Taeyang

Forever Khunyoung : One-Shot Collection
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

"Mr. Nichkhun, Mr. Jang ingin bertemu dengan anda." sekretaris pribadinya bicara lewat telephone.

"Mr. Jang! Bukankah hari ini aku tidak punya janji untuk bertemu dengan Mr. Jang?" katanya sambil mengingat semua jadwalnya hari ini.

"Saya tahu, tapi katanya dia adalah teman kuliah anda. Jika anda tidak bisa bertemu dengannya hari ini, dia bisa membuat janji besok, atau pada saat waktu luang anda. Dia datang karena ingin meminta ijin untuk membuat janji bertemu dengan anda, kapanpun anda bisa."

"Nama lengkapnya?" tanya Nichkhun.

"Jang Wooyoung!" jawab sekretarisnya cepat.

Nichkhun diam sejenak, matanya memejam untuk mengingat nama yang selalu dia simpan di sudut terdalam hatinya. Sudah berapa lama mereka berpisah? Delapan tahun? 

"Suruh dia masuk!" perintahnya pada sekretarisnya. "Dan Minjae sshi, tolong batalkan semua jadwalku hari ini." katanya lagi.

 

Dengan gugup Nichkhun menatap pintu kantornya, mengantisipasi perasaannya pada orang yang akan melewati pintu itu. Bagaimana Jang Wooyoung sekarang ya? Apakah dia masih imut dan lucu seperti dulu? Wooyoung menghilang dari kehidupannya tanpa jejak. Hari itu, adalah hari pernikahannya. Hari dimana Wooyoung pergi meninggalkannya tanpa kabar. Padahal hari itu adalah hari bahagianya, bukan saja karena pernikahannya, tapi juga karena sahabat sejatinya itu muncul kembali setelah tujuh bulan menghilang.

Pintu itu akhirnya terbuka dengan perlahan. Kemudian Jang Wooyoung masuk dengan langkah perlahan, ragu. Nichkhun menatap wajahnya langsung dan terpaku, wajah yang dia rindukan begitu banyak itu sudah berubah. Tak ada lagi pipi yang gemuk, mukanya yang dulu bulat lucu, sekarang lebih tirus dan lonjong. Matanya seakan bercerita tentang hidup yang dilaluinya begitu keras dan penuh kepedihan. Ada lingkaran hitam disana, yang membuat dia tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya.  Tapi Nichkhun bisa melihat senyumnya masih sama menawannya.

"Halo Khun, apa kabar!" katanya dengan suara yang bergetar.

"Youngie! Akhirnya kau muncul juga." Nichkhun menghampiri temannya itu dan memeluk tubuhnya dengan kuat, seakan ingin meremukkan tubuh kecil dan kurus itu.

Wooyoung tertawa kecil dan menepuk-nepuk punggungnya lembut. Kemudian dia memisahkan dirinya dan menjauh. Nichkhun tertegun dengan perbuatan Wooyoung, seakan dia tidak ingin di sentuh.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Nichkhun.

"Baik." jawabnya singkat. Dia terlihat gugup.

"Yah, kau menghilang kemana? Delapan tahun aku mencarimu. Tapi kau seperti di telan bumi." kata Nichkhun kesal.

"Maafkan aku." Wooyoung terkekeh kemudian meraih tangan Nichkhun dan menaruh di kepalanya. "Aku minta maaf."

"Aishh. Aku akan memaafkanmu jika kau mau menemaniku minum kopi di lobby." katanya sambil melepaskan tangan Wooyoung yang ada dikepalanya, lalu berjalan kembali kemejanya untuk mengambil hp.

"Aku juga akan menghubungi yang lain. Sekalian mengadakan reuni kecil dengan mereka. Mereka juga pasti senang melihatmu." katanya sambil merangkul pundak Wooyoung dan membawanya keluar dari kantor.

"Tidak. Aku tidak bisa bertemu dengan mereka sekarang, waktuku tidak banyak. Aku hanya ingin bertemu denganmu." tolak Wooyoung sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kuat.

Nichkhun menatap Wooyoung, terkejut atas penolakan itu. Dulu Wooyoung tidak pernah menolak kehendaknya. "Baiklah, kalau begitu kita bicara di bawah saja."

Nichkhun membawa mereka masuk ke Lounge exclusive yang ada dalam gedung kantornya. Memesan minuman dan duduk di sudut ruangan. Wooyoung duduk di hadapan Nichkhun, dan meremas kedua tangannya yang berkeringat dan gemetar.

"Sekarang ceritakan padaku, kemana saja kau selama ini?" tuntut Nichkhun. 

"Aku hanya pulang kekampung ayahku, dan mengelola perkebunan kecil di sana. Kebun itu warisan kakekku, jadi kami pulang dan mengurusnya, karena kakekku sudah meninggal."

"Kau sudah menikah?"

"Bb...belum." Wooyoung tertawa gugup.

"Mengapa? Semua teman kita sudah menikah. Terakhir Junho, dia sudah bertunangan, bulan depan pernikahannya."

"Aku hanya belum menemukan orang yang tepat. Asal kau tahu saja, hidup di perkebunan tidak banyak orang yang kau temui. Hanya ahjussi dan ahjumma yang bekerja di sana." Kembali Wooyoung tertawa.

Nichkhun ikut tertawa. Ahh, sudah lama dia tidak merasa rileks seperti ini. Selama ini dia hanya di sibukkan oleh pekerjaan dan keluarganya.

"Bagaimana denganmu? Apa kau sudah punya anak." Wooyoung balik bertanya.

Nichkhun mengangguk. "Aku sudah punya dua orang putri. Mereka 6 dan 3 tahun." jawab Nichkhun bangga.

"Syukurlah kalau begitu, aku senang melihat kau bahagia." Wooyoung tersenyum, walaupun hatinya terasa sakit.

"Makanya kau harus cepat menikah dan punya anak, biar kau bahagia juga sepertiku."

"Entahlah. Mungkin aku tidak bisa menemukan orang seperti dirimu." kata Wooyoung mencoba bercanda.

Nichkhun tertawa, mendengar lelucon Wooyoung tersebut, tapi dia tidak tahu, dibalik perkataan itu ada keseriusan dalam nada bicara Wooyoung.

"Apa yang kau kerjakan di Seoul sekarang, apakah ada keperluan kau ingin menjumpaiku? Atau kau rindu denganku?" tanya Nichkhun kemudian tersenyum melihat Wooyoung bertambah gugup dengan pertanyaan yang dia utarakan.

"A...aku, ingin meminta sedikit bantuanmu. D...ddan, ini sangat mendesak." jawab Wooyoung gugup.

"Kau butuh uang? Apa kau terlilit hutang?"

"Tidak. Aku tidak sedang terlilit hutang, dan aku tidak membutuhkan uangmu." Jawab Wooyoung, kemudian sadar jika penolakannya itu membuat Nichkhun kecewa dan sakit hati. "Maaf. Bukan uang yang aku butuhkan saat ini." 

"Lalu bantuan apa yang aku bisa berikan untukmu?" tanya Nichkhun kesal. Dia sudah tidak sabar mengetahui apa alasannya Wooyoung mencarinya setelah delapan tahun menghilang dari kehidupannya.

"Aku hanya ingin kau mau mendonorkan darahmu untuk seseorang yang sedang membutuhkannya."

Jawaban Wooyoung membuat Nichkhun terkejut. Biasanya jika orang yang ingin bertemu dengannya, adalah orang yang ingin meminjam uang untuk berinvestasi. Tapi Wooyoung hanya butuh darahnya? Untuk siapa?

"Untuk siapa Wooyoung?" tanya Nichkhun penasaran.

"S..sseorang, hanya seorang yang sedang membutuhkan darahmu. Dia sedang sakit, dan butuh arah yang cocok untuknya, rumah sakit kehabisan stok. Aku sudah mencari darah itu di seluruh Korea, dan ke Bank darah. Tapi mereka juga kehabisan stock.  Dan a..aku ingat, kau memiliki darah yang aku butuhkan, mm..mungkin, mmungkin darahmu cocok dengan orang itu." mata Wooyoung berkaca-kaca karena teringat seseorang yang sedang berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, menunggu belas kasihan Nichkhun untuk sembuh.

