Chapter 7
Melody In The Sky“Kau baik-baik saja?” Jinri mencoba menyadarkan Soojung yang mematung dengan menyentuh lengan kiri Soojung saat Soojung tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap tiga orang senior yang sedang bercanda. Soojung kemudian menoleh pada Jinri yang menatapnya khawatir.
“Katakanlah apa yang kau inginkan Soojung.” Ucap Jinri pelan. meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya ada difikiran Soojung, gadis itu mengerti bahwa saat ini Soojung masih belum ingin pulang.
“Besok libur, kau menginap diApartemenku ya?” Jinri mengangguk dan Soojung mengajak Jinri berputar arah, menjauh dari ketiga senior yang sangat ia kenali itu.
Sesampai di Apartemen, Soojung segera mengambil baju ganti untuk dipinjamkan pada Jinri. Jinri memandangi Soojung yang memilah-milah baju mana yang akan ia pinjamkan. Jujur saja, menurut Jinri, Soojung sudah sangat berbeda. Ya! Setelah ia berteman dengan senior paling terkenal disekolah, gadis itu kini terlihat mulai membuka diri untuk orang lain. Biasanya jika ia tidak pernah berbicara dengan siapapun; tentu saja selain Jinri, ketua kelas dan guru, kini Soojung sudah mau berbicara ataupun tersenyum. jika dulu ia selalu menolak jika Jinri ingin berkunjung ke Apartemennya, kini malah gadis itu mengajaknya untuk menginap. Tapi apapun itu, Jinri bersyukur karena eksistensinya sebagai seorang sahabat kini benar terlihat. Terlihat? Bukankah Soojung mengajaknya kesini untuk bercerita dan mengatakan apa yang belum Jinri ketahui?
“Hanya ini yang menurutku akan muat ditubuhmu, Jinri.” Soojung menunjukkan sebuah piama tidur yang memang terlihat kebesaran jika dipakai Soojung yang notabene sangat kurus.
“Tidak terlalu buruk.” Jinri tertawa.
“Kau bisa ganti sementara aku akan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau ingin makan apa?”
“Terserah kau saja.”
.
.
.
.
.
.
Ting tong...
Jinri beranjak dari duduknya dan segera menuju pintu untuk membukakan pintu apartemen Soojung. Soojung yang masih sibuk didapur hanya melihat sekilas pada Jinri yang membukakan pintu.
Jinri terkejut ketika melihat seseorang yang sangat ia kenal. Dengan gugup Jinri berusaha tersenyum. Sang tamu Soojung juga tersenyum.
“Jinri, Soojung ada?”
“Soojung...dia....” Jinri masih saja tidak percaya melihat tamu sahabatnya itu. Ini sudah malam, jadi apa yang akan dilakukan oleh seorang guru di Apartemen muridnya?
“Siapa yang dat....” ucapan Soojung terhenti ketika ia melihat seseorang berdiri disamping Jinri.
“Paman...” lanjut Soojung. Jinri menutup mulutnya refleks tanda ia tidak percaya. Henry Songsaenim adalah paman Soojung?
Soojung kemudian menyuruh pamannya untuk duduk dan Jinri, gadis itu cukup tahu diri lalu menuju kamar untuk memberi ruang privasi bagi Soojung dan pamannya.
“Soojung, sudah saatnya untuk kedokter. Kau sudah dua minggu tidak mengecek kondisimu.” Henry bersuara. Soojung yang sudah tahu kemana arah pembicaraan ini akan bermuara terlihat menunduk. Henry menghebuskan nafasnya kasar. Dilihatnya Soojung yang tak bergeming. Gadis itu masih saja tidak tertarik jika ia membicarakan kesehatan.
“Soojung...” Soojung mengangkat wajahnya ketika suara pamannya terdengar sangat pelan. Ia tahu, pamannya itu kini sedang kecewa dan marah padanya. Dan benar. Wajah pamannya terlihat sangat merah yang mungkin sedang menahan diri untuk tidak berteriak marah pada Soojung.
“Apa yang kau inginkan?” lanjut Henry dengan suara yang sangat dalam sehingga membuat Soojung begitu ingin menangis. Soojung tak mampu untuk menjawab saat tiba-tiba bayangan beberapa orang yang sangat ia sayangi menari-nari dipikirannya. Dimulai dari ayah dan ibunya yang tersenyum, Jessica yang berlari-lari menghampirinya saat ia tiba-tiba sempoyongan, Jongin yang sedang menari seakan sedang berbicara lewat gerakannya, Baekhyun yang selalu ada untuknya, Taeyeon yang selalu berkunjung keApartemennya sekedar hanya untuk mendengarkan Soojung bermain piano dan Jinri yang selalu memperlakukan dirinya dengan begitu baik dan tulus. Soojung sangat ingin mengatakn “Aku ingin sembuh.” Tapi entah kenapa, bibirnya kelu untuk mengatakan kalimat sederhana itu. Dan akhirnya, hanya isakan yang mampu ia suguhkan untuk sang paman, berharap tangisannya itu mampu memberikan jawaban dari pertanyaan yang sama sekali tidak ingin ia dengar, lagi. Ia selalu benci dengan pertanyaan itu jika keluar dari bibir Pamannya.
“Kuharap kau tidak bertingkah seakan kau masih anak kecil. Pikirkan juga orang-orang disekitarmu, terutama Jessica.” Tanpa berkata apapun lagi, Henry segera meninggalkan Soojung yang masih terisak.
Soojung mengusap air matanya saat Jinri tiba-tiba saja memeluknya dari samping dan ikut terisak.
“Aku tidak tahu apa masalahmu. Tapi aku benar-benar tak bisa melihatmu menangis.” Soojung mengusap air mata dipipi Jinri sambil tersenyum tapi hal itu justru membuat air matanya semakin deras karena tersentuh dengan ketulusan Jinri.
Soojung membenamkan wajahnya dibahu Jinri. Hanya ingin menangis. Tidak ingin mengatakan apapun setidaknya sampai ia bisa menenangkan dirinya sendiri.
“Jinri...” soojung menjauhkan dirinya dari bahu Jinri. Soojung merasa sudah sedikit tenang dan Jinri menggenggam tangan Soojung.
“Aku.. aku.. apa kau tahu penyakit Leukimia?” Jinri menyerngitkan dahinya.
“Kanker Darah? Dimana sel darah putih berkembang lebih banyak daripada sel darah merah. Yang akhirnya akan memakan sel darah merah, bukan?” soojung mengangguk mendengar tanggapan Jinri.
Comments