Jisoo! Kau pikir ini jam berapa?!" Layaknya seorang eomma yang sedang marah, Seungcheol berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Seungcheol, eommaku tak mungkin melempar sepatunya padaku. Tidak jika anaknya setampanku. Lagipula kalian belum memulai latihan. Itu artinya aku belum terlambat."

Jika wajah Jisoo terlihat polos, kalian semua telah tertipu oleh wajahnya. There is a devil life inside his angel body.

"Eomma memerintahkanmu untuk segera menyiapkan gitar bututmu itu. Kita mulai latihan."

'Gitar butut' pemberian Jeonghan itu segera terlepas dari sarungnya. Jisoo pun bersiap di tempatnya, di samping Seungcheol dengan bassnya. Seokmin dan Mingyu juga sudah bersiap di tempatnya. Mingyu di depan drum dan Seokmin di depan stand mic.

The Teenz akhirnya memulai latihan mereka dengan benar.

 

**

 

Sosok namja bertubuh mungil itu terdiam menatap bangunan di depannya. Bangunan yang berdiri megah. Bangunan tiga lantai yang luasnya entah berapa berdiri diatas taman yang luasnya melebihi lapangan yang biasa ia gunakan untuk bermain dulu. Bangunan itu hanya rumah, rumah yang tak ia kira akan ia lihat. Rumah yang ia kira hanya ada di negeri dongeng.

"Jihoon, kenapa hanya berdiri saja? Ayo masuk." Ucapan pria paruh baya yang berada beberapa meter di depannya menyadarkannya. Ia mengangguk kecil sebelum mengikuti langkah pria paruh baya itu. Pria baik hati yang mengajaknya pergi dari rumah kecilnya dulu. Pria baik hati yang merupakan raja yang tinggal di istana di depannya.

Jihoon tak bisa menutup mulutnya dengan rapat sejak ia memasuki pintu rumah itu. Tak hanya bagian luarnya saja yang terlihat megah, bagian dalam rumah itu tak kalah megah. Dan pelayan yang menyambutnya di depan pintu benar-benar membuat rumah ini terlihat seperti istana sungguhan.

Lalu siapa ia bisa masuk ke dalam istana?

"Apa Seungcheol sudah pulang?" Pria baik hati di depannya berbicara dengan salah satu pelayan pria di dekatnya.

"Belum, tuan. Tuan muda Seungcheol belum kembali." Pelayan pria itu menjawabnya dengan sangat sopan. Ah, apa pria baik hati di depannya membawanya kesini untuk menjadikannya seperti mereka? Jihoon tak masalah, asal ia bisa menjauh dari orang-orang itu.

"Jihoon, tampaknya anakku belum pulang." Ucapan pria baik hati yang membawanya kesini menyadarkan Jihoon dari lamunannya. Ia tak sadar mereka sudah tiba di ruang makan. Meja besar memanjang terpajang di depannya. Berbagai makanan tersedia di atasnya.

"Tampaknya kita harus makan duluan. Aku yakin kau sudah lapar."

Oh tidak, Jihoon tak pernah melihat makanan sebanyak ini. Dan terlalu banyak makanan asing di depannya.

"Tuan Choi, aku belum lapar. Tak apa jika kita menunggu anak tuan Choi." Jihoon menolak baik-baik tawaran pria baik yang merupakan tuan Choi itu. Tapi perutnya berpendapat lain dengan mulutnya. Suara aneh keluar dari dalam perutnya. Suara yang membuat Jihoon menundukkan kepalanya. Ia bisa mendengar tuan Choi terkekeh pelan.

"Seungcheol tampaknya tak akan pulang hingga larut malam. Jja, kita makan duluan." Tangan besar milik tuan Choi mendorong pelan punggungnya agar ia mendekat ke meja makan dan menyuruhnya duduk disana.

"Dan apa kubilang tentang larangan memanggilku tuan Choi?" Jihoon tersentak mendengar ucapan tuan Choi. Jika ia tak memanggil pria baik hati yang menolongnya tuan, ia harus memanggilnya dengan-

"Panggil aku appa."

Tenggorokkan Jihoon terasa kering mendengar ucapan tuan Choi. Mendadak kedua matanya terasa panas. Appa. Abeoji. Sudah 13 tahun Jihoon tak mengeluarkan kata itu dari kedua bibirnya.

"Tapi kalau kau keberatan, kau bisa memanggilku dengan embel-embel -ssi. Aku tak mau kau tak nyaman denganku, Jihoon."

Dan kedua kelopak matanya terlambat untuk menghentikan air mata yang mengalir jatuh di pipinya. Kehangatan mendadak menjalar ke seluruh tubuhnya mendengar ucapan tuan Choi. Kehangatan yang ia lupa bagaimana rasanya setelah 13 tahun kehilangannya.

Dan kehangatannya bertambah saat kedua tangan tuan Choi membawanya kedalam sebuah pelukan. Pelukan pertama yang ia rasakan selama 13 tahun.

 Air matanya mengalir semakin deras. Ia bukan dibawa untuk dijadikan pelayan. Ia dibawa untuk diangkat menjadi seorang anak. Jihoon rasa ini mimpi. Mimpi yang mustahil terjadi untuknya tapi terlihat nyata. Terlalu nyata, semua yang ada di sekitarnya, kehangatan yang ia rasakan.

Jika ini mimpi, Jihoon tak mau bangun untuk menemukan dirinya kembali di ruangan gelap itu.

 

**

 

The Teenz telah menyelesaikan latihan 5 jam nonstop mereka. Tentu karena permintaan gila sang leader yang tak membiarkan satu pun dari mereka untuk beristirahat. Bahkan saat suara Seokmin mulai serak karena bernyanyi 5 jam nonstop.

"Kalau begini caranya aku bisa kehilangan suaraku saat acara nanti." Keluhan itu keluar dari sang vokal yang baru selesai meneguk satu botol penuh air mineral. Seungcheol yang baru selesai menelpon segera berjalan mendekati yang lain dan duduk di sebelah Jisoo.

"Kau tahu, kita tak boleh mengecewakan fans kita."

Seokmin, Mingyu dan Jisoo bergidik ngeri. Bukan karena ucapan Seungcheol, tapi karena sang leader yang baru saja mengedipkan satu matanya.

"Kau benar, aku tak mungkin mengecewakan Jeonghan." Ujar Jisoo yang mulai tersenyum tak jelas. Membuat tangan Mingyu gatal untuk menjitak hyung yang lebih pendek darinya itu.

"Kau merasa Jeonghan hyung fans nomor satu kita? Tak ada yang mengalahkan Wonwoo hyung! Ia fans nomor satu kita. Ingat hyung, ia fans pertama kita." Mendengar ucapan Mingyu membuat Jisoo memajukan bibirnya. Ia kesal karena yang Mingyu katakan adalah benar.

Diantara mereka berempat Mingyu lah yang pertama kali mengakhiri masa jomblonya dengan menembak Wonwoo satu tahun lalu. Sebelum debut resmi The Teenz. Dan Wonwoo menyatakan dirinya sebagai fans pertama The Teenz yang belum debut saat itu.

The Teenz bukanlah band idol seperti idol-idol yang tengah marak sekarang. Mereka hanya lah band project sekolah. Yang kemudian berdiri sendiri dan membuat markas sendiri. Bukan ruang musik milik sekolah lagi, melainkan studio musik milik Seokmin. Tentu semuanya bebas biaya karena studio ini milik keluarga Seokmin yang mempunyai perusahaan alat musik terkenal di Korea Selatan.

