Eun Gi's POV || When I Met Your Dad
You Are My Serenade || ChaeKi FFHujan punya banyak arti bagiku, terutama sejak kamu singgah malam itu di ranjangku yang dingin. Kamu tidak tahu, bahwa bukan hanya ranjangku yang menjadi hangat karena kehadiranmu, tapi juga hatiku. Luka-luka yang mengendap dan mengasingkan dirinya di ceruk paling kelam dari bilik jiwaku, seolah kamu basuh dengan aroma tubuhmu.
Kelak, saat anak kita tumbuh dewasa dan ingin mengenal ibu bapaknya. Aku ingin ia tahu bahwa kita bukan pecinta yang jatuh di peraduan raga. Aku ingin ia tahu bahwa aku mencintaimu dan kamu juga mencintaiku.
Kamu masih ingatkan saat hujan turun malam itu?
Tanganmu yang kokoh memayungiku, memberikan satu-satunya payung yang kamu punya dan aku yang memang tercipta tak tahu diri ini, menerimanya tanpa sedikit pun perasaan bersalah.
Aku menjeratmu detik itu, melemparkan manteraku. Jenis mantera yang semua orang di dunia ini suka. Kamu tahu pasti aku telah lama mengintaimu dan menanti saat kamu lengah. Aku… wanita kesepian yang bersikeras untuk tak jatuh cinta. Dan kamu… pria baik yang melarungku ke duniamu, menawarkan kisah tentang kita. Tentang kamu, aku dan bayi di perutku – anak kita.
Malam itu, kamu masuk ke sarangku dengan dua kakimu sendiri. Aku tak memaksamukan? Aku memang angkuh dan penuh ambisi tapi kamu jelas mengenaliku sebagai seseorang yang tak suka memaksa.
Seperti ingatanmu yang terpencar ke seluruh penjuru arah – tak beraturan. Ingatan tentang kita juga menghilang, entah kamu sengaja menggerusnya atau tak ada tempat untukku di sana.
Segebok uang, sebuah perjanjian dan percik kesenangan mengalun bagai dongeng tentang peniup seruling dan sihirnya.
Kita jatuh berdua, bukan dalam cinta tapi karena kamu membutuhkan uangku dan aku membutuhkan kamu. Sekali lagi, aku sama sekali tidak memaksamukan, Maroo?
Aku tak akan pernah lupa bagaimana kamu mendendangkan namaku di sepetak kamar bercahaya redup kala itu. Kita menumpuk di bawah selimut, di bising napas masing-masing. Aku membeli sebagian dari dirimu tapi tanpa sadar, kamu memberikan seluruhnya utuh.
Kamu adalah perantau dari sebuah desa yang terlalu malas untuk kutelusur di dalam peta, meski kita berasal dari semenanjung yang sama. Bedanya adalah, kamu gagal dalam perantauanmu, terlilit hutang dan tak cukup makan. Surat-suratmu yang tak lengkap sehingga kamu hanya bisa bekerja di malam hari, di bar milikku. Sementara aku, pewaris kaya yang jengah pada romansa cinta. Aku mati rasa. Tak tertarik pada sumpah serapah di atas altar yang orang-orang bilang adalah awal hidup bahagia.
Jadi, aku berterima kasih pada Tuhan karena membuatmu membawa payung malam itu. Membuat para penguntitmu datang ke barku dan menghajarmu karena tak lekas mengganti uang mereka. Apa aku jahat? Biarlah kamu berpikir demikian, toh aku tetap calon ibu dari anakmu.
Kang Maroo… kamu yang pertama, kamu percaya itu?
Lalu, jika aku bertanya apa aku yang pertama juga, maukah kamu menjawabnya?
Kamu hanya tahu sedikit tentangku sebelum hujan malam itu. Kadang aku bertanya-tanya, apakah kamu mengintaiku juga.
Aku yang masuk dalam sarangmu atau sebaliknya?
Terlalu banyak pertanyaan yang kusadari tak akan pernah sanggup kamu jawab karena dunia milikmu berotasi melawan duniaku.
Kita hidup di titik nol yang berbeda.
Gambaran tentangku mungkin umum di benakmu. Seo Eun Gi… gadis kaya yang melajang hingga usia 30-an. Dingin, tak punya kekasih dan sebaiknya tak didekati. Namun, setelah mendengar kisahku malam itu, kamu berputar haluan bukan? Berbalik arah dan mendekapku.
Ah tunggu, bukan mendekapku mungkin, tapi membuat jejak lebih dekat dengan uang-uangku yang bosan terhambur tanpa kepastian.
Kolom-kolom tentang cinta tak kita isi. Asas-asas tentang rindu tak kita kumandangkan sebagai prasyarat sebelum bercinta. Aku menarik duniamu menyentuh duniaku.
Selanjutnya yang kita tahu adalah kulit bertemu kulit, bibir bertemu bibir – leher – dada – perut dan ya… kita sudah cukup dewasa untuk tahu dimana muaranya.
Jerang yang kau tiupkan membara serupa purnama merah di atas langit. Hadirnya tak terduga, langka, ganjil dan agak menakutkan.
