New Friends

Promise

New Friends

 

Jihoon terbangun setelah tak sadar dirinya tertidur saat menunggu semalam. Kedua bola matanya terbuka seketika saat ia ingat seharusnya ia menunggu anak dari tuan Choi. Tangannya menyibak selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya sebelum ia melompat turun dari tempat tidur. Ia melangkah menuju pintu yang berada di depannya. Namun hanya beberapa langkah kakinya terhenti.

Otaknya mencoba mereka ulang apa yang ia lakukan tadi. Membuka mata, menyibak selimut, melompat turun dari tempat tidur, dan berjalan menuju pintu. Kenapa ia melakukan semua itu jika seharusnya ia berada di sofa di ruang tamu?

Maka Jihoon memutar badannya, sementara matanya menatap baik-baik apa yang ada di sekelilingnya. Tempat tidur king size dengan selimut yang berantakan berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Meja kecil berada tepat di samping tempat tidurnya. Lurus dari tempatnya berdiri terdapat jendela besar dengan tirai yang masih tertutup menghalangi matahari masuk. Ada lemari besar yang berada disamping meja rias. Dan satu pintu lain selain pintu yang Jihoon akan hampiri tadi.

Sejak kapan ia berada di dalam sebuah kamar? Siapa yang memindahkannya kesini? Apa tuan Choi? Atau para pelayan? Kalau begitu ia sangat merepotkan di hari pertamanya tinggal disini. Ia bahkan meninggalkan tuan Choi menunggu anaknya pulang sendirian. Dan yang paling parah, Jihoon tak memberi salam dan memperkenalkan diri pada anak tuan Choi yang mungkin semalam pulang saat ia tertidur.

Jihoon kembali berjalan untuk membuka pintu yang dari awal ingin ia buka. Ia longokkan kepalanya sesaat melihat keadaan sekitar. Namun ia hanya melihat lorong panjang dan beberapa pintu lainnya. Merasa tak bisa tinggal diam setelah kejadian semalam, Jihoon memutuskan untuk mencari dapur rumah ini. Ia akan memasak sarapan untuk penghuni rumah ini.

Tapi sayangnya Jihoon lupa kemarin tuan Choi belum menunjukkan bagian atas rumahnya. Jihoon yakin ia berada di lantai dua rumah tuan Choi karena semua pemandangan di sekitarnya sungguh asing. Jihoon tak ingat ada lukisan seorang malaikat yang terpajang di ruang tengah tempatnya berada sekarang. Dan sofa yang ada di ruang tengah itu juga berbeda sengan sofa di bawah sana.

Dan Jihoon tak bisa menemukan tangga untuk turun.

"Tuan muda Jihoon," tubuhnya tersentak mendengar suara di belakangnya. Refleks ia segera membalikkan badannya. Seorang pria yang mengenakan baju pelayan sudah berdiri di depannya.

"M-maaf jika aku berjalan-jalan di rumah ini. Aku hanya ingin ke bawah untuk ke dapur."

"Dapur? Apa tuan muda Jihoon lapar?"

"A-ah, bukan begitu. A-aku ingin membuatkan sarapan untuk tuan Choi dan anaknya sebagai tanda terima kasih sudah mengizinkanku tinggal disini. Karena hanya itu yang bisa kulakukan."

Pelayan itu tersenyum. "Tuan muda Jihoon tak perlu melakukan itu. Tuan Choi sudah memerintah kami para pelayan untuk melayani tuan muda Jihoon seperti tuan muda Seungcheol. Sarapan akan siap dalam sepuluh menit. Tuan muda Jihoon bisa mandi lebih dulu dan bersiap. Ini seragam tuan muda Jihoon."

Pelayan itu menyerahkan seragam biru muda yang sedari tadi berada di tangannya. Jihoon menerimanya dengan bingung. Untuk apa seragam ini? Ini bukan seragam sekolahnya.

"Mulai hari ini tuan muda Jihoon akan bersekolah di sekolah yang sama dengan tuan muda Seugcheol. Semuanya akan saya siapkan selagi tuan muda mandi. Semua peralatan sekolah akan saya masukkan ke dalam tas tuan muda. Sebaiknya tuan muda segera mandi agar tak terlambat."

Jihoon masih tak percaya dengan ucapan pelayan di hadapannya. Tapi kakinya tetap melangkah untuk kembali ke kamarnya, mengikuti si pelayan yang berjalan di depannya.

Rasanya Jihoon masih berada di tempat tidur yang empuk dan belum bangun sekarang. Mungkin jika Jihoon tersandung dengan karpet yang berada di sepanjang lorong ini mimpinya akan berakhir dan Jihoon akan kembali ke tempat gelap itu.

Jika benar maka Jihoon ingin ia tak bangun selamanya.

 

**

 

Seungcheol menatap langit-langit kamarnya dengan senyum lebar yang sudah muncul sejak ia terbangun tadi. Sudah 30 menit ia habiskan waktunya menatap langit-langit kamarnya. Merupakan hal yang sangat tak biasa seorang Choi Seungcheol bangun sepagi ini.

Di benaknya masih jelas wajah Jihoon yang memerah senada dengan rambutnya. Suara lembut Jihoon juga masih terngiang-ngiang di telinganya. Dan bagaimana Seungcheol mengingat tinggi Jihoon yang hanya selehernya saat ia berdiri di hadapannya.

Seungcheol mengingat jelas semua yang terjadi di mimpinya. Dan sekarang ia tak bisa berhenti tersenyum seperti idiot.

"Kenapa ia begitu menggemaskan?" Seungcheol bertanya pada langit-langit kamarnya. Membuatnya semakin terlihat seperti seorang idiot.

"Apa ia sudah bangun? Aku ingin melihatnya lagi. Dan ia belum memperkenalkan namanya padaku." Layaknya berbicara pada orang, Seungcheol terus berbicara pada langit-langit kamarnya.

"Oh tidak aku sudah gila!" Seungceol membalik tubuhnya hingga sekarang wajahnya berada diatas bantal. Seungcheol baru saja mengakui dirinya gila.

Choi Seungcheol terlihat kuat, badannya pun tegap dan berisi. Ia aktif dalam kegiatan olahraga di sekolah. Ia terkenal sebagai bassist tampan di bandnya. Suaranya yang tegas bisa membuat suasana riuh menjadi hening seketika. Ia terlihat sempurna untuk boyfriend materials.

Hanya satu kekurangannya, ia lemah dengan namja imut. Semua pacarnya dulu adalah namja yang terkenal dengan keimutannya. Dan Seungcheol yakin, Jihoon lah namja imut selanjutnya yang akan menjadi miliknya.

Sekarang ia terlihat seperti playboy. Memang banyak namja imut yang menjadi mantannya, tapi terakhir kali Seungcheol menjalin hubungan adalah satu tahun lalu. Setelah kepergian eomonimnya, tak ada satu pun namja yang berhasil membuatnya lupa dengan kepergian eomonimnya. Tidak sampai Seungcheol melihat Jihoon tadi malam. Meringkuk seperti kucing yang mencari kehangatan.

Tok tok tok

Seungcheol menatap tajam kearah pintu kamarnya saat mendengar ketukan disana. Ia tak suka ada yang mengganggu waktunya menghayal.

Setelah beberapa saat tak ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Maka Seungcheol meneriakkan kata "Masuk!" Mengira pelayan pribadinya yang akan menyiapkan baju seragam untuknya. Dan tentu untuk membangunkannya karena biasanya jam segini ia masih sibuk membuat Pulau Jeju di bantalnya.

Pintu kamarnya terbuka sedikit. Seungcheol mendudukkan tubuhnya dengan malas. "Han-nim, aku sudah bangun. Tapi bisakah kau membiarkanku di tempat tidurku lima menit lagi sebelum menyuruhku mandi?"

"Ba-baiklah kalau begitu,"

Seungcheol terkejut saat yang ia dengar bukanlah suara Han-nim. Suara itu lembut, tak tegas dan berat seperti milih Han-nim. Dan suara itu terdengar sangat pelan sehingga Seungcheol hampir tak mendengarnya.

Dan entah kenapa kakinya bergerak sendiri untuk mendekati pintu kamarnya yang perlahan tertutup. Begitu juga dengan tangannya yang bergerak sendiri untuk menahan tangan yang hendak menutup pintu itu. Tangan putih yang tentunya bukan milik Han-nim.

