Me and the first meet

The Destroyer

Aku turun dari panggung dengan perasaan tak menentu. Campur aduk antara gelisah, takut, sedih, gugup, dan segala hal-hal lain yang membuatku tidak mengenal diriku sendiri. Aku bahkan tidak menyahut pujian-pujian yang para designer dan model lain berikan padaku. Pikiranku kosong.

“Mina!” teriak Chorong di telingaku, membuatku terkesiap dan kesal.

Aku melotot padanya, “Jangan meneriaki ku.”

“Aku tidak akan berbuat seperti itu kalau saja kau tidak melamun,” Chorong memutar kedua bola matanya sementara aku menatapnya bingung. Apa benar aku melamun?

“Aku memanggilmu berkali-kali. Aku bahkan sempat memikirkan apakah tepat untuk menamparmu agar kamu sadar,” lanjutnya. “Nah, sekarang, siapa pria tadi? Ya ampun! Kamu harus tahu bahwa aku tadi hampir kehilangan nyawaku mendengar satu milyar itu. Aku lupa cara bernafas!” ucap Chorong histeris.

Kembali lagi aku menghela nafas. Aku juga sama. Aku juga lupa cara bernafas tadi. Bukan lagi karena satu milyar itu. Melainkan orang yang menyebutnya.

“Jadi, jadi, uhmm siapa pria kaya itu? Aku jadi iri padamu. Tapi terima kasih, Mina!” Chorong memelukku namun aku tetap diam, sehingga aku tidak membalas pelukan eratnya. “Siapa pria itu? Apa dia tampan?” tanya Chorong lagi.

“Park Chanyeol,” ucapku lemah nyaris tanpa suara sambil melihat ke arah lain yang menurutku jauh lebih menarik walau hanya dinding putih kosong.

“Wah, kok—APA?” Sudah aku terka, Chorong pasti juga terkejut. Kini aku menatap matanya yang tengah mencari sebuah kebohongan pada mataku. Cari saja. Aku tidak bohong. Aku yakin pada mata dan ingatanku sendiri.

Bentuk wajah itu, pandangan mata itu, dan seringai itu. Dan semua yang ada pada dirinya seakan membangkitkan alarm pertahananku yang telah lama aku kubur. Kini bangkit kembali membawa layar-layar kenangan pahitku semasa SMA.

“Tidak mungkin…” ucap Chorong tidak percaya. “Dia kembali? Senior kita itu?”

Aku hanya bisa mengangguk lemah.

“Ma—maafkan aku, Mina. Sungguh aku tidak tahu ia juga ada di acara ini. Kalau kamu mau aku bisa membatalkan semua ini,” Chorong menggenggam tanganku erat. Aku menghela nafas sekali lagi.

“Aku ganti baju dulu, tunggu disini,” ucapku melepaskan genggaman tangan Chorong. Kuraih sebuah dress sifon selutut berwarna peach yang tadi aku pakai dan pergi ke sebuah bilik ukuran 1x1 meter yang digunakan untuk berganti pakaian.

Kali ini berusaha memantapkan hatiku. Dia memang penghancur masa indahku. Namun aku tidak boleh egois. Sahabatku harus bahagia. Aku yakin berita mengenai gaun berharga fantastis ini kini tengah menjadi perbincangan di dunia maya. Kemampuan Chorong sebagai designer muda berbakat akan diperhitungkan di dunia mode. Dan ini adalah impian sahabatku.

Senyum terkembang dibibirku, berusaha ikhlas. Biarlah, jika memang harus begini. Yang penting Park Chanyeol itu benar-benar membayar gaun ini seharga satu milyar dan jika memang ia ingin errr—berkencan? Aku bisa menyanggupinya. Satu minggu lumayan lama namun jika dijalani maka tidak akan seberat itu. Selama sehari masih dua puluh empat jam menurutku tidak masalah.