Kamu membuatku takut… tidak banyak, hanya sedikit tapi tetap saja, kamu menggila seolah kita saling mengenal sedari lama. Kamu mengeruk tenagaku habis, mengadukku hingga kepayahan dan menyeduh gairahku tanpa dosa.
Entah uang… entah ragaku yang mengubahmu seperti itu. Maroo… aku ragu, kamu masih pria di bawah payung yang kuamati sebulan lalu.
Jadi selain letih dan legam karena kita terlalu bersemangat semalam, kamu menyisakan setitik buih di dalam rahimku. Kamu melaksanakan tugasmu dengan baik.
Aku tahu kamu bukan pria baik seperti kata orang-orang yang tak mengenalmu. Kamu itu lorong-lorong berbau busuk yang menyamarkan aromanya dengan gaya Cassanova.
Kamu penjual dan barang dagangan sekaligus. Harusnya kamu berterima kasih karena aku memilihmu menjadi calon ayah dari bayiku.
Hubungan kita terhenti begitu pagi berubah tanak dan siang menyiapkan teriknya.
Aku ingat kalimat yang kamu ucapkan sebelum pergi, “Jika apa yang kita lakukan berhasil, bolehkan aku menemuinya?”
Aku tertawa, tergelak dan memandang sinis.
“Lalu kau mau ia memanggilmu apa?” tanyaku.
Kamu terdiam saat itu, aku menangkap sebuah senyum pahit yang lantas kamu samarkan dengan kelakar.
“Hahaha… apa ya? Kalau dia suka ice cream mungkin aku bisa menyamar menjadi penjual ice cream,” kamu tersenyum, menolehku, mengenakan lagi kemejamu.
Aku balas tersenyum, “Berapa banyak anak yang kau punya saat ini?” candaku.
Kamu harusnya ingat, saat itu kamu tersenyum dan menggeleng. Meski samar, aku mendengarnya. Kamu bilang, “Tidak ada, kau yang pertama,”
Kemudian kamu menarik bayanganmu menjauhiku, kamu enyah setelah menitipkan sebagian dari dirimu di dalam diriku. Terlambat kusadari, rupanya sebagian dari diriku telah kamu bawa pergi. Kamu percaya? Aku jatuh cinta!
Kepadamu, pria yang baru sebulan kutemui, pria yang kukenal sebagai mata duitan dan perayu wanita-wanita kesepian. Sekarang setelah kamu pergi, aku meragukan segala stigma kotor tentangmu itu. Kamu tidak mata duitan dan kamu bahkan tidak merayuku sama sekali. Aku yang merayumu.
~oOo~
Dalam sejarah hidupku, kamu adalah seseorang yang naik jabatan dengan sangat cepat. Dari sosok asing di bawah payung, kamu kugiring ke atas ranjangku, bersamaku.
Apa kamu tidak ingin berbangga? Kamu tahu aku bukan wanita sembarangan. Aku punya banyak uang, saham dan aset-aset trilyunan. Kamu harusnya membusungkan dada dan menyombongkan dirimu barang sebentar. Aku tidak keberatan sama sekali, malah senang andai kamu melakukannya.
Tapi, lihat apa yang kamu lakukan?
Kamu menghilang padahal aku tak memintanya. Sekarang aku berpikir, apa uang dariku terlampau banyak sampai kamu sanggup melarikan diri ke benua lainnya atau mungkin kembali ke Negara kita, meninggalkanku… meninggalkan Las Vegas – saksi peraduan kita.
Apa mungkin juga kamu marah diam-diam? Memakiku dalam hening karena uang dariku tak terlalu banyak? Lantas daripada muak melihatku, kamu pergi.
Duniamu dimulai dari mana, Maroo?
Kalau kau punya waktu untuk menanyakan pertanyaan yang sama, aku akan menjawab jika duniaku dimulai sejak kamu menyulam garba milikku dengan darah dagingmu.
Jangan mengasihaniku. Aku masih kaya raya, masih mempesona dan angkuh. Yang berbeda hanya, ketiadaan jejakmu membuatku merasa kehilangan yang ganjil.
Kemana aku harus membenturkan telapak kakiku?
Orang-orang itu, teman kerjamu, anak-anak buahku… Mereka bilang kamu pulang.
Jadi apa benar kamu pulang, Maroo?
Lalu, apa ini isyarat jika aku juga harus pulang?
Korea Selatan, sudah berapa lama aku tak menghidu udaranya.
Apakah kita akan bertemu jika aku menyusulmu? Bukankah kita sama-sama bukan idiot tengik yang kepayahan menghapalkan nama Negara. Aku yakin kamu tidak lupa jika Korea Selatan jauh lebih luas dari Las Vegas.
Haruskah aku membuat pengumuman? Ah… lupakan!
Demi menemuimu atau tidak, kurasa aku harus pulang. Anakmu… aku mau ia lahir di negeri ayah dan ibunya. Kamu senangkan mendengarnya? Kamu tidak akan meledek jiwa nasionalisku lagikan? Seperti di malam kamu bertingkah dan meletupkan banyak kelakar, salah satunya tentang uangku yang dihamburkan di negeri asing.
Kamu akan memujikukan saat kita bertemu nanti?
~oOo~
To Be Continue to ‘WHEN I MET YOUR MOM’
Comments