You're My Bestfriend

Our Story
Please Subscribe to read the full chapter

Tutt. . .tutt. . .tutt. . .

“Arggh, kau ini kenapa Park Chanyeol?”

Sudah berulang kali aku mencoba menghubungi Park Chanyeol, namun tak ada respon sedikitpun darinya. Anak itu keterlaluan. Ini sudah kali kedua belas aku menekan tombol ‘recall’, tetap tak ada jawaban. Aku menyerah. Mungkin dia masih ada di kelasnya.

“Apa aku harus ke kelasnya?” kuremas buku bersampul coklat bertuliskan ‘Matematika - Park Chanyeol’. Buku ini harus aku kembalikan secepatnya, siapa tahu Chanyeol membutuhkannya.

“Sudahlah, kau ke kelasnya saja. Kelas A kan tepat di sebelah kelas kita.”

“Eh, Sehun~. Kk-kau. . .”

“Kenapa?”

Sehun adalah teman semejaku. Walaupun kita duduk berdekatan, sebenarnya kita tidak terlalu mengenal satu sama lain. Well, Sehun memang bukan orang yang sering bersosialisasi dengan orang lain. Bahkan denganku saja, dia hanya berbicara seperlunya. Waktunya dicurahkan sepenuhnya untuk menuntaskan game di PSP yang selalu dia bawa. Jika tidak, dia akan menyibukkan diri di bawah timbunan buku-buku tebal perpustakaan sekolah. Mengingat kepribadiannya yang cenderung tertutup dan acuh pada sekitar, tentu saja kata-kata Sehun barusan sangat mengagetkanku.

“Hei, kau ini kenapa?” aku baru sadar jika Sehun masih menatapku dengan tatapan apa-ada-yang-salah.

“A-aani, hanya saja. . .”

“Jangan salah paham. Aku tidak sengaja mendengar perkataanmu. Dan tingkahmu yang gelisah itu sungguh mengganggu konsentrasiku.” Sehun berbalik badan dan kembali berkutat dengan PSP miliknya.

“Aaah, mianhe. Aku hanya terkejut kau mengetahui tentang Park Chanyeol.”

“Siapa yang tak kenal dia. Park Chanyeol yang tampan, pintar, ramah, baik hati, dan bla bla bla. Bahkan kepopulerannya terdengar hingga golongan siswa nerd sepertiku.”

Aku tersenyum kecil mendengarnya. Memang benar Chanyeol menjadi salah satu siswa populer di sekolah ini. Dalam kurun waktu seminggu, Chanyeol mampu membuat perhatian para guru tercurah padanya. Hampir setiap siswa dan siswi mengetahui identitas dirinya. Aku bersyukur dia tetap menjadi Chanyeol seperti di awal kita bertemu. Aku sungguh bersyukur Chanyeol tak melupakanku. Tak melupakan pertemanan kita.

“Ah, kau benar. Aku harus mengembalikannya. Aku akan ke kelas Chanyeol. Gomawo Sehun~ kau ternyata teman yang perhatian.”

“Hhn.”

 

~ o ~ o ~ o ~ o ~

 

Sampai juga aku di kelas Park Chanyeol. Bagaimana ini, aku gugup. Aku belum pernah masuk ke dalam kelas Chanyeol. Aku dan Chanyeol selalu bertemu di kafetaria sekolah.

“Chanyeol~”

Hening. Tak ada jawaban. Aku tetap berdiri di depan pintu kelas, belum berani melangkahkan kaki ke dalam. Aku mengedarkan pandanganku ke bagian dalam kelas. Kelas ini sungguh sepi, hanya ada dua anak yang berbincang  di ujung kelas.

“Hm, kelas ini sepi sekali. Chanyeol juga tidak ada. Apa mungkin dia ada di kafetaria?” aku berbalik menuju kafetaria setelah menyadari Chanyeol tidak berada di kelas.

Brukkkk. . .

Aku merasakan tubuhku membentur seseorang. Baekhyun pabo. Kau ini ceroboh sekali. Setiap hari selalu saja membuat kesalahan. Untung saja hari ini aku hanya terjatuh.

Aku menatap siswa yang baru saja berbenturan denganku. Rupanya dia dalam kondisi yang tidak jauh berbeda denganku. Jatuh terduduk dalam posisi yang memalukan.

“Aku tidak sengaja. Mianhe, mianhe. ” Aku mengulurkan tangan mencoba membantunya berdiri.

“Ne, gwenchanha. Kau tidak terluka kan?”

Namja itu menatapku dengan pandangan khawatir. Tunggu, dia namja kan? Wajahnya sangat cantik dan lembut layaknya seorang yeoja. Tapi dia memakai seragam namja. Tak mungkin dia seorang yeoja.

