Yunho

VIRTUAL PARADISE -bahasa-

Yunho

Waktu itu usiaku baru 10 tahun saat kecemasan melanda kota tempatku tinggal, Gwangju-si.

Mereka akan mewajibkan setiap pria untuk mendaftar sebagai Travail,’ begitu yang dibicarakan oleh setiap orang yang aku kenal.

Kota tempatku tinggal memang jauh dari Seoul— untuk bisa sampai kesana pada masa itu, dibutuhkan waktu setidaknya 8 jam naik kereta. Aku bahkan bisa mengenali semua penduduk di kotaku karena pada masa itu luas kotaku tak seberapa sehingga aku bisa menjelajahi setiap sudutnya setiap pulang sekolah. Dan tetangga satu kotakupun (aku menyebut mereka tetangga karena meski jarak antar rumah kami berjauhan, kami semua saling mengenal satu sama lain) memang lebih menyukai kehidupan mereka yang sederhana dan tetap berada di tanah kelahiran daripada harus pergi mencari banyak uang, namun harus berada jauh di luar sana.

Pergi ke kota besar semacam Seoul, merupakan hal yang menakutkan bagi sebagian besar tetanggaku, oleh karena itu, meski dengan iming-iming sejumlah uang honorariumpun hanya sedikit sekali dari mereka yang goyah imannya dan mau pergi ke Seoul untuk menjadi seorang Travail. Sekedar info saja, pada waktu itu sudah 27 tahun sejak program Travailleurs pertama kali diluncurkan dan baru ada 14 orang Travail dari Gwangju! Bisa kau bayangkan betapa… betapa askdfghjklnya—sumpah aku tak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkannya!, pikiran tetangga-tetangga satu kotaku itu?

-

Seiring dengan berjalannya waktu, kabar yang semula hanya rumor dari mulut ke mulut tersebut akhirnya dikonfirmasi oleh pihak Virtual Paradise sendiri tak sampai setahun kemudian.

Di suatu pagi yang dingin di bulan 12 tahun 0034, Virtual Paradise merilis sebuah peraturan baru; Travailleurs diwajibkan bagi setiap pria di manapun tempat tinggalnya berada, dengan rentang usia dari 30-40 tahun.

Tawa lega, tangis bahagia sampai lolongan tak percaya dan teriakan histeris campur baur jadi satu di hari itu. Dan ditengah keriuhan orang-orang (dan ahjumma-ahjumma histeris) yang sedang sibuk membaca pengumuman yang ditempelkan di tembok-tembok, aku yang pada hari itu datang bersama ibuku hanya bisa diam sambil berpelukan erat.

Ibuku tersenyum lega dalam tangisnya karena ayah—yang aku tahu usianya hampir 43 tahun pada saat itu, secara resmi terbebas dari kewajiban Travailleurs tersebut. Ayah tak harus meninggalkannya sendiri menjaga aku dan adikku Jihye berbulan-bulan.

Saking bersyukurnya, beberapa hari setelah hari itu, ibuku mengumumkan bahwa ia ingin merayakan kegembiraannya dengan berlibur kemanapun selama beberapa hari—yang langsung ditolak mentah-mentah oleh ayah yang tak setuju kami akan pergi bersenang-senang sementara tetangga-tetangga kami masih sibuk bertangis-tangisan karena suami atau anak atau ayah mereka harus menjadi Travail selama beberapa bulan.

-

Dan di musim dingin ke 3 sejak peraturan itu dikeluarkan atau saat usiaku menginjak angka 13, Virtual Paradise kembali merilis sebuah peraturan baru; Atas dasar berbagai pertimbangan, rentang usia wajib Travailleurs dinaikkan menjadi dari usia 27-45 tahun. Histeria massal para tetangga-tetanggaku seolah-olah dibuatkan tayangan ulangnya. Di sudut-sudut kota, ada saja yang saling berpelukan dan menangis meratapi nasib.

Bahkan sekolahku sampai harus diliburkan selama 3 hari—yang disambut gembira oleh semua siswa, karena menurut psikolog yang bertugas di sekolahku, pemandangan seperti itu tidak layak untuk dilihat anak-anak usia sekolah dasar dan akan lebih baik bila mereka ada di dalam rumah. Padahal menurutku, apabila orang rumahmu sendiri yang melakukan hal tersebut, jadinya akan sama saja baik kau berada di rumah ataupun pergi ke sekolah.

Ayahku yang saat itu sudah berusia 46 tahun, sekali lagi secara resmi terbebas dari peraturan baru tersebut. Dan kali ini ibu memaksa kami untuk benar-benar merayakannya dengan berlibur ke pantai selama 3 hari. Yang lagi-lagi ditolak oleh ayah.

-

Dua belas tahun tahun kemudian, aku menemukan diriku memegang sebuah surat bersegel merah dengan logo bunga teratai bersusun milik Virtual Paradise.

‘Nama Kandidat: JUNG YUNHO

Tanggal Lahir: 06 02 0024

Status: LULUS

Kepada para Kandidat yang telah terpilih, DIWAJIBKAN untuk datang ke Pusat Riset dan Pengembangan (RD) Virtual Paradise, Gedung D pada hari Sabtu, 15 07 0049 untuk penandatanganan kontrak Travailleurs dan instalasi Transmitter lengan.

Hormat Kami,

 

Virtual Paradise’

-

Namaku Jung Yunho.

Usiaku baru 25 tahun, namun aku telah mendaftarkan diriku sebagai seorang Travail.

o-o-o

“Kandidat No. 27!”

Aku berdecak dan menatap kertas kecil bernomorku dengan tatapan pasrah. Petugas kembali memanggil nomor urutku dengan keras karena matanya tak menangkap ada satupun dari para Kandidat yang sedang menunggu giliran ini bangkit dari tempat duduk. Tak mau berurusan panjang dengan orang-orang yang kelihatannya tak segan untuk memukulmu bila salah ini, aku menghembuskan nafasku dengan keras—berusaha untuk mengumpulkan semua keberanianku, sebelum aku bangkit dan mengangkat kertas bernomor 27 di tanganku.

“Kandidat No. 27: Jung Yunho, hadir!”

Dalam sekejap semua mata para Kandidat tertuju padaku dan seorang pria muda berambut coklat kemudian muncul menghampiriku. Tangannya mengisyaratkanku untuk keluar dari ruang tunggu.

Selama kami berjalan, aku memperhatikannya dengan seksama karena ia tidak mengenakan seragam yang sama dengan petugas recruitment yang selama ini aku jumpai. Sebuah nametag bertuliskan—Cha… entah siapa, aku hanya melihatnya sekelebat tadi, tersemat di jas hitamnya yang menawan. Ia masih terlihat sangat muda—pasti usianya jauh dibawahku meski tinggi kami hampir sama, dan dengan wajah setampan itu, kurasa ia akan lebih cocok bekerja sebagai penghibur daripada harus bekerja seperti ini.

Setelah kami melintasi taman berumput hijau yang ditumbuhi tanaman-tanaman yang tak pernah kulihat sebelumnya, ia berbelok dan memasuki gedung dengan atap melengkung yang ada di seberang gedung tempat para Kandidat menunggu tadi. Mau tak mau aku mengikutinya masuk meskipun jantungku mulai berdebar dalam gelisah dan bahkan bunyi ping saat lift yang akan kami naiki terbuka saja, bisa membuatku terlonjak kaget. Tak mau lagi terlihat kikuk didepan—nama ku ini ternyata Chanyeol, aku segera masuk ke dalamnya sementara tangan Chanyeol bergerak untuk menekan angka 4.

Sesampainya lantai 4, ternyata ada seorang petugas lain—yang ini tidak memakai jas seperti Chanyeol melainkan seragam biasa dengan logo departemen Riset dan Pengembangan di kerahnya, yang sepertinya telah menungguku. Chanyeol menganggukkan kepalanya kepada petugas tersebut sebelum bergegas pergi, mungkin untuk menjemput Kandidat selanjutnya.

Lelaki yang memperkenalkan namanya sebagai Kai tersebut menganggukkan kepalanya padaku sejenak dan berkata, “Keluarkan semua isi kantong anda dan letakkan tangan anda disini.” Aku menuruti perintahnya dan membiarkannya menggeledahku—toh aku tidak membawa benda-benda aneh atau menggunakan tindikan dan yang sebagainya ini.

Ia menganggukan kepalanya kembali kepadaku saat selesai dan mengangkat keranjang berisi benda-benda dari sakuku seolah mengatakan ia akan menyimpannya sementara. “27, all clear.”

”Silahkan masuk ke dalam ruangan,” ucapnya datar, tangannya mengarahkanku ke pintu besar berwarna putih di sebelah kanan, “Dan berhati-hati dalam melangkah.”

Ucapan terimakasih meluncur begitu saja dari mulutku dan kakiku berjalan memasuki ruang berlabel ‘Installation Room’ tersebut.

o-o-o

“Apakah sakit?” tanya dokter berwajah oriental yang sedang memeriksa tanda-tanda vital tubuhku ini.

Setelah proses pemasangan Transmitter selesai (meskipun nama ruangan tadi adalah Installation Room atau Ruang Instalasi, aku tak mau mengatakan bahwa Transmitter itu telah di instalasikan kepadaku—memangnya aku komputer!) aku kembali digiring ke ruangan lain oleh Kai. Untungnya hanya untuk bertemu dengan dokter biasa yang (sepertinya) akan menanyai hal-hal umum seperti pertanyaannya barusan.

Dokter tersebut bernama Zhang dan sedang mengamati lengan dalamku yang perlahan membiru dengan seksama sambil menekan-nekannya perlahan. Aku mendesis saat ia menekan tepat di tempat mereka menanamkan Transmitter tadi dengan tangannya yang dingin dan menganggukkan kepalaku setuju, “Lumayan.”