"Siapa dia?" Nichkhun menekankan suaranya. "Aku seorang Horvejkhul, setiap tetes darahnya sangat berharga. Aku tidak mau mendonorkan darahku dengan orang yang tidak jelas asal-usulnya."

"Aku tahu. Aku tahu. Hanya untuk memastikan saja. Kau hanya datang ke rumah sakit, lalu dokter akan memeriksa darahmu. Jika tidak cocok kau boleh pergi."

"Bagaimana kalau cocok?"

Wooyoung diam, bingung untuk berkata apa lagi. Bagaimana kalau cocok dan Nichkhun tetap tidak mau mendonorkan darahnya?

"Kau harus memberitahuku Woo, siapa orang itu? Kalau kau tidak mau jujur, aku tidak mau." Nichkhun sedikit kesal, karena Wooyoung tetap berteka-teki.

"Anggap saja orang itu tidak punya asal-usulnya, seperti yang kau bilang tadi. Maukah kau mendonorkan darahmu? Khun, tolong aku, demi persahabatan kita dulu."

"Kau mengungkit tentang persahabatan, tapi kau bukan sahabat yang baik Woo. Kau meninggalkan sahabatmu tanpa kabar." Nichkhun merajuk.

"Aku mengerti dengan kemarahanmu Khun, tapi percayalah, waktu itu aku pergi karena terpaksa."

"Sebut namanya Woo!" pinta Nichkhun kesal.

Wooyoung menghela nafas panjang, dengan kekeras kepalaan Nichkhun. Tapi Wooyoung bertekad akan melakukan apapun agar Nichkhun mau mendonorkan darahnya.

"Namanya Taeyang." akhirnya Wooyoung menjawab dengan berat hati.

"Siapa dia?"

Wooyoung tidak menjawab. "Jika kau tidak mau mendonorkan darahmu, aku akan membelinya Khun, sebut saja harganya, aku akan membayarnya." kata Wooyoung dengan putus asa. Wooyoung merasa pembicaraan mereka tak berujung, padahal waktu yang dia miliki hanya sedikit.

"Dengan apa kau akan membayarnya? Aku lihat kau tidak kaya." kata Nichkhun sinis.

"Jangan takut Khun, aku pasti bisa membayarnya. Aku tidak semiskin yang kau bayangkan." jawab Wooyoung yang merasa terhina dengan perkataan Nichkhun. Dalam hatinya dia bertanya dari mana Nichkhun tahu kalau dia tidak kaya.

"Dimana rumah sakit itu, aku akan pergi kesana. Dan berikan nomormu aku akan menghubungimu." 

Wooyoung menyebutkan nomor hpnya dengan suara pelan dan gemetar.

"Baiklah. Aku akan segera menghubungimu. Sekarang aku akan kembali kekantor." Nichkhun berdiri dan langsung meninggalkan Wooyoung. Wooyoung terpaku melihat  Nichkhun meninggalkan dirinya begitu cepat.

 

 

Wooyoung meninggalkan kantor Nichkhun. Langkahnya berat. Dia tidak menyangka percakapannya dengan Nichkhun tadi begitu menguras emosinya. Nasib, sedang bermain dengan hidupnya kini. Dulu dia bersumpah tidak akan menginjak kota Seoul lagi dan berjanji tidak akan bertemu dengan Nichkhun lagi. Tapi kenyataannya sekarang dia harus mengemis kebaikan hati pria itu, agar dia mau mendonorkan darahnya. 

Jika saja masih tersedia darah yang dia butuhkan di Bank Darah, dia pasti tidak akan ke Seoul dan mencari Nichkhun. Bertemu denga cinta masa lalunya yang ingin dia lupakan. Tapi anaknya membutuhkan darah Nichkhun. Dia sedang terbaring lemah di St. Mary Hospital. Dan sudah hampir seminggu mereka berada di Seoul, mencari darah yang di butuhkan anaknya dan mengoperasi anaknya.

