Jaejoong
VIRTUAL PARADISE -bahasa-Jaejoong
“Kapan tugas Travailleursmu akan dimulai, Yunho?” Mati-matian aku berusaha untuk menjaga agar suaraku tak bergetar, namun sia-sia. Barusan aku malah terdengar seperti anak kambing kehujanan yang sekarang berusaha mengembik dalam dingin.
Berulang kali aku mendengarnya membuka mulut, namun tak ada satupun kata yang berhasil ia ucapkan. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan aku dapat merasakan pelukan ditubuhku mengerat. Wajahnya di benamkan di bahu kananku dan isakannya perlahan-lahan memecah keheningan. Tubuhnya bergetar di punggungku.
Ia takut. Aku tahu ia takut.
Ia takut tak akan bisa kembali lagi karena tak pernah akan ada jaminan bagi seorang Travail bisa kembali ke pelukan keluarganya. Aku menyadari hal tersebut dari awal saat aku menerima surat konfirmasi pendaftaran Travailleursnya. Dan meskipun aku marah, kesal, sedih dan kecewa padanya saat itu karena tak merundingkan hal ini denganku terlebih dahulu, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ia sudah terlanjur mendaftar dan… ia melakukan ini untuk kebaikanku. Ia yang bilang begitu. Tugasku sekarang hanyalah berusaha untuk tidak semakin memperberat bebannya dengan kesedihanku dan bisa membuatnya melakukan tugasnya hingga selesai dengan hati yang lega.
Serta mempersiapkan diriku untuk segala kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi padanya.
o-o
Beberapa jam kemudian, kami telah berpindah tempat ke atas tempat tidur kami yang beralaskan seprai yang dulunya berwarna biru muda. Kami berbaring menghadap satu sama lain dengan kepala yang pening dan mata yang sembab. Namun, aku bisa melihat ada seutas senyum lega di bibir Yunho.
Aku jadi teringat ucapan ibuku yang tidak pernah melarang aku, satu-satunya anak lelaki yang pernah dilahirkannya, untuk menangis setiap kali aku merasa tidak baik. Ibuku bilang, menangis adalah satu-satunya cara untuk membuatmu tetap kuat dalam kelemahanmu. Kau boleh menangis sesukamu, tak peduli kau laki-laki atau perempuan. Asalkan setelahnya, kau bisa merasa baik dan lebih kuat.
Dan melihatnya tersenyum padaku sekarang ini, rasanya perkataan ibuku memang selalu benar. Meskipun saat ini adalah saat-saat terendah dalam hidup kami—khususnya ia, aku tak perlu khawatir karena ia pasti tetap kuat atau malah tambah kuat untuk menjalaninya.
“Aku akan sangatsangat merindukan saat-saat seperti ini,” ucapnya seraya mencium buku-buku jariku. Aku mengangguk setuju dan berusaha menarik ujung-ujung bibirku untuk tersenyum meskipun hangatnya air mata masih menggelayut di sudut-sudut mataku. Aku harus terlihat baik-baik saja. Aku tak boleh semakin membebani hatinya.
“Aku pasti kembali, Joongie.”
“Kontraknya hanya berlaku selama tiga bulan, selalu begitu. Tidak pernah kurang apalagi lebih. Sekarang sudah setengah musim panas, jadi… kau pasti akan mendapatkan Yunnie Bear-mu kembali tepat disaat sebelum musim dingin tiba. Kau tidak berharap untuk menghabiskan waktu musim dinginmu sendirian, ‘kan?” Ibu jarinya memutar-mutar cincin berwarna perak yang tersemat di jari manisku. Aku mengucapkan kalimat ‘aku tidak mau’ tanpa suara. Ia tersenyum melihatku merajuk.
“Setelah kontrak Travailleursku ini selesai, kita akan segera meninggalkan gubuk ini untuk tinggal di tempat yang lebih layak. Kalau perlu kita pergi yang jauh dari sini, memulai dari awal segalanya, di tempat yang baru. Aku berjanji, kita akan tinggal di rumah yang hangat saat musim dingin dan sejuk saat musim panas tiba.”
“Dan dapur yang bagus,” usulku asal. Tawa Yunho menggetarkan gendang telingaku. Ia tergelak mendengar usulku dan aku ditariknya mendekat untuk berpindah bantal ke atas lengan kirinya. Aku merengut tak setuju, mengetahui lengannya yang sakit akibat dipasang Transmitter tadi siang.
“Lenganmu sakit, bukan?”
Ia menggeleng dan mengecup keningku, “Bukan yang ini. Tenang saja.”
Lalu dengan konyolnya ia menanggapi ucapanku sebelumnya sambil terkekeh, “Ya, dapur bagus yang akan kuberi tanda ‘This is Joongie’s territorial—Ini territorial Joongie. Siapapun yang melanggar batas-batas yang telah ditentukan akan mendapatkan hukuman atau membayar denda sebesar 100,000 won!’.” Aku memutar mataku sebal mendengar kelakarnya dan berusaha untuk mengelap1 air mata di sudut mataku saat Yunho menyingkirkan tanganku dalam sekejap dan menggunakan jarinya untuk menggantikan tugasnya menyeka2 air mataku.
“Akan selalu dirimu yang mendapat hukuman, Yunho. Yang selalu mengangguku kalau aku sedang memasak kan hanya kau saja,” ucapku berusaha untuk terdengar sinis, namun ia malah kembali tergelak dan akupun mau tak mau ikut tergelak bersamanya.
“Ah ya, aku lupa siapa calon tersangka utamanya.”
—₰—
1 2: gak ada maksud apa-apa, cuma tiba-tiba ticked aja waktu kemaren baca ulang Mockingjay di kereta dan nemu Katniss bilang, ‘bukan mengelap, tapi menyekanya’. Baru sadar kalo maknanya beda hehe
2007 words! Gak boong kan gak boong~ Terpaksa di pisah ke dua chapter karena saya gak mau lebih dari satu pov di satu chapter :p
Kalo masih ada yang ga yakin ini ama yunjae apa enggak, ini ama yunjae kok! Tenang aja! Otak author itu isinya mulu! Dan istri Yunho itu ya Jaejoong~ udah dikasih tau kan akhirnya~ Meskipun nggak jadi major plotnya (susah bro nulis romance, jadi maklumin ya kalo ini genrenya diganti2 mulu) karena Yunho harus…., ini tetep kok^^
Ayo review~ review~ saya gak gigit~
Comments