Secretly a Wild Bunny

Adrenaline

Main Cast : Jung Yunho, Kim Jaejoong & Shim Changmin.

Other Cast : Park Yoochun, Kim Junsu, Tiffany Hwang & Other.

Pairing : YunJae, slight MinJae, (the other couples still hidden).

Genre : Romance, Drama, Hurt, Affair, Friendship.

Rating : Rate-M.

Author : Jejevan.

Warning : Genderswitch, Genderbender, typo(s), OCC, tidak sesuai EYD, no bash, no flame, NO PLAGIAT!!!

Disclaimer : All cast is belong to themself and their family, this story is a work of pure fiction and this fanfiction is MINE!

Summary : Kim Jaejoong dan Shim Changmin telah menjalin hubungan sejak mereka berada di bangku kuliah. Namun, kesetiaan Jaejoong diuji setelah dirinya diangkat menjadi sekertaris Jung Yunho, CEO muda yang tampan dan misterius.


a YunJae fanfiction presented by © Jejevan


DON’T LIKE? DON’T READ!

Happy Reading ^^


Previous Chapter :

26th Floor

CEO Room.

Drttt… drttt… drttt…

Yunho mengalihkan pandangan pada ponsel hitamnya yang bergetar. Sebuah email masuk. Ahh, that wide forehead guy. Yunho segera membuka pesan elektronik tersebut dan seutas seringai misterius lantas tercetak jelas di paras rupawannya.

“Kim Jaejoong? humm, I got you!


Chapter 2

(Secretly a Wild Bunny)

Langkah kaki ku menapak ragu menimbukan suara hentakan ubin dan high–heels yang tak seirama dengan organ jantung ku yang berdegub luar biasa cepat. Ku sentuh dada kiri ku seraya mengatur deru nafas ku.

Sial! Ini sama sekali tidak membantu. Semakin banyak aku melangkah, semakin kencang pula laju detak jantung ku. Rasanya ingin ku putar jalur langkah ku hingga berbalik dan menjauh dari sebuah pintu kokoh yang terkesan angkuh sejauh pandangan mata ku.

Sejak 15 menit yang lalu, dunia ku serasa berputar melawan rotasi yang semestinya. Telpon di atas meja kerja ku berdering dan terdengar suara yang begitu asing di telinga ku.

Permintaannya sungguh mengejutkan! Namun, aku tak memiliki kuasa untuk menolak. Aku di pinta seseorang untuk segera menemui Presdir Jung diruangannya.

A–apa?

K–kenapa?

Aku tidak mendapatkan jawabannya saat itu. Orang tersebut bilang; datang saja, maka kau akan tau untuk apa dia ingin bertemu dengan mu.

Astaga!

Kaki beserta tubuh ku bergeming di depan pintu masuk ruangan paling tak tersentuh itu, seperti terselimuti kabut malam yang dingin menusuk hingga pembulu darah ku membeku.

Gugup, takut dan rasa penasaran seolah melebur jadi satu. Aku mengigit bibir bawah ku, mengangkat perlahan tangan ku dengan pergerakan kaku seperti sebuah puppet (wayang).

“Ahh, Nona Kim, kau sudah tiba rupanya.”

Aku tersentak. Ku tolehkan wajah ku dan mendapati seorang pria bermata sayu telah tersenyum ramah kearah ku. Urung niat ku untuk membuka pintu itu.

A–annyenghaseo, sekertaris Park.” Aku membungkuk dan memberinya salam. Dia—Park Yoochun—orang yang tadi menelpon ku dan meminta ku untuk tidak berkomunikasi dengan bahasa formal.

“Maaf, aku menyuruh mu datang lewat telpon, padahal tadi aku ke ruangan mu.” Ucapnya diselingi tawa renyah. Aku bisa melihat lesung manis di pipi kirinya.

Gwaenchanayeo.” Ku balas senyum sekertaris Park. Senyuman pria ini teduh sekali. Sedikit mengurangi kegamangan ku. Hanya sedikit, selebihnya sama saja. Huh, menyebalkan.

Sekertaris Park menyentuh pundak ku, “Mari, Nona Kim, ku temani masuk. Tidak usah terlalu gugup, Presdir Jung tidak mengigit kok, hanya terkadang suka menerkam.”

Mwoya? Ku bulatkan kedua mata ku. A–apa katanya? Apakah namja ini sedang berusaha menghibur ku? Aku yakin dia menyadari keresahan ku yang berlebihan. Tapi, kalimat apa barusan? Oh! terimakasih banyak Park Yoochun! Kau menambah dua kali lipat perasaan cemas ku.


26th Floor

CEO Room

Yoochun mengetuk pintu ruang Presdir muda itu sebanyak tiga kali dengan pelan, lantas meraih knop pintu dan membukanya perlahan.

“Silahkan, Nona Kim.” Dengan gentle Yoochun mempersilahkan Jaejoong untuk masuk lebih dahulu. Menjulurkan tangannya persis memperlakukan seorang putri raja.

Khamshamnida, sekertaris Park.” Sahut gadis cantik itu merasa sungkan.

Jaejoong melangkah masuk—disusul Yoochun dari belakang. Dua langkah pertama gadis cantik itu tiba-tiba terhenti kala mata bulatnya menyisir seisi ruang bernuansa hitam dan putih tersebut. Begitu terpana melihat isi ruangan itu. Gosh! Inikah ruang kerja orang nomer satu di Jung Corporation?

