Me and the reason of my friend's happiness

The Destroyer

Hari ini adalah hari Senin, yang berarti hari bermalas-malasan keduaku setelah hari melelahkan kemarin karena memang dihari yang dibenci semua orang di dunia ini tidak ada jadwal kuliah untukku.

Aku bangun dari ranjang single bedku perlahan. Kulihat jam di pada weker yang terletak di atas nakas, menunjukkan pukul sembilan lebih beberapa menit. Oh, bukannya tadi baru saja jam tujuh?

Ya, aku bangun jam tujuh pagi, membuka tirai jendela, mencuci wajah, menggosok gigi dan kembali ke atas tempat tidur untuk melamun. Aku memikirkan apa yang terjadi semalam setelah Chorong meninggalkan kami berdua di ruangan itu.

“Kau tahu, bertemu denganmu adalah mimpi buruk,” ucapku yang sudah kembali duduk.

“Begitu?” ucap Chanyeol. Laki-laki itu bersandar pada kepala sofa dan menyilangkan kakinya, menatapku dengan tatapan intimidasi.

Dulu, dulu sekali, tatapan itu akan membuatku merasa bersalah, walaupun aku sendiri tidak bersalah. Tatapan itu membuatku menangis, membenarkan segala yang ia lontarkan padaku sehingga membiarkan diriku sendiri menjadi bahan tertawaan orang lain. Menjadikan diriku selemah semut.

“Kenapa kau kembali?” ucapku hampir tanpa suara. “Aku tadi memang takut jika om-om itu yang memenangkan pelelangan gaun itu, dan membayangkan sebuah mimpi buruk selama satu minggu,” aku menatapnya, “Dan mimpi buruk yang lain datang.”

“Kau terlalu berlebihan. Kau ingin membicarakan masa lalu? Padahal aku hanya ingin membahas rencana kencan kita selama seminggu,” ucapnya tenang.

“Terserah kau saja, aku tidak peduli.”

Chanyeol tertawa, “Aku penasaran. Apa kau punya pengalaman berkencan? Apa kau menyukai orang lain setelah Byun Baekhyun?”

Aku tesentak saat nama tak asing itu disebut. Seketika emosi yang lama terpendam itu muncul. Dengan sekuat tenaga aku menahan. Tenangkan dirimu, Kwon Mina, tenang… bukankah kau sudah bertekat untuk berubah? Park Chanyeol sialan! Dia pikir siapa dia! Dia yang menghancurkan segalanya dan datang seenak jidat dan menyebut nama itu. Tidak akan aku maafkan!

“Aku. Pikir. Kita. Akan. Membahas. Rencana. Kencan.” Aku bersumpah aku sudah berusaha senormal mungkin, namun tetap saja aku terlihat seperti sedang menahan luapan emosi. Aku merasakan air mataku sudah menggenang di pelupuk mataku.

Lama tidak ada jawaban dari Chanyeol. Bola mataku bergerak mencari sosoknya yang membuat genangan air mata yang sedari tadi aku tahan terjun bebas menuruni pipi kananku. Ia kini tengah menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan. Entahlah, aku juga tidak peduli.

“Berikan aku nomor teleponmu. Aku akan menghubungimu nanti,” ucapnya datar.

Aku mengusap air mataku. Aku yakin aku tampak memalukan di hadapannya. Ku raba dress ku namun aku menyesali karena aku tidak membawa handphoneku serta. Tak lama sebuah i-Phone berada di atas meja pada sisiku. Pada layarnya sudah terpampang menu kontak baru.

“Langsung saja masukkan nomormu.”

Tanpa banyak basa-basi lagi, segera kuraih handphone itu dan mengetik nomorku sendiri. Selepas itu aku menaruh kembali handphone itu begitu saja dan langsung pergi dari ruangan itu.

Aku mengehela nafas. Bagus Kwon Mina, kamu sudah menunjukkan sisi lemahmu pada musuh besarmu. Si Penghancur masa remajamu.

Aku tidak habis pikir, takdir macam apa yang aku jalani saat ini. Aku pikir cerita dimana ada seseorang bernama Park Chanyeol di dalamnya telah usai.