Dengan fasilitas yang mereka dapatkan dan jadwal manggung yang bisa dibilang tak sedikit, hampir seluruh murid terutama murid perempuan menjadi fans mereka. Bahkan murid dari sekolah lain ikut bergabung dengan fanclub yang Wonwoo dirikan. Wonwoo diam-diam merangkap sebagai manager mereka selain sebagai ketua fanclub. Bahkan mungkin sebagai stylist mereka. Seungcheol bangga dengan temannya yang satu itu.

"Ah, itu pasti Wonwoo hyung!" Mingyu melompat dari sofa yang ia duduki mendengar suara ketukan dari pintu studio. Sebelum pintu terbuka dan menampilkan sosok namja kurus jangkung yang membawa sesuatu di tangannya.

"Makan malam semua!"

Betapa baiknya manager mereka, membawakan makanan untuk anak-anak ayam yang kelaparan ini.

Seokmin dan Jisoo langsung menyikat ayam di depan mereka. Mingyu lebih tertarik dengan yang membawa ayamnya dibanding dengan ayamnya. Sementara Seungcheol, tangannya terhenti saat mendengar ponselnya kembali berdering.

Seungcheol mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Sudah tahu siapa yang menelpon dan melihat ponselnya hanya untuk memastikan. Karena ia tak berniat menjawabnya kali ini.

Ponsel yang terus bergetar itu ia letakkan di lantai. Ia memilih untuk memusatkan perhatiannya pada ayam di depannya. Menyantapnya lahap. Ia lupa kalau tadi siang ia tidak makan. Kasihan sekali perutnya.

"Hyung, ponselmu terus berbunyi." Seokmin yang berada di dekat ponsel Seungcheol merasakan getaran dari ponsel itu. Namun saat dilirik Seungcheol hanya mengangkat bahunya.

Seokmin beralih untuk melirik ponsel Seungcheol. Layarnya menampilkan tulisan 'abeoji'. Seokmin tahu Seungcheol tak pernah mengabaikan telepon dari abeojinya karena abeojinya jarang menghubunginya. Waktu telepon yang singkat satu-satunya komunikasi mereka. Jika Seungcheol tak mengangkat telepon dari abeojinya berarti hanya ada satu kemungkinan. Ada masalah antara Seungcheol dan abeojinya.

Tapi Seokmin memilih untuk tak bertanya segera. Ia tak mau merusak mood Seungcheol yang tengah mengisi perutnya. Ia akan bertanya nanti, ketika Seungcheol dan yang lain selesai makan.

 

Lima menit berlalu dan empat box ayam sudah habis dalam waktu yang singkat itu. Ayam-ayam itu sudah masuk ke dalam perut tiga orang namja, minus Mingyu yang asik bersama Wonwoo yang lainnya tak mau tahu apa yang mereka lakukan.

Setelah mengistirahatkan perut mereka sesaat, akhirnya Seokmin angkat bicara untuk memecah keheningan. "Hyung, ada sesuatu yang terjadi sebelum kau datang kesini?"

Ucapan Seokmin cukup membuat Mingyu mengalihkan perhatiannya dari Wonwoo, Jisoo tak jadi menekan tombol hijau untuk menelpon Jeonghan, dan Seungcheol yang tengah memainkan botol di tangannya.

"Appaku pulang." Jawab Seungcheol singkat. Ia membuka tutup botol di tangannya lalu menengguknya.

"Jadi karena itu kau telat tadi hyung?" Seungcheol hanya mengangguk menjawab pertanyaan Mingyu. Sebelum mulai memainkan ponselnya.

Tapi Seugcheol tetap bisa merasakan empat pasang mata menatapnya.

"Baiklah, aku menyerah. Appaku memang pulang tadi siang. Dan seharusnya malam ini aku makan malam bersamanya."

Keempat sahabatnya itu tahu bukan seorang Seungcheol melewatkan waktu makan  bersama abeojinya. Walau Seungcheol sempat mengatakan ia membenci abeojinya beberapa waktu lalu, mereka menganggap itu hanya karena Seungcheol merindukan abeojinya. Mereka tahu Seungcheol bukan tipe pembangkang.

