Choi MH

FTISLAND Horror Collection

[Gadis Misteri]

Malam itu rembulan sudi menggantungkan dirinya di langit berbintang. Sang Dewi Malam dengan senang hati memantulkan cahaya matahari dari belahan bumi seberang hingga penduduk kota Seoul mendapat penerangan alami pada malam itu. Sinar rembulan menyebabkan terbentuknya bayangan di atas tanah, dan Choi Minhwan menyadari itu. Minhwan meneruskan langkah kakinya yang terajut dari gedung radio karena harus mengisi siaran malam menuju halte bus terdekat. Bagi kantong seorang penyiar mingguan seperti dirinya, naik bus ketimbang taksi adalah cara berhemat yang tepat.

Halte bus tampak sepi ketika Minhwan tiba di sana. Meski waktu di arlojinya menunjukkan pukul sepuluh lebih, ia yakin masih ada bus yang akan berhenti di sana. Dengan santainya pria bertangan kekar itu menjatuhkan pantatnya ke bangku tunggu halte, kemudian melayangkan pandangan ke arah kanan tubuhnya tepat di depan light-box bergambar model iklan perempuan. Minhwan tersenyum seakan membalas kurva terbalik mempesona si model tersebut.

Namun begitu ia mengalihkan fokusnya ke sisi berlawanan—alias kiri, jantungnya memukul cepat dengan tiba-tiba karena terkejut. Nyaris punggungnya membentur light-box jika saja tidak segera mencengkeram pinggiran bangku. Biji matanya melotot penuh di dalam rongga, mengamati sesosok perempuan yang entah sejak kapan sudah berada di sana. Rasanya saat tiba tadi, Minhwan tidak melihat ada siapapun selain dirinya duduk menunggu bus. Lalu kenapa bisa perempuan berpenampilan aneh itu hadir begitu saja bahkan tanpa dapat disadari hawanya?

Minhwan mendengut ludah dua kali, mencermati orang itu dari atas sampai bawah. Perempuan berambut panjang tersebut tidak menyapanya atau apa, hanya menunduk diam di ujung bangku dengan bahu yang tampak bergetar pelan. Gerakan halus itu terhantar ke setiap helaian rambut hitam-panjangnya, surai yang disebut-sebut mahkota wanita itu bergoyang samar.

 “Aku sapa tidak ya?” Pikir Minhwan meragu. Ia tidak yakin perempuan itu akan menyahutinya.

Sementara Minhwan bergelut dalam pikirannya, antara melakukan sesuatu atau tetap diam maka bus yang diangankan menampakkan wujud. Lampu depan bus menyinari ujung sepatu Minhwan dan tubuhnya otomatis menegak. Begitu bunyi desisan rem terdengar disusul pintu yang terbuka, Minhwan segera melompat masuk. Melupakan apakah perempuan yang dilihatnya tadi turut melakukan hal yang sama atau tidak—menaiki bus.

---

Malam yang sama di minggu berikutnya, lagi-lagi Minhwan mendatangi halte bus di mana senyum cantik sang model light-box menyambutnya. Kali ini ia meninju gambar yang terpampang sebab bukan lagi model wanita melainkan seorang pria tampan membawa produk parfum dengan senyum supermenawan. Minhwan merasa tersaingi rupanya.

Baru sedetik ia menempati bangku dan akan mengenakan earphone, benda itu nyaris jatuh yang tidak lain disebabkan oleh rasa kaget berlebih. Perempuan aneh itu ada lagi di tempatnya minggu lalu. Minhwan merutuk dalam hati, jika benar earphone barunya sampai terhempas ke lantai halte dan rusak maka ia pasti menuntut ganti rugi pada perempuan berambut panjang tersebut. Apa-apaan mengagetkan orang saja!

Tidak sempat baginya mendumel lebih lama, bus dengan cepat sudah tiba di depan mata. Minhwan menghela nafas dan bersiap memasuki pintu bus, tak mengacuhkan keberadaan perempuan di ujung bangku.

 “Oh, malam ini sepi penumpang ya?” Tanyanya setelah menempelkan punggung dompetnya ke mesin detektor di samping supir. Yang merasa diajak bicara menyahuti, “Sudah larut dan sepertinya hanya Anda penumpang setia bus ini tiap senin malam.”

Minhwan angkat bahu kemudian menuju kursi penumpang. Ia memasang kembali earphone sembari menatap ke luar jendela. Perempuan di halte itu tidak bergerak sedikit pun, terus diam seolah tempat itu adalah perhentian terakhirnya.

Minhwan sempat merasa heran, dilihatnya sekali lagi dan entah ia salah atau memang seperti itu adanya, kepala perempuan misterius tersebut bergerak mengikuti arah pergi bus yang ditumpangi Minhwan. Hanya saja ia tidak dapat melihat dengan jelas seperti apa rupa wajah perempuan itu.

Minggu berikutnya lagi, Minhwan bertekad untuk menegur perempuan yang selalu ia jumpai di halte. Mungkin saja ia tersesat dan butuh bantuan tetapi terlalu takut untuk bertanya pada orang lain. Secara kebetulan, jadwal on-air Minhwan dipercepat sehingga ia dapat pulang lebih awal. Semoga perempuan itu belum berakhir di tangan para bandit-bandit malam, ratap Minhwan.