Kursi empuk dengan high level backrest atau sandaran tinggi yang terhalang meja kerja dihiasi berbagai macam benda-benda modern diatasnya. Sebuah globe mini, komputer beserta laptop, berkas-berkas, sampai hiasan antik nampak terjajar rapih disana. Rak yang dipenuhi berbagai jenis buku tebal menutupi sebagian sisi kiri ruangan.

Jaejoong mengerjabkan doe eyes–nya berkali-kali. Dinding kaca yang berada persis di belakang meja sang Presdir muda menjadi latar yang mendominasi ruang mewah ini. Di pojok kiri terdapat satu set sofa berwarna jet atau hitam pekat berbahan dasar oscar yang seakan memanggilnya untuk berbaring atau sekedar duduk disana. Aigo! pasti nyaman sekali.

“Selamat siang, Presdir Jung.” Suara husky itu kontan membuyarkan lamunan Jaejoong. “Saya kemari bersama Nona Kim, karyawan yang ingin anda temui.”

Yunho bergumam singkat tanpa menjeda sejenak kegiatannya membolak-balik kertas dalam map.

Geurae, sekarang anda boleh keluar, Park Yoochun.” Terdengar jawaban acuh dari atasannya.

Kening laki-laki asal ia itu berkerut samar seraya menatap datar sang Presdir muda nan menyebalkan. ‘Cih, masih saja dia bersikap sok di depan gadis incarannya. Bahkan, kata terima kasih pun tak ia ucapkan. Dasar!’ Gerutu Yoochun dalam hati—meski dia sudah sangat hafal akan watak Yunho.

“Baiklah, Presdir Jung. Saya permisi.” Yoochun membungkuk hormat. Sekesal apapun dia dengan Yunho, pria stoic itu tetaplah atasannya.

“Lebih cepat lebih baik.” Balas Yunho membuat Jaejoong cukup terkejut.

Yoochun menjadi teramat geram sekarang. Mengepalkan satu tangan seraya menatap tajam kearah Yunho, “Eat and die, man!” Tak peduli lagi jika pria itu adalah pemilik gedung yang tengah dipijaknya.

Yunho tersenyum samar mendengar kalimat kasar yang Yoochun ucapkan.

He’s a head! Good luck, Mrs. Beautiful Kim.”

Yunho mengangkat kepalanya semenjak kata ‘beautiful’ itu terlontar dari mulut manis si playboy pemilik suara husky tersebut. Memicingkan mata musangnya melihat Yoochun sudah melemparkan smile attack–nya kepada Jaejoong dan melesat pergi. Bibir hati Yunho hanya tersungging sinis mendapati sang sahabat nampak sedang membalasnya dengan cara membuatnya cemburu.

“Anda tidak duduk Nona Kim?”

Ne?” Jaejoong tersentak dan langsung menatap pria yang masih nampak sibuk dengan berkas-berkasnya. Dia baru sadar bila tidak sendiri di dalam ruangan ini. “Ahh, ne. Khamshamnida, Presdir Jung.”

Jaejoong lantas mendudukan dirinya pada satu kursi—dari dua kursi—yang berada di sana. Memposisikan tubuhnya senyaman mungkin, namun tak jua menemukannya.

Ya Tuhan! Nyata kah yang sedang terjadi sekarang? Jaejoong—dia tengah berhadapan dengan pemimpin berjuluk predator dunia bisnis dan kini mereka hanya dipisahkan oleh sebuah meja yang bisa hancur kapan saja.


Aku melihat jelas saat pria rupawan itu melepas kacamata— minusnya? Gerakan Presdir Jung teramat elegan seolah dia sudah terlatih sejak lahir. Jantung ku kembali menggila. Ku akui jika feromon pria ini luar biasa.

Astaga! Kenapa hal sekecil itu bisa berdampak amat besar bagi ku?! Maksud ku saat dia melepas kacamatanya nafas ku seperti berhenti selama tiga sampai lima detik. Bahkan, aku tak pernah merasa begini ketika bersama kekasih ku—Changminnie ku.

Tidak! ini tak berarti apapun. Semua wajar karena Jung Yunho seorang Presdir dan status keluarganya berperan besar di negri ini. Jika Tiffany berkata wajah ku pucat setelah bertemu dengannya—tadi pagi—di dalam lift, hal itu juga sangat wajar. Kini aku berhadapan dengannya, hanya berdua di ruangannya dan merasa bila aliran darah ku membeku dan wajah ku membiru, hal itu juga teramat wajar. Ku pikir, semua orang akan sama seperti ku, kecuali— well, Park Yoochun. Hubungan mereka bukan sebatas atasan dan bawahan, ku rasa.


“Kim Jaejoong,” Yunho melafalkan nama wanita itu penuh penekanan. “Staff editing dan bergabung dengan Jung Corporation sejak 6 bulan yang lalu.” tambahnya membaca sebuah kertas yang memuat profil dan riwayat hidup wanita cantik di depannya.

Ne, Presdir Jung.” Jaejoong meremas kedua tangannya yang berkeringat. Mengigil dengan udara sekitar yang mendadak berubah sejak ia masuk ke dalam ruangan ini.