Seungcheol membuka pintu kamarnya lebih lebar, membuat si pemilik tangan putih melepaskan tangannya dari gagang pintu. Dan Seungcheol tak bisa lebih terkejut saat melihat siapa yang berdiri di depannya.

Jihoon berdiri di depannya dengan wajah yang tak kalah terkejut akibat apa yang Seungcheol lakukan barusan. Tubuh mungilnya sudah berbalut blazer biru muda dan celana krem. Seragam yang sama dengan seragam sekolahnya.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat dengan ekspresi terkejut yang belum hilang. Hingga Jihoon lah yang tersadar lebih dulu dan membuka mulutnya. "M-maaf mengganggumu. Aku meminta izin Han-nim untuk membangunkanmu. M-maaf jika aku lancang." Jihoon membungkukkan badannya 90 derajat.

Tapi Seungcheol belum juga berhasil menghilangkan keterkejutannya dan masih menatap Jihoon dengan mulut yang terbuka cukup lebar.

"A-aku Lee Jihoon. Tuan Choi membawaku kemari kemarin. M-maaf semalam tak bisa memperkenalkan diri padamu saat kau pulang."

Setidaknya dengan Jihoon memperkenalkan dirinya membuat Seungcheol tersadar dan mengubah wajah terkejutnya dengan senyuman yang langsung muncul di wajahnya. "Aku Choi Seungcheol. Dan siapa yang kau panggil tuan Choi? Kupikir appa sudah memberitahumu untuk tak memanggilnya dengan sebutan itu."

Rona merah muncul begitu saja di wajah Jihoon tanpa bisa Jihoon kendalikan saat melihat senyuman Seungcheol. "A-aku belum terbiasa."

"Kalau begitu biasakanlah." Dan lagi-lagi tangan Seungcheol bergerak dengan sendirinya untuk mengacak-ngacak rambut merah muda milik Jihoon. Mempergelap warna merah yang muncul di wajahnya.

"Tuan muda Seungcheol," dan kali ini suara Han-nim benar-benar terdengar jelas di telinga Seungcheol. Membuat namja bermarga Choi itu melirik sosok pelayan yang berdiri tak jauh dari tempat ia dan Jihoon berdiri.

"Iya iya. Aku mandi." Seungcheol membalikkan badannya untuk masuk ke kamarnya. Sebelum menutup kamarnya dengan benar, Seungcheol melongokkan kepalanya dan menatap Han-nim. "Oh ya, terima kasih sudah membiarkan malaikat ini membangunkanku."

Dan pintu kamar Seungcheol tertutup rapat, meninggalkan Jihoon yang menundukkan wajahnya. Sekarang warna merah itu sudah menjalar hingga ke telinganya. Akibat wink yang Seungcheol berikan sebelum menutup pintunya. Dan Seungcheol memanggilnya apa tadi? Malaikat? Tak ada yang pernah memanggilnya seperti itu sebelumnya.

Jihoon tak mengerti kenapa ia merasakan wajahnya sepanas ini. Ia memang orang yang pemalu. Tapi ia tak pernah separah ini dan terlihat bodoh di depan orang yang akan menjadi 'kakak'nya itu.

Han-nim hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum ikut masuk ke dalam kamar Seungcheol untuk menyiapkan seragam tuan mudanya itu.

 

**

 

Ini sarapan terenak yang pernah Seungcheol rasakan. Ia tak pernah tahu koki di rumahnya bisa memasak seenak ini.

Ah, mungkin karena Seungcheol memakannya sambil menatap Jihoon yang duduk di depannya.

Seungcheol sedikit tak terima saat Jihoon lebih memilih duduk di sebelah appanya dibanding duduk di sebelahnya. Tapi kemudian bersyukur karena dengan Jihoon duduk di depannya ia mendapatkan pemandangan yang indah di pagi hari.

"Jihoon, apa Jang-nim sudah menyiapkan semua peralatan yang kau butuhkan untuk sekolah nanti?" Seungcheol sedikit terkejut saat appanya berbicara. Ia tahu appanya sangat melarang pembicaraan saat makan berlangsung.