Suasana malam itu tidak seperti dua minggu lalu, rembulan tak tampak dan angin dingin musim gugur sesekali menerbangkan dedaunan yang berserakan di trotoar. Minhwan mengeratkan jaket Denim-nya begitu menjejaki lantai halte. Seperti tebakannya, perempuan itu sudah ada di bangku.

Sedikit memberanikan diri, Minhwan duduk lebih dekat sehingga ia menyadari satu hal. Tangan perempuan itu terkepal di atas pahanya. Minhwan mengerjap cepat, penasaran dengan sesuatu yang digenggam oleh orang itu.

 “Chogiyo. Kuperhatikan, setiap menunggu bus aku selalu melihatmu di sini. Dua minggu berturut-turut malah. Apa kau perlu bantuan atau yang lainnya?” Minhwan memiringkan sedikit tubuhnya ke depan agar dapat melihat wajah perempuan itu. Namun yang ia dapatkan hanya isakan pelan.

 “Kau sakit? Atau ada seseorang yang menjahatimu? Katakan padaku!” Mata Minhwan menyala-nyala. Jiwa heroiknya bangun ketika menyaksikan seorang perempuan menangis atau disakiti.

 “Hiks... Aku.. Aku.. Aku tidak tahu caranya untuk.. untuk..”

 “Untuk apa??” Potong Minhwan tergesa-gesa. Ia melihat perempuan itu bergerak mengulurkan kedua tangannya kemudian perlahan membuka genggaman yang sedari tadi membuat Minhwan penasaran setengah mati. Bersamaan dengan itu, rambut di depan wajah si perempuan tersingkap dan membuat pemuda itu bergidik. Seluruh bulu roma di sekujur tubuhnya berdiri tegak bak barisan militer.

 “Aku.. Aku tidak tahu bagaimana cara memasang kembali bola mata ini..”

Tubuh Minhwan jatuh dari bangku. Mulutnya ternganga dan keringat dingin mengucur deras di pelipisnya melihat rongga mata perempuan itu menghitam, kosong tak berpenghuni karena bola matanya kini berada di kedua belah telapak tangan yang terulur pada Minhwan dengan darah yang masih menetes-netes dan berbau menyengat.

 “AAAAAAAAAHHHH!!!”


 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
byunleeteuk #1
Chapter 5: gak nyangka kuchisake onna-san (?) bakal muncul di horror series ini. aku jadi mikir suara si kuchisake onna ini kayak gimana ya kalo ngomong, apa kayak suzanna (?). suka bangettt dengan konsep saling keterkaitan antar ceritanya, kapan-kapan bikin lagi yang kayak gini saeng hehe. tapi tiap cerita selalu berakhir tragis, aku gak tega ㅠㅠ_ㅠㅠ
byunleeteuk #2
Chapter 1: saengi-yaaaa mian aku menghilang cukup lama hehehe.
cerita yang ini termasuk salah satu yang paling serem dan gak ketebak. aku gak nyangka hantunya bakal ngomong gitu di ending hahaha gila serem amat kalo ngalamin sendiri ya hiiiih. aku malah sempet mikir bis nya bis hantu kkkkk. aku suka penggambaran lokasi di halte yang ada light-box nya, berasa banget kayak di k-drama kkkkkk
byunleeteuk #3
Chapter 2: Saeng, setelah dikasih tau kalo hongki itu kakaknya jaejin, aku langsung baca lagi ff jaejin bagian awal yg tentang kakaknya. Sedih juga ya dikira kabur dari rumah padahal......... Aku paling suka part rambut si hantu mulai keluar dari lukisan dan ngebelit hongki, kebayang banget visualisasinya. Terus serem banget part "muncul sepasang mata, berkedip ulang membalas tatapan Hongki" dan "air terjun hitam dalam lukisan bukanlah air terjun sesungguhnya, melainkan perwujudan dari sebuah rambut hantu yang panjang terurai dengan sepasang mata di tengah-tengahnya" ngeri gilaaaa haha.
Oiya saeng di paragraf 13 di kalimat "Ayah menatap lekat-lekat pada lukisan pembeliannya" menurut aku lebih enak jadi "lukisan yang dibelinya" dan yg " perwujudan dari sebuah rambut hantu" menurut aku enaknya dihilangkan aja "sebuah"nya.
byunleeteuk #4
Chapter 3: Ini yg kedua aku baca dari seri ini karena judulnya bikin penasaran, dari judulnya gak ketebak horornya bakal kayak gimana. Ternyata serem dan sadis juga ya.......si jonghyun mending idup aja deh daripada mati, lebih nyeremin haha. Kasian wonbinnya saeng, jadi kebawa-bawa mati huhuhu. Oiya saeng yg ngintip di balik pintu rooftop setelah jonghyun pergi dari hadapan sunyeo dan jaejin, itu masih jonghyun kan?
byunleeteuk #5
Chapter 4: 안녕~~~ seperti biasa pasti ff main bias yg pertama dibaca hehe. Btw udah 2 ff jonghun endingnya tragis saeng huhuhu (yg jonghunnya waktu itu jd guru les gitar dan bunuh muridnya). Bagus saeng ff nya ada pesan moralnya "gak boleh melawan orangtua, nanti kualat" haha. Bagus jg penggambaran hantunya dab pergerakannya jelas saeng, jd aku bisa bayangin gimana visualisasinya. Tapi jadi kepo, si hantu ini dulu matinya gimana sampe jadi hantu penunggu gitu? Apa jonghun bisa jadi hantu penunggu juga terus temenan sama hantu yg ngebunuh dia? (Ga penting banget keponya hahaha)