“Baiklah, langsung saja. Apa anda tau siapa pria yang barusan keluar dari ruangan ini?” Yunho menatap Jaejoong membuat gadis cantik itu terkesiap.

Mata kecoklatan yang benar-benar coklat, mata yang bisa membuat wanita mana pun yang ditatapnya mendadak tidak bisa berpikir apa-apa seperti terserang penyakit langka dan itulah yang kini tengah Jaejoong rasakan.

Gadis itu mengangguk pelan, “Park Yoochun, sekertaris anda.”

“Benar, dan apa anda tau jika saya baru saja memecatnya?”

Sepasang mata bulat Jaejoong kontan membelalak dan mulutnya membentuk bundaran kecil, “Mwoya— ahh, mianhae, Presdir Jung, saya sama sekali tidak mengetahui hal itu.” balas si boneka hidup mencoba mengontrol keterkejutannya.

Yunho tersenyum tipis, sangat tipis hingga sulit terlihat jika yang barusan tak lain seulas senyuman. Dua kali Yunho melihat ekspresi terkejut wanita itu, dan dia selalu menyukainya. Terlihat lucu, menggemaskan dan seksi.

Dahi Jaejoong mengernyit. Dia sungguh tak mengerti kemana arah perbincangan ini. Segalanya masih tergambar abu-abu hingga menimbulkan opsi-opsi tak menentu dalam benaknya.

Jaejoong masih ingat betul dengan senyum tulus Yoochun beberapa saat lalu. Waeyeo? Kenapa wajah teduh namja manis itu tak menunjukan indikasi jikalau dirinya baru saja dipecat.

“Park Yoochun bukan lagi sekertaris saya. Dia telah ditempatkan sebagai kepala cabang di Busan.” Jelas Yunho lekas menghapus beribu pertanyaan yang bersarang dalam otak Jaejoong.

Belum! semuanya belum terjawab. Lantas, untuk apa pria tampan pemegang kuasa tertinggi ini memanggil Jaejoong secara pribadi ke ruangannya— oh! Jangan bilang!

“Dan, Nona Kim, tujuan saya memanggil anda kemari adalah… untuk menawarkan anda posisi kosong sebagai sekertaris saya, menggantikan Park Yoochun.”

Gadis itu tersentak, “A–apa?”

Yunho kembali tersenyum, kali ini senyumnya terlihat lebih nyata. Benar-benar tontonan gratis yang menyenangkan melihat reaksi menggemaskan wanita bermata bulat itu.

“M–maaf sebelumnya jika pertanyaan saya lancang, Presdir Jung. Tapi, mengapa? Maksud saya, saya hanyalah karyawan biasa, bahkan masih sangat baru, belum ada satu tahun saya bergabung dengan perusahaan yang anda pimpin.”

“Apa anda berniat untuk menolak tawaran besar ini?” tanya Yunho mulai berspekulasi.

“Tidak— aniyaaniya, hanya saja, ini semua terlalu mengejutkan.” Ia berhenti sejenak, lalu kembali bersuara, “Saya membutuhkan penjelasan yang konkrit, Presdir.”

“Bagus, berarti anda bersedia menerima tawaran ini, Nona Kim.” Kata Yunho mutlak tak terbantahkan.

Sebelum Jaejoong sempat membuka mulut, Presdir tampan itu cepat-cepat berkata, “Penjelasannya mudah saja, Nona Kim, saya menyukai kecepatan dan ketelitian anda dalam bekerja. Sebelumnya, Yoochun telah mengajukan beberapa nama—salah satunya anda—untuk menggantikan posisinya, dia tak mungkin merekomendasikan sembarang nama, dan saya telah mengawasi anda sejak satu bulan yang lalu.” Dusta Yunho dengan apik serta menyelimutinya dengan tatapan mengintimidasi hingga si lawan bicara tak dapat menyadari kebohongannya.

“Anda pantas menempati posisi ini, Nona Kim.”

Wanita berwajah boneka itu mengigit bibir bawahnya. Seketika tak bisa berkutik saat ditatap seperti itu. Mematung seperti mannequin cantik yang terpajang di etalase toko. Bola mata serupa mutiara hitam milik Jaejoong bergerak gelisah. Tak mampu terfokus kepada satu titik. Zone out! Ia kehilangan semua kosentrasi.

A–apa? Menjadi sekertaris Presdir Jung? CEO Jung Corporation? Pemimpin muda yang tak lain merupakan generasi ke-empat keluarga Jung—kaum borjuis Korea Selatan.Zillionaire.

Hoy ! Bahkan, Jaejoong tak memiliki kemampuan cukup untuk berkhayal menempati posisi tersebut. Tidak. Tujuan awalnya begitu standar, bekerja di kantor sebagai karyawan biasa dengan gaji 3 juta won per-bulan. Setidaknya cukup untuk biaya hidup dirinya di kota mahal—Seoul, membeli pakaian ber-merk meski diskon dan mengirim uang rutin setiap bulan ke Gongju untuk uang saku adik semata wayangnya.

Uang yang Jaejoong kirim sepenuhnya diperuntukan untuk si cadel Sehun—namdongsaeng–nya yang masih duduk di bangku sekolah menegah atas—tidak untuk kedua orangtuanya karena mereka melarang dan sudah cukup kaya dengan mengelola sebuah rumah makan beserta dua cabangnya. Hanya bisnis kecil-kecilan. Jaejoong tidak terlahir dari keluarga miskin, hanya saja tidak sekaya namja beraura angkuh di depannya.