"S-sudah. T-tuan Choi apa ini tak terlalu berlebihan? Maksudku bersekolah di sekolah yang sama dengan Seungcheol hyung?"

Seungcheol hyung? Jihoon lebih muda darinya?

"Kenapa berlebihan? Aku senang kau satu sekolah denganku. Kita jadi bisa lebih dekat kan?" Seungcheol memotong appanya yang akan berbicara. Tak memperdulikan tatapan tajam yang diberikan appanya.

"A-aku rasa tak pantas jika aku bersekolah di sekolah yang sama dengan Seungcheol hyung. Aku tak pernah masuk ke sekolah elit seperti itu."

Jihoon terlihat menggemaskan karena sedari tadi ia hanya memainkan sendok dan garpu di tangannya. Tampaknya mencoba berbicara pada appanya dan dirinya masih sulit untuk Jihoon.

"Jihoon, jangan panggil aku tuan Choi, kau ingat kan? Dan soal kau yang bersekolah di sekolah Seungcheol karena itu lebih dekat dari sekolahmu yang lama. Dan dengan begitu Seungcheol juga bisa mengawasimu dan kalian bisa lebih dekat. Maaf jika sebelumnya aku tak memberitahumu dan meminta pendapatmu."

Jihoon menghentikan pergerakan sendok dan garpu di tangannya lalu menatap tuan Choi yang melanjutkan ucapannya. "Dan kau akan lebih aman jika berada jauh dari tempat itu."

Seungcheol tak mengerti kenapa ucapan appanya yang terakhir membuat Jihoon menundukkan wajahnya. Pasti ada sesuatu. Lagipula Seungcheol tak tahu bagaimana ceritanya appanya bisa membawa Jihoon kesini. Pasti perubahan raut wajah Jihoon dan ucapan appanya ada hubungannya.

Seungcheol memutuskan untuk bertanya pada appanya nanti malam karena ia dan Jihoon harus berangkat sekarang. Ia harus mengantarkan Jihoon ke ruangan kepala sekolah untuk menentukan Jihoon akan ditempatkan di kelas mana.

Setelah berpamitan dengan appanya dan masuk ke dalam mobil yang membawa mereka ke sekolah, Jihoon tak berbicara sama sekali. Raut wajahnya juga masih sama seperti saat appanya mengatakan hal itu.

"Jihoon," beruntung setidaknga Jihoon tak meghiraukan panggilannya. Namja mungil yang duduk di sebelahnya itu sekarang menatapnya. "Nanti akan kukenalkan kau dengan sahabat-sahabatku. Mereka sedikit gila, tapi dua diantara mereka seumuranmu. Jadi kupikir kau bisa beradaptasi dengan mereka."

Seungcheol mengurungkan niatnya untuk menayakan apa maksud ucapan appanya pada Jihoon. Ia tak mau merusak mood Jihoon lebih parah. Dan ia berniat memperbaiki mood Jihoon yang sedikit rusak sekarang.

"Hyung mau menceritakan seperti apa sahabat-sahabatmu?" Seungcheol tak bisa menahan dirinya untuk tak tersenyum lebar saat ia berhasil membuat Jihoon tertarik untuk berbicara.

"Kupikir tak akan cukup untuk menceritakan tentang mereka dan kebodohan mereka sebelum kita sampai ke sekolah. Mungkin aku akan memberitahumu secara garis besar saja." Seungcheol mengeluarkan ponselnya dari saku blazernya dan sibuk mencari fotonya dengan para sahabatnya untuk ditunjukkan pada Jihoon. Melalui sudut matanya Seungcheol bisa melihat Jihoon yang menunjukkan perhatian penuh padanya.

"Ini mereka. Yang pertama kali menangkap perhatianmu pasti namja berambut panjang ini. Ia Yoon Jeonghan. Banyak murid perempuan yang iri padanya karena ia lebih cantik daripada mereka. Atau mungkin karena ia berhasil mendapatkan hati si tampan Hong Jisoo. Ia yang berdiri sambil merangkul Jeonghan. Ia teman sekelasku dan merupakan campuran Korea-Amerika. Hobinya mengomel dengan bahasa Inggris. Dan yang berdiri di sebelahnya adalah Jeon Wonwoo. Ia sekelas dengan Jeonghan dan merupakan siswa teremo yang mungkin baru kau temukan. Lihat saja saat ia diam seperti itu."