Anaknya itu adalah anak yang sangat baik. Demi membantu appanya, dia ingin membetulkan atap yang bocor. Dia tidak mau appanya pulang dari kebun, lelah. Tapi sampai dirumah masih harus membetulkan genteng bocor itu. Di bantu kakeknya anaknya naik ke atap dan membetulkannya. Tapi bencana itu datang ketika dia akan menuruni tangga. Karena sudah lapuk, tangga itu tidak dapat menyanggah tubuhnya. Lalu dia jatuh, betisnya robek terkena kayu dan darahnya mengalir seperti keran air yang bocor dari luka yang menganga.

Wooyoung yang masih di kebun, sangat panik ketika tetangganya memberitahukan tentang kejadian itu. Dia berlari kencang untuk segera sampai dirumah. Di rumah keadaan sudah kacau, darah anaknya berceceran di halaman. Wooyoung bergegas masuk kedalam rumah dan didapatinya seorang dokter desa sudah menangani anaknya. 

Anaknya sudah tidak sadarkan diri. Tubuhnya lemas dan sangat pucat. Wooyoung mengira anaknya sudah meninggal, dan dia merasa jantungnya berhenti berdetak saat itu juga.

"Tidak apa-apa, dia hanya kehilangan banyak darah." Kata dokter sambil membebat luka di kaki anaknya. "Tapi kau harus segera membawanya ke Busan untuk menjahit lukanya, karena di klinik desa tidak punya peralatan yang di butuhkan. Sebentar lagi mobil Ambulance akan datang, aku tadi yang menghubungi rumah sakit di Busan agar mengirimkan mobilnya kesini."

Perkataan dokter itu hanya sebagian yang masuk ketelinganya, dia sudah terduduk lemas dan menangis terisak. Perjalanan ke Busan begitu lama terasa, seakan tidak pernah sampai. Biasanya hanya di butuhkan waktu 1 jam. Tapi saat itu terasa seumur hidup. Dalam Ambulance Wooyoung menggenggam tangan anaknya sambil menangis dan berdoa.

Disaat-saat seperti itu dia pasti teringat Nichkhun. Jika saja Nichkhun ada di sampingnya. Jika saja dia tidak bekerja di kebun dan bisa mengurus anaknya dengan baik, pasti kejadian ini tidak akan terjadi.

"Khunnie, aku membutuhkanmu. Tolong kami. Jangan biarkan dia pergi." gumamnya sambil menangis.

Di rumah sakit, luka Taeyang di jahit dan nyawanya pun tertolong. Yang menjadi kendala adalah, dia kehabisan darah, dan tubuhnya sangat lemah. Wooyoung harus mencari darah yang sesuai dengan anaknya di luar rumah sakit, karena stock darah yang dibutuhkan tidak ada.

Dokter memutuskan waktunya tidak banyak, jika dia tidak menemukan darah itu, anaknya bisa mati lemas kehabisan darah! Ketika mendengar hal itu, Wooyoung hanya bisa menarik nafas panjang. Bagaimana bisa dia hidup, jika Mataharinya tidak lagi bersinar ? 

Akhirnya sampailah dia di Seoul dan bertemu dengan Nichkhun.

Tapi mengapa dia mencari Nichkhun?

Karena dia adalah ayahnya!

Yah ayahnya. Delapan tahun yang lalu Wooyoung pindah ke Busan, setelah melahirkan Taeyang. Waktu itu Nickhun sedang merayakan perkawinannya. Wooyoung menyembunyikan kehamilannya, karena Nichkhun tidak mencintainya dan sudah bertunangan dengan yeoja. Dia harus mempercepat kelahiran anaknya melalui operasi caesar, hanya ingin menghadiri pernikahan sahabatnya itu, dan bertemu untuk terakhir kalinya.