Siapa mengira bahwa ia akan balik lagi?

Sebenarnya aku takut, aku takut ia akan menghancurkan semua kepercayaan diri yang aku bangun dengan susah payah. Aku takut tidak dianggap lagi oleh orang-orang.

Pintu kamar yang diketuk menyadarkanku. “Masuk,” ujarku. Aku sudah tahu, siapa yang pasti bertamu sepagi ini. Tidak lain adalah sahabatku, Park Chorong yang masuk dengan senyum sumringah. Melihat itu aku jadi ikut tersenyum. Aku jadi penasaran apa yang membuat ia bahagia.

“Kau tidak kuliah?” tanyaku.

“Kau tidak ingin aku ada disini?” ia pura-pura memasang wajah cemberut, akupun tertawa.

“Baiklah baiklah. Ceritakan padaku arti dibalik senyum itu.”

Chorong mengangguk lalu mengambil tempat disampingku, langsung saja ia merebahkan dirinya di atas tempat tidurku. Aku menggeleng. Chorong memang seperti ini, suka seenaknya. Tapi aku tidak mempermasalahkannya selama ia tidak mengobrak-abrik isi kamar kosku.

“Pertama, ini,” ucapnya sembari memberiku sebuah kunci yang agak besar membuatku mengerinyitkan dahi sambil menerimanya.

“Apa ini?”

“Tentu saja kunci mobil,” aku melihat Chorong yang memutar kedua bola matanya. “Kau pikir benda atau ruangan apa yang cocok dengan kunci itu?” ucapnya kesal sedangkan aku terkikik geli.

“Lalu?” tanyaku lagi. Sungguh aku tidak mengerti dan apa yang harus aku perbuat dengan kunci mobil ini.

Chorong menatapku lekat-lekat sambil tersenyum misterius. “Lihat lah dari jendela.”

Aku mengerutkan keningku, bingung. Apa yang harus aku lihat dari jendela lantai dua? Oh, astaga Park Chorong sejak kapan kau suka main rahasia-rahasiaan seperti ini?

Karena rasa penasaranku yang sudah memuncak, ku genggam kunci yang katanya kunci mobil itu dengan erat, lalu beranjak dari tempat tidur menuju jendela kamarku. Oh iya, aku tadi menyebut perihal kamar kos.

Aku tinggal di sebuah rumah besar yang merupakan kos atau tempat tinggal sementara khusus perempuan.

Aku dibesarakan di dalam keluarga nomaden. Keluargaku sering berpindah tempat karena pekerjaan ayah yang merupakan seorang arsitek terkenal yang desainnya selalu dipuja-puja orang berduit. Karya ayah memang selalu artistik. Dan anehnya disaat ayah diminta untuk membuatkan suatu desain bangunan, ayah harus tau dimana tempat itu dibangun dan kami sekeluarga harus mengikuti beliau walau sampai ke lingkaran Artik sekalipun.

Tidak, itu berlebihan. Kami tidak sampai kesana. Tempat terjauh yang pernah kami datangi adalah Ottawa di Negara Kanada sebelum pindah lama ke Negara asal ayah dan ibu di Korea Selatan dan bertemu Chorong.

Park Chorong adalah teman pertamaku dan aku tidak ingin hubungan pertemanan ini pupus karena saat kelulusan, ayah diminta untuk mengerjakan sebuah desain untuk rumah pantai di Hawaii dan artinya harus pindah kesana.

Tentu saja aku menolak. Lalu aku mengusulkan untuk hidup disini dan rumah kami dijual. Tentu saja. Rumah itu besar dan aku tidak mau hidup sendirian di dalamnya. Ayah dan ibu setuju, kemudian hasil dari penjualan rumah itu digunakan untuk biaya kuliahku dan modal toko bungaku. Ya! Aku juga adalah seorang florist sampingan. Namun toko bunga itu aku percayakan pada dua orang karyawanku.

Kenapa uang itu tidak diambil sebagian oleh kedua orangtuaku? Oh, percayalah. Jika kalian melihat tabungan ayah, kalian akan berpendapat bahwa hasil dari penjualan rumah besar itu tidak berarti apa-apa. Oke, aku hanya bercanda.