“Masih ragu?” tanya Yunho menyadari raut bimbang wanita cantik itu.

“Jujur saja… ya, Presdir Jung.” Jaejoong tidak ingin menutup-nutupi apapun. Ia merasa tak normal dengan keadaan yang terjadi saat ini. Segalanya terlalu mendadak.

Bibir hati Yunho tersungging satu sudut seraya mengeluarkan secarik kertas dari dalam laci mejanya. Menyeret kertas tersebut tepat kehadapan Jaejoong. “Bacalah,”

Gadis cantik itu mengangguk patuh. Dibaca dan ditela’ahnya pelan-pelan deretan huruf pada kontrak kerja tersebut. Well, sejauh ini tidak ada yang aneh, tapi mendekati paragraf terakhir atau lebih tepatnya part yang membahas perihal salary mendadak doe eyes Jaejoong melebar dan mengerjab berulang kali. Omo! Apakah matanya sedang membohongi dirinya? Nominal yang tertera disana sama dengan sepuluh kali lipat gajinya sebagai staff.

Jaejoong menarik napas dalam-dalam dan memaksa dirinya tersenyum, “Mulai kapan saya akan bekerja, Presdir?”

Bibir hati Yunho menyeringai licik. Bagus, si kelinci kecil telah tergiur umpan yang diberikan oleh sang srigala.

“Hari ini, tepatnya setelah jam makan siang, apa kau keberatan, Nona Kim? Dan ahh… sebaiknya kita memang tidak menggunakan bahasa formal agar komunikasi yang terjalin antara aku dan sekertaris baru ku ini terasa lebih akrab.” Yunho tersenyum, untuk menegaskan maksudnya, ia pun langsung menyebut dirinya dengan ‘aku’.

Mwoya? Menggunakan bahasa informal? Agar terasa lebih akrab? Apa Presdir muda ini memiliki kepribadian ganda atau semacamnya, pikir Jaejoong konyol. Huh, ikuti sajalah.

“Maaf, presdir Jung. Tapi, tidak kah ini terlalu cepat? Bahkan sa— ahh… aku belum merapihkan meja kerja dan—“

“Biar aku permudah, Nona Kim.” Sela Yunho memotong sepihak perkataan Jaejoong hingga bibir cherry gadis cantik itu mencebil sebal.

“Hari ini kau hanya perlu terlibat perbincangan dengan mantan sekertaris ku, Park Yoochun, mengenai pekerjaannya yang melibatkan semua jadwal-jadwal ku. Dengan begitu, kau sudah siap menempati ruang baru yang berada tepat di depan ruangan ku lusa nanti.” Jelas Yunho panjang lebar.

“Karena besok hari libur, maka kau bisa beristirahat sepuasnya sebelum hari kerja datang dan akan menjadi hari baru yang melelahkan untuk mu, Nona Kim.” Imbuhnya mencondongkan tubuh dan menatap lekat paras menawan dan mata indah itu.

Jaejoong hanya mampu menelan saliva ketika Yunho seolah tengah menantangnya. Kemudian, mengangguk dengan cepat, “Saya mengerti, Presdir Jung.”

Tiba-tiba Yunho berdiri dan menjulurkan tangannya untuk berjabat—setelah Jaejoong membubuhkan tandatangan di atas kontrak kerja tersebut. Ia sudah terikat.

“Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, Nona Kim Jaejoong.” Yunho melemparkan senyum lebar yang Jaejoong yakini hanya sekedar formalitas penunjang.

Ne, Presdir Jung.” Gadis bersurai almond itu sedikit meringis saat tangannya di remat kuat oleh Presdir muda itu. Tak berpikir apapun, mungkin memang begitu cara para petinggi memulai kerjasamanya.

“Ahh, Nona Kim, ada satu hal yang hampir saja aku lupakan.” Yunho beranjak dari kursi kebesarannya dan mendekati Jaejoong yang hanya berdiri—diam.

Jaejoong mengurut keningnya. Sedetik kemudian mata indahnya terpejam sesaat tatkala wangi parfum Presdir tampan itu melewati indera penciumannya. Ahh, aroma citrus, kayu dan mint membaur menjadi satu, menciptakan aroma lain yang menyenangkan untuk di hirup.

“Aku memiliki standar berpakaian untuk sekertaris wanita.”

Jaejoong mengatupkan bibir rapat-rapat. Mengerjapkan mata besarnya—polos. Tak mengerti dengan kalimat sang Presdir barusan. Selama beberapa saat tidak ada yang bersuara. Yunho tetap menatap Jaejoong sementara gadis cantik itu memalingkan wajah menatap ke arah lain.

Tubuh Jaejoong menegang kala hembusan hangat menerpa tekuk lehernya. Pria itu berdiri tepat di belakang Jaejoong meneliti penampilannya, dan kini sudah berpindah kesampingnya. Memutar tubuh ramping Jaejoong dengan sekali hentakan. Menelusuri performanya dari atas sampai bawah.

Gadis pemilik wajah lembut itu hanya mengigit bibir bawahnya dan berharap punya keberanian untuk tetap menghadapi pria tak terduga ini. Ia takut kakinya tak mampu menopang bobot tubuhnya.

