Soojung

“Soojung”

Aku berbalik saat merasa namaku dipanggil, pemuda itu, Oh Sehun—entah kenapa aku masih belum terbiasa menyebutnya “suamiku”—berdiri di ujung tangga. Tanganku mematikan kompor dan memastikan masakan yang aku buat sudah matang sebelum aku berjalan menghampirinya, merapikan dasi yang—demi tuhan seorang CEO sebuah perusahaan terkenal tidak bisa mengenakannya dengan rapi?—terbalik.

Rutinitasku berubah, yang sebelumnya im not a morning person, diwajibkan untuk bangun pukul enam pagi dan memasak sarapan untuk err.... untuk pemuda yang resmi menjadi suamiku selama hampir seminggu ini. Dua hari pertama sangatlah berat, aku tertidur di meja dapur hingga tak sadar bahwa omelet yang aku masak gosong, sampai-sampai Sehun memarahiku dan berkata “Kau mau membakar rumahku?”

Aku kembali ke dapur untuk mengambil sarapan kami pagi ini, omelet, secangkir kopi tanpa creamer untuk Sehun dan secangkir green tea untukku. Kami memakan sarapan dalam diam, jangan mengharapkan kami untuk cuddling atau melakukan hal-hal romantis lainnya, no biggest no, bahkan hanya untuk memegang tanganku saja Sehun tidak mau. Kami berdua pun juga tidak tidur satu kamar, what a pity life.

“Jangan menungguku malam ini, aku ada rapat hingga pukul sepuluh malam.”

Dengan itu Sehun mengambil tasnya dan pergi. Aku mengikuti arah punggungnya yang perlahan menghilang dari pandanganku. Ia memang tak pernah memperlakukanku kasar seperti menampar atau memukulku, namun perkataan dan sikap acuh tak acuhnya lah yang membuatnya seratus kali lipat lebih sakit daripada tamparan atau pukulan.

“Sabar Soojung sabar.... kau harus bertahan.... tapi setahun itu bukanlah waktu yang lama”

Aku tersadar dari lamunanku ketika mendengar iPhone 6 ku berdering. Wajahku sumringah seketika melihat nama Jung Jessica kakak perempuanku mengajakku keluar untuk berjalan-jalan. Jari-jemariku dengan lihai menekan touch handphone ku mengetik balasan untuk Jess.

Jessica mengajakku jalan-jalan ke sebuah tempat permainan terbesar di Korea Selatan, Lotte Amusement Park. Kami berdua membeli sepasang bando lantas pergi untuk menjajal satu persatu permainan disana, beruntunglah karena ini bukan hari libur ataupun weekend jadi antrian tidak terlalu panjang.

Setelah puas bermain-main akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah kedai Ice cream, Jessica memesan satu Ice Cream coklat untukku dan Vanila untuknya.

“So how’s your marriage life?”

Senyum manis tersungging dari sudut bibirku dan mataku berbinar cerah, ah bukan, bahkan mataku tak bisa berbohong jika sebuah kekecewaan tersirat jelas disana. Terlebih yang aku hadapi sekarang adalah kakakku sendiri.

Aku sampai di apartemen pukul tujuh malam, tidak terasa hampir dua belas jam aku pergi bersama Jessica, tak salah semua orang menyebutnya queen of shopping. Aku berjal