Nah sekarang aku sudah berada di depan jendela dan melihat pemandangan di bawah. Beberapa mobil terparkir disana. Itu adalah milik penghuni kos ini. Dan punyaku? Kau bisa melihat sepeda berkeranjang yang ada disamping pohon maple itu? Oh, itu bukan punyaku. Itu milik seorang tukang kebun yang berkerja disini. Aku? aku tidak punya kendaraan apapun. Sungguh. Aku hanya sudah terbiasa menaiki kereta bawah tanah.

Jadi? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mencari mobil yang merupakan pasangan dari kunci ini? Apakah aku harus mengabsen mobil-mobil dibawah itu satu-persatu?

Tentu saja aku tidak ingin membuang waktu seperti itu. Aku tidak bodoh. Aku bisa saja mengarahkan kunci itu pada permukaan jendela dan menekan satu-satunya tombol pada kunci itu. Nah, benar kan? Sebuah mobil kotak kecil dengan body berwarna merah anggur dan atapnya berwarna putih itu mengeluarkan bunyi ‘beep’ yang terdengar samar karena tentu saja aku mendengarnya dari lantai dua.

Eh, tunggu! Mobil itu…

“Itu untukmu. Anggap saja itu sebagai bayaranmu karena telah menjadi model untuk rancanganku,” ucap Chorong dengan nada geli dalam suaranya.

Aku membalikkan tubuhku secara dramatis. Menatap gadis itu dengan tampang bodoh, tidak percaya dan hal-hal lainnya yang membuatku tampak seperti orang idiot. Sedangkan disana Chorong menganggukkan kepalanya tanpa henti.

“Mini Cooper….” Aku masih tidak percaya. Mobil impianku… mobil yang sudah lama aku incar karena kemungilannya membuatku percaya bahwa Mini Cooper diciptakan untuk menjadi jodohku. Dan mobil itu berada disana! Dihalaman parkir dan menjawab panggilan kunci yang berada di genggamanku seakan-akan berkata ‘Aku telah datang sayang,’

“Park Chorong!” aku berteriak histeris dan berlari menghambur ke pelukannya. Sebut aku berlebihan dan kampungan atau apapun dan nyatanya memang seperti itu. Aku menangis di pelukan sahabatku sendiri sambil menggumamkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Chorong menepuk kepalaku sambil tersenyum geli, “Sudah jangan menangis lagi. Aku jadi menyesal sudah membelikanmu mobil itu.” Ia terkikik dan aku tidak peduli. Aku hanya merasa sangat bahagia dan masih tidak percaya sebuah Mini Cooper terparkir dibawah sana dan itu untukku.

“Sebenarnya aku mau mengatakan hal kedua yang membuat aku senang.”

Oke, sahabatku mulai bermain rahasia lagi dan kali ini aku menghentikan tangis berlebihanku dan menatapnya dengan pandangan tanya. Sedangkan Chorong tersenyum malu-malu.


“Jadi, kau jatuh cinta?” tanyaku.

Chorong mengangguk sambil memandangi sebuah gaun yang pernah melekat pada tubuhku yang kini tengah menjadi pusat perhatian semua orang. Gaun itu dipajang di tengah lantai yang luas di dalam sebuah kotak kaca setinggi lima meter. Di dalamnya dipasangi lampu-lampu berwarna kuning yang menambah kesan elegan pada gaun itu. Aku jadi bingung sendiri, persaanku gaun itu tidak semenarik itu kemarin. Namun tetap saja, gaun itu seharga satu milyar yang masih menyisakan perdebatan antara kualitas gaun itu dengan harganya yang selangit.

Sedangkan Chorong dan aku duduk pada sebuah bangku istirahat panjang tak jauh dari gaun itu, memperhatikan gaun yang menjadi primadona itu dari jauh sambil menyesap segelas Americano. Ya, setelah Chorong mengatakan bahwa ada hal lain yang membuat ia senang, ia hanya menyuruhku berganti baju dan kami pergi—dengan Mini Cooper baru tentunya—ke Hyundai Mall.

“Lalu, siapa dia? Apa dia tampan? Apa dia punya katarak?” tanyaku dan tepat setelahnya tangan Chorong yang ‘cantik’ itu menubruk kepalaku dengan sengaja. Sumpah itu sakit.

“Tidak sopan!”

Aku tertawa kecil. “Lalu siapa? Kau tahu aku tidak suka bermain rahasia-rahasiaan?” ucapku sambil mengusap belakang kepalaku.

Chorong tampak berpikir, “Hmm, itu—”

“Tante!”

Sebuah kata dari suara seorang anak kecil menginterupsi kami. Refleks kami berdua agak menunduk mendapati seorang anak perempuan, kira-kira umurnya sekitar empat atau lima tahun, memakai baju ballet berwarna putih. Kulitnya seputih pualam, rambut pendek berponi yang mengingatkanku pada kartun anak-anak Dora the Explorer. Mata anak itu membulat lucu menatap kami—atau sebenarnya Chorong, pipinya tembam dan bikin aku gemas. Hidungnya kecil dan bibirnya yang mengerucut lucu. Pertanyaanku, siapa anak ini? Tadi ia memanggil Chorong dengan sebutan ‘Tante’, apa dia keponakan Chorong? Tapi kok aku tidak tahu?

“Hai, Sarang,” sapa Chorong lembut sambil mengelus pipi gadis kecil itu dan langsung membuatku iri. Namun aku malah menyenggol lengan Chorong.

“Kau mengenalnya?” bisikku.

Chorong mengangguk kecil. “Dia adalah Choi Sarang. Anak tunggal pemilik mall ini,” jelas Chorong. “Nah, Sarang, perkenalkan diirimu pada teman tante,” ucapnya pada anak kecil itu.

Sarang—nama gadis kecil itu—mengangguk patuh. Ia bergeser padaku kemudian tersenyum, “Hallo, tante, namaku Choi Sarang, senang bertemu dengan tante!” ucapnya girang.

Aku hanya terkekeh geli melihat kepolosan dan semangat anak itu. “Senang bertemu denganmu gadis manis. Aku Mina.” Dan tanpa membuang waktu langsung saja aku mengelus pipi gembulnya yang sempat membuatku iri pada Chorong. Hell! Pipi anak itu benar-benar mulus!

Kemudian aku teringat sesuatu, Sarang adalah anak pemilik mall ini. Dan pemilik mall ini kalau tidak salah kemarin adalah, Choi Siwon.

Aku menoleh pada Chorong, “Anak Choi Siwon itu?” tanyaku.

Chorong tidak menjawab. Namun dari kedua pipinya yang merah, aku sudah tahu siapa yang sahabatku sukai itu. Pria beranak satu!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ydvvfjkch #1
Chapter 7: APINK ❤️❤️❤️
koala_panda #2
Chapter 7: Yay...Dtunggu yah Thor update story yg lainnya
leenaeun
#3
Chapter 7: Hahahahaha kocaaaakkk, keren banget! Ditunggu ya update selanjutnya! ^^
koala_panda #4
Chapter 6: author...ditunggu update berikutnya yahhhh
leenaeun
#5
Chapter 5: Author-niiiiiiiiiiiiimmmmmmmm kmu kemana aja siiihhhhh???? :') hikkss kangen niihhh, kmu apa kabar? Sehat? Dan yes! Udah apdet lagi hehehe ^^
leenaeun
#6
Chapter 4: Kereeeeeeeennnnnnnnj!!! Ah gila langsung falling in love sama ni cerita! Oh i'm so falling in love~~~ #lohkokjadinyanyi subscribe ah subscribe, keren sih ceritanya ;D
silalagosil #7
Chapter 4: Jeng jeng, baekhyun datang..
tambah menarik banget.
Kai sama naeun perfect!!
mynameisravee #8
Chapter 1: Mina, sadarlah nak. Jauh lebih baik kencan dengan Park Chanyeol pengacau daripada sama om-om -__-
Suka persahabatan Mina-Chorong <3