Setelah selesai berganti, kulihat pantulan diriku pada cermin besar yang berada di dalam bilik itu. Lalu pergi keluar sambil melipat dress rancangan Chorong. Aku mengedarkan pandangan keseluruh ruangan yang tadinya ramai oleh para designer dan modelnya. Dan kini di ruangan itu ada hanya Chorong dan aku. “Kemana yang lain?” tanyaku sambil memberi dress merah darah tersebut pada sahabatku.

Chorong mengambil dress tersebut dan meletakkannya pada sebuah kotak persegi besar berwarna kuning. “Mereka menemui para pembeli,” jawabnya. “Mina, jika kamu tidak mau, aku akan membatalkannya. Kamu tidak perlu ikut menemui dia.”

Aku menggeleng, “Tidak… Tidak apa-apa. Ayo kita temui dia,” aku menggenggam tangannya, mengambil kotak tersebut dan melangkah pelan keluar.

Chorong menarik tanganku sehingga langkahku terhenti. “Kamu yakin? Kamu tidak perlu merasa tidak enak padaku. Aku yakin akan ada kesempatan lain,” ucapnya.

“Kisah itu adalah masa lalu. Jika memang bertemu lagi dengan dia adalah takdir, maka aku harus menerimanya. Saat ini aku adalah Kwon Mina yang baru…” aku memotong ucapanku dan mengambil nafas yang banyak, “…Aku bukan Mina si Kacamata itu lagi,” dan berusaha tersenyum.

Tiba-tiba Chorong memelukku, “Maafkan aku, Mina. Tapi jika ada apapun, kau harus memberitahuku. Aku akan bersedia selalu membantumu.”

Aku membalas memeluknya, “Iya. Kamu memang yang terbaik, Park Chorong,” ucapku sembari menepuk pelan punggungnya. Kamipun melepas pelukan masing-masing dan berbagi senyum. “Lalu? Dimana ruangan dia?” tanyaku.

Kami berdua memulai langkah bersama-sama sambil berpegangan tangan. Chorong menoleh ke kanan dan ke kiri melihati nomor-nomor pintu. “Sini berikan padaku kotak itu,” pintanya dan aku memberinya. “Kata penyelenggara tadi, para pembeli berada di ruangan private sesuai dengan nomor peserta. Karena aku nomor lima belas, berarti…” kami berjalan melewati pintu sebelas hingga empat belas.

“Disini?” tanyaku saat kami berdua berhenti di depan pintu bernomor lima belas yang terukir dari kuningan.

Kulihat Chorong yang mengangguk samar, lalu ia memandangku tidak enak membuatku memutar kedua bola mataku. “Jangan lagi, kita sudah sampai disini.”

“Tapi…” ucapnya ragu sembari menggigit bibirnya.

“Anggap saja ini adalah bentuk balas budiku. Ayo kita masuk,” dengan keberanian sebesar kacang, aku memutar knop pintu ruangan yang kami yakini Park Chanyeol berada disana.

Benar saja. Di dalam ruangan enam kali delapan meter itu terdapat sesosok lelaki dengan tuxedo hitam yang duduk di sofa ditengah-tengah ruangan. Aku dan Chorong melangkah pelan masuk kedalam. Laki-laki itu tampak menunduk dan tangannya bergerak dengan lincah diatas sebuah i-Pad yang terletak di atas pangkuannya.

Ruangan itu di dominasi oleh warna coklat, tampak seperti bar pribadi. Lantai terbuat dari marmer dan dindingnya dilapisi wallpaper gambar kayu berwarna karamel. Di samping pintu terdapat tiang dengan beberapa kaitan yang berguna untuk beberapa menaruh jas atau topi. Di sebelah kanan kami, tepatnya di belakang pria itu terdapat sebuah meja dan rak yang berisi berbagai macam botol hitam. Mungkin saja itu wine dan minuman berakhohol lainnya. Di depannya ada dua buah sofa panjang berwarna krem yang di pisahkan oleh sebuah meja dari kayu jati. Di sebelah kiri kami terdapat rak dengan berbagai macam buku. Di seberang terdapat televisi plasma yang menempel pada dinding. Benar-benar ruangan yang berkelas.

“Sampai kapan kalian akan berdiri disana?” ucap laki-laki itu yang entah mengapa terdengar menyebalkan.