Jihoon mendekatkan tubuhnya kearah Seungcheol saat namja itu menjelaskan satu persatu sahabatnya. Jihoon memperhatikan baik-baik wajah mereka dan tersenyum saat Seungcheol mengumbar satu kebodohan yang pernah mereka lakukan.

"Ini Kim Mingyu, ia kekasih Wonwoo. Ia seumuran denganmu dan aku benci mengakuinya. Kenapa? Karena ia lebih tinggi dariku. Dan ia lebih jago dalam olahraga dibandingku. Hobinya adalah menghadiahi Wonwoo dengan rayuannya yang bisa membuat kami muntah mendengarnya. Ia bilang sih ia namja paling romantis satu sekolahan."

Jihoon terkekeh melihat wajah Mingyu di foto yang Seungcheol berikan. Sementara yang lain tersenyum kearah kamera, Mingyu dan satu namja lain yang belum Seungcheol sebutkan namanya malah membuat wajah aneh.

"Ini Lee Seokmin. Ia orangnya ramah. Sangat. Kau bisa dekat dengannya hanya dalam hitungan menit. Ia juga seumuranmu. Dia adik kesayanganku, iya setidaknya sebelum kau datang. Kurasa jika kau bergabung dengan kami, kau lah yang akan menggantikan posisinya."

Jihoon sedikit terkejut mendengar ucapan Seungcheol. Terlebih saat ia menemukan Seungcheol tengah menatapnya sekarang. Berusaha mengalihkan perhatian Seungcheol, Jihoon memilih bertanya. "Apa ia kekasihmu?"

"Huh?" Seungcheol mengangkat satu alisnya.

"Maksudku, Jeonghan hyung dan Jisoo hyung bersama. Begitu juga dengan Wonwoo hyung dan Mingyu. Semua yang ada di foto ini berpasangan begitu juga kau dan Seokmin kan?"

Seungcheol terdiam sesaat sebelum tawanya pecah. "Kau bercanda, Jihoon. Mana mungkin aku memacari orang seberisik dan menyebalkan seperti Lee Seokmin? Walaupun ia adik kesayanganku ia adalah urutan pertama di barisan orang yang sering kujaili."

Kali ini Jihoon yang terdiam hingga tawa Seungcheol berhenti. "Apa itu artinya kau akan menjahiliku juga?" Jihoon berujar dengan suara pelan. Amat pelan tapi masih bisa terdengar oleh Seungcheol.

"Kenapa kau berpikiran begitu?"

"Karena kau bilang aku akan menggantikan posisinya sebagai adik kesayanganmu. Kau menjahili Seokmin yang merupakan adik kesayanganmu itu artinya aku juga akan kau jahili seperti Seokmin."

Jihoon menundukkan wajahnya. Kenapa ia bertanya pertanyaan bodoh pada Seungcheol? Bagaimana kalau Seungcheol tiba-tiba marah? Ia baru saja bertemu dengannya sejam yang lalu.

Tubuh Jihoon tersentak saat merasakan tangan Seungcheol mengacak-ngacak rambutnya. Seperti yang ia lakukan di depan kamarnya pagi tadi.

"Aku tak mungkin menjahili orang semanis dirimu. Seokmin tak manis. Lagipula ia sering menjahili Mingyu, anggap saja aku mewakili Mingyu untuk menjahilinya. Oh ya, Mingyu maknae di grup kami. Kau pasti tak percaya si jangkung itu maknae."

Jihoon kembali menatap Mingyu. Foto di ponsel Seungcheol memperlihatkan Mingyu sedikit membungkukkan badannya agar tingginya setara dengan yang lain. Bagaimana jika Mingyu berdiri di dekatnya? Jihoon iri dengan tinggi badan yang ia miliki.

"Oh ya, kapan ulang tahunmu? Aku belum tahu sama sekali."

"Aku? Ulang tahunku 22 November."

"Bagus, itu artinya Mingyu bukan maknae lagi. Tak akan ada lagi rengekan minta dibelikan ini itu darinya."

