Me and the dress

The Destroyer

“Yang berhasil memenangkan pelelangan gaun-gaun yang akan kami tampilkan berikut, yang tentunya dengan nilai tertinggi, akan mendapatkan kesempatan kencan selama seminggu bersama modelnya sekaligus!”

Ucapan MC ngawur itu langsung menyulut sorakan para peserta pelelangan yang terdiri dari kaum berada, kaum jetset, kaum orang kaya, dan kaum-kaum lainnya yang dompetnya tipis namun aku yakin mereka mempunyai berbagai macam kartu debit dan kredit tanpa limit.

Sedangkan aku sendiri menatap seorang wanita yang tengah memperlihatkan cengiran tak berdosanya padaku, sahabat selama sepuluh tahun yang sudah kuanggap sebagai saudara, Park Chorong.

“Aku tidak tahu ada ketentuan seperti itu,” ucapku mendesis sambil menatapnya tajam.

Chorong menunduk sambil mengatupkan kedua tangannya diatas kepalanya. “Tolong lah, Mina. Gaun itu hanya pas untukmu. Gaun itu adalah gaun terbaik yang pernah aku buat. Dan hanya dalam acara ini satu-satunya batu loncatan bagiku untuk menjadi designer terkenal,” ucapnya memelas.

Aku masih menyipitkan mataku kesal padanya. “Tapi tetap saja!” ucapku dengan gemas. “Gimana nanti kalau yang nawar baju ini om-om botak perut bulat dan kumis tebal! Apalagi mukanya mesum! Argggh!” akupun mengacak rambutku frustasi.

“Eh eh eh jangan diacak dong!” seru Chorong sambil merapikan kembali rambutku, membuatku semakin mendelik padanya.

“Tolonglah… bantu aku.. lagipula om-om yang kamu sebutkan itu pasti sudah beristri. Sisanya para eksekutif muda, loh,” ucap Chorong. Aku memutar kedua bola mataku. Yang benar saja? Memang harus bangga berkencan dengan seorang eksekutif?

“Gaun ini aku buat memang khusus untukmu, loh,” lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.

Aku melihat ke bawah, menelusuri gaun merah darah panjang yang menutupi kakiku dengan sengaja. Terbuat dari bahan sutra halus yang nyaman dan dingin. Gaun itu terbuat tanpa lengan namun bagian lehernya dibuat tinggi yang entah mengapa membuat leherku terlihat misterius. Pada bagian dada sebelah kiri tersemat hiasan berupa mawar hitam. Tentu saja bukan yang asli. Dan di sekitar pinggang dikelilingi hiasan berupa batu hitam yang Nampak eksotis. Gaun ini memang pas pada tubuhku yang mungil, walaupun gaun ini menutupi kakiku.

Kembali menoleh pada seorang Park Chorong yang tengah menatap ke arah panggung dengan pandangan cemas. Saat ini sudah tiga orang model—yang cantik dan lebih tinggi dariku—berhasil melelang baju yang mereka kenakan dan tentu saja aku yakin yang menawarkan harga tertinggi pada mereka adalah eksekutif muda, kaya, dan tampan yang sering di bangga-banggakan Chorong.

Chorong dan aku sudah memulai persahabatan selama sepuluh tahun. Kami bersahabat sejak kelas satu sekolah menengah. Takdir atau bukan, kami pasti sekelas dan duduk sebangku. Begitu pula saat SMA. Membuat ikatan kami semakin kuat. Kami juga memasuki universitas yang sama, namun kali ini beda kelas. Aku mengambil sastra inggris sementara ia mengambil kelas design, impiannya sejak lama.

Chorong adalah pahlawanku, selain mama dan papa tentunya. Ia selalu ada untukku, selalu membantuku disaat susah, dan selalu menertawakanku disaat aku tersandung batu dan terjatuh. Sialnya malah batunya yang dikhawatirkan oleh Chorong.