Dia tidak menyangka akan berurusan dengan Nichkhun lagi. Hidupnya selama delapan tahun ini baik-baik saja. Walaupun dia harus bekerja keras mengurus perkebunan kecil milik keluarganya. Mereka hidup tenang bersama kedua orang tuanya dan anaknya, walaupun dia merasa tidak lengkap, tapi hidupnya sudah sempurna.

Masih berjalan dengan lamunannya, Wooyoung merasa handphonenya bergetar di dalam saku. Dia mengambil dan membaca teks yang di kirimkan ibunya.

"Pulanglah. Taeyang mencarimu."

Setelah membaca teks itu dan kembali memasukkan hpnya ke dalam saku, Wooyoung menyetop taksi yang kebetulan lewat di depannya. 

 

________________________________________________________________________________________________________________________________________

 

 

"Dia tadi tidak mau makan, dia hanya ingin makan jika kau yang menyuapinya." kata ibunya di depan kamar anaknya.

Wooyoung membuka pintu pelan dan masuk. Taeyang sedang teridur. Dengan hati-hati Wooyoung mendekati anaknya dan duduk di pinggir ranjang. Menatap anaknya dengan sayang sambil membelai pipinya lembut dengan jari telunjuknya.

Merasakan pipinya di elus dengan halus, Taeyang membuka matanya.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ShinPM98
#1
Chapter 5: Aku berharap kk mw membuat sequel utk Taeyang ini :(( aku pengen wooyoung hidup bahagia.. Khun tega banget ㅠ.ㅠ somehow pengen liat Khun tahu Taeyang anaknya >,<
lilaciyma2689 #2
Chapter 5: chapter 5: sequalnya ada ngak? maunya khun kembali sama woo and taeyang..bikin woo ama taeyang bahagia.
lagian khun ngak cinta sama istrinya. cian sama Woo n anaknya udah menderita
nuneoTAMA #3
Chapter 5: taeyang ceritanya serius nge-kill/// aku sedih bacanya
nuneoTAMA #4
Chapter 4: chp 4 : aku benci endingnya.... aku merasakan apa yang khunie rasakan... woo kau tega.... kau terlalu polos
aririska #5
yang taeyang itu g ada sequelnya kh?? padahal seru kayaknya kalo dilanjutin .. hehe
aririska #6
Chapter 1: sad ending sih ... tp keren banget ... semangat bikin yang lebih keren lagi y author nim ...
jangwooyoung0730
#7
Chapter 7: Hahahahahahahaha. Aku lupa cerita yg asli sblm sequel ini. Huhuhu.
Khun maafkan aku. Tapi adek mu cantik khun. Boleh lah kali kali adek mu dipasangkan dengan woo. Hahahaha. Yah walaupun jawabannya sudah pasti tidak. Hahahaha. Tp aku mau chereen dengan woo khun. Mereka serasi gitu loh. Mwahahahaha *ketawa ala nedyong* hahaha.

Okay okay. Junhooo. Suka kalo wooho udah jd brother. Hahaha. Cutee cutee. Iiih mason sama jason kayaknya kucu bgt dah. Padahal blm ga tau jason mukanya kayak mana. Hahaha. Tp mereka pasti kucuuu. Ga terlalu suka ah sama minnie. Parno sama yg nyangkut dg minnie atau mickey atau berbie. Hahahaha.

Lanjut lah. Cerita yg lebih menyakitkan kali kali authornim. Yg bisa menyayat nyayat hati ampe hati patah beribu ribu gitu. Tantangan buat aku~~ hahaha. Biar bumbu ceritanya makin sedap konflik nya harus lumayan agk yg berat. Hahaha. (Padahal ga suka yg berkonflik) tp mau baca nih yg lumayan konfliknya agak berat. Tp jangan berat bgt lah. Hahaha.
Okay setooop.
hwootestjang #8
Chapter 7: Jangan bilang bosan deh.. Suka bangat.. Aku aja belum boleh move on darinya..
ShinPM98
#9
Chapter 7: I like the sequel of "I am Sorry but I Love You" hehehe wooyoung hamil lg astaga hahaha... XD