Jaejoong tersentak ketika Yunho berjongkok dan menyentuh ujung rok hitamnya, “Hanya boleh memakai skirt 20 cm di atas lutut.” Yunho  mendongak  dan  menatap  mata bulat gadis itu. Lantas kembali berdiri. Mengangkat satu alis sembari memperhatikan pakaian wanita pencuri hatinya. “Dan…”

SRAK!

Tubuh Jaejoong kembali menegang. Ia ingin berteriak, namun entah mengapa suaranya seperti tersendat diujung lidah. Mata bulatnya terbelalak tak percaya saat Presdir muda itu membuka tiga kancing pertama kemejanya dengan lihai sehingga payudara sintalnya menyembul seketika.

Yunho berdehem, jelas mengulur waktu, “Tadinya aku hanya ingin berkata bila sekertaris wanita ku harus mengenakan pakaian yang sedikit well… terbuka dan pas di tubuhnya. Melekat, kau mengerti maksudku? Tapi, nampaknya aku menemukan sesuatu yang lebih menarik di sini. Sebuah tattoo, humm?”

Jaejoong terperanjat dan memucat mendengar kata-kata Yunho. Ia berusaha mengatur nafas yang mendadak tercekat di dada. “Saya akan segera menemui Park Sajangnim. Permisi, Presdir Jung.” Katanya pelan segera berlalu dan keluar dari ruangan Yunho. Ia sungguh tergesa, bahkan belum sempat mengancingkan kembali kemeja terbukanya dan hanya ia tutupi seadanya dengan kedua tangannya.

Bibir hati itu menyungging. Keindahan yang mencengangkan. Yunho sungguh-sungguh terpesona. Mendadak teringat kembali dengan kesan pertamanya saat melihat gadis cantik itu. Lugu. Tidak! Dia memiliki sisi gelap, semua manusia memiliki itu, dan sisi liar yang membuat Yunho penasaran. Akhirnya pria itu mendapatkan sebuah stimulus baru yang akan memacu adrenalin.

Secretly a wild bunny, eoh?” gumamnya menjilat bibir bawahnya. “GoshShe drives me crazyShe really turns me on!”


You’re already in my radius.

My eyes are already a pair of binoculars

You’re special, my adrenaline

I’m falling, I’m falling for you


1st Floor

Cafetaria

“Apa! Uhuk… omona! uhuk… ya ampun Jaejoongie tolong tepuk punggung ku uhuk…” Tiffany meletakan gelas orange juice–nya ke atas meja dan memukul-mukul dadanya sendiri hingga lidahnya terjulur keluar. Ia tersedak.

Jaejoong berdesis, “Neo oba hajima, Fany-ahh (Jangan bersikap berlebihan, Fany-ahh)” Serunya sambil memajukan tubuh dan menepuk punggung Tiffany yang duduk berhadapan dengannya, “Kau terlihat seperti ikan badut yang bertemu daratan.” Imbuh Jaejoong terkikik geli.

Tiffany menatap sebal temannya namun tetap menerima botol berisi air mineral yang disodorkan oleh gadis cantik itu. Meneguknya dengan brutal kemudian membersihkan sekitar mulutnya dengan tiga lembar tissue.

“Hey, Jaejoongie! Kau berkomentar jika aku berlebihan, lalu apa kau tidak terkejut dengan permintaan Presdir tampan itu, huh?”

“Tidak, aku biasa saja.” Jelas dia berbohong. Jaejoong menopang dagunya, mengetuk-ngetukkan kelima jarinya pada permukaan meja sembari mengedarkan matanya ke sekeliling Cafetaria. “Changmin kenapa lama sekali.” Bergumam dengan cherry lips yang mengerucut.

Tiffany mendecakkan lidah dengan pelan, “Dasar pembual!”

Yaa!”

“Teruslah menyuruh mulutmu untuk mengelak, aku bisa membaca hanya dari mata besar mu.”

Sungguh, dia benar-benar gemas dengan Jaejoong yang seringkali berupaya menyembunyikan perasaannya. Tiffany cukup peka, hanya dengan melihat sorot mata bulat itu, isi hatinya sudah tergambar jelas.

Jeongmal? Apa kau seorang cenayang?” mata bening Jaejoong memicing.

Ani, aku ini sekertaris Presdir Jung yang baru.” Goda Tiffany.

Stop it!”

Never!”

Pouty imut itu semakin terpantri jelas. Jaejoong segera memalingkan wajah—menghindari—seringai jahil Tiffany. Boneka hidup itu baru saja menceritakan peristiwa mengejutkan yang terjadi beberapa saat lalu kepada Tiffany dan sukses membuat siyeoja-serba-ingin-tahu itu menunjukan reaksi yang mengandung majas hiperbola. Berteriak dengan mata yang hampir melompat keluar dan tersedak dengan tidak cantik.

But, well, Jaejoong masih cukup sadar untuk tidak menceritakan semua kejadian tersebut. Tentu ‘peristwa-tanda-kutip’ yang terjadi di dalam ruangan Presdir muda irit bicara itu tak ia beritahukan kepada Tiffany. Gosh! Bisa gawat jika gadis cerewet itu mengetahuinya. Terkadang mulut Tiffany sulit dikontrol. Maka Jaejoong berhenti saat dia dan Presdir tampan itu berjabatan tangan.

Yaa! Jaejoongie,”

“Humm?”

“Kau menerima tawaran itu setelah melihat jumlah salary–nya?”

Jaejoong menatap Tiffany dengan satu alis terangkat, kemudian mengangguk.

Tiffany berdecak, “AigoKkumkkae! Presdir Jung pasti berpikir kau ini wanita matrealistis.”

Gadis itu tersenyum masam, “Aku tidak peduli.” Sahutnya acuh.

“Aish, jinjja! Kau ini.” Tiffany mencebil.

Jaejoong hanya membalasnya dengan senyum tipis. Menyesap vanilla latte–nya seraya menerawang kejadian dalam ruangan di lantai 26. Teringat kembali menit-menit terakhir sebelum dia keluar dari ruangan milik Presdir tampan itu serta perangainya. Astaga, bukankah itu termasuk bentuk pelecehan? Bodoh! Mengapa Jaejoong hanya diam saja?! Bahkan, dia pergi tanpa melakukan apapun.

Biasanya, gadis cantik itu tak segan mengeluarkan jurus karate dasar—yang ia pelajari ketika masih menjadi anggota karate di High School–nya—saat bertemu pria kurang ajar yang berani menyentuh tubuhnya. Bahkan, dia tak pernah membiarkan  kekasihnya sendiri berbuat terlalu jauh. Gosh! Ada apa dengan dirinya?

Membatalkan kontrak kerja? Aish, itu mustahil. Dia bisa dituntut. Memperkirakan kemenangan untuk dirinya hanya 1% dan 99% untuk Jung Yunho mengingat harta keluarganya yang Jaejoong yakini tidak akan habis sampai tujuh turunan.

Nan eottokhae? Apa dia harus tetap menjalaninya? Tapi, siapa yang bisa menjamin jika namja berkuasa nan angkuh itu tidak akan berbuat lebih. Sebuah helaan nafas lolos dari bibir cherry itu.

Well, well, your prince is coming,” Tiffany berucap kala matanya tak sengaja menangkap sosok jangkung yang kian mendekat. “Apa aku harus pergi sekarang sebelum kau usir?

Mwoya? Kapan aku pernah mengusirmu? Aku tak keberatan jika kau tetap disini.” Balas Jaejoong tanpa menoleh kearah Tiffany. Dia sibuk melambaikan tangan pada Changmin—namja yang tak lain adalah kekasihnya.

Tiffany mendecih, “Bukan kau, tapi kekasih mu,”

Jaejoong tertawa kecil mendengarnya.

“Jangan-jangan kau sengaja menyuruh ku untuk tetap disini agar aku dapat menyaksikan romance drama yang akan kalian perankan sebentar lagi ya? Oh, tidak! Terimakasih banyak, Jaejoongie!”

Tiffany hendak beranjak namun Jaejoong menahannya, “Eonnie~ tetaplah disini, kita kembali ke ruangan bersama, otte?” balas Jaejoong mulai menunjukan bunny eyes–nya.

Ige mwoya? Kau lupa, eoh? Ruangan kita sudah berbeda, Jaejoongie, dan aish… aku sudah kebal dengan tatapan memelas mu. Jadi, hentikan! Jja~ annyeong!”

Tiffany beranjak, membawa serta makan siangnya menuju meja lain. Jaejoong melihat temannya itu sudah bergabung dengan karyawan lain di meja dekat counter makanan. Gadis pemilik eye smile itu mudah sekali bergaul, membuat Jaejoong terkadang merasa iri.


“Jaejoongie,” Yeoja cantik itu mengangkat kepalanya. Sedikit terkejut kala sebuket pink rose menyambut pandangan matanya. “Bunga ini untuk mu sebagai permintaan maaf ku.”

Omona!” seru Jaejoong seraya menerimanya, “Terimakasih, Changminnie.” Mendekatkan hidung runcingnya pada kumpulan pink rose itu dengan senyum yang kian mengembang.

“Aku berjanji akan menabung untuk membeli mobil baru agar kejadian seperti tadi pagi tidak terulang kembali.” Ucap Changmin terdengar tulus. Kepalanya sedikit menunduk. Dia merasa bersalah dan tidak berguna. “Aish, aku benar-benar seorang kekasih yang payah ya.” Tambahnya diselingi tawa paksa.

Bibir ranum Jaejoong mengulas senyum tipis, “Menabung memang penting. Tapi, naik taxi tidak seburuk itu, perjalanan pagi ku menyenangkan karena taxi yang kau pesankan memutar lagu favorit ku.”

Jinjjayeo?”

Jaejoong mengangguk singkat, lalu menoleh dan menatap intens wajah tampan yang terkesan kekanakan itu, “Changminnie,” menjeda sejenak kalimatnya, “Jangan berkata seperti itu lagi, arra?” Titah Jaejoong mencubit pipi Changmin.

Perlakuan Jaejoong justru menyentuh hati namja tampan itu. Senyum Changmin semakin tak dapat ditahan. Dia mengusap puncak kepala Jaejoong, lalu menatap lekat-lekat kekasih cantiknya yang sedang memainkan kelopak-kelopak indah berwarna merah muda pemberiannya. Tanpa sadar Changmin ikut tersenyum menatap pemandangan yang lebih indah dari buket bunga itu.