“Kami adalah tamu. Seharunya anda yang harus mempersilahkan kami untuk duduk,” balasku.

Laki-laki itu—Park Chanyeol si Perusak—mengangkat wajahnya dari layar tab itu dan memandangi kami berdua, lalu tersenyum mengejek. “Jika saya tidak meminta untuk duduk?”

Aku memutar kedua bola mataku dan menarik tangan Chorong untuk maju dan duduk pada sofa di seberang laki-laki itu. “Maaf saja tapi kami bukan tamu yang sopan. Sekarang silahkan bayar gaun seharga yang tadi anda sebutkan,” ucapku tanpa basa-basi.

Chanyeol menaikkan sebelah alis matanya padaku, “Kau ingin cepat-cepat berkencan denganku, ya?”

“Bagaimana jika anda bayar seharga lima puluh juta dan lupakan saja kencan itu?” ucapku sarkastis. Seketika Chanyeol tertawa membuat aku dan Chorong saling berpandangan. “Saya tidak ingat bahwa tadi saya melucu,” ucapku.

Chanyeol menghentikan tawa menyebalkannya dan berdeham, “Sekarang aku tahu, kau telah banyak berubah, Kwon Mina. Lama tidak berjumpa, Kwon Mina, Park Chorong,” ucapnya setelah memandangi wajah kami satu persatu.

“La—lama tidak berjumpa, sunbae,” ucap Chorong tiba-tiba sambil agak membungkukan tubunya. Oh, astaga tidak perlu seperti itu, sahabatku.

“Kau semakin cantik saja,” ucap Chanyeol membungkuk sedikit pada Chorong, setelah itu ia melihatku. Akupun menaikan sebelah alisku. “Apa kau tidak mengucapkan apa yang sahabatmu katakan?” tanyanya.

Aku memutar kedua bola mataku, “Lama tidak bertemu…” kupandangi wajah menyebalkan itu lama-lama yang hanya disambut senyum jenaka olehnya, “Dan ku harap kita tidak pernah bertemu lagi.”

“Oh, ayolah,” lelaki itu tertawa, “Setidaknya aku menyelamatkanmu dari om-om itu.”

“Aku hargai itu namun aku takkan berterima kasih padamu,” jawabku cepat.

Ia mengangguk, “Ya… tipikal dirimu yang—”

“Bayar saja gaunnya dan jika kau ingin kencan mari kita lakukan selama seminggu,” potongku, tak ingin berlama-lama di ruangan ini dan kalau bisa selamanya tidak bertemu lagi.

“Jangan terburu-buru begitu. Tidak kah kau merindukanku?” ucapnya yang terdengar mengejek. Ia mengambil sesuatu dari dompetnya dan mengeluarkan secarik kertas kecil berbentuk persegi panjang dan meletakkannya di atas meja, tepatnya di hadapan Chorong.

“Ini, satu milyar,” ucapnya.

Bagus. Chorong dengan gaya kampungannya meraih cek dengan banyak angka nol itu dengan tangan gemetar. Aku yakin sekali bahwa si Penghancur Chanyeol menertawakan hal ini dalam hati. Namun aku tidak bisa menyalahkan sahabatku karena aku sendiri kampungan. Duduk disampingnya sambil memelototi cek itu dengan keringat dingin. Hey, aku ini hanya seorang gadis berumur dua puluh dua tahun! Meski orang tuaku kaya, tapi tak pernah sekalipun aku memegang cek senilai satu milyar!! Membayangkan saja tidak pernah!

Chorong tersadar dan menaruh cek tersebut ke dalam kantong celana jeansnya, yang sekaligus menyadarkan diriku akan sikap kekampunganku. “Kalau begitu, ini gaunnya,” Chorong menyodorkan kotak tersebut ke hadapan Chanyeol.

Laki-laki itu menggeleng, lantas mendorong kotak itu kembali ke hadapan Chorong. Kemudian ia membuka kembali dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu nama dan menaruhnya di atas kotak gaun itu.

“Mau kah kau membantuku? Antar gaunmu ke sana. Sebut saja namaku,” ucap Chanyeol.