“Saya kira sebelum pemasangan Transmitter, saya akan diberi semacam obat penghilang rasa sakit terlebih dahulu. Ternyata tidak,” lanjutku. Dengan senyuman tipis, dokter itu menjawab, “Hampir semua Travail yang pernah kuperiksa berkata demikian.”

“Oh ya?” Ia mengangguk sambil menggumamkan sesuatu yang kutangkap sebagai jawaban ya dan membuka mulutnya kembali, “Apakah kau kidal?”

“Tidak, saya menulis dengan tangan kanan.” Dokter Zhang mendesah pelan mendengar jawabanku. Kepala bergeleng-geleng dan ia mencoba meletakkannya lenganku yang sakit dengan hati-hati.

“Aku sedih harus mengatakan hal ini kepadamu, namun rasa sakitnya tidak akan hilang sampai seminggu ke depan. Seharusnya kau minta Transmitternya untuk diinstalasikan di lengan kirimu tadi.” Instalasi. Aku tidak bisa tidak mendengus dengan sebal mendengar kata-katanya barusan.

“Sudah terlanjur juga. Tidak apa-apa, Zhang-uisanim,” tandasku.

-

Saat pemeriksaan olehnya sudah selesai dan aku dinyatakan tidak akan mengalami infeksi apa-apa—kecuali rasa sakit dan kekakuan sendi pada tangan kananku untuk seminggu ke depan, aku diizinkan untuk pulang.

“Kau sudah menikah?” tanya dokter Zhang sambil membantuku bersalin pakaian karena lenganku benar-benar terasa sakit dan tidak bisa ditekuk sekarang—sebelumnya aku mengenakan pakaian khas rumah sakit. Matanya pasti menangkap cincin yang melingkar di jari manisku tadi, makanya ia bertanya demikian. Aku mengangguk dengan bangga. “Ya.”

Dokter Zhang tertawa dengan suara pelan. Lesung pipinya muncul dalam sekejap, menghiasi pipinya. “Senangnya menjadi dirimu. Bebas menikah di usia berapa saja,” ujarnya. Aku yang terkejut mendengar jawabannya lantas bertanya, “Memangnya pekerja disini dilarang menikah, ya?”

Dokter Zhang kembali tertawa, “Tidak juga. Hanya saja…” kalimatnya menggantung di udara. Untuk sejenak, aku dapat melihat sedikit rasa penyesalan dan kesedihan di matanya.

“Lupakanlah,” ucapnya dengan ringan seraya mengantarku ke depan pintu dan membukakannya untukku.

Dan, “Selamat berjuang, Yunho-ssi!” adalah ucapan yang aku dengar darinya sebelum pintu dihadapanku tertutup dengan debuman dan aku beranjak dari sana untuk mengambil barang-barangku kembali sebelum akhirnya pulang ke rumah.

Rumah.

—₰—

1459 words! Yeee panjangan kan? panjangan??? Itu karena Yunho adalah main pov di Bagian 1. Permulaan ini. Kalo misalnya difilm, yang kayak-kayak Minseok sama RCL itu cuma cameo-cameo gitu di bagian ini, makanya updatenya super pendeks karena pov mereka ya cuma sebagai teaser dan filler aja buat scene-scene ke depannya. Hahaha alasan

Reviews are loved! <3 I swear I won’t bite~ /nyengir Jean

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chocolakay #1
Chapter 7: Memang mau amplop bercoklat isi apalagi kalau bukan uang?

aku maunya amplop coklat berisi buku nikah yang bertuliskan nama aku dan oppa. HAHAHAHAHAHAHA BYE

eh kemaren bekyun cewek apa cowok sih? luhan cowok juga apa cewek? kok aku jadi bingung sama gender mereka?
chocolakay #2
Chapter 6: jaejoong bakal jadi apa ya disini? aku (agaknya) bisa ngebayangin plot gelap penuh aksi pake acara penyelidikan pemerintahan yang kotor buat yunho, tapi buat jaejoong, kayaknya dia terlalu lembut, aku nggak tahu dia bakal ngapain hahahaha
chocolakay #3
Chapter 4: yang nelpon jinwoo? yang ditelepon si baby lion a.k.a lee seunghoon?

cewek ombre ini siapa ya? jangan bilang anak redeu velveteu? hahahaha

ini bakal banyak nya ya? mudah-mudahan kamu lebih fokus ke action sama misterinya...

Btw 9-11 pelesetan sevel? I CAN'T STOP CRACKING UP THIS IS SUPER HILARIOUS HAHAHAHAHA
chocolakay #4
Chapter 2: spoiler detected, aku komen di balesan aja ya?
chocolakay #5
Chapter 1: HAAAAAI!

HAHAHAHA!

lagi nyari ff hongs dan tiba-tiba nyasar ke virtual paradise yang bahasa inggris lalu ketemu ini. owwwww

ini kayaknya bakal panjang ya? lanjutin ya? lanjutin?