Gadis ini berbeda dengan gadis-gadis yang pernah dikenalnya. Masih tertanam lekat dalam ingatan Changmin kalimat pertama yang dilontarkan oleh gadis cantik ini ketika Changmin menyatakan cintanya; “Jika kau memacari ku hanya untuk seks, sebaiknya kau cari wanita lain.”

Aigo! Changmin seperti terkena serangan jantung kala itu. Tapi, tak sedikit pun dia merasa tersinggung atas ucapan Jaejoong. Tujuannya memang bukan untuk seks, lalu untuk apa dia harus tersinggung atau marah? Changmin benar-benar mencintai seniornya itu. Dia bersyukur dapat memiliki Jaejoong. She’s so special, and she’s makes Changmin feel so special.

Jaejoong menoleh dan memicingkan mata bulatnya saat memergoki Changmin tengah menatapnya sembari tersenyum bodoh, “Kenapa terus menatap ku?”

“Tidak, hanya heran saja, kenapa kau cantik sekali, humm?”

“Ayy, kau belajar menggombal dimana, eoh? Aku tidak tahu jawabannya, tanyakan saja pada Ibu dan Ayah ku.”

“Aish, aku benar-benar mencintai gadis cantik ini.” Changmin menatap Jaejoong dengan mesra.

Omo! Selera mu bagus sekali, Changminnie.”

Changmin terkekeh menampilkan mismatch eyes–nya seraya mengacak rambut almond Jaejoong.

“Omong-omong, kenapa Tiffany Nuna pindah?”

“Iri karena kau dan aku sudah tiga tahun bersama tapi dia masih saja sendiri.” Ucap Jaejoong asal seraya tertawa ringan.

“Pengertian sekali.”

“Changminnie,”

“Ya,”

“Aku ingin mengatakan sesuatu.”

Changmin mengulum senyum, “Tumben sekali meminta izin terlebih dahulu.”

“Aku serius, Changminnie!”

Ne, ne, katakan saja, aku hanya bercanda.” Sahutnya menusuk-nusuk pipi lembut Jaejoong dengan telunjuknya.

“Itu— humm… sebenarnya aku baru saja menandatangani kontrak kerja.”

“Kau baru saja memperpanjang kontrak kerja mu? Itu bagus.”

Ani,

“Lantas?”

Jaejoong terdiam sejenak sambil menggigit bibirnya. Dia menoleh ke arah Changmin dan berkata, “Bukan memperpanjang kontrak kerja, tapi menandatangani kontrak kerja baru sebagai humm… sebagai sekertaris Presdir Jung.”

Mata onyx Changmin melebar, “Benarkah?!”

Ne, maaf ‘kan aku karena baru memberitahu mu, bahkan aku tidak meminta pendapat mu sebelum aku menyetujui kontrak itu.” Jaejoong berujar lirih seraya menatap Changmin. Menelisik reaksi seperti apa yang kiranya akan ditunjukan olehnamjachingu–nya.

“Kenapa harus minta maaf, humm? Aku sangat senang mendengarnya, itu sebuah kemajuan yang luar biasa. Aku sungguh senang, Jaejoongie.” Senyum Changmin melebar bangga.

Kalimat yang Changmin ucapkan barusan langsung membuat dada Jaejoong terasa  lebih ringan. “Sungguh? Kau tidak marah?” kembali bertanya untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri.

“Kenapa aku harus marah?”

“Kau memang yang terbaik, Changminnie.” Bibir plump berwarna pink itu mengulas senyum manis.

“Jangan tersenyum seperti itu, Jaejoongie.”

Mata bulat Jaejoong berkedip-kedip lucu. “Waeyo?”

“Aku bisa meleleh.”

Jaejoong merona dan mendesis jengah, “Aish, jangan terlalu banyak membaca novel remaja, Changminnie! Itu mempengaruhi kinerja otak mu.”

“Menyentuhnya saja tidak pernah, aku hanya sedang berkata jujur kepada kekasih ku.”

“Begitukah? Apa aku lebih cantik dari idolamu Han Ga In?”

“Tentu saja.” Tukas Changmin mengangguk-angguk menggemaskan.

“Jaejoongie, baegopheuda (aku lapar). Aku ingin menangih yangnyeom tongdak yang telah kau janjikan.”

“Apa makhluk imut di dalam perut mu sudah menggelar konser, eoh?” goda Jaejoong menepuk-nepuk perut kekar Changmin.

“Begitulah.”

Jaejoong membuka kotak bekal berukuran lumayan besar yang telah ia siapkan sejak jam 5 pagi dan memberikan Changmin satu pasang—dari dua pasang sumpit. Mata onyx namja tinggi itu nampak berbinar secerah lampu halogen melihat isi kotak tersebut. Tidak hanya yangnyeom tongdak—makanan berbahan dasar ayam itu—tapi juga ada telur gulung, cumi tepung dan sayuran. Lucky ! Memiliki seorang yeojachingu yang ahli di dapur adalah yang terbaik.

“Selamat makan,” seru Changmin penuh semangat.

Jaejoong memperhatikan Changmin yang sibuk menyumpit. Melihat namja tinggi itu makan sungguh menyenangkan. Wajah kekananakannya tak bedanya dengan anak kecil berusia 5 tahun. Namun, jika sudah berbicara serius, dia benar-benar bertransformasi menjadi pria dewasa yang mempesona. Aigo!


Kim Jaejoong’s House.