"Ia akan membawa kekasihnya untuk makan malam bersama."

Dan ucapan Seungcheol barusan bisa membuat keempatnya mengerti. Sangat mengerti hingga diantara keempatnya memutuskan untuk tak bertanya atau berbicara lebih lanjut.

Seungcheol sangat menyayangi eomonim-nya. Dan sangat kehilangan setelah kepergian eomonimnya satu tahun lalu. Itu lah alasan Seungcheol membentuk band ini. Untuk melupakan kesedihannya bersama sahabatnya.

Semenjak kepergian eomonimnya, abeojinya mulai lebih menyibukkan dirinya pada pekerjaan. Bukannya abeojinya dari dulu tak sibuk dengan pekerjaannya, tapi abeojinya tak pernah pergi lebih dari satu minggu. Dan eomonimnya selalu ada bersama Seungcheol. Tapi hampir 6 bulan abeojinya tak bertemu dengan Seungcheol. Membuat Seungcheol lebih bergantung pada sahabatnya dibanding abeojinya sendiri.

Seungcheol sangat menyayangi abeojinya. Ia menyayangi kedua orangtuanya. Bagi Seungcheol eommanya tetap bersama mereka. Mereka tetap keluarga yang terdiri dari tiga orang. Maka Seungcheol tak bisa menerima begitu saja saat tahu abeojinya akan membawa kekasih ke rumahnya.

Baru satu tahun sejak eomonimnya pergi. Bagaimana bisa abeojinya mendapat pengganti eomonimnya secepat itu? Seungcheol ingin abeojinya tak pernah menemukan seseorang yang akan menggantikan eomonimnya.

Karena tak akan ada yang pernah menggantikan eomonimnya.

 

**

 

Seungcheol melepas helmnya sebelum turun dari ninja merahnya. Ia berjalan keluar dari garasi menuju pintu belakang rumahnya. Ia ingin sebisa mungkin menghindari appanya. Jika ia masuk dari pintu depan, appanya pasti tahu dan menyuruhnya untuk bertemu dengan orang yang sangat tidak ingin ia temui.

Seungcheol mendorong pintunya, dan terkejut saat menemukan appanya sudah berdiri disana. Dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya.

"Kau tahu berapa lama kami menunggumu?"

"Aku tak meminta kalian menungguku. Lagipula aku tak mau bertemu dengan kekasihmu." Seungcheol berusaha tak takut dibawah tatapan menyeramkan appanya.

"Kekasih?" Wajah menyeramkan itu lenyap seketika. Berganti dengan kerutan di wajahnya yang bertambah. "Sejak kapan appa menyebutkan kekasih?"

Seungcheol tak berkata apa-apa karena tak mengerti apa maksud appanya. Membiarkan pria paruh baya itu mencoba mencerna sendiri maksud ucapan anaknya. Sebelum tersadar dan tertawa.

"Kenapa tertawa?" Seungcheol menatap appanya bingung.

"Kau mengira Jihoon adalah kekasih appa?" Setelah berhasil mengendalikan dirinya dari tawa appanya bertanya.

"Jihoon?" Seungcheol semakin tak mengerti.

"Begitu rupanya.. ikut appa. Appa tunjukkan siapa yang menunggumu bersama appa dari tadi."

Walaupun enggan, karena penasaran Seungcheol tetap mengikuti appanya yang berjalan di depannya. Dari yang ia cerna dari ucapan appanya, terlebih saat appanya yang tertawa saat ia menyebutkan kata 'kekasih', tampaknya ia sudah salah sangka pada appanya.

Hingga mereka tiba di ruang tengah. Dimana Seungcheol tak menemukan sosok wanita dimana pun melainkan seorang namja yang tertidur di sofa. Namja berambut pink dengan ukuran tubuh yang bisa dibilang mungil tidur meringkuk di sofa.