Jihoon tersenyum. Mendengar cerita tentang sahabat-sahabat Seungcheol membuatnya tak sabar untuk bertemu dengan mereka. Jihoon tak pernah mempunyai teman sebelumnya. Jihoon tak tahu bagaimana rasanya menjahili atau dijahili. Rasanya foto bersama, makan bersama, main bersama. Melakukan semuanya bersama.

"Kalau hyung?"

"Huh?"

"Ulang tahunmu kapan?"

"8 Agustus. Kau harus mengingatnya baik-baik karena aku selalu mengharapkan hadiah di hari ulang tahunku."

Wink yang diberikan Seungcheol membuat Jihoon mengalihkan wajahnya agar tak menatap Seungcheol. Membicarakan tentang membelikan Seungcheol hadiah, tuan Choi baru saja memberikannya sebuah kartu. Kartu yang tuan Choi katakan hanya perlu ia gesekkan jika membutuhkan sesuatu. Kartu yang Jihoon tak pernah sangka akan memilikinya.

Keluarga Choi benar-benar terlalu banyak memberikan sesuatu padanya. Terlalu banyak hingga Jihoon tak tahu harus darimana ia mulai membalasnya.

 

**

 

Seungcheol dan Jihoon menunggu sebentar di ruangan kepala sekolah. Menunggu ketua kelas dari kelas yang akan menjadi kelas Jihoon untuk datang mngantarkan Jihoon ke kelasnya. Tak sampai lima menit mereka menunggu, ketukan di pintu membuat ia, Jihoon dan kepala sekolahnya menoleh. Melihat siapa yang masuk membuat kedua mata Seungcheol membulat.

"Jungkook, ini Lee Jihoon. Ia akan bergabung dengan kelasmu mulai hari ini."

Jihoon membungkukkan badannya sementara Jungkook hanya menatapnya sesaat sebelum menatap kepala sekolahnya. Hal itu membuat Seungcheol geram di tempatnya duduk.

"Bisa kau antar Jihoon ke kelasnya?"

Dengan anggukan singkat, Jungkook berjalan keluar ruangan. Bahkan tak memberitahu Jihoon untuk mengikutinya. Membuat namja mungil itu berdiri kebingungan sesaat sebelum pamit pada kepala sekolah dan mengikuti Jungkook yang sudah lebih dulu keluar.

Setelah Jihoon keluar dari ruangan kepala sekolah, Seungcheol angkat bicara. "Apa tidak ada bangku kosong lain selain di kelas 2-7?"

"Iya. Awal tahun ini bangku untuk kelas 2 sudah terisi penuh. Hanya bangku kosong di kelas 2-7 yang tersisa."

 

Seungcheol keluar ruangan kepala sekolah dengan langkah lesu. Ia berharap Jihoon bisa sekelas dengan Seokmin dan Mingyu. Atau setidaknya di kelas lain. Ia tak berpikir kalau Jihoon akan masuk kelas 2-7. Kelas yang terkenal penuh dengan murid-murid nakal dan reputasi yang buruk. Lebih tepatnya jika kelas itu disebut kelas buangan.

"Argh!" Seungcheol mengacak-ngacak rambutnya. Ia tak bisa berhenti menyalahkan dirinya karena Jihoon masuk ke kelas 2-7.

Seungcheol tak tahu bagaimana nasib Jihoon menjalani kesehariannya di sekolah bersama murid-murid di kelas 2-7.

 

**

 

Kaki kecil Jihoon berhasil menyamakan langkahnya dengan Jungkook setelah berlari mengejar Jungkook. Keduanya berjalan melewati lorong kelas dalam diam. Jungkook tampaknya orang yang dingin dan Jihoon terlalu takut untuk berbicara padanya.

Kakinya berhenti saat Jungkook juga berhenti di depan pintu kelas. Jihoon mengangkat kepalanya untuk melihat tanda kelas diatas. 2-7. Kelas yang berada paling ujung dari lorong yang ia lewati tadi.

Jungkook membuka pintu kelas dan masuk. Jihoon mengikutinya. Bukannya memperkenalkan Jihoon pada murid lainnya di kelas itu, Jungkook malah berjalan menuju bangkunya dan duduk disana. Membiarkan Jihoon berdiri terdiam di depan kelas.