21.39 KST

Kaki jenjang gadis cantik itu melangkah keluar dari kamar mandi menuju meja rias. Dipandanginya dirinya di depan cermin. Jaejoong memejamkan mata doe–nya sesaat seraya berterimakasih kepada kedua orangtuanya, berkat mereka dia terlahir dengan wajah yang sangat cantik. Menyudahi kegiatan err… anehnya itu, lalu beralih mengambil sebuah hair dryer untuk mengeringkan rambut panjangnya. Meminimalisir kemungkinan sakit kepala esok hari karena mencuci rambut dimalam hari.

Jaejoong menghentikan pergerakan tangannya saat suara ketukan pintu yang tidak sabaran terdengar begitu nyata. Keningnya berkerut. Apakah itu Changmin? Baru setengah jam yang lalu mereka berpisah. Setelah jam kerja berakhir, dua sejoli itu memutuskan untuk berkencan di mall terdekat, hanya makan ice cream namun terkesan manis. Omo! Apa Changmin kembali karena sudah merindukannya lagi?

Jaejoong terkikik geli membayangkan itu, lantas menonaktifkan dan menaruh alat pengering rambut modern tersebut dan beranjak untuk melihat siapa yang bertamu malam-malam begini.

Alis Jaejoong menaut sempurna, “Nuguseyeo?” tanyanya melihat seorang wanita yang tak di kenalnya tengah berdiri di depan pintu rumahnya dengan wajah yang sama sekali tidak ramah.

Yaa! rumah mu sangat kecil tapi kenapa lama sekali membuka pintunya?!” hardik gadis asing itu.

Mata bulat Jaejoong membelalak sempurna. “Ige Mwoya?”

Mata sipit gadis itu menatap Jaejoong—yang hanya mengenakan red tank top dan black hot pants—dari atas sampai bawah dengan tatapan menilai. Iris matanya menyorot detail membuat Jaejoong merasa tak nyaman.

“Kaki mu bagus, pinggang mu juga ramping, perutmu rata, bokong mu lumayan dan payudara mu besar. Tak heran jika Yunho Oppa menjadikan mu sekertaris barunya. Aish, merepotkan sekali. Minggir! Aku mau masuk, jika kau memiliki pertanyaan, sebaiknya nanti saja, aku sudah tidak tahan menjadi santapan nyamuk disini.”

Yeoja asing itu masuk kedalam rumah mungil Jaejoong tanpa meminta persetujuan pemiliknya. Meninggalkan Jaejoong yang hanya terdiam dengan mulut menganga.

Jejevan Note :

Hayooo~ kira-kira siapa yeoja asing itu? gampang banget jawabanya hehe… Alurnya memang sengaja dibuat sedikit lambat ya, kedepannya kemungkinan di buat sedikit cepat ^^ Chapter ini sedikit lebih panjang dari chap sebelumnya, semoga ngga bosen ya T,T please appreciate it :)

Maaf jika masih banyak typos yang bertebaran dan kata-kata yang kurang berkenan. Terimakasih kepada semua yang sudah mampir dan meninggalkan jejak ^^ kritik dan saran diterima asal membangun dan menggunakan bahasa dan kata-kata yang sopan. FF ini hanya untuk hiburan semata. Jangan dibawa serius, Ok ^^

So, mind to comment?

Thank you~

Love yaa!

See yaa!

© Jejevan

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
EvaKim2804 #1
Chapter 2: author could you put it in english version? it does not allow me to translate it and it's a pity because you see an interesting story and I love yunjae and I love reading about them
EvaKim2804 #2
Chapter 1: ??
Now you know who he is, what will Yunho do?
daehyundarklight #3
Chapter 3: akhir'y update...
yun ert ikh... ud gtu langsung d kiss lgi...
good jae, bri plajaran yun... biar g' ert...#plak
hesti07 #4
Chapter 3: Aah.. yunkokyunga sabaran banget nih. Semangat nulisnya author ssi
reika_love #5
Chapter 3: asal ini tetap yunjae... slight minjae ga apa2, tapi jangan pake slight hosu atau yunfanny atau slight yun dengan yg lain ya.... soalnya udah banyak banget dimana yun sama yg lain dulu baru sama jae akhirnya... sekali-kali jae yg sm org lain dulu and yun cuma buat jae boleh kan ^^

minsu ok, changkyu ok ^^
jungie_yeppo #6
Chapter 2: aish~ si jung ert!! haha.. bakal gak selamat tu jaejoong. siapa tu yeoja?? cerewet bin ngeselin amat si, dongsaeng yunho ya.. tapi siapa?? hm,apa junsu?? ah molla~
anmade #7
Chapter 2: hahaha ya ampun jung yunho, itu sekretaris baru jg ttd kontrak dibikin nyesel. ert amat bos ini wkwk yeoja yg nyelonong masuk apartmen jj siapa? o.O
daehyundarklight #8
Chapter 2: nugu? junsu? jessica? knpa bsa tw apartemen jae?

jung yunho ert'y g' hlang... kekeke...
joongie, hwaiting...
daehyundarklight #9
Chapter 1: pesona kim jaejoong tak bisa terkalahkan...
poor chunie..
jungie_yeppo #10
Chapter 1: aaah lanjut..ini menarik bgt!! bagaimana hubungan minjae selanjutnya apabila si lord yunho sudah menetapkan jae menjadi miliknya? can't wait... aish~ jaejoongie.