"Lihatlah, kau membuat Jihoon tertidur karena menunggumu."

Seungcheol tak bisa melepaskan matanya dari sosok yang appanya sebut Jihoon itu. Tubuh mungil Jihoon meringkuk di sofa dengan kepala yang bersender pada sandaran sofa. Kulitnya putih, melebihi putihnya kulit Vernon, salah satu adik kelasnya yang merupakan orang campuran seperti Jisoo. Dan rambut pinknya seolah melengkapi kulit putihnya. Seungcheol tak tahu ada orang yang mengecat rambutnya pink.

"Kalau kau melihatnya seperti itu Jihoon bisa terbakar." Seungcheol tersadar dengan ucapan appanya sebelum memasang cengirannya.

"Sebagai tanda permintaan maafmu pada appa karena telah berburuk sangka, bawa Jihoon ke kamarnya. Kamarnya adalah kamar kosong di sebelah kamarmu."

Seungcheol menatap appanya tak percaya. "Ia akan tinggal disini?"

"Kenapa? Kau keberatan?"

"Keberatan dengan makhluk semanis ini tidur di sebelah kamarku? Oh, terima kasih appa!" Tuan Choi terkekeh mendengar jawaban anaknya sebelum keduanya sama-sama mengedipkan matanya.

"Padahal aku membawanya kesini untuk kuangkat jadi anak."

"Tambahkan appa. Aku akan membuatnya menjadi anak menantumu."

"Kau sudah sefrustasi itu menjomblo huh?"

"Appa!"

"Ssstt! Kau akan membangunkan Jihoon. Cepat bawa ia ke kamarnya."

Memilih tak bisa tinggal bersama appanya lebih lama jika tak mau appanya mengungkit tentang kejombloannya, Seungcheol berjalan mendekati Jihoon. Perlahan ia meligkarkan tangannya di bahu dan kaki Jihoon. Mengangkatnya perlahan agar namja itu tak terbangun.

Ringan. Seungcheol tak tahu ada orang seringan dirinya. Seungcheol akan memastikan namja di gendongannya menambah berat badannya setelah tinggal disini.

"Ingat Seungcheol, taruh ia di kamarnya, bukan kamarmu."

Oh, crap. Appanya tahu apa rencananya.

 

TBC

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
xiaoweilu #1
Chapter 3: Ini menarik banget, kenapa ga diterusin? Fighting thor!
scoupstu #2
Chapter 1: ngakak bacanya duh anak polos kek uzi gaboleh dimasukin ke kamar lu ya cheol inget
malah cheol seneng langsung mau minta kawin wkwk
xoinspirit
#3
Chapter 3: reader baruuu~~ update donggg huhu rame banget
niasyadiera #4
Chapter 1: aeaeae~~ cute sekalaaayyy aaw! ih ternyata ada juga yg bikin ff jicheol pake bahasa indonesia :"3
GipetSevoINA #5
Chapter 3: JAEBUM MASA JAHAT BANGEEETTTT TT^TT Jihoon mukanya lucu gtu ko di bully siii??? TTTT^TTTT btw subs baru nih!!! Hhehehe :DD di update yaa author-nim ffnyaaa seeu bgttt ><><
ssant0kki21 #6
Chapter 3: Eiyyy suka ceritanya~ emesh emesh gimana gitu~ ㅋㅋ (and if you don't mind, please add more soonseok? ㅋㅋㅋㅋ) update more~~
Ai_Fang90 #7
Chapter 3: Wow,keren ceritanya^^
Updatenya ditunggu ya~
namyu_fmoon #8
Chapter 3: OHMAYGAWD!!!! MY SOONSEOK FEELSSSSSS!!! AND JIHAN TOOOOOOO!!! DAN ANA NGGA BISA BAYANGIN BETAPA CUTE NYA JIHUNIIIIIIIIIII!!!! OMFGGGGGGG