Ia terus berdiri disana. Tak ada satu pun murid yang tampaknya peduli dengan Jihoon. Ia terus berdiri hingga bel berbunyi. Hingga seorang sonsaengnim hendak masuk ke dalam kelas dan menatap Jihoon bingung. Karena yang lainnya sudah duduk di tempat duduknya masing-masing sementara Jihoon hanya berdiri di depan pintu kelas. Menghalangi sang sonsaengnim untuk masuk.

Sonsaengnim itu terdiam sesaat sebelum tersenyum kearah Jihoon. "Pasti kau murid baru yang dibicarakan di ruang guru. Ayo, kita ke depan kelas dan memperkenalkan dirimu." Sonsaengnim yang merupakan perempuan muda itu mengajak Jihoon untuk ke depan kelas.

"Anak-anak, bagaimana bisa kalian tak meyambut teman baru kalian?" Sonsaengnim itu membuka suara dan seketika suasana kelas menjadi diam. Hanya sesaat sebelum salah satu murid menyeletuk.

"Kenapa harus ada murid baru? Memangnya ia akan tahan berapa lama di kelas ini?"

Dan komentar lain pun mengikuti ucapan murid itu. Membuat sang sonsaengnim harus mengetuk papan tulis berkali-kali agar kelas kembali menjadi hening.

"Nak, silahkan perkenalkan dirimu." Sonsaengnim itu beralih pada Jihoon. Jihoon mengangguk sopan sebelum membungkukkan badannya 90 derajat. "Lee Jihoon imnida. Mohon bantuannya."

"Kau memang akan meminta bantuan, tapi dari kepala sekolah untuk meminta dipindahkan kelas. Segera."

"Im Jaebum! Jaga ucapanmu!"

Jihoon menghela nafasnya. Sonsaengnimnya itu memberitahunya untuk duduk di sebelah Jungkook yang sedari tadi hanya menatap keluar jendela. Bahkan ia enggan untuk mengangkat tangannya agar bisa memberitahu dimana Jihoon bisa duduk. Karena terlalu banyak bangku kosong di kelas itu.

Kaki Jihoon berjalan menuju meja dimana Jungkook berada. Ia bisa merasakan semua mata siswa di kelas itu tertuju padanya. Kecuali Jungkook mungkin.

"Baik, kita mulai pelajarannya."

Jihoon menghela nafasnya sekali lagi. Tampaknya tak semuanya berjalan begitu indah untuk Jihoon. Setelah merasakan hidup layaknya seorang pangeran dalam waktu semalam, Jihoon harus dihadapkan oleh kenyataan. Ia tidak bisa lepas dari orang-orang seperti mereka.

Tak bisa.

 

TBC

 

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
xiaoweilu #1
Chapter 3: Ini menarik banget, kenapa ga diterusin? Fighting thor!
scoupstu #2
Chapter 1: ngakak bacanya duh anak polos kek uzi gaboleh dimasukin ke kamar lu ya cheol inget
malah cheol seneng langsung mau minta kawin wkwk
xoinspirit
#3
Chapter 3: reader baruuu~~ update donggg huhu rame banget
niasyadiera #4
Chapter 1: aeaeae~~ cute sekalaaayyy aaw! ih ternyata ada juga yg bikin ff jicheol pake bahasa indonesia :"3
GipetSevoINA #5
Chapter 3: JAEBUM MASA JAHAT BANGEEETTTT TT^TT Jihoon mukanya lucu gtu ko di bully siii??? TTTT^TTTT btw subs baru nih!!! Hhehehe :DD di update yaa author-nim ffnyaaa seeu bgttt ><><
ssant0kki21 #6
Chapter 3: Eiyyy suka ceritanya~ emesh emesh gimana gitu~ ㅋㅋ (and if you don't mind, please add more soonseok? ㅋㅋㅋㅋ) update more~~
Ai_Fang90 #7
Chapter 3: Wow,keren ceritanya^^
Updatenya ditunggu ya~
namyu_fmoon #8
Chapter 3: OHMAYGAWD!!!! MY SOONSEOK FEELSSSSSS!!! AND JIHAN TOOOOOOO!!! DAN ANA NGGA BISA BAYANGIN BETAPA CUTE NYA JIHUNIIIIIIIIIII!!!! OMFGGGGGGG