Aku yang merasa penasaran segera merapatkan diriku pada Chorong setelah ia mengambil kartu nama itu. “Choi Siwon, Hyundai Mall?” ucap Chorong membaca huruf-huruf yang tertera di atas kartu itu. Chanyeol mengangguk.

“Disana, kesempatanmu akan lebih terbuka. Gaunmu akan di pajang disana,” jelas laki-laki menyebalkan itu.

“Be—benarkah? Tapi… Hyundai Mall itu…” Chorong menggigit bibirnya lagi, begitulah ia jika ia merasa ragu.

Aku bersandar pada sofa dan kembali menarik nafas. Hyundai Mall adalah Mall terbesar di Korea Selatan. Merupakan sebuah pusat perbelanjaan yang berisi barang-barang terkenal dengan kualitas yahud dan harga selangit. Ya, aku akui aku setuju dengan Chanyeol si Penghancur ini. Memajang gaun Chorong disana akan semakin membuka kesempatan sahabatku melebarkan sayapnya di dunia fashion.

Tapi, aku tahu. Hyundal Mall tidak sembarangan memilih benda yang akan dipajang disana. Apa dia ini ingin mempermalukan sahabatku?

“Setengah dari saham Hyundai Mall adalah milikku. Dan tadi aku sudah menghubungi pemiliknya, seperti yang kau lihat di kartu itu, Choi Siwon,” ucapnya sambil menunjuk kartu yang di pegang oleh Chorong, “Bahwa aku akan memajang sebuah gaun dengan harga fantastis disana. Dan ia setuju,” jelasnya.

Oh, jadi begitu. Tapi, dia tidak perlu menjelaskan bahwa ia juga punya saham disana. Cih, dasar tukang pamer.

“Terima kasih atas bantuannya,” ucap Chorong sambil tersenyum sumringah. Aku yang melihatnya melengos. Hey, hey bukannya tadi ia bersikeras untuk membatalkan saja hal ini? Tapi yasudahlah, ini adalah rezeki sahabatku dan impiannya sebentar lagi terwujud. Tanpa sadar aku tersenyum.

“Dan ia minta untuk bertemu denganmu sekarang, dengan gaun itu.”

Dan senyumku pun menghilang. Aku tahu itu adalah bentuk pengusiran secara halus. Dia memang Si Penghancur!

“Kalau begitu, ayo kita kesana sekarang,” ucapku pada Chorong dengan wajah kesal. Chorong mengangguk dan kami berdua berdiri bersama-sama.

“Aku takut kau harus tinggal disini untuk membahas rencana kencan kita, Kwon Mina.”

Aku menoleh dan melotot padanya. Park Chanyeol itu, masih sempat saja ia menyeringai. Dasar sial!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ydvvfjkch #1
Chapter 7: APINK ❤️❤️❤️
koala_panda #2
Chapter 7: Yay...Dtunggu yah Thor update story yg lainnya
leenaeun
#3
Chapter 7: Hahahahaha kocaaaakkk, keren banget! Ditunggu ya update selanjutnya! ^^
koala_panda #4
Chapter 6: author...ditunggu update berikutnya yahhhh
leenaeun
#5
Chapter 5: Author-niiiiiiiiiiiiimmmmmmmm kmu kemana aja siiihhhhh???? :') hikkss kangen niihhh, kmu apa kabar? Sehat? Dan yes! Udah apdet lagi hehehe ^^
leenaeun
#6
Chapter 4: Kereeeeeeeennnnnnnnj!!! Ah gila langsung falling in love sama ni cerita! Oh i'm so falling in love~~~ #lohkokjadinyanyi subscribe ah subscribe, keren sih ceritanya ;D
silalagosil #7
Chapter 4: Jeng jeng, baekhyun datang..
tambah menarik banget.
Kai sama naeun perfect!!
mynameisravee #8
Chapter 1: Mina, sadarlah nak. Jauh lebih baik kencan dengan Park Chanyeol pengacau daripada sama om-om -__-
Suka persahabatan Mina-Chorong <3