Bahkan saat aku patah hati karena ditolak seorang kakak kelas ganteng yang berujung rasa malu dan menjadi pusat perhatian seluruh sekolah seakan-akan aku adalah badut, Chorong selalu disampingku.

Eh, tidak—tidak… jangan bawa lagi kisah seram itu. Aku benar-benar ingin menguburnya dalam-dalam sedalam palung terdalam. Kisah itu membuat kehidupan SMA ku penuh rasa malu, yang seharusnya merupakan masa bahagia para anak remaja.

“Sekarang, peserta nomor lima belas yang akan mengenakan rancangan baju seorang designer  muda yang cantik dan ehm—manis, ini dia, Park Chorong!” para peserta pelelangan bertepuk tangan, menyadarkan lamunanku. “Silahkan bagi model untuk rancangan baju Park Chorong menuju panggung.”

“Mina! Kwon Mina! Bagaimana ini aku gugup sekali!” ucap Chorong histeris. Aku melengos. Lho, kenapa dia yang histeris? Harusnya aku! dia yang bakal dapat duit tapi aku yang bakal kencan dengan om-om botak dan perut bulat itu.

Aku menghela nafas perlahan. Berusaha menormalkan detak jantungku yang berpacu cepat membuatku gugup. Jujur aku tidak pernah suka perasaan gugup. Hanya akan membuatku tidak sadar siapa diriku yang sebenarnya.

Aku adalah Kwon Mina! Aku mungil tapi aku kuat! Aku pemegang sabuk hitam karate! Hatiku sekeras baja dan wajahku manis! Hehehe boleh kan narsis dikit?

“Tenanglah, Park Chorong,” aku memegang bahu Chorong untuk menghentikan sikap gugup berlebihannya yang menarik perhatian beberapa orang di ruang khusus para designer dan model itu. “Serahkan ini semua padaku, oke?” ucapku sambil memberi sebuah senyuman tulus padanya.

Chorong mengangguk, “Aku bergantung padamu, Mina. Berjuanglah!” ucapnya penuh semangat membuatku terkikik.

Yasudah lah. Anggap saja ini balas budiku padanya. Tidak apa jika pada akhirnya aku berkencan dengan om-om botak nanti. Aku tahu Chorong tengah membutuhkan uang banyak untuk melunasi rumah impiannya. Sebenarnya memang sudah harus lunas namun Chorong mengalami musibah pencopetan dan uang itu raib.

Sekarang aku berada di tengah panggung. Berdiri disana dengan sebelah tanganku memegang pinggang. Berusaha tampil dengan senyum terbaik agar ada yang membeli gaun rancangan sahabatku. Pokoknya gaun ini harus laku diatas dua puluh lima juta! Tadi saja banyak kok gaun-gaun yang laku di atas enam puluh juta walaupun gaunnya tidak sebaik gaun yang aku pakai.

“Siapa namamu, gadis manis?” tanya sang MC.

“Kwon Mina,” ucapku tanpa menoleh.

“Nah! Sekarang kalian bisa melihat Nona Kwon Mina tengah mengenakan gaun merah  darah yang membuat dia tampil y! Kalian sependapat bukan? Nah bagi anda yang ingin membeli gaun ini serta berkencan dengannya selama seminggu, pelelangan akan dibuka sekarang!”

Cih, bagus juga gombalan si MC ini.

“Lima puluh juta,” ucap seseorang. Aku menoleh ke arah suara dan melotot seketika menemukan seorang om-om botak dan perut buncit seperti yang ada dalam bayanganku. Oh tidak tidak ya Tuhan. Jangan jodohkan aku dengan dia!

“Tujuh puluh juta,” ucap seorang wanita yang duduk dibelakangnya. Terlihat wanita itu berbadan mungil sepertiku. Wah sepertinya ia tertarik dengan gaun Chorong ini.

“Seratus juta!” aku menahan napas karena mendengar jumlah uang sebanyak itu dan disaat yang bersamaan memohon untuk mati ditempat karena suara itu berasal dari om-om botak tadi.

“Ya! Seratus juta! Apa ada lagi yang mau menawar?” ucap sang MC setelah lebih dari tiga puluh detik tidak ada lagi peserta yang mengajukan harga. Jantungku serasa ingin keluar dan merasa sudah putus asa.

Oh, Ya Tuhan. Gaun ini memang sederhana dan aku yakin seratus juta adalah jumlah yang cukup besar untuk gaun sederhana ini. Aku melihat lagi ke arah om-om tadi. Ia tengah menatapku dengan errr—lapar? Entahlah. Yang jelas saat itu juga aku merasa jijik dan menetapkan bahwa om-om adalah hal yang sangat aku hindari dan ditempatkan pada list pertama.

“Seratus juta satu… dua…” sang MC mulai menghitung.

Oh Tuhan, siapa saja tolong selamatkan hambamu yang mungil ini.

“Ti…”

“Satu milyar.”

“APA?” Oke. Anggap aku kampungan tapi sungguh aku tidak pernah melihat uang dalam jumlah satu milyar. Dan oh tadi, siapa yang menawar? Apa aku salah dengar? Kalau begitu aku akan sangat malu sekali karena sudah berteriak keras seperti itu.

Namun, hal yang aku dengar tadi nyata. Semua orang yang ada diruangan itu termasuk sang MC menatap seseorang yang berdiri paling ujung kanan dan diterangi oleh cahaya dari lampu gantung  disana.

Seorang pria, berbadan tegap. Matanya menatap tajam lurus padaku. Rambutnya yang hitam terlihat acak-acakan namun menambah kesan bad boy padanya. Telinga yang runcing, hidung yang mancung dan… seringai itu…

Oh… benar-benar… tidak mungkin itu…

“Sa—satu milyar… a—ada lagi yang ingin mengajukan harga?” tanya sang MC masih dengan keterkejutannya.

Hening. Bahkan si om-om tadi menggeleng tidak percaya dan kecewa. Kalau dipikir-pikir lagi aku lebih baik kencan dengan om-om ini daripada pria satu milyar disana.

“Baiklah, satu… dua… tiga! Ya! Gaun ini terjual dengan harga fantastis! Satu milyar!” ucap sang MC sambil mengetuk palu dengan semangat.

Aku kembali menatap pria itu yang kini menyeringai padaku, dan seringai nya semakin lebar. Membuat tubuhku lemah seperti jelly. Oh tidak dia kembali… penghancur masa SMA ku…

Park Chanyeol.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ydvvfjkch #1
Chapter 7: APINK ❤️❤️❤️
koala_panda #2
Chapter 7: Yay...Dtunggu yah Thor update story yg lainnya
leenaeun
#3
Chapter 7: Hahahahaha kocaaaakkk, keren banget! Ditunggu ya update selanjutnya! ^^
koala_panda #4
Chapter 6: author...ditunggu update berikutnya yahhhh
leenaeun
#5
Chapter 5: Author-niiiiiiiiiiiiimmmmmmmm kmu kemana aja siiihhhhh???? :') hikkss kangen niihhh, kmu apa kabar? Sehat? Dan yes! Udah apdet lagi hehehe ^^
leenaeun
#6
Chapter 4: Kereeeeeeeennnnnnnnj!!! Ah gila langsung falling in love sama ni cerita! Oh i'm so falling in love~~~ #lohkokjadinyanyi subscribe ah subscribe, keren sih ceritanya ;D
silalagosil #7
Chapter 4: Jeng jeng, baekhyun datang..
tambah menarik banget.
Kai sama naeun perfect!!
mynameisravee #8
Chapter 1: Mina, sadarlah nak. Jauh lebih baik kencan dengan Park Chanyeol pengacau daripada sama om-om -__-
Suka persahabatan Mina-Chorong <3