“Anii. Gwenchanha.” Aku tersenyum, mencoba meyakinkan bahwa aku benar-benar tidak terluka.

“Syukurlah. Hmm, aku baru ingat, kau ini Byun Baekhyun dari kelas B kan?”

“Ne. Bagaimana kau tahu?” tebakannya membuatku mengeryit heran.

“Perkenalkan, aku Luhan, teman Park Chanyeol. Tentu saja aku mengenalmu dari Park Chanyeol. Dia sangat cerewet jika bercerita tentangmu.”

“Aaa, rupanya begitu. Aku senang bertemu denganmu, Luhan. Um, kau tahu di mana Chanyeol?”

Mendengar nama Chanyeol, wajah Luhan berubah menjadi murung. Ini membuat firasatku tidak enak.

“Chanyeol? Kau belum bertemu dengannya?”

“Belum, dari kemarin dia sulit dihubungi. Hari ini juga begitu. Padahal aku hanya ingin mengembalikan buku catatan yang aku pinjam.”

“Aku juga heran. Akhir-akhir ini dia bersikap aneh. Kukira kau tau penyebabnya.”

“Ah, ani. Aku tak tahu apa-apa. Dia tak bercerita padaku.” Ada sedikit rasa kecewa ketika menyadari bahwa Chanyeol belum mempercayaiku sepenuhnya.

“Anak itu memang sedikit tertutup jika menyangkut masalah pribadi. Bahkan kemarin dia membolos. Tapi syukurlah hari ini dia masuk kembali, ya walaupun masih terlihat murung.”

“Jinjja? Chanyeol membolos?” Luhan mengangguk perlahan.

Aku merasa bahwa memang ada masalah serius di balik sikap Chanyeol. Seorang Park Chanyeol tidak mungkin membolos jika tidak ada hal yang serius. Tapi kenapa dia tak menceritakan masalahnya padaku? Bukankah kita ini teman? Ah, benar. Kita memang hanya teman. Tak ada yang spesial. Chanyeol hanya menganggapku seperti temannya yang lain.

“Semoga dia baik-baik saja.”

“Ya, aku juga berharap begitu.”

“Kalau begitu bisakah aku menitipkan buku catatan Chanyeol ini kepadamu? Tolong sampaikan rasa terimakasihku pada Chanyeol karena telah meminjamkan buku catatannya.” Aku mengulurkan buku catatan milik Chanyeol pada Luhan.

“Sebaiknya kau memberikannya sendiri pada Chanyeol.  Aku melihatnya di taman belakang sekolah.”

“Tapi apa tidak apa-apa aku  menemui Chanyeol sekarang? Mungkin dia sedang ingin menyendiri.”

“Dia pasti lebih membutuhkan dukungan serta teman untuk berbagi.”

Luhan menepuk bahuku dan tersenyum lembut, mencoba meyakinkanku bahwa kehadiranku di samping Chanyeol memang sangat dibutukhan saat ini.

“Baiklah, aku akan mencoba menghiburnya. Gomawo Luhan~.”

Aku berlari menyusuri koridor menuju ke taman belakang sekolah.  Taman itu memang tidak terlalu luas, tapi taman itu dipenuhi oleh berbagai macam bunga. Tempat yang sejuk dan sepi.

Aku mengedarkan pandanganku ke segala arah. Mataku tertumbuk pada sosok yang sedang duduk di bawah salah satu pohon mapple. Aku mendesah lega. Akhirnya aku dapat menemukan Park Chanyeol. Perlahan aku mendekat ke pohon mapple tersebut. Chanyeol sepertinya tak menyadari kehadiranku. Dia tetap mematung menatap langit. Tatapannya kosong, entah apa yang sedang ada di pikirannya. Dadaku mendadak merasa sakit melihat Chanyeol seperti itu.

“Ehmm, Chanyeol~” aku memanggilnya perlahan. Chanyeol menengok ke arahku dan terlihat terkejut akan kehadiranku.

“Baek~. Sejak kapan kau berada di sini?”

“Baru saja. Bolehkah aku duduk di sini?”

Chanyeol  mengangguk mengiyakan. Chanyeol menerima kehadiranku. Aku segera duduk di samping Chanyeol. Chanyeol sudah kembali ke kegiatannya semula, memandang langit. Selama beberapa menit, hanya semilir angin yang terdengar. Kita berdua sama-sama berdiam diri. Akhirnya aku memutuskan untuk memecah kesunyian.

“Aku ingin mengembalikan buku catatan milikmu. Terimakasih sudah meminjamkannya, dan maaf baru mengembalikannya hari ini.”

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet